Ulap-Ulap Rarajahan Sruti Aksra Suci

  https://helaibuku.blogspot.com/ Om Swastystu Umat sedharma yang berbahagia. Pada kesempatan ini helaibuku petikkan beberapa contoh Ulap-ulap atau Rarajahan Sruti Aksara suci sebagai berikut: Dipetik dari buku Ulap-Ulap Sruti Aksara Suci karipta olih Jro Mangku Pulasari. Agar lebih jelasnya sahabat helaibuku bisa membeli bukunya untuk melengkapi koleksi perpustakaannya. Agar lebih mudah mengenali,sampul bukunya seperti di bawah ini:

Pendidikan Agama Hindu Kelas IV (empat) K13 (Kurikulum 13) dan KTSP

helaibuku.blogspot.com/  Hai, Sahabat Helai Buku apa kabar? Semoga dalam keadaan baik selalu dalam lindungan Sang Hyang Widhi. Kalian sedang belajar bukan? Baiklah kali ini Helai Buku akan petikkan pelajaran, Pendidikan Agama Hindu SD Kelas IV (empat) K13 (Kurikulum 13) dan KTSP. Silahkan disimak dan selamat belajar!

1. AJARAN PUNARBHAVA  SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS HIDUP

a. Pengertian Punarbhava

Untuk meningkatkan kualitas hidup mestinya searah dengan Tujuan  Agama Hindu adalah untuk mencapai kesejahteraan hidup (Jagadhita) dan kebahagiaan rohani (Moksa) yang disebut dengan Moksartham Jagadhita ya ca iti dharma. Untuk mencapai itu hendaknya perlu difahami bahwasanya ada tiga asfek yang membentuk Agama Hindu  yang  disebut dengan Tri Kerangka Agama Hindu. Adapun ketiga kerangka tersebut adalah :

  1. Tattwa yaitu pengetahuan atau filsafat Agama Hindu
  2. Susila yaitu perilaku baik atau Etika Agama Hindu
  3. Acara yaitu Upacara Yajna Agama Hindu

Ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan karena ketiganya akan saling melengkapi satu sama lainnya.

Misalnya :           

-Jika kita hanya mempelajari atau mengetahui filsafat agama saja  tanpa mengamalkan ajaran susila dan upacara tidaklah sempurna kehidupan beragama kita.

-Demikian juga sebaliknya Jika kita hanya melaksanakan upacara saja tanpa filsafat dan etika  tentulah upacara itu akan bermakna atau  sia-sia  sehingga tidaklah sempurna kehidupan beragama kita.

Ketiga kerangka dasar itu ibaratnya sebuah telur

  • Kuningnya adalah Tattwa atau filsfat Agama Hindu
  • Putihnya adalah Susila atau etika Agaama Hindu
  • Kulitnya adalah acara atau ritual  Yajna Agama Hindu

Demikianlah telur merupakan satu kesatuan yang utuh antara kuning, putih, dan kulitnya harus baik, jika salah satu dari ketiganya ada yang rusak maka akan mempengaruhi pula bagian yang lainnya sehingga telur itu menjadi tidak sempurna. TujuanAgama Hindu akan dapat dicapai dengan mengamalkan Ketiga Kerangka Dasar Agama Hindu tersebut. Adapun tatwa atau filsafat Agama Hindu meliputi lima keyakinan yang disebut dengan Panca Sradha

Panca Sradha terdiri dari dua kata yaitu: 

Panca artinya 5 (lima)
Sradha artina keyakinan atau Kepercayaan.

Jadi Panca Sradha artinya lima kepercayaan atau keyakinan dalam Agama Hindu.

Bagian-bagian Panca Sradha

  1. Percaya dengan adanya Brahman (Sang Hyang Widhi)
  2. Percaya dengan adanya Atma (Asas hidup)
  3. Percaya dengan adanya Karmapala (Hukum sebab akibat)
  4. Percaya dengan adanya Samsara atau Punarbhava  (Kelaahiran yang berulang-ulang)
  5. Percaya dengan adanya Moksa (pelepasan)

Pada materi ini kita hanya akan membahas tentang Sradha yang keempat yakni Punarbhava

Punarbhava adalah keyakinan akan adanya kelahiran kembali untuk memberikan kesempatan kepada manusia untuk memperbaiki diri untuk meningkatkan kwalitas atau kesucian jiwatman sehingga nanti dapat mencapai moksa . Maka dari itu  dalam hidup ini kita diharafkan agar selalu berbuat baik sehingga kita mempunyai banyak tabungan Subha Karma, ini penting untuk bekal di kehidupan nanti sebagai Karmawasana .

 Kenapa Karmawasana itu sangat penting karena Agama Hindu, mengajarkan kepada kita bahwa setelah kematian badan kasar atau Sang Jiwatman keluar dari tubuh kita dan Jiwatma kembali menjadi Atma maka Atma akan memulai  perjalanan baru untuk menemukan tubuh baru yang lain.

Apa itu Atma dan apa itu Jiwatman? Atma adalah azas hidup yang berasal dari Sang Hyang Widhi, setelah berada dalam tubuh manusia maka Atma disebut dengan Jiwatman. Atma dan Jiwatmaan adalah sama tetapi mempunyai kualitas yang berbeda.  Jiwatman memberikan daya hidup bagi manusia dan terpengaruh oleh keduniawian. Setelah manusia meninggal Jiwatman keluar dari tubuh disebut Atma, Atma inilaah yang akan membawa karmawasana yang akan dipertanggung jawabkan untuk menentukan pada kelahiraannya nanti.

Tubuh ini ibarat baju bagi Sang Atma begitu baju itu rusak maka Ia akan mencari baju penggantinya, karena Atma tidak pernah mati, yang mati adalah badan wadag atau badan kasarnya. Itulah dalam ajaran Punarbhawa disebutkan bahwa setelah Atma mendapatkan tubuh yang baru maka ia akan dilahirkan kembali demikian seterusnya secara berulang-ulang sehinga proses lahir berulang ulang tersebut disebut Samsara atau Reinkarnasi atau Punarbhava.

Punarbhava berasal dari Bahasa Sanskerta yaitu dari kata Punar yang artinya “lagi” dan kata Bhava artinya “menjelma”. Jadi Punarbhava artinya lahir kembali atau kelahiran yang berulang-ulang dalam penderitan. Dalam Kitab bhagavadgita disebutkan :

Śrī-bhagavān uvāca
Bahuni me vyatitani
Janmani tava carjuna
Tany aham veda sarvani
Na tvam vettha parantapa

(Bhagavadgita.IV.5)

Artinya:

Banyak kehidupan yang ku telah jalani dan demikian pula engkau,O Arjuna. Semua kelahiran itu aku ketahui tetapi engkau tidak dapat mengetahuinya, O arjuna.

Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya Atma dilahirkan berulang-ulang setelah Atma menempati badan kasarnya Atma itu menjadi Jiwatman dan terikat dengan badan kasarnya sehingga manusia biasa tidak dapat mengingat atau mengenali kelahiran sebelumnya.

b. Sebab-sebab Terjadinya Punarbhava

Punarbhava ini sesungguhnya adalah penderitaan sebagai akibat dari Subha dan Asubha Karma. Kita dilahirkan ke dunia juga sesungguhnya untuk menjalani Karma Wasana yang membelenggu kita untuk menjalani kehidupan kita sekarang . Dalam kehidupan inilah kesempatan kita memperbaiki diri  untuk memutus lingkaran Punarbhava tersebut.

Apa yang menyebabkan kita mengalami Punarbhava?  Sebab kita diperbudak oleh keinginan dan terikat oleh rasa sayang dan ketergantungan dengan dunia material dan itu hanyalah nafsu duniawi yang bersifat maya. (ketidak kekalan) sehingga dapat menodai kesucian Sang Jiwa atau Atma yang akan mempertanggung jawabkan Karmawasana kita.

Lalu bisakah lingkaran Punarbhawa ini diakhiri? Tentu saja bisa bila belenggu karma wasana ini telah habis disucikan oleh Subha Karma kita, maka Atma akan dapat bersatu  dengan asalnya, yaitu Brahman dan tidak dilahirkan kembali.  Bersatunya Atma dengan Brahman disebut Moksa

c. Cara Membebaskan Diri dari Punarbhava

Cara membebaskan diri dari penderitaan Punarbhava yaitu:

  • Selalu mengucapkan Sukskaming manah atas anugerah Sang Hyang Widhi
  • Berbhakti kepada Sang Hyang Widhi/Tuhan
  • Menjalankan ajaran Dharma
  • Menjungjung tinggi nilai-nilai kesucian
  • Mengamalkan ajaran Tri Kaya Parisudha
  • Melaksanakan : Tapa, Brata, Yoga dan Samadhi
  • Menyayangi dan mengasihi sesame mahluk ciptaan Tuhan
  • Pemaaf dan suka menolong
  • Sabar dan tenang dalam menghadapi segla msalah
  • Hormat kepada orang tua,orang suci,  guru, pemerintah dan orang yang lebih tua
  • Mengendalikan diri dari nafsu
  • Takut berbuat dosa

d. Pengertian Surga Cyuta dan Neraka Cyuta

Manusia mempunyai dua sifat yang satu sama lain bertentangan akan tetapi tidak dapat dipisahkan yang disebut dengan Rwa Bhineda (dua yang berbeda) yakni baik dan buruk. Manusia memiliki sifat baik dan sifat buruk, inilah yang menyebabkan manusia bisa berbuat baik ataupun berbuat buruk. Perbuatan baik disebut Subha Karma, dan perbuatan buruk disebut Asubha Karma.  Dua sifat ini akan selalu bergolak dalam diri manusia yang dipengaruhi oleh Tri Guna. Tri Guna adalah tiga sifat yang mempengaruhi manusia. Ketiga sifat tersebut yaitu:

  1. Sattwam adalah sifat tenang, cerdaas, suci dan bijaksana
  2. Rajas adalah sifat agresif, lincah, gesit, tergesa-gesa, ambisius
  3. Tamas adalah sifat malas, lamban, kumal dan suka berbohong.

Apabila seseorang yang dalam kehidupannya selalu berbuat kebaikan, selalu menjalankan Subha Karma atau Dharma, selalu mendekatkan diri kehadapan Sang Hyang Widhi maka pada saat kematiannya ia bisa menempati alam surga dan bila nanti terlahir kembali, ia akan terlahir dari alam surga yang disebut Surga Çyuta. Sebaliknya orang yang terlahir dari alam neraka disebut neraka Çyuta. Karena semasa hidupnya suka melakukan perbuatan jahat atau Asubha Karma (adharma) yang bertentangan dengan dharma.

e. Ciri-Ciri Kelahiran Dari Surga (Surga Cyuta )

Dalam kitab suci Slokantara disebutkan ciri-ciri kelahiran dari sorga adalah sebagai berikut:

Śūratwamārogyam ratirawadyāa,
Deweşu bhaktih kanaksya lābhah
Rāajapriyatwam sujanapriyatwam,
Swargacyutānāam kila cihnam atat.

(Slokantara sloka 49 (37))

Terjemahannya:

Berani, sehat, menikmati kesenangan yang halal, berbhakti kepada Tuhan, menerima harta benda, kehormatan, dan cinta dari orang-orang besar dan orang-orang suci, inilah tanda orang kelahiran sorga

Berdasarkan petikkan sloka di atas maka dapat disebutkan mengenai ciri-ciri kelahiran dari Sorga, adalah sebagai berikut:

  • Pemberani
  • Sehat jasmani dan rohani
  • Menikmati kesenangan yang halal, berbhakti kepada Tuhan
  • Menerima harta benda,
  • Menerima kehormatan
  • Menerima dan dicintai oleh oleh orang-orang besar atau orang penting
  • Dicintai oleh orang-orang suci.

Jadi kesimpulannya orang yang lahir dari surga akan  mendapatkan keberuntungan dan kehormatan serta kesejahteraan dan kebahagiaan dalam hidupnya.

f. Ciri-Ciri Kelahiran Dari Neraka (Neraka Cyuta)

  • Jiwanya dipenuhi oleh rasa iri hati dan dengki
  • Hidupnya penuh dendam dan kebencian
  • Hati pikiran dan prilakunya penuh kejahatan
  • Mudah putus asa
  • Selalu ketakutan
  • Selalu sakit-sakitan
  • Selalu merasa menderita
  • Mereka yang lahir dari neraka dapat menurun terus, bahkan dapat menurun menjadi hewan dan tumbuh-tumbuhan 

Dalam kitab suci Slokantara disebutkan pula mengenai  ciri-ciri kelahiran dari neraka seperti seperti berikut:

Anapatyākāamarasan klābo’bale wadhrih kiluh,
Māngsī pittī kujihwāanggumûtri-binneşţha-ā
Nimattonmattakuşţhaśca rogakkukşirwigantikah,
Khanjah kubjo’ndha ekadrghraswah śleşmi-kunetrakau.

(Slokantara sloka 50/51 (11-12))

Terjemahannya:

Orang mandul, orang wandu, orang banci, orang lemah, dan tak punya urat-urat sebagaimana mestinya, orang yang berbentuk bundar, orang tumbuh daging di tempat yang tidak semestinya, orang yang selalu muram, orang yang lidahnya cacat, orang yang berpenyakit tulang, berpenyakit kencing, bibir sumbing, tuli, ayan, gila, berpenyakit lepra, berpenyakit perut busung, kemasukan setan, lumpuh, bungkuk, buta kedua belah matanya, buta sebelah, kerdil, bicara tidak karuan,, dan orang yang bermata rusak, jika semua cacat ini memang dibawa dari lahir, mereka adalah orang-orang yang datang dari Neraka.

Jadi kesimpulannya bahwa orang yang lahir dari neraka (Neraka Cyuta) akan selalu dalam kesusahan dan penderitaan, tidak pernah merasa bahagia, sakit-sakitan, dan hidupnya selalu dilingkupi kegelapan.

Dengan kondisi kelahiran seperti di atas apakah perlu disesali? Sudah pasti namun hendaknya jangan sampai berlalurut-larut. Karena bagaimanapun juga apa yang kita nikmaati sekarang adalah hasil atau akibat dari Karma Wasana kita. Tapi kita patut bersukur sudah terlahir sebagai manusia, yang merupakaan mahluk tertinggi derajatnya dari mahluk hidup lainnya.  Dengan menjelma menjadi manusia kita bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Dengaan pikiran kita kita mampu untuk memperbaiki diri. Dan perlu di fahami bahwa dengan kelahiran kita yang berulang-ulang ini merupakan kesempatan baik bagi kita untuk meningkatkan kualitas hidup kita untuk membebaskan Atma dari belenggu kesengsaraan.

Dalam kitab suci Sarasamuscaya sloka 2, dinyatakan bahwa “Diantara semua makhluk hidup, hanya yang dilahirkan sebagai manusia sajalah, yang dapat melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk, leburlah ke dalam perbuatan baik, segala perbuatan yang buruk itu, demikianlah gunanya (pahalanya) menjadi manusia”.

Selanjutnya dalam sloka 3 disebutkan “Oleh karena itu, janganlah sekali-kali bersedih hati; sekalipun hidupmu tidak makmur; dilahirkan menjadi manusia itu, hendaklah menjadikan kamu berbesar hati, sebab amat sukar untuk dapat dilahirkan menjadi manusia, meskipun kelahiran hina sekalipun”. Sloka ini mengingatkan bahwa seperti apapun keadaan yang  dialami ,dilahirkan sebagai manusia adalah sungguh-sungguh mulia, sehingga tidak pantas untuk disesali, karena merupakan suatu hal sangat sukar untuk bisa terlahir kembali sebagai manusia.

Sloka 4 lebih menegaskan lagi akan keutamaan dilahirkan sebagi manusia yang dinyatakan bahwa: “Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama; sebabnya demikian, karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik; demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia.”

Sloka 5 dan 6 menyatakan tentang akibat dari perbuatan buruk yang dilakukan sehingga kesempatan terlahir kembali sebagai manusia haruslah dipergunakan dengan sebaik mungkin agar tidak jatuh ke alam neraka. Secara jelas dinyatakan bahwa :

 “Adalah orang yang tidak mau melakukan perbuatan baik, (orang semacam itu) dianggap sebagai penyakit yang menjadi obat neraka-loka; apabila ia meninggal dunia, maka ia dianggap sebagai orang sakit yang pergi ke suatu tempat di mana tidak ada obat-obatan, kenyataannya ia selalu tidak dapat memperoleh kesenangan dalam segala perbuatannya.”

“Kesimpulannya, pergunakanlah dengan sebaik-baiknya kesempatan menjelma sebagai manusia ini, kesempatan yang sungguh sulit diperoleh, yang merupakan tangga untuk pergi ke sorga; segala sesuatu yang menyebabkan agar tidak jatuh lagi, itulah hendaknya dilakukan.”

Demikianlah disebutkan dalam sastra agama mengenai keutamaan  dan beruntungnya bisa terlahir sebagai manusia. Agar menjadi orang yang baik dapat dimulai dengan melaksanakan hal-hal bermanfaat dalam lingkungan sekitar terlebih dahulu diantaranya adalah :

  1. Mensyukuri karunia Tuhan dengan melaksanakan sembahyang sebagai kewajiban hidup
  2. Menanamkan dalam hati kalau setiap sesuatu yang baik itu adalah sesuatu yang dibenarkan dalam ajaran agama.
  3. Mengikuti nasehat orang tua untuk selalu belajar dengan rajin, dan mentaati semua peraturan yang berlaku.
  4. Kebaikan yang dilakukan hendaknya dilandasi dengan dharma.
  5. Sikap toleran dan tenggang rasa
  6. Memiliki disiplin pribadi, sehingga apapun yang dilakukan atas dasar kesadaran diri bukan karena paksaan dan diawasi oleh orang lain.
  7. Berbuat kebaikan demi kebaikan berikutnya.

g.  Cerita Terkait dengan Punarbhava

Reinkarnasi Dewi Amba menjadi Srikandi

Tersebutlah raja di Kerajaan Kasi sedang mengadakan sanyembara untuk menemukan jodoh putri-putrinya. Raja Kasi mempunyai tiga putri cantik-cantik yang sudah menginjak remaja. Ketiga putri itu bernama : Amba, Ambika dan Ambalika.

Bisma turut serta dalam sayembara itu namun ia datang untuk mewakili adik tirinya yaitu Wicitrawirya. Dengan perkasa Bisma mampu mengalahkan para pangeran dari kerajaan lain yang mengikuti sayembara tersebut, termasuk juga  Raja Salwa yang konon amat tangguh. Bisma memboyong ketiga putri tersebut ke Astina Pura untuk dinikahkan dengan Wicitrawirya.

Namun sayang Bhisma tidak tahu kalau salah satu dari ketiga putri tersebut sudah mempunyai kekasih.

 Sesampai di Astina Pura Dewi Amba yang tertua dari ketiga putri tersebut menolak untuk dinikahkan dengan Wicitrawirya, dengan alasan bahwa ia telah memiliki  kekasih dan Ia memilih tambatan hatinya yaitu Raja Salwa sebagai suaminya.

Wicitrawirya merasa bahwa tidak baik untuk menikahi wanita yang sudah terlanjur mencintai orang lain. Akhirnya ia mengizinkan Amba pergi menghadap Salwa.Ketika Amba tiba di istana Salwa, ia ditolak sebab Salwa enggan menikahi wanita yang telah direbut darinya. Karena Salwa telah dikalahkan oleh Bisma, maka Salwa merasa bahwa yang pantas menikahi Amba adalah Bisma.

Maka Amba kembali ke Hastinapura untuk menikah dengan Bisma. Namun Bisma yang bersumpah untuk tidak kawin seumur hidup menolak untuk menikah dengan Amba. Akhirnya hidup Amba terkatung-katung di hutan. Ia tidak diterima oleh Salwa, tidak pula oleh Bisma. Dalam hatinya, timbul kebencian terhadap Bisma, orang yang memisahkannya dari Salwa.

Di dalam hutan, Amba bertemu dengan Rsi Hotrawahana, kakeknya. Setelah mengetahui masalah yang dihadapi Amba, sang resi meminta bantuan Rama Bergawa atau Parasurama, guru Bisma. Parasurama membujuk Bisma agar mau menikahi Amba. Karena Bisma terus-menerus menyatakan penolakan, Parasurama menjadi marah lalu menantang Bisma untuk bertarung. Pertarungan antara Parasurama melawan Bisma berlangsung dengan sengit dan diakhiri setelah para dewa menengahi persoalan tersebut.

Setelah Parasurama gagal membujuk Bisma, Amba pergi berkelana dan bertapa. Ia memuja para dewa, memohon agar bisa melihat Bisma mati. Sangmuka, putera dewa Sangkara, muncul di hadapan Amba sambil memberi kalung bunga. Ia berkata bahwa orang yang memakai kalung bunga tersebut akan menjadi pembunuh Bisma. Setelah menerima pemberian itu, Amba pergi berkelana untuk mencari ksatriayang bersedia memakai kalung bunganya. Meski ada peluang keberhasilan karena kalung tersebut diberikan oleh dewa yang dapat dipercaya, tidak ada orang yang bersedia memakainya setelah mengetahui bahwa orang yang harus dihadapi adalah Bisma. Ketika Amba menemui Raja Drupada, permintaannya juga ditolak karena sang raja takut melawan Bisma. Akhirnya Amba melempar karangan bunganya ke tiang balai pertemuan Raja Drupada, setelah itu ia pergi dengan marah. Karangan bunga tersebut dijaga dengan ketat dan tak ada yang berani menyentuhnya.

Bisma mengembara untuk menjauhi Amba karena menolak menikah, namun Amba selalu mengikutinya. Akhirnya Bisma menodongkan panah ke arah Amba, untuk menakut-nakutinya agar ia segera pergi. Tetapi Amba tidak takut dan berkata, "Dewabrata, saya mendapat kesenangan atau mati, semua karena tanganmu. Saya malu jika harus pulang ke tempat orang tuaku ataupun kembali ke Hastinapura. Dimanakah tempat bagiku untuk berlindung?". Bisma terdiam mendengar perkataan Amba. Lama ia merentangkan panahnya sehingga tangannya berkeringat. Panah pun terlepas karena tangannya basah dan licin oleh keringat. Panahnya menembus dada Amba. Dengan segera Bisma membalut lukanya sambil menangis tersedu-sedu. Sebelum menghembuskan napas terakhirnya, Amba berpesan kepada Bisma, bahwa ia akan menjelma sebagai anak Raja Drupada, yang ikut serta dalam  pertempuran akbar antara Pandawa danKorawa. Setelah Amba berpesan kepada Bisma untuk yang terakhir kalinya, ia pun menghembuskan napas terakhirnya, seperti tidur nampaknya.

Dalam kehidupan selanjutnya, Amba bereinkarnasi menjadi Srikandi, yang memihak Pandawa saat perang di kurukshetra. Srikandi adalah anak  yang istimewa dari  Raja Drupada dari kerajaan Pancala. Pada saat lahir, ia berkelamin wanita, namun setelah dewasa ia berganti kelamin atas bantuan seorang Yaksa. Srikandi-lah orang yang bersedia memakai kalung Dewa Sangkara sebagai tanda bahwa ia akan membunuh Bisma. Dan ketika perang Bharata Yudha terjadi Srikandi berhasil membunuh Bhisma dengan bantuan Arjuna.

2. ORANG SUCI YANG PATUT DITELADANI          

a. Pengertin Orang Suci Agama Hindu

Orang Suci Bagi Umat Hindu adalah orang yang memiliki kekuatan mata batin dan dapat memancarkan kewibawaan rohani serta peka akan getaran-getaran spiritual, welas asih, dan memiliki kemurnian batin dalam mengamalkan ajaran-ajaran agama.

Dengan melalui proses upacara penyucian yang dapat memberikaan kemurnian dan kebersihan lahir batin maka syahlah orang tersebut menjadi orang suci yang berwenaang untuk meminpin umat dan meminpin suatu Upacara Yajna. Orang suci juga dipandang mampu atau faham tentang ajaran Agama Hindu.

b. Pengelompokan Jenis-Jenis Orang Suci Agama Hindu

Dalam Agama Hindu khususnya di Bali, orang suci mempunyai banyak sebutan. seperti Sulinggih, Maharsi, Bhagavan, dan sebutan gelar orang suci lainnya. Namun dri banyak sebutan itu orang suci dapat digolongkan menjadi dua yaitu: golongan Eka Jati dan Golongan Dwi Jati.

Golongan Eka Jati adalah orang suci yang melakukan proses upacra penyucian di tahap awal saja. Penyucian tahap awal ini disebut mawinten. Sedangkan kata Eka Jati berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri dari kata Eka artinya satu dan kata Jati atau “Ja” yang artinya lahir. Jadi Eka Jati artinya lahir sekali yaitu dari ibu kandungnya saja. Pawintenan atau mawinten mengandung arti melaksanakan suatu upacara untuk mendapatkan sinar (cahaya) terang dari Sang Hyang Widhi, agar dapat mengetahui, menghayati dan memahami ajaran pustaka suci Veda tanpa halangan.

Yang Termasuk Golongan Eka Jati adalah:

  • Pemangku (pinandita)
  • Balian
  • Dalang
  • Wasi
  • Dharma Acarya

Sedangkang golongan Dwi Jati adalah orang suci yang melakukan upacara penyucian diri tahap lanjut. Upacara penyucian tahap lanjut ini disebut mediksa. Penyucian tahap lanjut atau mediksa ini merupakan upacara penyucian seorang walaka menjadi Pandita atau Sulinggih. Orang suci yang telah madwijati atau telah melakukan penyucian melalui upacara mediksa dianggap sudah lahir dua kali.

Kata Dwi Jati berasal dari bahasa Sanskerta, dari kata Dwi yang artinya dua dan kata Jati atau “Ja” artinya lahir. Jadi Dwi Jati artinya lahir dua kali. Kelahiran pertama adalah dari ibu kandung, dan kelahiran kedua adalah dilahirkan dari kaki seorang guru rohani atau Nabe.

Upacara Madiksa berfungsi untuk menyucikan seseorang secara lahir batin. Raga dan pikirannya suci, tidak terpengaruh pada pujian dan celaan, tidak terikat dengan keduniawian, orang suci selalu melakukan pemujaan kepada Ida Sanghyang Widhi dan selalu menjalankan ajaran Dharma.

Walaka yang telah melalui upacara Dwi Jati atau Madiksa disebut Sulinggih atau Paandita. Sulinggih berasal dari kata “su” artinya mulia atau utama dan “linggih” artinya kedudukkan atau tempat utama. Jadi sulinggih artinya orang yang mempunyai kedudukan utama atau mulia. Sedangkan Pandita berasal dari kata “pandit” artinya pintar dan bijaksana serta terpelajar. Jadi yang disebut pandita adalah selain telah disucikan dengan upacara mediksa juga orang itu terpelajar sehinga mempunyai kecerdasan atau kebijaksanaan. Sulinggih atau Pandita selain dihormati karena mempunyai kedudukan yang mulia Sulingih atau Pandita mempunyai wewenang untuk melaksanakan upacara yajna juga berperan sebagai peminpin untuk menuntun Umat Hindu ke jalan yang benar sesuai ajaran Veda. Karena tugasnya adalah meminpin dan menuntun Umat menuju kebenaran, maka orang suci patut kita hormati dan kita teladani.

Yang Termasuk Golongan Dwi Jati Adalah:

  • Pandita
  • Pedanda
  • Bujangga
  • Rsi
  • Bhagawan
  • Mpu
  • Dukuh

c.Syarat-Syarat Menjadi Orang Suci

1.Syarat Menjadi Pemangku (Pinandita)

Syarat-syarat untuk menjadi seorang pemangku adalah sebagai berikut:

  • Widya artinya memiliki ilmu pengetahuan dan kerohanian
  • Satya artinya memiliki sifat jujur dan memegang teguh kebenaran
  • Tapa artinya mampu mengendalikan diri dari segala godaan nafsu
  • Sruta artinya mampu menerima getaran-getaran suci (wahyu)
  • Memiliki jiwa pengabdian yang tulus ikhlas
  • Berbudhi luhur
  • Sehat jasmani dan rohani
  • Tidak cacat fisik seperti: tuli, bisu, dan sebagainya.
  • Laki-laki atau perempuan yang sudah  berumahtangga atau Sukla Brahmacari
  • Mengetahui aajaran-ajaran agama (wruh ring utpati, sthiti, pralinaning, sarwa Dewa)
  • Melakukan upacara panyucian mawinten

2. Syarat Menjadi Sulinggih (Pandita)

Siapa saja yang bisa jadi Sulinggih atau Pandita? Setiap umat Hindu memiliki hak yang sama untuk menjadi seorang sulinggih atau Pandita, seseorang dapat diangkat menjadi seorang sulinggih apabila telah memenuhi syarat-syarat berikut ini.

  • Laki-laki yang sudah berumahtangga atau tidak menikah seumur hidupnya (sukla brahmacari).
  • Wanita yang sudah berumahtangga atau tidak menikah seumur hidupnya (kanya).
  • Pasangan suami istri yang sah.
  • Usia minimal 40 tahun.
  • Berpengetahuan yang luas meliputi pengetahuan umum, paham bahasa Kawi, Sansekerta, Indonesia, memahami masalah wariga, tattwaa, sasana-sasana yajna.
  • Sehat jasmani dan rohani (tidak cacat atau cendangga)
  • Berbudi pekerti yang luhur.
  • Memiliki efiliasi social yang baik yakni berkelakuan baik dan bijaksana terhadap sesama, alam dan pemerintah serta tidak tersangkut masalah criminal dan supersif.
  • Sudah mempunyai nabe yang akan muput upacara padiksan dan telah mendapat persetujuan dari gurunya (Nabe).
  • Lulus diksapariksa yang dinyatakan dengan surat oleh pengurus PHDI Kabupaten atau Provinsi setempat. 

d. Kewajiban Orang Suci

Orang suci bertanggung jawab atas Umatnya dan itu tidaklah mudah. Berikut kewajiban orang suci yang mesti dilaksanakan adalah:

  • Mempelajari dan mengajarkan ajaran kebenaran (ajaran Veda)
  • Melaksanakan Surya Sewana setiap pagi
  • Meminpin persembahyangan
  • Melaksanakan Tirta Yatra
  • Memimpin persembahyangan umat atau upacara yajna
  • Memberikan pencerahan melalui ceramah agama (Dharmawacana) kepada umat.

e. Larangan-Larangan Orang Suci

  • Tidak boleh berjudi
  • Ahimsa tidak menyakiti
  • Satya artinya tidak berdusta
  • Astainya artinya tidak mencuri
  • Awyaharika artinya tidak boleh bertengkar
  • Tidak boleh berzina
  • Tidak boleh inkar janji
  • Tidak boleh tersangkut pidana
  • Tan adol awelya artinya tidak berjual beli
  • Tidak boleh melakukan perbuatan dosa
  • Tidak boleh bergaul dengan orang jahat
  • Selain larangan di atas terdapat juga pandangan makan dan minum diantaranya:
  • Tidak boleh minum minuman beralkohol
  • Tidak boleh makan daging sapi
  • Tidak boleh makan daging babi
  • Tidak boleh makan daging kuda
  • Tidak boleh makan daging anjing

f. Upaya-Upaya Menghormati Orang Suci

Upaya menghormati orang suci misalnya dalam setiap upacara yajna, kita wajib menghaturkan daksina kepada orang suci yang telah muput atau meminpin pelaksanaan upacara yajna kita. Upaya tersebut juga dapat berbentuk seperti di bawah ini yaitu: 

  • Memberikan pelayanan yang baik kepada orang suci
  • Melaksanakan dan mentaati semua nasihat-nasihat dari orang suci
  • Berkata yang sopan dan jujur kepada orang suci,
  • Berkunjung ketempat tinggal orang suci
  • Memberi dana punia atau santunan kepada orang suci

3. Catur Pramana

a. Pengertian Catur Pramana

Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi awidya (tidak berpengetahuan), selanjutnya dalam proses perkembangannya menjadi semakin dewasa maka akan mengalami pula proses Widya (berpengetahuan). Widya bukanlah sembarang pengetahuan tetapi pengetahuan yang benar. Dalam mencari pengetahuan yang benar tersebut tentunya memerlukaan pedoman. Dalam Agama mengenal empat pedoman yang disebut dengan Catur Pramana.

Catur Pramana berasal dari  kata ”Catur” artinya empat, dan kata “Pramana” artinya: ukuran, cara, atau pengetahuan  yang berlaku dan benar. Jadi Catur Pramana artinya empat cara atau jalan untuk mencari kebenaran atau empat cara atau jalan untuk mengetaahui hakekat kebenaran.

Ajaran tentang Catur Pramana ini diajarkan oleh aliran Filsafat Nyaya yang didirikan oleh Maha Rsi Agung yang bernama Maha Rsi Gautama. Dalam ajaran Nyaya ini cara berpikir yang digunakan untuk mendapatkan kebenaran  itu adalah cara berpikir yang  realistis atau kenyataan. Sehingga alat yang digunakan  untuk mendapatkan kebenaran dalam aliran ini disebut Pramana, sedangkan pengetahuan yang berlaku atau pengetahuan yang benar disebut  dengan Prama.

b. Bagian-Baagian Catur Pramana

Adapun bagian-bagian Catur Pramana adalah sebagai berikut:

  1. Pratyaksa Pramana
  2. Anumana pramana
  3. Upamana Pramana
  4. Agama/ Sabda Pramana.

c. Pengertian Masing-Masing Dari Catur Pramana Yaitu:

1. Pratyaksa Pramana

Pratyaksa Pramana berasal dari kata Pratyaksa yang artinya melihat dan pramana artinya pengetahuan yang  berlaku dan benar. Jadi Pratyaksa pramana adalah  cara memperoleh  pengetahuan  kebenaran  melalui  pengamatan langsung dengan panca indria. Pengamatan langsung yang dimaksud yaitu mengamati atau melihat suatu obyek atau kejadian  secara langsung dengan mata kepala sendiri, sehingga memberi pengetahuan tentang obyek-obyek ataupun benda juga kejadian, sesuai dengan keadaan sebenarya.

Pratyaksa Pramana terdiri dari 2 (dua) tingkat atau kwalitas pengamatan, yaitu:

a. Nirwikalpa Pratyaksa 

Nirwikalpa Pratyaksa adalah pengamatan terhadap suatu obyek tanpa penilaian, tanpa asosiasi dengan suatu subyek. Yaitu mengamati sesuatu tampa mengetahui volume, berat, warna, dan jenis dari obyek  yang diamati. Misalnya melihat seutas tali bisa dilihat sebagai ular karena salah memberikan sifat pada tali tersebut. Jadi ular seperti tali atau tali seperti ular.

b. Savikalpa Pratyaksa 

Savikalpa Pratyaksa adalah pengamatan terhadap suatu obyek dibarengi dengan pengenalan ciri-ciri, sifat-sifat, ukurannya, jenisnya, dan juga subyeknya. Yaitu mengamati yang menjadikan kita tahu dan mengerti dengan benar tentang obyek yang diamati,baik ukurannya, sifatnya, maupun jenisnya. Misalnya melihaat sebuah pohon,kita bisa membedakan jenis dan bentuk pohon yang satu dengan lainnya.

Sawikalpa Pratyaksa memungkinkan kita mendapatkan pengetahuan yang benar. Pengetahuan itu dikatakan benar bila keterangan sifat yang dinyatakan cocok dengan obyek yang diamati dan keadaan yang sesungguhnya.

Contoh-Contoh Pratyaksa Pramana adalah Sebagai Berikut:

2. Anumana Pramana

Anumana Pramana berasal dari kata anumana artinya kesimpulan dan pramana artinya pengetahuan yang berlaku dan benar. Jadi Anumana Pramana adalah  cara memperoleh pengetahuan yang benar melalui penyimpulan. Dimana kesimpulan yang kita dapatkan  berdasarkan dari tanda-tanda ataupun gejala-gejala yang ada,berdasarkan perhitungan yang logis. Antara tanda atau gejala tersebut sangat erat sekali kaitannya dengan obyek atau suatu kejadian.

Dalam proses penyimpulan ada beberapa tahapan yang dilalui yaitu:

  1. Pratijña artinya: memperkenalkan obyek  permasalahan   tentang kebenaran pengamatan.
  2. Hetu artinya alasan penyimpulan;
  3. Udaharana artinya menghubungkan dengan aturan umum itu dengan suatu masalah;
  4. Upanaya artinya pemakaian aturan umum pada kenyataan yang dilihat;
  5. Nigamana artinya penyimpulan yang benar dan pasti dari seluruh proses sebelumnya.                     

3. Upamana Pramana

Upamana Pramana artinya cara memperoleh pengetahuan melalui pengamatan dengan

Membandingkan kesamaan-kesamaan yang mungkin terjadi atau terdapat dalam suatu obyek yang diamati dengan obyek yang sudah ada atau pernah diketahui.

4. Sabda Pramana/Agama Pramana

Sabda Pramana adalah  cara memperoleh pengetahuan atau kebenaran melalui kesaksian (sabda) dari seseorang yang dapat dipercaya kata-katanya atau pun dari naskah-naskah yang diakui kebenarannya seperti apa yang tertuang dalam kitab suci Veda dan melalui penyaksian dari orang suci yang layak dipercaya kebenarannya. Karena ketinggian ilmunya, kejujuran, kesuciannya serta kemuliaan dan keluhuran jiwa para maha Rsi  dapat menerima wahyu suci  dari Ida SangHyang Widhi. Wahyu-wahyu suci tersebut dituangkan dalam kitab Suci Veda

Berkat ketinggian ilmunya, kesucian bathinnya serta kemuliaan jiwanya, para Maha Rsi mampu menerima sabda suci atau wahyu dari Ida Sanghyang Widhi sehingga sering disebut dengan Laukika Sabda. Dengan demikian  Sabda Pramana sering juga desebut dengan Agama Pramana yang artinya apa yang diajarkan oleh agama, kita meyakini kebenarannya. Dengan membaca kitab-kitab suci Veda, kita mendapat pengetahuan mengenai adanya Sang Hyang Widhi,

Demikian pula mengenai kebesaran Sang Hyang Widhi, dimana alam semesta ini merupakan ciptaan Yang Maha Kuasa yaitu Sang Hyang Widhi, sehingga timbul keyakinan kita Sang Hyang Widhi memang ada dan mempunyai kemampuan yang luar biasa, yang sangat sulit diukur dengan kemampuan manusia, hal  ini yang disebut Vaidika Sabda.

Tahapan sabda Pramana dibedakan menjadi 2 yaitu:

Laukika Sabda adalah kesaksian yang didapat dari orang-orang terpercaya dan kesaksiannya dapat diterima dengan akal sehat;

Vaidika Sabda adalah kesaksian yang didasarkan pada naskah-naskah Suci Veda.

d. Contoh- contoh Catur Pramana

1. Contoh Pratyaksa Pramana

a. Contoh Nirwikalpa Pratyaksa:

Bila kalian kebetulan berjalan di jalan yang beraspal di siang hari yang terik, di kejauhan kalian akan melihat ada genangan air di atas aspal. Dan kalian menganggap itu memang genangan air. Tetapi ketika kalian dekati ternyata genangan air itu tidak ada. Itu adalah patamorgana dalam Catur Pramana disebut Nirwikalpa Praktyaksa.

b. Contoh Sawikalpa Pratyaksa

Anak yang hidupnya di desa akan terbiasa melihat sapi. Juga terbiasa mengamati seekor sapi, dari itu ia mendapatkan pengetahuan yang benar tentang sapi. Sapi itu makanannya rumput, sapi itu berkaki empat, punya tanduk demikian pula saat sapi bersuara suaranya mengembo. Jadi semua pengetahuan tentang sapi  itu didapatkan dari pengamatan.

2. Contoh Anumana Pramana

a. Bila sedang menjemur pakaian,pakaian kita cepat kering karena ada matahari. Demikian juga malam akan lebih indah jika ada bulan dan bintang-bintang. Semua itu tidak ada begitu saja bukan, tentu ada yang membuatnya, manusia tidak mampu membuat semua itu pasti ada kekuatan yang maha besar yang menciptakannya yaitu Sang hyang Widhi /Tuhan

b. Batu diam dan keadaannya selalu sama sedangkan kucing dan pohon dapat bertambah besar,kucing malah dapat berlari. Lalu apa yang membedakan batu dengan kucing, juga dengan pohon? Bedanya batu adalah benda mati sedangkan kucing dan pohon adalah mahluk hidup. Lalu apa dong yang membedakan benda mati dengan mahluk hidup? Pasti ada yang menyebabkan mahluk hidup menjadi hidup,yaitu Atma sebagai azas hidup yang membuat mahluk hidup mempunyai daya untuk hidup, sedangkan batu tidak ada itu makanya batu tidak dapat bergerak dan kondisinya tidak berubah.

c. Bila kalian sedang sembahyang di pura mata kalian melihat kepulan asap diatara sesaji atau banten. Walaupun kalian tidak dapat melihatnya secara persis tetapi kalian sudah dapat menarik kesimpulan bahwa asap yang mengepul itu berasal dari dupa yang menyala dan kalian pun tahu yang menyebabkan dupa itu menyala adalah api. Itulah yang dimaksud dengan Anumana Pramana yaitu cara untuk memperoleh kebenaran dengan cara menarik kesimpulan.

d. Jika musim penghujan kalian melihat jalanan banjir dan kalian tahu ditempat itu cuaca cerah dan panas, maka kalian dapat menyimpulkan bahwa di hulu sedang hujan lebat sehingga menyebabkan banjir di hilir. Kalian dapat menarik kesimpulan karena secara umum memang ada hubungan yang sangat erat antara hujan dengan banjir.

3. Contoh Upamana Pramana

Seorang siswa bertanya kepada gurunya tentang bagaimana rupa seekor komodo. Lalu gurunya menjelaskan bahwa binatang yang namanya komodo itu rupa dan bentuknya mirip dengan biawak tetapi lebih besar tubuhnya, bahkan bisa sebesar seekor buaya. Dalam hal ini si anak sudah mengetahui binatang yang rupanya buaya dan biawak, maka ketika si anak pergi ke kebun binatang dan melihat seekor binatang sebesar buaya yang rupa dan bentuknya mirip dengan biawak, ia segera menyimpulkan bahwa binatang tersebut adalah binatang komodo, seperti yang dikatakan gurunya. Jadi dalam hal ini si anak mencoba membandingkan kenyataan yang dilihatnya/diamatinya dengan apa yang telah didengarnya, disertai tambahan keterangan tentang rupa yang mirip dengan biawak serta besarnya yang sebanding dengan seekor buaya.

Contoh lainya, Wati belum mengetahui buah cempedak. Pada suatu kesempatan ia bertanya kepada gurunya. Gurunya memberi tahu bahwa cempedak itu mirip dengan buah nangka. Dalam hal ini Wati sudah mengetahui rupa buah nangka. Di pasar ia melihat buah yang mirip dengan buah nangka, maka ia dapat menyimpulkan kalau buah tersebut adalah buah cempedak.

4. Contoh Sabda Pramana/Agama Pramana

a. Laukika Sabda contohnya : seseorang yang menderita sakit  percaya bahwa penyakitnya adalah TBC. Dia sangat percaya karena yang memberitahunya adalah seorang dokter THT. Sebaliknya tentu si sakit ini tidak akan percaya seratus persen bilamana yang menyimpulkan sakitnya adalah seorang petani atau nelayan.

b. Mendengarkan Dharma Wacana yang disampaikan oleh orang suci atau para cendikiawan Hindu, sebagai bentuk peningkatan Sradha Bhakti kepada Sang Hyang Widhi Wasa.

c. Vaidika Sabda adalah kesaksian yang didasarkan pada naskah-naskah suci Veda. Contohnya: membaca kitab suci Veda, Kitab Bhagawadgita dan kitab suci lainnya sebagai sumber ajaran Agama Hindu untuk meyakini kebenaran akan adanya Sang Hyang Widhi/Tuhan.    

C. Cerita terkait dengan Catur Pramana

1. Kisah Orang Buta dan Seekor Gajah

Sekelompok orang buta ingin mengetahui bentuk gajah. Namun karena mereka  tidak dapat melihat sehingga mereka tidak mendapat gambaran yang lengkap mengenai bentuk gajah tersebut. Maka dari itu mereka saling menyalahkan. Gambaran mereka tentang gajah itu saangat kacau (Samona). 

Akhirnya mereka mendapat kesempatan untuk meraba gajah secara langsung. Tetapi masing-masing meraba bagian tubuh yang berbeda dari gajah itu.  Ada yang meraba kepala mengatakan bahwa gajah itu seperti periuk (kumbha), yang lain meraba telinga, ia mengatakan bahwa gajah itu bentuknya seperti nyiru. Sedangkan yang lainnya meraba gadingnya, dan ia mengatakan bahwa gajah itu seperti tiang bengkok. Ada juga yang meraba belalainya, dan mengatakan bahwa gajah bentuknya seperti ular. Lalu yang meraba perut mengatakan gajah seperti lereng gunung. Gajah seperti belut, kata orang buta yang meraba ekor gajah. Dan yang meraba kaki mengatakan gajah seperti pilar. Setiap orang menyentuh bagian yang berbeda-beda dari badan gajah itu, maka oleh karena itu mereka tidak mendapat pengetahuan yang lengkap tentang gajah; tentang tinggi, besar badan, keinginan dan kelakuannya. Mereka tidak tahu karena mereka buta, yang diketahui hanya bagian yang disentuhnya. Kenyataan seperti itu dan apa yang dialami oleh orang buta itu juga terjadi pada manusia. Itulah yang dinamakan kebingungan (wyamoha). Mereka dalam kegelapan, mereka dalam kebutaan. Nilai kebenaran dinyatakan oleh anggota badan gajah seperti kepala, gading, belalai, perut, kaki, dan ekor. Itulah kitab suci dan pengetahuan. Wisesa yang ada pada mereka ada bermacam-macam, yang menyebabkan terjadinya kebingungan dan kekacauan. Ia lari kesana kemari. Ia tidak mengetahui mana utara dan mana selatan. Ia tidak tahu yang berharga dan tidak berharga, atau yang rendah atau yang tinggi, atau yang hina dan yang terhormat, atau yang datang dan yang pergi. Itulah yang diketahuinya. Itulah yang disebut kebingungan (bhranta). Pengetahuannya sangat terbatas sehingga Ia tidak dapat mencapai tujuannya.

2. Kisah Brahmana dan Seekor Kambing

Zaman dahulu di sebuah desa terpencil tinggallah seorang Brāhmanā yang kehidupannya sangat sederhana. Pada suatu hari Sang Brāhmanā diundang oleh seseorang dari desa tetangga untuk menyelesaikan Yadnya yang akan dilaksanakannya. Setelah melaksanakan Yadnya, Sang Brāhmanā mendapat hadiah seekor kambing, kemudian beliau kembali ke rumahnya. Dalam perjalanan ke rumah Sang Brāhmanā sangat senang “Wah betapa beruntungnya aku mendapatkan seekor kambing yang sehat, istri dan anakku pasti sangat gembira menyaksikannya,” pikir Sang Bahmana. Kambing yang gemuk tersebut dipanggul di bahunya, sepanjang perjalanan ada tiga orang pencuri sedang mengikuti dari belakang.

Melihat kambing yang dibawa Sang Brāhmanā sangat gemuk para pencuri tersebut berdiskusi bagaimana cara mendapatkan kambing tersebut. Setelah mencapai kesepakatan, maka para pencuri tersebut mengatur strategi. Pencuri pertama kemudian mengejar dan mencegah Brāhmanā “Wahai Brāhmanā, paduka adalah orang suci mengapa paduka memanggul anjing kotor dibahu paduka?” Mendengar pertanyaan seperti itu Sang Brāhmanā terkejut “Apa? seekor anjing kotor katamu? Hai orang desa, kamu pikir saya buta, ini bukan anjing tapi ini kambing.” Dengan wajah yang kesal Sang Brāhmanā melanjutkan perjalanannya. Kemudian pencuri kedua berteriak memanggil Sang Brāhmanā, “Tuan, katanya sambil berpura-pura melihat dengan kaget, apa yang Tuan perbuat dengan sapi mati yang ada di bahu Tuan itu? Apakah Tuan berniat mempermalukan diri Tuan sendiri? Tuan dipandang sebagai seorang suci dan mengapa Tuan melakukan hal ini? Sang Brāhmanā menjawab “Anak sapi mati? Tidak, ini adalah kambing hidup, bukan anak Sapi mati. Oh Tuan, apa aku yang salah, yang kulihat bukan kambing tetapi anak Sapi yang sudah mati.Mendengar dua muslihat dari kedua pencuri itu membuat Sang Brāhmanā berpikir, “Apakah aku sudah gila atau orang itu yang gila?” Sang Brāhmanā bergegas berjalan beberapa langkah ketika pencuri ketiga berlari-lari menyongsongnya. “Stop! berhenti, wahai Brāhmanā. Cepat turunkan keledai itu. Bila orang-orang melihat Tuan sedang memanggul keledai itu di bahu Tuan, mereka semua akan menghindari tuan. Sekarang Sang Brāhmanā benar-benar merasa bingung. Tiga orang telah memberitahunya bahwa ia telah memanggul hewan yang bukan kambing. “Pasti ada yang tidak beres. Ini pasti bukan kambing, mungkin sejenis monster karena selalu berubah wujud. Kadang-kadang menjadi anjing, kadang-kadang menjadi anak sapi dan kadang-kadang menjadi seekor keledai. Apa maksud orang-orang desa tetangga mempermainkan aku?” pikir Sang Brāhmanā seraya merasa ketakutan. Segera diturunkan kambing yang dibawanya dan berlari sekuat tenaga cepat-cepat pulang ke rumahnya. Melihat Sang Brāhmanā berlari terbirit-birit, ketiga pencuri tersebut tertawa terbahak-bahak. “Ha...ha...ha... betapa dungunya Brāhmanā itu yang tidak yakin dengan dirinya sendiri,” sambil berkata demikian, mereka memungut kambing yang gemuk itu dan berlalu. Akhirnya pencuri tersebut dapat memperdayai Sang Brāhmanā sehingga kambing yang diberikan sebagai hadiah telah melaksanakan yadnya, dicuri dengan tipu muslihat oleh para pencuri tersebut.

4. MENGHARGAI MAHA RSI PENERIMA WAHYU WEDA

a. Pengertian Sapta Rsi

Veda pengetahuan suci yang berasal dari Hyang Widhi.Kitab suci Veda memuat ajaran suci.  Veda diturunkan oleh Sang Hyang Widhi melalui wahyu atau sabda yang didengar langsung oleh para Maha Rsi. Ada 7 (tujuh) Maha Rsi penerima wahyu yang disebut dengan Sapta Rsi. Apakah Sapta Rsi itu? Mari kita ulas berikut ini.

Sapta Rsi berasal dari kata Sapta dan Rsi. Sapta artinya tujuh dan kata Rsi artinya orang suci. Rsi juga berarti bijaksana, pendeta, seorang pertapa, penulis dan penyair. Jadi sapta rsi adalah tujuh orang suci yang bijaksana yang diberikan anugrah untuk menerima wahyu dari Ida Sang Hyang Widhi untuk diajarkan kepada umat manusia.

b. Nama-Nama Sapta Rsi Penerima Wahyu Veda.

Tidak sembarang orang dapat menerima wahyu Tuhan. Karena wahyu itu bersifat gaib dan suci maka orang yang mampu menerimanya adalah orang–orang yang mempunyai kesucian lahir dan batin. Mempunyai budi pekerti yang luhur seperti ketujuh Maha Rsi  tersebut di atas. Para Maha Rsi mampu  menerima wahyu Sang Hyang Widhi sebab disamping memiliki kehidupan dan pola hidup yang suci, beliau juga mempunyai kebijaksanaan yang tinggi serta memiliki kemampuan membaca dan menulis. Tujuh Maha Rsi tersebut yaitu:

1. Maha Rsi Gritsamada

Maha Rsi Gritsamada merupakan keturunan Sunahotra yang berasal dari keluarga Angira. Dalam  kehidupannya Rsi Gritsamada  sangat disiplin dalam melaksanakan ritual ritual keagamaan. Beliau sangat berjasa dalam menghimpum ayat-ayat suci agama, tekun mengumpulkan mantra weda dan rajin menulis mantra Reg Veda. Kemudian mantra tersebut beliau tulis menjadi buku Reg Veda Mandala II

2. Maha Rsi Visvamitra

Maha Rsi Visvamitra adalah maharsi penerima wahyu Reg Weda Mandala III. Sebelum menjadi maha rsi, dalam sejarah beliau disebutkan sebagai seorang ksatria yang bernama Visvamitra. Beliau meninggalkan kerajaan kejayaannya lalu melakukan tapa brata ke dalam hutan dengan tekun dan disiplin sehingga akhirnya beliau mendapat anugrah menjadi maha rsi. Keuletan beliau dalam melaksanakan meditasi membuat beliau mampu mendengar sabda suci Sang Hyang Widhi yang kemudian beliau kumpulan dan tulis menjadi kitab Reg Veda madala III.

3. Maha Rsi Vamadeva

Maha Rsi Vamadeva adalah seorang maha rsi sangat suci beliau disebut brahmana sempurna karena semenjak di dalam kandungan ibunya, beliau sudah menunjukan keajaiban-keajaiban. Sejak kecil beliau sering bicara dengan Dewa Indra dan juga berbicara dengan Dewa Aditi. Beliau sangat disiplin untuk mendekatkan diri kepada Sang Hyang Widhi sehingga mendapat wahyu. Wahyu yang beliau terima dikumpulkan sehingga menjadi Reg Veda Mandala IV.

4. Maha Rsi Atri 

Maha Rsi Atri adalah seorang maha rsi yang menyusun Reg Veda Mandala V  beliau lahir dari keluarga brahmana, masa kecil beliau terbiasa hidup dengan tatanan kehidupan seorang brahmana yang selalu mendekatkan diri kehadapan Sang Hyang Widhi. Setiap hari beliau selalu disiplin, tekun dalam melaksanakan  meditasi  untuk mendekatkan diri dengan Sang Hyang Widhi. Keluarga besar maha Rsi Atri banyak yang menerima sabda suci Sang Hyang Wdhi, ada 36 orang keluarga maha rsi Atri sebagai penerima wahyu. Beberapa diantaranya bernama: Saryana, udvalaka, Sona, Sukratu, dan Gauragriva. Keluarga besar maha Rsi Atri sangat berjasa dalam menyebarkan ajaran Veda.

5. Maha Rsi Bharadvaja

Maha Rsi Bharadvaja adalah seorang maha rsi yang bijak dan agung. Maha Rsi Bharadvaja adalah ayah dari Dronacharya dan kakek dari Aswatama. Beliau mengumpulkan dan menghimpum ayat-ayat suci Reg Weda Mandala VI. Beliau selalu berpikir suci rajin mendekatkan diri kehadapan Sang Hyang Widhi sehingga beliau menerima wahyu. Beliau rela menghabiskan seluruh waktunya dan melakukan upawasa ketat selama bertahun-tahun untuk memahami Veda. Prilaku beliau patut diteladani.

6. Maha Rsi Vasistha

Maha Rsi Vasistha adalah seorang maha rsi yang menyusun Reg Weda Mandala VII, nama beliau banyak disebutkan dalam kitab Mahabharata. Rsi Vasistha adalah seorang  rsi yang tekun dan penuh semangat. Beliau tinggal di hutan Kamyaka yang sepi dan sunyi.

7. Maha Rsi Kanva

Maha Rsi Kanva adalah seorang rsi yang menyusun Reg Weda Mandala VIII, Maha Rsi Kanva  sangat tekun menjaga kesician diri karena itu beliau mendapat wahyu dari Sang Hyang Widhi sehingga sangat dikaguni karena kesabaran dan kebijaksanaanya.  Beliau mempunyai putra bernama Praskanva. Nama-nama lain Maha Rsi lain juga ditemui dalam Reg Veda Mandala VIII antara lain: Gosukti, Asvasukti, Pustigu, Bhrgu, Manu, Vaivasvata, Niopatithi dan sebagainya. Mandalal IX dan X Reg Veda merupakan mandala yang paling lengkap.

c. Nama-Nama Maha Rsi Penyusun Catur Veda

Maha Rsi Manu membgi jenis isi Veda kedalam dua kelompok besar yaitu Veda Sruti dan Veda Smerti. Secara etimologi Sruti (Veda Sruti) berasal dari Bahasa Sanskerta dari akar kata “sro” yang artinya “dengar”. Jadi Veda Sruti adalah Veda yang didengar langsung oleh Maha Rsi. Sedangkan Veda Smerti adalah Veda yang disusun  kembali berdasarkan ingatan para Maha Rsi.

Seorang Maha Guru kemudian mengkodefikasi atau menghimpun Veda Sruti tersebut menjadi 4 sehingga terbentuklah Catur Veda Samhita. Maha Guru tersebut bernama Maha Rsi Wyasa. Maha Rsi Wyasa lahir di Uttar Pradesh,India. Ayahnya bernama Rsi Parasara dan ibunya bernama Dewi Satyawati. Maha Rsi Wyasa dikenal juga dengan sebutan Kresna Dwipayana. Hal ini dikarenakan beliau lahir disebuah pulau kecil di tengah sungai Yamuna. Kresna artinya hitam,  dan Dwipayana artinya di tengah pulau. Disebut Kresna karena kulit beliau memang kehitam-hitaman.

Beliau menyusun Catur Veda Samhita dibantu oleh empat murudnya yang paling cerdas. Keempat muridnya tersebut yaitu:

1. Maha Rsi Pulaha

Maha Rsi Pulaha menyusun Kitab Rg Veda. Kitab Rg Veda memuat kumpulan mantra-mantra pujaan.

2. Maha Rsi Jaimini

Maha Rsi jaimini menyusun Kitab Sama Veda. Kitab Sama Veda memuat lagu-lagu pujaan.

3. Maha Rsi Vaisampayana

Maha Rsi Vaisampayana menyusun Kitab Yayur Veda. Kitab Yayur Veda memuat mantra-mantra dan tentang tata cara Yajna keagamaan.

4.Maha Rsi Sumantu

Maha Rsi Sumantu menyusun Kitab Atharva Veda. Kitab Atharva Veda memuat mantra-mantra yang bersifat magis dan pengobatan.

d. Cara Menghargai Hasil Karya Rsi Penerima Wahyu Veda

Menghargai hasil karya Maha Rsi Penerima Wahyu Veda artinya menghormati hasil usaha, ciptaan, dan pemikiran dari Para Maha Rsi Penerima Wahyu Veda adalah melalui:

1. Melalui Pikiran (Manacika Parisudha) yaitu dengan selalu bermeditasi memusatkan pikiran pada nilai-nilai kesucian yang dimiliki oleh Orang Suci Penerima Wahyu Veda.

2. Melalui Ucapan (Wacika Parisudha) yaitu dengan cara bertutur sapa yng baik misalkan mengucapkan panganjali umat bila bertemu dengan orang suci. Tidak mencela dengan kata-kata tidak pantas terhadap hasil karya Sapta Rsi.

3. Melalui Perbuatan (Kayika Paarisudha) yaitu dengan mempelajari dan mengamalkan ajaran-ajaran yang terkandung dalam Kitab Suci Veda hasil karya Maha Rsi yang telah berjasa menulis Kitab Suci Veda.

5. Hari Suci Agama Hindu

a. Pengertian Hari Suci Agama Hindu

Hari suci adalah hari yang khusus, istimewa karena di hari-hari suci tersebut para dewa beryoga untuk menyucikan alam semesta beserta  dengan isinya. Jadi hari suci adalah hari yang disucikan dan dikeramatkan yang datangnya berdasarkan wariga dan padewasaan, wariga dan dewasa bersumber dari kitab suci Weda, dalam agama Hindu kita mengenal hari baik dan bulan baik dalam melakukan hari raya suci.

Hari suci di Bali sering disebut Rahinan atau Rerahinan. Untuk menentukan datangnya hari suci, didasarkan atas beberapa perhitungan, diantaranya Wewaran, Pawukon, Pananggal, Panglong, dan Sasih. Adapun dasar perhitungan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

  1. Sistem perhitungan Wara yaitu didasarkan atas perpaduan antara Tri Wara dengan Panca Wara dan Sapta Wara.
  2. Sistem perhitungan wuku yaitu didasarkan atas Pawukon dari Wuku Sinta sampai Wuku Watugunung.
  3. Sistem Pranatamasa yaitu perhitungan berdasarkan atas Sasih.

Berikut ini adalah nama-nama wewaran :

  1. Eka wara : Luang
  2. Dwi Wara : Menga, Pepet
  3. Tri Wara: Pasah, Beteng, Kajeng
  4. Catur wara : Sri, Laba, Jaya, Mandala
  5. Panca Wara : Umanis, Paing, Pon, Wage, Kliwon.
  6. Sad Wara : Tungleh, Ariang, Urukung, Paniron, Was, Maulu.
  7. Sapta wara : Redite, Soma, Anggara, Buda, Wrespati, Sukra, Saniscara.
  8. Asta wara : Sri, Indra, Guru, Yama, Rudra, Brahma, Kala, Uma.
  9. Sanga Wara : Dangu, Jangur, Gigis, Nohan, Ogan, Erangan, Urungan, Tulus, Dadi.
  10. Dasa Wara : Pandita, Pati, Suka, Duka, Sri, Manuh, Manusia,  Raja, Dewa, Raksasa.

b. Jenis-Jenis Hari Suci Agama Hindu

Hari suci datangnya bebeda-beda berdasarkan perhitungan yang digunakan,yaitu berdasarkaan wewaran,pananggal dan panglong, Wuku dan Sasih. Ada yang datangnya setiap 15 hari sekali, ada yang datangnya setiap 1 bulan sekali, enam bulan sekali da nada yang satu tahun sekali. Adapun jenis-jenis hari suci sebagai berikut:

1. Hari Suci Berdasarkan Perhitungan Wewaran 

Hari suci/rerahinan yang perhitungannya berdasarkan wewaran paling umum dan sering digunakan untuk menentukan baik buruknya hari adalah dengan menggunakan perhitungan Triwara, Panca Wara, dan Sapta Wara atau penggabungan dari dua wewaran.

Penggabungan Triwara dengan Pancawara menimbulkan jatuhnya rerahinan :

-Kliwon : datangnya setiap 5 (lima) hari sekali, Sang Hyang Siwa bersemedi, oleh sebab itu dilakukan pemujaan terhadap Sang Hyang Siwa.

-Kajeng Kliwon : datangnya setiap 15 (lima belas) hari sekali, pemujaan terhadap Sang Hyang Siwa. Segehan dihaturkan kepada Sang Hyang Durgha Dewi. Dibawah/di tanah ditujukan kepada Sang Bhuta Bucari, Sang Kala Bucari dan Sang Durgha Bucari. Dengan menghaturkan sesajen dan segehan agar terbebas dari pengaruh-pengaruh buruk. Hari Kajeng Keliwon oleh umat Hindu dikenal dengan hari yang dikeramatkan.

Penggabungan antara Pancawara dengan Saptawara menimbulkan jenis-jenis rerahinan yaitu :

a. Buda Kliwon : namanya sering disesuaikan dengan wukunya. Hari ini adalah penyucian Sang Hyang Ayu atau Sang Hyang Nirmala Jati, persembahan ditujukan kepadaNya. Macam-macam Buda Kliwon yaitu:

  • Buda Kliwon Sinta,
  • Buda Kliwon Gumbreg
  • Buda Kliwon Dungulan
  • Buda Kliwon Pahang
  • Buda Kliwon Matal
  • Buda Kliwon Ugu

b. Saniscara Kliwon  :  hari ini disebut Tumpek, yadnya atau persembahan ditujukan kehadapan Sang Hyang Prama Wisesa. Macam-nacam tumpek yaitu:

  • Tumpek Landep
  • Tumpek Wariga
  • Tumpek Kuningan
  • Tumpek Krulut
  • Tumpek Uye
  • Tumpek Wayang

C. Buda Wage : disebut pula Buda Cemeng, Pada hari ini beryogalah Sang Hyang Manik Galih menurunkan Sang Hyang Ongkara Mreta di Bumi ini. Yadnya dipersembahkan di Sanggar Kemulan kehadapan Dewi Sang Hyang Sri Nini, agar diciptakannya kemakmuran dunia.  Macam-macam Buda Cemeng yaitu:

  • Buda Cemeng/Wage Ukir
  • Buda Cemeng/Wage Warigadean
  • Buda Cemeng/Wage Langkir
  • Buda Cemeng/Wage Merakih
  • Buda Cemeng/Wage Menail
  • Buda Cemeng/Wage Kelawu

D. Anggara Kliwon : disebut Anggara Kasih,Pada hari ini beryogalah Sang Hyang Ayu, Sang Hyang Ludra. Persembahan berupa canang, semoga beliau melimpahkan welas asihNya, menghilangkan/melebur segala keletuhan (kekotoran) di dunia. Macam-macam Anggara Kasih yaitu:

  • Anggara Kasih Kulantir
  • Anggara Kasih Julungwangi
  • Anggara Kasih Medangsia
  • Anggara Kasih Tambir
  • Anggara Kasih Perangbakat
  • Anggara Kasih Dukut

2. Hari Suci Berdasarkan Perhitungan Pawukon

Hari suci yang berdasarkan Pawukon datangnya setiap 6 (enam) bulan sekali atau 210 hari sekali. Satu bulan jumlahnya 35 hari, diambil dari perhitungan umur Saptawara yang jumlah harinya 7 dikalikan dengan umur Pancawara yang jumlah harinya 5 menjadi 7 x 5 = 35. Jadi 6 bulan adalah 35 x 6= 210 hari. Wuku jumlahnya 30 dah hari jumlahnya 7 (Sapta Wara). 30 x 7 = 210 hari. Adapun nama-nama wuku adalah sebagai berikut:

Nama-Nama Wuku:

1. Sinta
2. Landep
3. Ukir
4. Kulantir
5. Tolu
6. Gumbreg
7. Wariga
8. Warigadean
9. Julungwangi
10. Sungsang
11. Dungulan
12. Kuningan
13. Langkir
14. Medangsia
15. Pujut
16. Pahang
17. Krulut
18. Merakih
19. Tambir
20. Medangkungan
21. Matal
22. Uye
23. Menail
24. Prangbakat
25. Bala
26. Ugu
27. Wayang
28. Klawu
29. Dukut
30. Watugunung

a. Hari Suci atau Rerainan yang datangnya setiap 6 bulan sekali adalah sebagai berikut:

1. Hari Raya Saraswati : Saniscara Umanis Watugunung

Pada hari ini adalah merupakan hari pawedalan Sang Hyang Aji Saraswati yaitu perayaan turunnya ilmu pengetahuan. Dilakukan upacara selamatan terhadaps emua pustaka/ronta;.kitab, sebagai penghormatan dan tanda puji syukur kehadapan beliau yang telah menurunkan ilmu pengetahuan dan mohon selamat serta jaya dalam bidang ilmu pengetahuan. Pemujaan ditujukan kehadapan Sang Hyang Aji Saraswati/Bhatara Saraswati sebagai sewaning pangeweruh.  Sedangkan ilmu pengetahuan itu sendiri disimbulkan sebagai seorang Dewi yang sangat cantik yang disebut Dewi  Saraswati. Dewi Saraswati digambarkan bertangan empat  dan masing-masing tangannya memegang : genitri, keropak, wina, dan bunga teratai. Di samping Dewi Saraswati terdapat burung merak dan angsa.  Semua penggambaran tersebut mengandung makna sebagai berikut:

a. Wanita cantik adalah simbul sifat ilmu pengetahuan itu sangat mulia, lemah lembut dan sangat menarik hati.

b. Genitri adalah simbul bahwa ilmu pengetahuan itu tidak akan ada akhirnya dan selama hidup ini tidak akan habis untuk dipelajari.

c. Keropak adalah simbul dari gudang ilmu pengetahuan.

d. Wina adalah simbul dari ilmu pengetahuan yang sangat mempengaruhi estetika atau rasa seni.

e. Teratai adalah simbul pengetahuan yang sangat suci.

f. Merak adalah simbul pengetahuan itu memberikan suatu kewibawaan kepada orang yang telah menguasainya.

g. Angsa adalah simbul bahwa ilmu pengetahuan sangat bijaksana untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk.

h. Tangan empat simbul bahwa orang yang menguasainya akan mempunyai kelebihan dari manusia biasa

i. Air melambangkan bahwa pengetahuan itu terus mengalir

Keesokan harinya pada Redite Pahing wuku Sinta, Umat Hindu melaksanakan Upacara Banyu Pinaruh. Banyu Pinaruh bermakna sebagai hari dimana kita memohon sumber air pengetahuan.

2. Banyu Pinaruh : Radite Paing Sinta

Mohon anugrah Sang Hyang Sawaswati. Mandi dengan air kumkuman (air bersih bercampur bunga harus) lalu mohon tirta (Air suci) agar suci/bersih lahir batin.

3. Soma Sibek : Soma Pon Sinta

Sang Hyang Tri Murti sedang beryoga dan lumbung sebagai tempatNya. Pada hari ini diadakan widhi-widhana untuk selamatan atau penghormatan terhadap beras di pulu dan padi di lumbung yang sekaligus mengadakan pemujaan terhadap Dewi Sri sebagai tanda bersyukur serta semoga tetap memberi kesuburan. Sebaiknya pada hari ini tidak menumbuk padi atau menjual beras.

4. Sabuh Mas : Anggara Wage Sinta

Pemujaan terhadap Hyang mahadewa sebagai tanda bersyukur semoga selalu melimpahkan restunya pada harta dan barnag-barang berharga termasuk perhiasan dengan mengadakan upacara yadnya/widhi widhana.

5.Hari Raya Pagerwesi : Buda Kliwon Sinta

Merupakan hari payogan Sang Hyang Pramesti Guru disertai dengan para Dewata Nawa Sanga demi keselamatan alam beserta isinya. Sang Hyang Pramesti Guru adalah nama lain dari Dewa Siwa sebagai manifestasi  Sang Hyang Widhi untuk melebur segala hal yang buruk. Pada hari ini disamping menghaturkan widhi widhana di sanggar Kemulan dan menenangkan pikiran dengan melakukan yoga semadhi. Jatuhnya pada hari Rabu Kliwon Sinta. Kata Pagerwesi artinya pagar dan besi.

Kegiatan Pada Hari Raya Pegerwesi.

  • Membuat banten, agar dalam persembahyangan tidak tidak terdapat kekurangan
  • Melakukan tapa, brata, yoga, dan semadi
  • Memohon dan memperoleh ketenangan dan ketentraman lahir bhatin kepada Sang Hyang   Pramesti Guru  

6. Tumpek Landep : Saniscara Kliwon Landep

Mengadakan upacara selamatan terhadap semua jenis alat yang tajam atau senjata, serta memohon kehadapan Bhatara Siwa dan Sang Hyang Pasupati agar semua alat/senjata tetap bertuah.

7. Radite Umanis Ukir :                

Persembahan kehadapan Bhatara Guru di Sanggar Kemulan.

8. Buda Cemeng Ukir : Buda Wage Ukir

Persembahan terhadap Sang Hyang Sri Nini, Dewa Sadhana pada tempat menyimpan harta benda dan hari ini tidak baik untuk membayar sesuatu.

9. Anggara Kasih Kulantir : Anggara Kliwon Kulantir

Pada hari ini dilakukan pemujaan kehadapan Bjatara Mahadewa.

10. Tumpek Uduh, Tumpek Pengatag, Tumpek Pengarah, Tumpek Bubuh :

Saniscara Kliwon Wariga

Hari ini adalah merupakan peringatan “kemakmuran”, penghormatan kepada tumbuh-tumbuhan serta pemujaan kehadapan Sang Hyang Sangkara. Pad ahari ini diadakan upacara yadnya selamatan kepada tumbuh-tumbuhan agar tetap memberikan hasil yang baik.

11. Saniscara Paing Warigadean :

Adalah merupakan hari penyucian Bhatara Brahma dan patut melakukan persembahan.

12. Anggara Kasih Julungwangi : Anggara Kliwon Julungwangi

Hari ini juga disebut Anggara Kasih Pangduhan yang bertujuan untuk memulai mengadakan pembersihan pada tiap-tiap Parhyangan dalam rangka menyambut hari raya Galungan.

13. Sugian Jawa (Parerebon ) : Wraspati Wage Sungsang

Pada hari ini disebut juga Parerebon, turunlah semua Bhatara ke dunia.

14. Sugian Bali : Sukra Kliwon Sungsang

Manusia hendaknya memohon kesucian, pembersihan lahir bathin kehadapan smeua Bhatara.

15. Penyekeban : Radite Paing Dungulan

Secara sekala bermakna menyimpan (Nyekeb) barang-barang mentah menjadi masak seperti pisang dan lainnya.

Secara Niskala (batin) “Anyekung Jana Sudha Nirmala” Artinya : waspada menjaga kesucian diri supaya    terhindar dari godaan para Bhuta Kala.  Karena pada hari ini mulai turunnya Sang Hyang Tiga Wisesa dalam wujud Bhuta Galungan.

Jadi pada hari ini sebaiknya waspada dan hati-hati serta menguatkan iman agar tidak tergoda kena penagruh Sang Bhuta Galungan. Penyekeban berarti berusaha untuk menguasai/mengendalikan diri.

 16. Penyajaan Galungan : Soma Pon Dungulan

Dua hari sebelum hari Raya Galungan disebut hari Penyajaan Galungan yang maksudnya menaklukan terhadap Sang Hayang Tiga Wisesa dengan jalan meningkatkan kewaspadaan dan kesucian sehingga tidak tergoda oleh hawa nafsu.

Perlu berhati-hati dan mawas diri karena adanya pengaruh dari Sang Bhuta Galungan.

17. Penampahan Galungan : Anggara Wage Dungulan

Sehari sebelum Galungan disebut hari Penampahan. Pada hari ini biasanya umat Hindu memotong hewan. Pada hari Penampahan inilah merupakan saat turunnya sang Kala Tiga yaitu Sang Bhuta Amangkurat yang akan menggoda manusia. Pada hari penampahan ini umat hindu memasang penjor.

Hari Penampahan ini mempunyai maksud :

  • Secara sekala umat Hindu memotong hewan untuk sarana upacara.
  • Secara Niskala berusaha melemahkan / menaklukkan sifat negatif (Bhuta) seperti sifat malas, lobha, hura-hura, dan lain-lain.

Pada hari ini dikuasai oleh Sang Bhuta Amengkurat. Oleh karenanya setelah matahari terbenam dilakukan upacara biakala (mabiakala) agar tetap terhindar dari pengaruh Kala Tiganing Galungan yang  dilakukan di halaman rumah. Saat hari ini juga dipasang penjor lengkap dengan segala hiasannya.

18. Hari Raya Galungan : Buda Kliwon Dungulan

Hari ini merupakan peringatan atas terciptanya alam semesta beserta isinya dan kemenangan dharma melawan adharma. Hari Raaya Galungan juga disebut dengan Pawedalan Jagat atau Otonan Gumi. Umat Hindu melakukan persembahan kehadapan Sang Hyang Widhi dan Dewa Bhatara/dengan segala manifestasinya yang disebut dengan Sang Hyang Jagatnatha,

sebagai tanda puji syukur atas rahmatnya serta untuk keselamatan selanjutnya. Sedangkan penjor yang dipasang di muka tiap-tiap perumahan yaitu merupakan aturan kehadapan Bhatara Mahadewa yang berkedudukan di Gunung Agung.

19. Manis Galungan : Wraspati Umanis Dungulan

Sehari setelah Galungan atau disebut dengan Manis Galungan. Umat Hindu menikmati anugrah dari Sang Hyang Widhi berupa sisa sajian (surudan) selanjutnya mengadakan kunjungan ke rumah sanak keluarga saling beramah tamah dan memberikan doa restu agar tetap selamat sejahtera (Dharma Santi).

Melakukan upacara nganyarin/penyucian di Pamarajan/Sanggar Kemulan yang ditujukan kehadapan Hyang Kawitan dan Leluhur.

20. Pamaridan Guru : Saniscara Pon Dungulan

Adalah kembalinya para Dewa ke Sunyaloka dengan meninggalkan kesejahteraan dan panjang umur pada umatnya. Pada hari ini umat melakukan upacara selamatan, bersembahyang dengan maksud menghaturkan suksma dan mohon penugrahan kerahayuan.

21. Ulihan : Radite Wage Kuningan

Pada hari ini menghaturkan canang raka dan runtutannya kehadapan Bhatara-Bhatari, beliau kembali ke singgasana/Kahyangan masing-masing.

22. Pamacekan Agung : Soma Kliwon Kuningan

Hari ini pemujaan terhadap Sang Hyang Widhi/Sang Hyang Prameswara dengan menghaturkan upacara memohon keselamatan. Sore hari (sandikala) dilakukan upacara segehan di halaman rumah dan dimuka pintu pekarangan rumah yang ditujukan kepada Sang Kala Tiga Galungan beserta pengiring-pengiringnya, agar kembali dan memberi keselamatan.

23. Buda Paing Kuningan  : pujawali Bhatara Wisnu

24. Hari Raya Kuningan :  Saniscara Kliwon Kuningan

Pada hari ini menghaturkan sesaji dan persembahan atas turunnya kembali Sang Hyang Widhi disertai oleh Dewata atau Pitara, mohon keselamatan dunia dengan segala isinya. Upacara dilangsungkan hanya sampai pukul 12.00 (tajeg surya), sebab setelah itu para Dewata semuanya kembali ke Suralaya.

25. Buda Kliwon Pegatwakan : Buda Kliwon Pahang

Hari ini menghaturkan sesaji yaitu persembahan kehadapan para Dewa Bhatara terutama Sang Hyang Widhi (Sang Hyang Tunggal). Sebagai tanda puji syukur atas kemurahan beliau melimpahkan rahmatNya untuk kadirgayusaning keselamatan alam semesta beserta isinya.

26. Tumpek Krulut : Saniscara Kliwon Krulut

Menghaturkan sesaji dan memuja Sang Hyang Widhi Wasa/Bhatara Iswara di Pamarajan/Sanggar Kamulan, memohon keselamatan.

27. Buda Cemeng Merakih : Buda Wage Merakih

Pemujaan kehadapan Bhatara Rmabut Sadhana yang disebut juga Sang Hyang Rambut Kadhala.

28. Tumpek Kandang : Saniscara Kliwon Uye

Hari ini merupakan weton wewalungan, mengadakan upacara selamatan terhadap binatang peliharaan/ternak dan pemujaan terhadap Sang Rare Angon sebagai dewanya ternak, supaya terhindar daris egala penyakit dan tetap dalam keadaan sehat, selamat serta menyenangkan.

29. Tumpek Wayang : Saniscara Kliwon Wayang

Pada hari ini diadakan upacara yang berkenaan dengan kesenian khususnya wayang, persembahan kehadapan Bhatara Iswara, memohon agar kesneian itu lestari, menyennangkan dan bertuah.

30. Buda Cemeng Kulawu : Buda Wage Kulawu

Hari ini pemujaan terhadap Bhatara Rambut Sadhana yang melimpahkan kemakmuran dan kesejahteraan.

Daftar Hari Raya Berdasarkan Pawukon

No

Wuku

Sapta Wara

Panca Wara

Nama Hari Raya

1

Sinta

Redite

Paing

Banyu Pinaruh

Soma

Pon

Soma Ribek

Anggara

Wage

Sabuh Mas

Buda

Kliwon

Pagerwesi

2

Landep

Saniscara

Kliwon

Tumpek Landep

3

Ukir

Redite

Umanis

Persembahan Bhatara Guru

Buda

Wage

Buda Cemeng Ukir

4

Kulantir

Anggara

Kliwon

Anggara Kasih Kulantir

5

Tolu

-

-

-

6

Gumbreg

Buda

Kliwon

Buda Kliwon Gumbreg

7

Wariga

Saniscara

Kliwon

Tumpek Pangatag/Wariga

8

Warigadean

Buda

Wage

Buda Cemeng Warigadean

9

Julungwangi

Anggara

Kliwon

Anggarakasih Julungwangi

10

Sungsang

Wraspati

Wage

Sugihan Jawa/Parerebuan

Sukra

Kliwon

Sugihan Bali

11

Dungulan

Soma

Pon

Panyajaan Galungan

Anggara

Wage

Panampahan Galungan

Buda

Kliwon

Galungan

Saniscara

Pon

Pemaridan Guru

12

Kuningan

Redite

Wage

Ulihan

Soma

Kliwon

Pemacekan Agung

Sukra

Wage

Panampahan Kuningan

Saniscara

Kliwon

Kuningan(Tumpek Kuningan)

13

Langkir

Buda

Wage

Buda Cemeng Langkir

14

Medangsia

Anggara

Kliwon

Anggarakasih Medangsia

15

Pujut

-

-

-

16

Pahang

Buda

Kliwon

Buda Kliwon Pahang/Pegatuwakan

17

Krulut

Saniscara

Kliwon

Tumpek Krulut

18

Merakih

Buda

Wage

Buda Cemeng Merakih

19

Tambir

Anggara

Kliwon

Anggarakasih Tambir

20

Medangkungan

-

-

-

21

Matal

Buda

Kliwon

Buda Kliwon Matal

22

Uye

Saniscara

Kliwon

Tumpek Kandang/Uye

23

Menail

Buda

Wage

Buda Cemeng Menail

24

Prangbakat

Anggara

Kliwon

Anggarakasih Prangbakat

25

Bala

-

-

-

26

Ugu

Buda

Kliwon

Buda Kliwon Ugu

27

Wayang

Saniscara

Kliwon

Tumpek Wayang/Tumpek Ringgit

28

Klawu

Buda

Wage

Buda Cemeng Klawu

Sukra

Umanis

Wedalan Bhatari Sri

29

Dukut

Anggara

Kliwon

Anggarakasih Dukut

30

Watugunung

Saniscara

Umanis

Saraswati

3. Hari Suci Berdasarkan Sasih

Hari suci yang perhitungannya berdasarkan sasih datangnya setiap satu tahun sekali, karena mengikuti peredaran bulan pada satu tahun yaitu 12 bulan. Sebelumnya mari kita kenali dulu sasih-sasih yang dimaksud dan hubungannya dengan bulan Masehi, seperti table berikut ini.

No

Bulan Masehi

Nama Sasih

Iklim

1

Januari

Kapitu

Musim hujan, Angin ribut

2

Pebruari

Kaulu

Musim hujan, Angin ribut

3

Maret

Kasanga

Musim hujan reda

4

April

Kadasa

Alam kering, memasuki musim panas

5

Mei

Jesta

Musim panas

6

Juni

Asada

Musim panas

7

Juli

Kasa

Musim panas

8

Agustus

Karo

Musim dingin

9

September

Ketiga

Musim semi

10

Oktober

Kapat

Memasuki musim penghujan

11

Nopember

Kalima

Musim hujan

12

Desember

Kanem

Musim hujan

Adapaun rerainan / hari suci yang datangnya setipa satu tahun sekali adalah:

1. Hari Suci Siwaratri

Hari Suci Siwaratri datangnya setiap satu tahun sekali. Tepatnya setiap Purwaning Tilem Sasih Kapitu. Siwaratri berasal dari kata “Siwa” dan ”ratri”. Siwa adalah Sang Hyang Siwa dan “ratri” artinya malam. Jadi Siwaratri adalah Malam Siwa. Disebut malam Siwa karena pada mala mini Dewa Siwa beryoga semalam suntuk.

Pada hari itu umat Hindu hendaknya melakukan tapa, brata, yoga dan semadi serta begadang semalam suntuk guna menebus dosa-dosa yang telah diperbuat.

Tapa Brata yang dilaksanakan yaitu:

  • -Mona Brata artinya menjaga perkataan atau tidak berkata-kata (tidak berbicara),
  • -Jagra artinya melek tidaak tidur semalam suntuk,
  • -Upawasa artinya berpuasa yaitu tidak makan dan minum.

Hari Raya Siwaratri dikaitkan dengan cerita Lubdaka  sebagai pemburu binatang yang karang oleh Mpu Tan Akung.

2. Hari Suci Nyepi

Hari Suci  Nyepi merupakan Tahun Baru Saka.  Jatuhnya pada penanggal apisan sasih Kadasa. Pelaksanaan hari Suci Nyepi bertujuan untuk menenangkan pikiran, instropeksi diri, dan merenungkan perbuatan yang telah kita lakukan.  Rangkaian upacaranya adalah sebagai berikut:

a. Melasti

Rangkaian perayaan Hari Suci Nyepi diawali dengan acara Melasti, Melis/Mekiis yang mempunyai makna untuk menyucikan arca, Pratima, Pralingga.  Pratima adalah media untuk memusatkan pikiran.

Upacara Melasti dilaksanakan 3 hari sebelum hari raya Nyepi, dilaksanakan di pantai atau sungai yang mengalir ke laut.

b. Bhuta Yadnya

Sehari sebelum Nyepi tepatnya pada hari Tilem Chaitra (kesanga) dilangsungkan Upacara Bhuta Yadnya yang bertujuan untuk membina hubungan yang harmonis terhadap semua makhluk juga menetralisir unsur-unsur atau sifat-sifat negative agar menjadi somia . Dalam hubungan dengan Hari raya Nyepi, upacara Bhuta Yadnya dikenal dengan Tawur Kesangan dilaksanakan pada tengah hari (bajeg ai) atau sore hari (sadya kala). Pada petang harinya masing-masing rumah atau pekarangan dan desa dilakukan upacara Ngrupuk, yakni menyalakan obor, menebarkan nasi Tawur, membunyikan bunyi-bunyian, dan mengarak ogoh-ogoh sebagai wujud Bhuta Kala yang bermakna mengundang Bhuta Kala untuk menikmati upacara korban sehingga kembali “Somia”, netral dan seimbang tidak mengganggu kehidupam manusia.

c. Hari Raya Nyepi

Pada hari Raya Nyepi, umat Hindu melakukan Tapa, Brata, Yoga, dan Samadhi dan juga menyepikan diri tidak boleh melakukan aktivitas (kegiatan) yang disebut “Catur Brata Penyepian” yaitu empat macam larangan melakukan kegiatan.

Catur Brata Penyepian terdiri dari :

1. Amati Geni  artinya tiidak menyalakan Api baik siang maupun malam hari.

2. Amati Karya artinya tidak melakukan aktivitas bekerja

3. Amati Lelanguan artinya tidak boleh bersenang-senang, mengadakan hiburan/pertunjukkan, serta  berpoya-poya/berhura-hura

4. Amati Lelungan artinya tiidak  bepergian.

d. Ngembak Geni

Sehari setelah Nyepi disebut dengan Ngembak Geni. Pada saat ini umat Hindu melakukan kunjungan ke rumah-rumah kerabat untuk Upaksama saling maaf memaafkan dan melakukan Dharma Santi. Dan pada hari ini juga mulai boleh menyalakan api, melepaskan Catur Brata Panyepian.

Hari Raya Umat Hindu di India Yang Datangnya Setiap Tahun Sekali

1. Hari Navararti

Hari Navararti sering juga disebut Dussera atau Dasahara, Hari Raya Navararti jatuh pada paro terang bulan Asuji (September-Oktober) Untuk memperingati kemenangan Dharma terhadap Adharma.

2. Hari Dipavali

Hari Dipavali merupakan perayaan kembalinya Sri Rama ke Ayodya. Hari Dipavali dirayakan dengan menyalakan lampu di seluruh kota. Hari raya ini sering juga disebut Divali. Hari Dipavali dirayakan dua hari sebelum Tilem Kartika (Oktober dan November).

3. Hari Raya Gayatri Japa

 Hari Raya Gayatri Japa adalah hari raya untuk memperingati turunnya mantra Gayatri. Hari raya ini jatuh pada sehari setelah Purnama sravana (Kasa) pada bulan Julia tau Agustus.

4. Hari Guru Purnima atau Vyasa Jayanti adalah hari raya untuk memperingati kelahiran Maaharsi Vyasa. Hari Guru Purnima jatuh pada hari Purnama Asadha (Juli-Agustus)

5. Hari Holi adalah hari raya untuk menyambut musim paanas. Hari Holi jatuh pada Purnama Phalguna (Februari-Maret).

6. Hari Makara Sankranti

Hari Makara Sankranti adalah hari raya untuk memuja Dewa Surya. Hari raya ini terjadi pada pertengahan Januari. Pada hari itu sebagian besar Umat Hindu menyucikan diri di Sungai Gangga atau sungai-sungai suci lainnya di India.

7. Hari Raksabandha

Hari Raksabandha adalah Hari Raya Kasih Sayang. Hari raya ini jatuh pada Purnama Srawana (Juli-Agustus). Selesai sembahyang, dilanjutkaan dengan pengikatan benang pada pegelangan tangan masing-masing sebagai tanda memperteguh ikatan kasih sayang.

 4. Hari-Hari Suci Berdasarkan Perhitungan Pananggal dan Panglong

Hari Suci yang berdasarkan perhitungan Pananggal dan Panglong datangnya setiap satu bulan sekali. Adapun hari suci yang datangnya setiap sebulan sekali adalah:

-Purnama artinya: bulan bulat penuh. Umat Hindu melakukan pemujaan  kepada Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Dewi Candra/Dewi Ratih.

-Tilem artinya bulan mati. Umat Hindu melakukan pemujaan kepada Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagaisebagai Sang Hyang Surya.

Pada hari Purnama dan Tilem dilaksanakan dengan melakukan penyucian diri lahir dan batin. Penyucian lahir dilaksanakan dengan mandi dan keramas. Sementara itu, pensucian batin dilaksanakan dengan menghaturkan sesajen.

5. Manfaat Hari Suci Bagi Umat Hindu

Hari suci adalah hari yang sangat istimewa, hari yang sakral bagi Umat Hindu. Dengan merayakan hari suci dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

  • -Dapat menumbuhkan rasa cinta kasih
  • -Dapat menumbuhkan keiklasan
  • -Mampu menjalankan Ajaran Hindu secara nyata
  • -Mampu menumbuhkan ketentraman secara lahir dan batin
  • -Menciptakan keharmonisan terhadap lingkungan dan sesame
  • -Mampu meningkatkan Sradha Bhakti kehadapan Sang Hyang Widhi beserta Manifestasinya
  • -Menumbuhkan rasa aman dan jiwa yang tenang

6. Cerita-Cerita Yang Berhubungan Dengan Hari Suci

a. Cerita Yang Berhubungan Dengan Hari Raya Siwaratri              

LUBDAKA

Di sebuah desa hiduplah seorang pemburu yang bernama Lubdaka. Setiap hari ia keluar masuk hutan untuk berburu. Dia adalah pemburu yang berbakat, setiap hari ia berhasil membawa pulang  binatang buruannya. Berbagai binatang besar dan kecil pernah ia dapatkan seperti kijang, babi hutan, landak, burung, tupai dan sebagainya. Binatang hasil buruannya tersebut sebagian kecil untuk dimakan dan sebagian besar dijual ke pasar dan dari hasil penjualannya itu digunakan untuk membeli keperluan hidupnya sehari-hari.

Pada suatu hari di bulan ketujuh (Sasih Kapitu) bertepatan dengan Purwaning Tilem Kapitu, pagi-pagi benar Lubdaka sudah berangkat ke hutan untuk berburu. Berbagai perlengkapan berburu ia bawa seperti: panah, tombak, dan tulup (sumpit). Hari Ia bersemangat sekali untuk berburu, karena ia yakin hari ini akan mendapatkan banyak binatang buruan. Namun perhitungannya meleset sebab sejak pagi hingga sore hari tak seekor binatangpun yang ia jumpai. Sehingga ia tidak mendapatkan seekor binatangpun untuk dibawa pulang.

Ia sangat kecewa dan malu untuk pulang dengan tangan hampa. Akhirnya ia memutuskan untuk tidak pulang ke rumahnya. Demikianlah iapun bermalam di hutan itu dengan harapan esok pagi-pagi buta dapat berburu kembali.

Dengan menahan haus dan lapar dia berteduh di bawah pohon besar. Hari semakin gelap sementara perutnya terasa sangat lapar. Sejak pagi ia tidak makan apa-apa. Apa yang bisa aku makan malam ini,sedangkan aku tidak bisa melihat apa-apa hanya kegelapan? Gerutunya sambil memegangi perutnya yang kosong.  Tiba-tiba ia sadar jika tidur dibawah pohon bisa-bisa diterkam binatang buas,  kemudian dia memutuskan untuk naik ke atas pohon “Bila” yang kebetulan ada di dekatnya.

Tampa ia sadari bahwa di dekat pohon “bila” tersebut ada sebuah “Linggam” tempat memuja Deva Siva. Malam semakin larut, rasa dingin dan kantuk mulai menyerangnya. Bila ia ngantuk dan tertidur maka ia akan jatuh dari atas pohon. Untuk mengusir rasa kantuknya Lubdaka memetik helai demi helai daun “bila” di pohon tersebut. Kemudian daun itu ia jatuhkan helai demi helai tampa sengaja mengenai Linggam yang ada di bawahnya.

Malam itu terasa lebih gelap dari malam biasanya, Lubdaka tidak mengetahui bahwa malam itu adalah Malam Siwararti (Tilem Kapitu) yang mana pada malam ini Deva Siva sedang beryoga. Lubdaka memeluk dahan pohon bila itu erat-erat sementara tangannya yang lain masih memetiki daun Bila. Sambil memetik daun bila ia teringat akan dirinya teringat dengan apa yang sudah ia lakukan, dia mulai menyesali segala perbuatannya di masa-masa yang lampau.

Malam itu kemudian dia berjanji dalam hatinya untuk menghentikan pekerjaannya sebagai seorang pemburu. Setelah begadang semalam suntuk pagipun tiba, maka dia mulai berkemas-kemas untuk pulang kerumahnya. 

Sejak saat itu dia berhenti beruru dan beralih profesi menjadi seorang petani. Namun setelah itu dia mulai sakit-sakitan dan akhirnya meninggal dunia. Saat Lubdaka meninggal, rohnya dijemput oleh  Cikarabala (Pasukan Yama Loka) atas perintah Dewa Yama (Dewa Kematian). Roh Lubdaka dibawa pergi menghadap Sang Hyang Yamadipati untuk mempertanggungkan perbuaatannya. Lubdaka diadili oleh Sang Hyang Suratma dan dinyatakan bersalah karena selama hidupnya berbuat semena-mena membunuhi para binatang. Pada saat Sang Hyang Jogormanik bermaksud memasukkan Lubdaka ke kawah Candragomuka yang berada di Neraka. 

Pada saat itulah datang Pasukan dari Siwa Loka mencegat Cikarabala. Terjadi dialog yang alot antara pasukan Cikarabala dengan Pasukan Siwa Loka, namun belum menemukaan kesepakatan. Pasukan Cikarabala bersikeras hendak membawa roh Lubdaka ke Neraka. Sedangkan Pasukan Siwa Loka juga besikukuh untuk membawa roh Lubdaka ke Siwa Loka maka terjadilah  pertempuran dengan sengitnya.  

Akhirnya Sang Hyang Yama dan Sang Hyang Siwa turun tangan untuk menengahi pertikaian tersebut,  dan pertempuran itupun dapat dihentikan. Sang Hyang Yama menanyakan maksud Sang Hyang Siwa mencegat prajuritNya untuk menghukum Lubdaka roh yang penuh dosa, Karen semasa hidupnya selalu membunuhi dan berbuat sewenang-wenang terhadap binatang. Sang Hyang Siwa kemudiaan menjelaskan bahwa Lubdaka sudah membuat penebusan dosa pada malam Siwararti, yaitu begadang semalam suntuk disertai dengan penyesalan akan dosa-dosanya di masa lampau. Sehingga dengan demikian dia berhak mendapatkan pengampunan. Maka demikianlah, singkat cerita Lubdaka dibawa ke Siwa Loka. 

Dari cerita Lubdaka di atas dapat disimpulkan, betapa bermaknanya Hari Suci Siwararti ini betapa agungnya Malam Siwa ini, Lubdaka yang penuh dosa sekalipun dapat terbebaskan berkat melaksanakan Malam Siwa dengan menahan haus dan lapar sehari penuh, melek semalam suntuk sambil instropeksi diri merenungi dan menyesali akan apa yang pernah diperbuat serta dengan sungguh-sungguh berjanji dan melaksanakan kehidupannya di jalan Dharma.

Sahabat Helai Buku cerita di atas memberikan pesn kepada kita bahwasanya tidak ada kata telambat untuk mengubah diri  menjadi lebih baik. Sejelek apapun masa lalumu Tuhan selalu memberikan kesempatan untuk memperbaiki diri.

b. Cerita Yang Berhubungan Dengan Hari Raya Galungan

Mayadanawa

Tersebutlah seorang raja raksasa bernama Mayadanawa yang memerintah di Bedahulu Bali.  Dalam Babad Kayu Selem,  disebutkaan bahwa sebelum Prabu Mayadanawa menjadi raja di Bali, di Bali pernah bertahta seorang raja bernama Detya Karna Pati dengan abiseka Sri Jayapangus yang berkeraton di Balingkang. Setelah wafatnya Raja Jayapangus, Bali kemudian diperintah oleh Mayadanawa sebagai seorang raja. Mayadanawa merupakan putra dari Raja Sri Jayapangus dengan Dewi Danu sebagaimana disebutkan dalam kisah Barong Landung sebagai peringatan kemenangan Dharma yang dirayakan saat hari raya Galungan.

Selama memerintah di Bedahulu Mayadanawa  didampingi oleh seorang patih yang amat terkenal bernama Kala Wong dan pusat pemerintahannya terletak di Batànar (Pejeng).  Pada awal pemerintahan Mayadanawa, pulau Bali tidak jauh berbeda dengan masa pemerintahan Sri Jaya Pangus yang berkeraton di Balingkang. Namun hal ini tidaklah dapat berlangsung lama sebab sifat loba, tamak angkara murka serta “Nyapa kadi aku” makin menyelubungi hatinya.

Prabu Mayadanawa semakin lupa diri ia laliai akan tanggung jawabnya sebagai seorang raja yang harus mengayomi dan melindungi seluruh rakyatnya. Ia bahkan mengingkari kebesaran Sang Hyang Widhi sebagai maha pencipta dan maha kuasa. Dengan semena-mena ia melarang rakyat untuk melakukan  pemujaan, dan upacara yadnya.

Rakyat Bali tidak diperkenankan menyembah Sang Hyang Widhi dan Para Dewa, sebab Mayadanawa berkeyakinan, tidak ada yang lebih kuasa, kuat dan berpengaruh selain dirinya, oleh karena itu tidaklah ada gunanya menghaturkan sajian kepada Ida Sang Hyang Widhi Waça, Tuhan Yang Maha Esa kecuali kepadanya sesuai keyakinannya. Tindakan di atas amat merisaukan para dewata sebab sejak saat itu rakyat Bali tidak ada yang berani menghaturkan sembah dan bakti kepada-Nya. Mereka takut melakukannya, khawatir serta cemas dikenakan hukuman ataupun siksaan oleh Mayadanawa, Kegelisahan para dewata makin tidak dapat dibendung lagi. Akhirnya para Bhatara dan Dewata di Tolangkir menghadap Hyang Pramesti Guru, memohon agar Prabu Maya Danawa  di hukum.

Hyang Pramesti Guru memerintahkan Bhatara Indra untuk meminpin para dewata dan para Resi  turun ke Bumi, untuk melenyapkan raja Mayadanawa. Setibanya pasukan Dewa Indra dikerajaan Mayadanawa , terjadilah pertempuran yang sangat dasyat antara bala tentara Mayadanawa dengan blatentara Para Dewata, Korban diantara kedua belah pihak berjatuhan dan pertempuran tetap berkobar dengan sengitnya. Bala tentara Mayadanawa terdesak, tidak kuat melawan serangan Para Dewata yang dipimpin Bhatara Indra, Mayadanawa dan Patih Kala Wong melarikan diri tetapi walaupun menyamar menjadi berbagai bentuk, penyamarannya tetap diketahui Bhatara Indra. Mula-mula Mayadanawa menjelma menjadi pohon timbul, kemudian lari ke sorga menjadi seorang bidadari tetapi diketahui juga dan tak henti-hentinya dikejar Bhatara Indra.

Dalam Usana Bali dijelaskan banyak nama-nama desa yang dihubungkan dengan penjelmaan Mayadanawa dalam menyelamatkan dirinya dari kejaran Bhatara Indra.

Misalnya tempat Mayadanawa menjelma :

  • -Menjadi busung (daun kelapa muda) disebut desa Belusung,
  •  -Tempat Mayadanawa menyamar menjadi pusuh (jantung pisang) disebut desa Paburwan,
  •  Tempat Maya Danawa menyamar menjadi batu besar sekarang disebut desa Sebatu.
  •  -Menjadi manuk (burung) disebut desa Manukaya 
  •  -Tempat Mayadanawa menyamar menjadi padi disebut desa Tampaksiring dan
  •  -Terakhir sampailah ia pada suatu tempat dan menjelma menjadi padas (paras), Pada penjelmaan inilah

akhirnya Mayadanawa dipanah oleh Bhatara Indra sehingga menemui ajalnya. Tempat terbunuhnya Mayadanawa dan Patih Kala Wong kini dikenal dengan nama desa Toya Dapdap dan Pangkung Petas.

 -Sedangkan darah Mayadanawa yang terus mengalir menjelma menjadi sungai yang sekarang dikenal dengan nama sungai Petanu.

 Tersebutlah dalam Purana Bali Dwipa setelah Bali mengalami kehancuran di bawah Mayadanawa dan setelah matinya Mayadanawa bertahta seorang raja bernama Sri Kesari Warmadewa Çaka 804.

Setelah matinya Mayadanawa inilah diperingaati sebagai Hari Raya Galungan.

6. Sejarah Perkembangan Agama Hindu Di Indonesia

Agama Hindu pertama kali muncul di India tepatnya di Lembah Sungai Sindhu. Agama Hindu disebut pula Sanatana Dharma yaang artinya agama yang kekal dan abadi. Kata Hindu berasal dari kata Sindhu yang diucapkan Hindu oleh orang-oraang Persia yang datang ke India. Karena lafal mereka berbeda dalam mengucapkan huruf (h) dan (s).  Agama Hindu masuk ke Indonesia melalui kontak perdagangan dengan para pedagang dari India. Masuknya agama Hindu juga membawa perubahan budaya  termasuk tentang sistem pemerintahan.  Setelah masuk Agama Hindu di tanah air kedudukan kepala suku digantikan oleh seorang raja. Masuknya agama Hindu juga membawa perubahan dalam bidang tulis menulis, yaitu dari zaman pra sejarah (belum mengenal tulisan) menjadi zaman sejarah (sudah mengenal tulisan). Bangsa Indonesia memasuki zaman sejarah pd bad ke-4 Masehi  yaitu dengan ditemukannya tiang batu bertuliskan huruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta di Kutai, Kalimantan Timur.

a. Nama-Nama Kerajaan Hindu di Indonesia

1. Kerajaan Salakanegara

Dalam Naskah Wangsakerta Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara disebutkan bahwa pada awal Masehi di Jawa Barat, tepatnya di daerah Pandeglang terdapat Kerajaan Salakanagara yang bercorak Hindu. Kerajaan Salakanagara ini menjadi kerajaan Hindu paling awal yang ada di Nusantara.

Bermula dari kedatangan beberapa pedagang dari barat yakni Sri Langka, Saliwahana, dan India ke pulau Jawa dengan tujuan berdagang. Setelah sekian lama berada di Jawa, para pendatang tersebut memutuskan untuk menetap di sana. Belakangan datanglah utusan dari Pallawa yang bernama Dewawarman beserta beberapa pengikutnya. Dewawarman akhirnya menetap dan menikahi Dewi Pohaci Larasati puteri dari penguasa kampung setempat yang bernama Aki Tirem.

Ketika Aki Tirem meninggal, Dewawarman menerima tongkat kekuasaan menjadi pemimpin di wilayah tersebut. Pada tahun 130 Masehi ia kemudian mendirikan sebuah kerajaan dengan nama Salakanagara (Negeri Perak) dengan ibukota di Rajatapura. Ia menjadi raja pertama dengan gelar Prabu Darmalokapala Dewawarman Aji Raksa Gapura Sagara sedangkan istrinya bergelar Dewi Dwani Rahayu. Beberapa pelabuhannya antara lain:  Salakanagara (Pulau Sangiang), Nusa Api (Krakatau), dan pesisir Sumatera bagian selatan.

Kerajaan Salakanagara baru mengalami kejayaan pada masa kepemimpinan Dewawarman VIII. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya keadaan ekonomi penduduknya yang makmur dan sentosa. Demikian juga dengan kehidupan beragamanya sangat damai dan hidup harmonis, raja Dewawarman VIII juga mendirikan arca Shiwa Mahadewa yang berhiaskan bulan sabit di kepalanya (Mardhacandrakapala), arca Ganesha (Ghayanadawa), dan arca Wisnu.

2. Kerajaan Hindu Di Kalimantan Timur

Kerajaan Hindu tertua di Kalimantan  adalah Kerajaan Kutai  yang terletak di Muarakaman di tepi sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Kerajaan Kutai berdiri pada sekitar tahun 400 Masehi. Kerajaan Kutai merupakan Kerajaan Hindu yang pertama dan tertua di Indonesia. 

Peninggalan kerajaan Kutai berupa 7 (tujuh) buah prasasti berupa Batu bertulis yang berbentuk Yupa, yaitu tugu batu sebagai tempat mengikatkan hewan kurban atau tempat peringatan upacara kurban. Tulisan dalam prasasti itu menggunakan huruf Pallawa yang berasal dari India Selatan dan berbahasa Sansekerta. Prasasti ini ditemukan di daerah Muarakaman.

Prasasti ini dibuat  kira-kira pada abad ke-4 sekitar tahun 400 Masehi. Hal ini dapat diketahui dari bentuk tulisan yang digunakan dalam prasasti tersebut. Dalam salah satu prasasti tersebut di ceritakan bahwa Raja Kutai yang pertama bernama Kudungga. Raja Kudungga menikahkan putrinya dengan Aswawarman. Setelah Raja Kudungga wafat digantikan oleh Aswawarman. Raja Aswawarman berputera tiga orang salah satunya adalah Mulawarman. Setelah Raja Aswawarman wafat, beliau digantikan oleh Mulawarman. 

Pada saat pemerintahan Raja Mulawarman, kerajaan Kutai mengalami kemajuan yang sangat pesat dan masyarakat pada masa itu makmur dan sejahtera. Demikian juga dengan perkembangan Agama Hindu di Kalimantan dibuktikan dengan ditemukannya beberapa prasasti batu dalam bentuk Yupa di tepi sungai Mahakam, Kalimantan Timur yang menyebutkan tentang kerajaan Kutai. Dari salah satu yupa tersebut diketahui bahwa raja yang memerintah kerajaan Kutai saat itu adalah Mulawarman. Namanya dicatat dalam yupa karena kedermawanannya “mempuniakan” 20.000 ekor sapi kepada kaum Brāhmanā bertempat di lapangan suci Waprakeswara. Waprakeswara adalah tempat suci untuk melaksanakan upacara Yadnya, yaitu memuja Dewa Shiwa. Raja Mulawarman inilah yang memerintahkan pembuatan prasasti sebagai tugu peringatan di Kerajaan Kutai.

3. Kerajaan Hindu Di Jawa Barat

Di Jawa Barat kerajaan yang menganut Agama Hindu adalah kerajaan Tarumanegara dengan rajanya yang terkenal bernama Purnawarman. Raja Purnawarman menganut Hindu beraliran Wisnu. Kerajaan ini terletak di Sungai Citarum, Bogor Jawa Barat. Raja Purnawrman dikenal gagah berani dan sangat memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Ada 7 (tujuh) buah prasasti batu yang menjadi peninggalan kerajaan Tarumanegara yang disebut dengan “saila Prasasti”. Adapun ketujuh prasasti tersebut adalah sebagi berikut:

1. Prasasti Ciaruteun

Prasasti Ciaruteun ditemukan di tepi sungai Ciaruteun yang dekat dengan sungai Cisadane Bogor. Dalam prasasti itu tertulis nama Tarumanegara. Prasasti tersebut juga dikenal dengan Prasasti Ciampera.

2. Prasasti Tugu

Prasasti Tugu ditemukan di Tugu, Kecamtan Cilincing, Jakarta Utara, yang bertuliskas huruf Pallawa dengan bahasa Sanskerta. Dalam Prasasti Tugu disebutkan bahwa Raja Purnawarman dalam pemerintahannya yang ke 22 menggali sungai Gomati yang panjangnya 12 Km dalam waktu 21 hari, disamping sungai yang telah ada yaitu sungai Candrabaga (Bekasi). Pekerjaan ini ditutup dengan memberikan hadiah 2000 ekor lembu kepada para Brahmana. Dengan demikian tepatlah usaha raja Purnawarman dalam memberikan kemakmuran kepada rakyatnya sebagaimana dilakukan Dewa Wisnu Umat Manusia.

3. Prsasti Jambu

Prasasti Jambu ditemukan di daerah Bukit Koleangkak,  terletak 30 km di barat daya Kota Bogor. Disana tertulis tarumayam (Tarumanagara).

4. Prasasti Lebak (Cidanghiang)

Prasasti Lebak disebut juga dengan Prasasti Cidanghiang. Ditemukan di kampong Lebak di pinggir sungai Cidang Hiang , Padeglang banten Banten.

5. Prasasti Kebon Kopi

Prasasti Kebon Kopi ditemukan di daerah  Kampung Muara Hilir, kecamatan Cibungbulang. Ditulis dengan huruf Pallawa dengan bahasa Sanskerta.

6. Prasasti Pasir Awi

Ditemukan di daerah Pasir Awi, Bogor, dengan aksara ikal yang belum dapat dibaca.

7. Prasasti Muara Cianten

Prasasti ini ditemukan di Muara Cianten, Bogor, prasasti ini juga belum dapat di baca.

Selain Kerajaan Tarumanegara di wilayah Jawa Barat pernah juga berdiri kerajaan Hindu yang bernama  Kerajaan Padjajaran. Kerajaan Padjajaran mencapai puncak kejayaan pada pemerintahan Prabhu Siliwangi.   Ada pendapat yang mengatakan bahwa Prabhu Siliwangi moksa di Gunung Salak, desa Taman Sari, Bogor, Jawa Barat. Di dalam pura tersebut ada sebuah pelinggih (candi) yang merupakan tempat khusus memuja beliau (Prabhu Siliwangi). Sehingga tempat moksa Prabhu Siliwangi di Gunung Salak di bangunlah sebuah Pura yang dberi nama Pura Gunung Salak.

4. Kerajaan Hindu di Jawa Tengah

Memasuki abad ke-7 sampai dengan awal abad ke-8 masehi di Jawa Tengah muncul kerajaan yang bernama Kalingga. Kerajaan Kalingga diperkirakan terletak di sekitar Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Jepara sekarang. Raja Kalingga yang sangat popular adalah Ratu Shima, yang terkenal dengan keadilannya.

Raja Sanjaya mengubah nama Kalingga menjadi Mataram. Pada akhir masa pemerintahan Sanjaya, datanglah Raja Syailendra yang bersal dari kerajaan Sriwijaya yang berhsil menguasai wilayah selatan di jawa Tengah.

Wangsa Syailindra beragama Budha sedangkan Wangsa Sanjaya beragama Hindu. Itulah yang menyebabkan mengapa di Jawa Tengah bagian Utara Candi-candinya bercorak Hindu, sedangkan di Jawa Tengah bagian Selatan bercorak Budha.

Kedua wangsa tersebut akhirnya dipersatukan melalui pernikahan Rakai Pikatan (838-851 M) dengan Pramodawardhani, putra Maharaja Samarattungga dari Wangsa Syailindra.

Selain itu di Jawa Tengah pernah berdiri kerjan Mataram Kuno yang bernama Medang Kemulan.

Peninggalan atau bukti sejarah Hindu di Jawa Tengah adalah sebagai berikut:

1. Prasasti Tukmas

Prasasti Tukmas ditemukan di Lereng Gunung Merbabu beranngka thun 650 Masehi. Prasasti Tukmas menggunakan huruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta. Prasasti Tukmas menyebutkan tentang mata air yang bersih dan jernih. Sungai yang mengalir dari sumber air tersebut disamakan dengan Sungai Gangga di India.

2. Prasasti Canggal

Prasasti Canggal dibuat pada masa pemerintahan Raja Sanjaya. Prasasti ini bertuliskan bait syair tentang penndirian Lingga dan pemujaan Kepaada Dewa Tri Murti yaitu: Dewa Siwa tiga bait, Dewa Brahma satu bait dan Dewa Wisnu satu bait.  Prasasti Canggal menggunakan tahun Candra Sangkala yang berbunyi : “Sruti Indra Rasa” yang bermakna tahun 654 caka atau 732 Masehi.

Dengan demikian pemujaan Dewa Tri Murti di Jawa Tengah adalah merupakan kesatuan dengan penonjolan pemujaan kepada Dewa Siwa. Hal ini dilakukan oleh Raja Sanjaya yang memerintahkan di Mataram atau disebut juga Medang Kemulan pada pertengahan abad ke 8 masehi.

3. Candi Prambanan

Candi Prambnan merupakan Candi Hindu terbesar di Jawa Tengah. Candi Prambanan juga disebut Cand Roro Jonggrang. Selain Candi Prambanan ada beberapa Cndi lagi yang didirikan pada masa Wangsa Sanjaya berkusa. Adapun candi-candi lainnya yaitu:

  • Candi Arjuna
  • Candi Bima
  • Candi Sri Kandi
  • Candi Sinta
  • Dan candi lain yang ada di pengunungan Dieng

e. Kerjaan Hindu di Jawa Timur

1. Kerajaan Kanjuruhan

Di Jawa Timur pernah muncul kerajaan Kanjuruhan dengan rajanya yang bernama Dewa Simha. Hal ini diterangkan dalam prasasti yang ditemukan dekat kota Malang yaitu Prasasti Dinoyo. Prasasti Dinoyo berangka tahun 682 caka atau 760 masehi yang menyebutkan tentang Kerajaan Kanjuruhan dengan rajanya Dewa Simha yang menganut agama Hindu.

Prasasti Dinoyo menceritakan bahwa dalam abad ke 8 terdapat kerajaan yang berpusat di Kanjuruhan, rajanya bernama Dewa Simha. Dewa Simha mempunyai putra bernama Liswa. Liswa kemudian menggantikan ayahnya menjaadi raja. Setelah dilantik menjadi raja Liswa bergelar Raja Gajayana.  Raja Gajayana membuat tempat pemujaan untuk memuliakan Resi Agastya serta membangun arca Resi Agastya dari batu hitam yang sangat elok, sebagai pengganti arca Resi Agastya yang dibuat dari kayu cendana oleh nenek Raja Gajayana. Arca dari batu hitam itu kemudian diresmikan pada tahun 760 masehi. Peninggalan lainnya dari kerajaan kanjuruhan adalah Candi Badut dan Candi Wurung. Raja Gajayana mempunyai seorang putri bernama Uttejana.

Selanjutnya muncullah Dinasti Isana dengan Mpu Sendok sebagai cikal bakalnya Mpu Sendok memerintah pada tahun 929-974 masehi dengan gelar “Sri Isanattunggadewawijaya”

Setelah itu muncul Maharaja Dharmawangsa Teguh yang dalam pemerintahannya sangat memperhatikan dan karya-karya Bhagawan Byasa dan Bhagawan Wilmiki yaitu Mahabharata dan Ramayana.

Raja dharmawangsa Teguh di ganti oleh Raja Erlangga yang meneruskan tradisi leluhurnya.

Kehidupan keagamaan sangat diperhatikan demikian pula kemakmuran rakyat selalu diperhatikan maka Raja Erlangga diarcakan sebagai Wisnu mengendarai Garuda.

2. Kerajaan Kediri

Selanjutnya setelah Raja Erlangga wfat, kebesaran Hindu di Jawa Timur diemban oleh Raja Kediri.  Kediri yang termasyur adalah Jayabaya sedangkan raja yang terakhir adalah Kertajaya. Banyak karya-karya yang muncul pada jaman kerajaan Kediri seperti: Kekawin Bharatayudha  Karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh.

3. Kerajaan Singosari

Setelah Kediri, muncullah Kerajaan Singosari dan Ken Arok sebagai pendirinya. Saat itu  Ken Arok hanya seorang sudra kemudian menjadi adipati Tumapel yang direbutnya dari Tunggul Ametung lalu mengawini istri Tunggul Ametung yaitu Ken Dedes. Ken Arok  bercita-cita memerdekakan Tumapel yang merupakan daerah bawahan Kadiri. Perang antara Kadiri dan Tumapel terjadi dekat desa Ganter. Pasukan Ken Arok berhasil menghancurkan pasukan Kertajaya. Dengan demikian berakhirlah masa Kerajaan Kadiri, yang sejak saat itu kemudian menjadi bawahan Tumapel atau Singhasari. Setelah Ken Arok mengalahkan Kertajaya, Kadiri menjadi suatu wilayah dibawah kekuasaan Singhasari. Kerajaan Singhasari didirikan oleh Ken Arok tahun 1222. Kerajaannya terletak di Malang dengan ibu kotanya Kutaraja. Setelah menjadi Raja Ken Arok yang bergelar Sri Rajasa Sang Amurwabhumi. Pada masa kerajaan Singhasari terdapat beberapa peninggalan, seperti Candi Kidal, Candi Jago, dan Candi Singosari. Raja Ken Arok tetap mempertahankan agama Hindu dalam pemerintahannya.  Ken Arok didampingi oleh Purohito (Pendeta Kerajaan). Pada Kerajaan Singosari banyak juga didirikan tempat-tempat suci seperti : Candi Kidal, Candi Jago, Candi Singosari. 

4. Kerajaan Majapahit

Setelah kerajaan Singhasari runtuh muncullah kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit berdiri tahun 1293 Masehi, didirikan oleh Rajen Wijaya. Kebesaran kerajaan Majapahit mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk dengan mahapatihnya yang bernama Gajah Mada. Kerajaan Majapahit menjadi puncak perkembangan agama Hindu di Jawa Timur bahkan di Indonesia. Pada masa itu kehidupan keagamaan sangat mantap berkat pembinaan yang dilakukan oleh para pendeta yang mendampingi raja dalam pemerintahannya. Puncak kebesaran Majapahit diikuti dengan puncak perkembangan agama Hindu pada pemerintahan raja Hayam Wuruk didampingi oleh Mahapatih Gajah Mada. Kekuasaan Kerajaan Majapahit meliputi seluruh  Nusantara. Banyak karya-karya besar lahir pada masa itu seperti :

  • Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular
  • Kakawin Arjuna Wiwaha karya Mpu Kanwa
  • Kitab Negara Kertagama Karya Mpu Prapanca

Selain itu banyak juga lahir kitab-kitab tentang hukum Hindu, dan banyak didirikan tempat-tempat suci. Diantaranyan adalah Candi Penataran yang terletak di Blitar yang merupakan bangunan suci Hindu terbesar di Jawa Timur.

f. Kerajaan Hindu Di Bali

Agama Hindu mulai berkembang di Bali pada abad Ke-8 atau sekitar tahun 800 masehi. Hal itu dapat dibuktikan dengan ditemukannya prasasti Blanjong  di daerah Sanur. Prasasti Blanjong menggunakan bahasa Bali Kuno berangka tahun 835 Masehi, menyebutkan nama seorang raja yang bergelar  Sri Kesari Warmadewa. Sejak itu, raja-raja di Bali bergelar Warmadewa. Setelah Sri Kesari Warmadewa kemudian diganti oleh raja-raja lain seperti Sang Ratu Sri Unggrasena.  Pemerintahan raja ini sejaman dengan Empu Sendok di Jawa Timur.

Setelah Ugrasena muncul lagi raja yang bergelar Warmadewa seperti: Sang Ratu Sri Tabanendra Warmadewa, Jaya Singha Warmadewa. Raja Jaya Singha Warmadewa ini disebutkan membuat telaga dari sumber air suci di Desa Manukaya.  Desa ini kini bernama Manukaya dan telaga yang dimaksud adalah Tirtha Empul di Tampak Siring. Tempat ini hingga kini menjadi tempat suci bagi umat Hindu di Bali.  Kemudian pada tahun 987 saka muncul nama seorang raja Jayasadhu Warmadewa.

Pada tahun 905 saka memerintah seorang raja perempuan yang bergelar Sri Maharaja Sriwijaya Mahadewi. Raja ini dianggap adalah putri yang berasal dari kerajaan Sriwijaya di Sumatra, setelah raja perempuan ini muncullah raja Dharma Udayana Warmadewa. Dharma Udayana Warmadewa memerintah bersama dengan permaisuarinya yang bernama Sri Gunapria Dharmapatni, seorang putri dari Jawa Timur (saudara dari Dharma wangsa Teguh). Dari perkawinan ini lahirlah beberapa orang putra diantaranya yang paling sulung bernama Erlangga yang lahir pada tahun 922 saka di Bali. Erlangga kemudian memerintah di Jawa Timur menggantikan Raja Dharmawangsa Teguh. Selain Erlangga masih ada dua orang putra Udayana sebagai Raja Bali yaitu: Marakata dengan gelar “Dharmawangsa Wardana Marakata Pangkajastana Uttunggadewa”. Dalam pemerintahannya beliau mengeluarkan prasasti yang berangka tahun 944 saka.

Isi prasasti ini yang sangat menarik adalah terdapat kata-kata sumpah (sapata) yang menyebutkan nama-nama Dewa Hindu. Pada bagian prasasti ada sapata yang menyebutkan bahwa rakyat Bali percaya dengan dewa-dewa dan Maharsi seperti Maharsi Agastya.

Dari bunyi sapata ini menandakan bahwa raja Marakata tetap mempertahan kan tradisi leluhurnya yaitu menganut agama Hindu.  Pada masa pemerintahan Raja Marakata datanglah ke Bali seorng mpu yang bernama Mpu Kuturan. Mpu kuturan mengembangkan konsef pemujaan terhadap Tri Murti. Mpu Kuturan juga mengajarkan membuat kahyangan kahyangan di Bali. Beliau juga memperbesar pura Besakih.

Membuat Kahyangan Tiga yaitu :

  • Pura Desa/Bale Agung untuk Pemujaan Dewa Brahma
  • Pura Puseh untuk Pemujaan Dewa Wisnu
  • Pura Dalem untuk pemujaan dewa Siwa/Dewi Durga

Lain dari pada Kahyangan Tiga juga dikembangkan pula kahyangan jagat di sembilan penjuru pulau Bali yaitu :

1. Pura Besakih
2. Pura Lempuyang
3. Pura Andakasa,
4. Pura Goa Lawah, 
5. Pura Uluwatu
6. Pura Batukaru
7. Pura Puncak Mangu
8. Pura Batur
9. Pura Pusering Tasik

Untuk keluarga diajarkan membuat pemerajan, disana didirikan sanggah Kemulan dengan tiga kamar (rong). Disanggah kemulan ini ditempatkan arwah leluhur, dengan demikian keluarga menjadi aman dan hidup rukun.

Setelah Marakata, selanjutnya yang menggantikannya adalah Anak Wungsu yang memerintah di Bali pada tahun 971-999 saka atau 1049-1077 masehi. Setelah anak wungsu kemudiann muncul seorang raja yang bernama Paduka Sri Maharaja Sri Sakalinau Kirana.

  • Yang kemudian digantikan oleh Raja Sri Suradipa
  • Raja Sri Suradipa digantikan oleh Raja Jayasakti
  • Raja Jayasakti digantikan oleh Raja Ragajaya.
  • Raja Ragajaya digantikan oleh Raja Jayapangus.
  • Tak lama memerintah raja Jayapangus meninggal dunia

Dan Raja Bali yang terahir adalah Paduka Sri Sura Ratna Bumi Banten yang lebih dikenal dengan sebutan Raja Bedahulu memeritah pada tahun 1259 saka. Setelah Bali ditaklukkan oleh Kerajaan Majapahit dengan Patihnya Gajah Mada, maka yang menjadi raja di Bali adalah Sri Kresna Kepakisan.  Bali mencapai zaman keemasan Pada  jaman  pemerintahan  Dalem  Waturenggong  di  Gelgel. Pada mulanya pusat pemerintahan berada di Desa Samprangan yang kemudian dipindahkan ke Gelgel.  Pada Dalam memerintah Dalem Waturenggong didampingi oleh Purohita yang bernama Dang Hyang Nirartha. Pendeta ini terkenal dengan usahanya menata kembali keagamaan Hindu di Bali menjadi lebih baik.

Masa Kejayaan Agama Hindu Di Indonesia

Agama Hindu mengalami kejayaan pada masa kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan terbesar dan termegah yang pernah ada di Indonesia. Kerajaan Majapahit berdiri pada abad ke-12 atau 1200 Masehi, tepatnya tahun 1293 Masehi atau 1215. Kerajaan Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya setelah  dapat  mengalahkan kerajaan Kediri dengan bantuan tentara Tartar (Mongolia), dan pada akhirnya Raden Wijaya juga mengalahkan tentara Tartar, sehingga Raden Wijaya menjadi penguasa tunggal di Pulau Jawa.

Pada tahun 1293 Masehi, Raden Wijaya dinobatkan sebagai raja di kerajaan Majapahit dengan gelar Sri Kertarajasa Jayawardhana Anantawikramottunggadewa. Raja Sri Kertarajasa Jayawardhana Anantawikramottungga dewa memiliki empat orang permaisuri, yaitu Sri Parameswari Dyah Dewi Tribhuwaneswari, Sri Parameswari Dyah Dewi Narendraduhita, Sri Jayendradewi Dyah Dewi Prajnaparamita, dan Sri Rajendradewi Dyah Dewi Gayatri. Prabu Sri Kertarajasa Jayawardhana Anantawikramottunggadewa memiliki tiga putra, dari pernikahannya dengan Tribhuwaneswari dikaruniai putra bernama Jayanegara atau Kala Gemet sebagai putra mahkota (anak yang akan menggantikan raja jika raja telah wafat). Sedangkan dari pernikahannya dengan Gayatri dikaruniai dua orang putri, yakni Tribhuanatunggadewi yang menjadi ratu di Kahuripan yang kemudian dikenal dengan nama Bre Kahuripan dan Rajadewi yang menjadi ratu di Daha yang lebih dikenal dengan nama Bre Daha.

Prabu Kertarajasa memerintah kerajaan Majapahit selama 16 tahun, selama kepemimpinan Prabu Kertarajasa kerajaan Majapahit mulai dibangun untuk menjadi kerajaan yang kuat dan megah. Setelah wafatnya Prabu Kertarajasa, dan diangkatlah Raden Kala Gemet dinobatkan menjadi raja Majapahit ke-2 dengan gelar Sri Jayanegara. Selama masa kepemimpinan beliau Majapahit mengalami masa-masa sulit, sehingga perkembangan kerajaan Majapahit belum begitu pesat.

Selama Prabu Sri Jayanegara memerintah beliau meninggalkan tiga buah prasasti,  yakni prasasti Tunaharu tahun 1322, prasasti Blambangan, dan prasasti Blitar tahun 1324. Kemudian pada tahun 1328 Prabu Sri Jayanegara wafat, beliau wafat tanpa meninggalkan putra sebagai penggantinya, karena tidak ada putranya maka kerajaan Majapahit diserahkan kepada Tribhuanatunggadewi. Prabu Sri Jayanegara dicandikan di Silapetak.

Pada tahun 1328 Ratu Tribhuanatunggadewi atau Bre Kahuripan diangkat menjadi ratu Majapahit menggantikan Prabu Sri Jayanegara yang wafat, beliau bergelar Tribhuanatunggadewi Jayawisnuwardhani dengan suaminya Raden Kertawardhana. Dari perkawinannya melahirkan Hayam Wuruk pada tahun 1334. Masa kepemimpinan Ratu Tribhuanatunggadewi Jayawisnuwardhani yang hanya 20 tahun tidak banyak mengalami hambatan, sehingga dapat meningkatkan kehidupan masyarakat Majapahit yang pada waktu itu menjadi lebih baik dari masa sebelumnya. Pada tahun 1350 Ratu Tribhuanatunggadewi Jayawisnuwardhani mengundurkan diri menjadi Ratu Majapahit dan digantikan oleh putranya Raden Hayam Wuruk.

Setelah Ratu Tribhuanatunggadewi Jayawisnuwardhani mengundurkan diri pada tahun 1350, Raden Hayam Wuruk diangkat menjadi Raja Majapahit yang ke-4 dengan gelar Rajasanegara. Pada masa kepemimpinan Prabu Rajasanegara, kerajaan Majapahit mengalami puncak kejayaannya. Prabu Rajasanegara didampingi oleh seorang patih yang gagah berani dan memiliki kecerdasan tinggi dalam ilmu politik.

Di bawah kepemimpinan Prabu Rajasanegara dan maha patihnya Gajah Mada, kerajaan Majapahit berkembang pesat dan sangat disegani. Mahapatih Gajah Mada berkeinginan mempersatukan Nusantara melalui sumpah Palapanya. Dalam sumpahnya yang dimaksud Wilayah Nusantara, antara lain Nusa Penida (Gurun), Seram (Pulau Kowai), Tanjung Pura (Borneo), Haru, Pahang (Malaya), Dompu, Bali, Sunda, Palembang, dan Tumasik (Singapura).

Pada masa pemerintahan Prabu Rajasanegara Nusantara dapat dipersatukan, sehingga masyarakat pada masa itu mengalami kehidupan makmur dan sejahtera. Prabu Rajasanegara memimpin kerajaan Majapahit selama 30 tahun, kemudian beliau wafat dan digantikan oleh Wikramawardhana, setelah wafatnya Prabu Rajasanegara dan Mahapatih Gajah Mada, kerajaan Majapahit mulai mengalami keruntuhan. Kebesaran dan kemegahan kerajaan Majapahit terlihat dari banyaknya peninggalan-peninggalannya, di antaranya  dalam bentuk, prasasti, candi, dan karya sastra.

Peninggalan Kerajaan Majapahit Dalam Bentuk Karya Sastra Berupa:

  •  Kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca,
  •  Kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular,
  • Kitab Arjunawiwaha karangan Mpu Tantular,
  • Kitab Kuncarakarna tanpa nama pengarang,
  • Kitab Parthayajna tanpa nama pengarang,
  • Kitab Pararaton menceritakan riwayat raja-raja Singosari dan Majapahit
  •  Kitab Sundayana menceritakan peristiwa bubat,             
  • Kitab Sorandaka menceritakan pemberontkan Sora,
  • Kitab Ranggalawe menceritakan Ranggalawe,
  • Kitab Panjiwikrama menceritakan riwayat Raden Wijaya sampai menjadi  Raja, dan
  • Kitab Usana Jawa menceritakan tentang penaklukan Pulau Bali oleh Gajah  Mada,

Pada masa kerajaan Majapahit agama Hindu mengalami perkembangan yang sangat pesat. Kehidupan keagamaan ditata dengan baik dan orang-orang suci Hindu mendampingi raja-raja yang memerintah sebagai Purohita. 

Kemunduran  Agama Hindu Di Indonesia

Agama Hindu mulai mengalami kemunduran sejak runtuhnya kerajaan Majapahit, keruntuhan agama Hindu di Indonesia karena berbagai faktor, diantaranya adalah:

  • -Tidak adanya pergantian pemimpin yang baik, sehingga pemimpin berikutnya tidak mampu menjalankan tugas yang diperintahkan;
  • -Sering terjadi kecemburuan antar saudara, sehingga memunculkan perang saudara yang menghabiskan banyak biaya dan pikiran. Akibatnya, perekonomian kerajaan dan masyarakat menjadi menderita
  • -Melemahnya penataan agama Hindu, karena kerajaan terlalu sibuk menghadapi peperangan
  • -Masuknya agama-agama baru ke Indonesia saat terjadi perang saudara. Hal ini memudahkan agama-agama baru mempengaruhi masyarakat untuk beralih agama.

Manfaat dan Upaya-Upaya Melestarikan Peninggalan Hindu

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai keberadaannya di masa lampau. Peninggalan-peninggalan sejarah yang harus kita jaga dan kita lestarikan sebagai warisan leluhur yang Maha Agung Karena peninggalan sejarah tersebut sangat bermanfaat bagi bangsa kita.

Adapun manfaat peninggalan sejarah tersebut adalah sebagai berikut.

  • -Menambah wawasan dan pengetahuan
  • -Sangat membantu dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan
  • -Menambah kekayaan dan khasana budaya bangsa kita
  • -Menambah pendapatan negara melalui kegiatan wisata
  • -Sebagai bukti nyata peristiwa sejarah yang dapat kita amati sekarang
  • -Dapat mempertebal rasa kebangsaan kita
  • -Memperkokoh rasa persatuan

 Adapun upaya-upaya melestarikan peninggalan Hinduadalah sebagai berikut:

  • Memelihara, menjaga dan merawat benda-benda peninggalan sejarah agar tidak rusak baik faktor alam atau buatan
  • Tidak mencoret-coret dan membuat kotor serta merusak benda-benda peninggalan sejarah
  • Tidak mengambil atau memperjualbelikan benda-benda peninggalan sejarah
  • Melakukan pemugaran dengan tidak meninggalkan bentuk aslinya
  • Menggunakan benda-benda peninggalan sejarah secara baik dan bertanggung jawab
  • Tidak memindahkan atau merubah barang-barang peninggalan dari lokasi

 

Sumber Buku Siswa Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas IV K13 dan Buku Semara Ratih Kls.IV

 

Pendidikan  Agama Hindu Sd Kelas IV KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)

1. Panca Sraddha

a. Pengertian Panca Saraddha:

Panca Saraddha berasal dari dua kata yaitu: Panca yang artinya lima dan Saraddha yang artinya keyakinan atau kepercayaan.jadi panca saraddha adalah lima keyakinan atau kepercayaan Umat Hindu.

b. Bagian-bagian Panca saraddha:

  1. Percaya dengan adanya  Brahman ( Ida Sang Hyang Widhi).
  2. Percaya dengan adanya Atma.
  3. Percaya dengan adanya Karmaphala.
  4. Percaya dengan adanya Punarbhawa atau Samsara.
  5. Percaya dengan adnya Moksa.

1. Percaya dengan adanya Ida Sang Hyang Widhi (Brahman)

Umat Hindhu percaya bahwa Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi) hanya satu tetapi Beliau mempunyai banyak sebutan sesuai dengan tugas-Nya atau aktivitas-Nya. Misalnya saat mencipta disebut Dewa Brahma.Pada saat memelihara atau menyelenggarakan kelangsungan kehidupan di Bumi dan alam semesta ini Beliau disebut Dewa Wisnu. Pada saat Beliau melakukan aktivitasnya melebur atau memusnakan Beliau disebut Dewa Siwa. Pada saat mengatur angin/udara disebut Dewa Bayu.Di lautan,Beliau mempunyai wewenang (menguasai laut dan samudra) sehingga Beliau disebut Dewa Waruna/Dewa Baruna,dsb.

2. Seloka-seloka yang menyatakan bahwa Tuhan hanya satu diantaranya:

a. Dalam Chandogya Upanisad,disebutkan:  "Ekam Eva Advityam Brahman", yang artinya; Ida sang Hyang Widdhi hanya satu tidak ada duanya.

b. Dalam Narayana Upanisad 2 (Tri Sandhya bait II) disebutkan: "Eko Narayanad Na Dvityo'sti Kascit", yang artinya; hanya ada satu Tuhan sama sekali tidak ada duanya.

c. Dalam Kitab Sutasoma disebutkan: "Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma mangrwa", yang artinya; berbeda-beda tetapi tetap satu tidak ada Dharma yang kedua.

d. Dalam Reg Weda,disebutkan: "Ekam Sat Viprah Bahuda vadanti", yang artinya Ida sang Hyang Widhi hanya satu namun para arif bijaksana menyebutnya dengan banyak nama.

3. Di Bali Tuhan disebut dengan banyak nama sebutan sesuai dengan Swabawanya masing-masing,seperti:

  • Sang Hyang sangkan Paran artinya; Tuhan menjadi asal mula dan tujuan akhir atau kembalinya seluruh alam.
  • Sang Hyang Tunggal artinya; Tuhan adalah Maha Esa.Maha Tunggal tidak ada duanya.
  • Sang Hyang Wenang atau sang Hyang Tuduh artinya; Tuhan memegang wewenang atau kekuatan yang mutlak dalam bentuk susunan dan peraturan alam yang juga memegang nasib makhluk sesuai dengan suba dan asuba karmanya.
  • Sang Hyang Siwa; Tuhan Maha Pelindung dan Termulia.
  • Sang Hyang Guru; Tuhan sebagai Guru Besar atau Bapak Besar seluruh alam semesta.
  • Sang Hyang Jagatnatha/Jagat Karana/Praja Patya; Tuhan menjadi Raja seluruh alam dengan isinya.
  • Sang Hyang Darma; Tuhan bersipat dan berkeadaan Benar Sejati.
  • Sang Hyang Parama Siwa/Parama Wisesa; Tuhan Maha Besar,Maha Kuasa dan Maha Mulia.
  • Sang Hyang Maha Dewa;Tuhan adalah Dewa Yang Tertinggi.
  • Sang Hyang Adi Bhuda; Tuhan adalah Maha Tahu dan Maha Bijaksana.
  • Sang Hyang Tri Murti/Tri Wisesa; Tuhan sebagai "Pencipta","Pemelihara" dan "Pelebur".
  • Sang Hyang Paramatma; Tuhan sebagai sumber Atma (jiwa besar) yang menjiwai alam semesta.

2. Percaya dengan adanya Atma

Atma adalah percikan terkecil dari Ida Sang Hyang Widhi/Tuhan.Karena Tuhan adalah Atma yang tertinggi,sumber dari Atma. Atma memberi jiwa kepada semua mahluk,sehingga makluk dapat hidup.Bila Atma meninggalkan tubuh mahluk maka mahluk itu akan mati. Lambat laun tubuh yang mati itu akan hancur.Tetapi Atma tidak. Atma tidak dapat mati ataupun hancur. Atma mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

  • Achodya : tak terlukai oleh senjata
  • Adahya : tak terbakar oleh api
  • Akledya : tak terkeringkan oleh angin
  • Acesyah : tak terbasahkan oleh air
  • Nitya : abadi,kekal
  • Sarwagatah : dimana-mana ada
  • Sthanu : tak berpidah-pindah
  • Acala : tak bergerak
  • Sanatana : selalu sama
  • Awyakta : tak dilahirkan
  • Achintya : tak terpikirkan
  • Awikara : tak berubah

3. Percaya dengan adanya Karma Phala

Karma Phala disebut juga hukum sebab akibat.Karma Phala terdiri dari dua kata yaitu dari kata karma yang artinya perbuatan atau kerja,dan kata Phala yang artinya buah atau hasil. Jadi Karma Phala artinya  buah atau hasil dari segala perbuatan baik yang dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar.

Karma Phala dipengaruhi oleh  dua sifat dasar manusia yaitu: Dawai Sampad adalah sipat kedewataan yang mempengaruhi manusia untuk berbuat baik. Dan sifat Asuri Sampad adalah sifat keraksasaan yang mendorong manusia untuk berbuat buruk atau berbudi rendah.

Perbuatan baik disebut dengan  Suba Karma dan perbuatan buruk disebut dengan  Asuba Karma. Perbuatan yang baik akan mendapatkan hasil atau buah yang baik pula sedangkan perbuatan yang buruk akan mendapatkan phahala yang setimpal.Namun pada kenyataannya banyak kasus yang berlaku terbalik,misalnya;ada orang curang,jahat tetapi kehidupannya baik,sedangkan orang yang selalu berbuat baik kadang kehidupannya penuh penderitaan. Hal ini bisa hterjadi karena  Karma Wesananya  (hasil dari sisa perbuatannya terdahulu). Hal ini dimungkinkan karena Umat Hindu mengenal 3 bagian Karma Phala yaitu:

1. Sancita Karma Phala adalah hasil dari perbuatan kita yang terdahulu yang belum sempat kita nikmati. hasil perbuatan kita yang terdahulu itu baru bisa kita nikmati pada kehidupan kita sekarang.

2. Prarabda Karma Phala adalah hasil dari perbuatan kita sekarang yang bisa kita nikmati pada kehidupan kita sekarang.

3. Kriyamana Karma Phala adalah hasil dari perbuatan kita sekarang yang baru dapat kita nikmati pada kehidupan yang akan datang. Atau bisa diterima oleh anak cucu kita.

Dalam Kehidupan kita kadang hukum belum mampu memberikan keadilan yang semestinya maka tak sedikit orang yang perbuatannya jahat justru lolos dari jeratan hukum/pengadilan. Tetapi Tuhan sudah memperhitungkan itu,sehingga di alam akhirat ada lagi pengadilan yang lebih tinggi dari pengadilan di dunia. Disini keadilan benar-benar ditegakkan. Yang memang berbuat salah akan mendapatkan ganjaran yang setimpal.Mereka akan mengalami penyiksaat di Neraka.

Dalam lontar Atmaprangsangsa  dinyatakan ada beberapa jenis tempat penyiksaan roh yang bersalah,antara lain:

a. Kawah Tamra Gohmuka adalah jambangan yang sangat besar yang terbuat dari tembaga tempat menghukum atau merebus Atma orang yang tamak,rakus,lobha.

b. Kawah Waci adalah jambangan yang sangat besar yang berisi air kencing dan kotoran manusia.

c. Batu Macepak  adalah sebuah batu yang sangat besar yang terbelah dua dan bisa tertutup sendiri. Tempat untuk menyiksa roh yang berkata kasar dan suka memfitnah semasa hidupnya.

d. Titi Gonggang adalah jembatan yang sangat kecil melintasi jurang besar yang berisi api. Tempat hukuman bagi orang yang ingkar janji,suka menipu dan suka memfitnah.

e. Sungai Waitarini adalah sungai luas yang tak bertepi. Airnya sangat deras dan dalam kadang-kadang airnya mendidih. Sungai itu di huni oleh ribuan buaya dengan moncong yang menganga,siap memangsa Atma yang selama hidupnya suka mempraktekkan ilmu hitam.

f. Kayu Curiga adalah kayu besar yang berdaun keris. Atma yang semasa hidupnya suka selingkuh,maka ia akan diikat dibawah pohon itu. Paksi Raja (burung raksasa) akan menggoyang-goyangkan pohon itu sehingga daun kerisnya akan berjatuhan,menancap ditubuh Atma tersebut.

g. Bambu Petung Agni adalah pohon bambu besar dengan lidah api yang berkobar-kobar. Atma atau roh yang selama hidupnya suka menjalankan ilmu teluh/ilmu hitam.akan digantung di pohon bambu ini dalam posisi kepala di bawah

h. Ketket Raja adalah pohon putri malu yang sangat besar dengan duri-duri yang sangat panjang,tempat menghukum para roh yang semasa hidupnya suka usil menjalankan ilmu teluh/ilmu hitam.

i. Tegal Penangsaran  adalah tanah lapang yang sangat luas dan tandus,disinari oleh ribuan matahari sehingga panas sekali. Tempat ini untuk menghukum Atma/roh yang selama hidupnya suka membuat panas hati orang lain.

4. Percaya dengan adanya Punarbhawa (Samsara)

Punarbhawa terdiri dari dua kata,yaitu kata Punar yang artinya kembali,dan kata Bhawa yang artinya lahir. Jadi Punarbhawa artinya lahir kembali,atau lahir berulang-ulang.

Atma bersifat abadi ia tidak bisa mati ataupun hancur. Yang mati dan hancur adalah tubuh kasarnya saja. Atma akan dilahirkan kembali dengan mengambil wujud baru sebagai mahluk hidup baru. Bisa lahir sebagai manusia atau mahluk lainnya tergantung karmanya (perbuatannya) dikehidupannya yang lalu.

Berikut ini adalah beberapa contoh penjelmaan yang diakibatkan oleh karmanya pada kehidupan sebelumnya:

1. Orang yang suka membunuh makhluk berjiwa tampa alasan dengan bengis dan kejam tampa belas kasihan. Maka dia akan dilahirkan dalam kehidupan yang lebih rendah,Penuh kesedihan dan penderitaan. Bila dilahirkan sebagai manusia maka ia akan berumur pendek.

2. Orang yang suka menyiksa dan menyakiti makhluk lain maka dikelahirannya nanti dia akan dilahirkan sebagai makhluk yang lebih rendah. kalau dia lahir sebagai manusia maka ia akan selalu sakit-sakitan.

3. Bila lekas naik darah dan panas hati,lekas marah dan benci serta curiga maka dia akan dilahirkan sebagai manusia yang buruk rupa atau seram.

4. Sedang bagi yang tidak suka berdana punia (menyumbang),tidak suka menolong orang dalam kesusahan,maka dalam kelahirannya kelak akan menjadi manusia yang kesehatannya selalu tidak baik.

5. Orang yang iri hati,cemburu dan penuh kedengkian,jika dilahirkan kembali maka ia akan menjadi orang yang tidak mempunyai wibawa dan pengaruh.

6. Orang yang tidak mau belajar dan tidak mau menanyakan tentang dharma/Agama,maka iya akan terlahir menjadi orang yang bodoh,tidak mempunyai kecerdasan.

7. Orang yang tinggi hati,sombong,tidak mau menghormati orang yang patut dihormati,maka ia akan lahir sebagai orang yang hina.

8. Orang yang pemarah,panas hati,tetapi ia suka berdandan,suka menolong orang,memberi makan,memberi minum,pakaian,tidak iri hati dan benci,maka ia akan dilahirkan dengan wajah jelek,tetapi kaya,mempunyai kekuatan besar,mempunyai harta benda dan pengaruh atau wibawa.

9. Orang yang tidak pernah marah,berjiwa cinta kasih dan suka berdana,pemurah,suka menolong,memberi mana dan minum,pakaian,tidak iri hati dan dengki,maka ia akan terlahir menjadi orang yang cantik/tampan sedap dipandang,menawan,simpatik,sopan santun,memiliki keindahan,kaya hartawan dan berwibawa serta mempunyai pengaruh.

10. Dewa neraka (penuh dosa) lahir sebagai manusia. manusia neraka lahir menjadi ternak. Ternak neraka lahir menjadi binatang buas.Binatang buas neraka lahir menjadi burung. Burung neraka lahir menjadi ular.dsb. Semakin jelek perbuatannya semasa hidupnya maka akan semakin rendah kehidupan berikutnya.

11. Seorang pembunuh Brahmana (orang suci) maka ia akan terlahir menjadi: anjing,babi,lembu,kambing,kijang dan burung.

12. Seorang Brahmana (orang suci) suka minum-minuman keras akan menjelma menjadi insect,burung dan binatang buas.

13. Orang yang suka menimbulkan kesusahan bagi orang lain maka akan lahir menjadi binatang karnipora.

14. Orang yang suka mencuri ,maka akan lahir menjadi binatang.

5. Percaya Terhadap Adanya Moksa

Moksa berasal dari Bahasa sansekerta dari kata “Muc” yang berarti membebaskan,mengeluarkan,melepaskan.Dari urat kata itu kemudian menjadi  Mukta/Moksa  yang berarti kelepasan atau kebebasan. Jadi yang dimaksudkan dengan Moksa adalah: terlepasnya Atma dari pengaruh maya dan terbebas dari ikatan Subha dan Asubha Karma,sehingga Atma dapat menyatu dengan Ida sang Hyang Widhi.

Moksa berdasarkan waktu pencapaiannya dapat dibedakan menjadi 2 yaitu: moksa yang dicapai ketika masih hidup disebut dengan  Jiwan Mukti. dan moksa yang dapat dicapai setelah meninggal.

Moksa yang dicapai setelah meninggal dapat digolongkan menjadi 3 yaitu:

a. Moksa  yaitu terlepasnya Atma dengan badan kasarnya,untuk menyatu dengan Tuhan.Dengan masih meninggalkan jasad (mayat).

b. Adhi Moksa  yaitu terlepasnya Atma dari badan kasarnya dan menyatu dengan Tuhan. Dengan kekuatan yoganya mampu melebur dirinya sendiri (api suci) hingga hanya meninggalkan abu.

c. Parama Moksa  Menyatunya Atma dengan Tuhan tampa meninggalkan apapun. Dengan kekuatan yoganya mampu melenyapkan dirinya tampa bekas.

Untuk mencapai moksa tentulah tidak mudah. Untuk memudahkan tujuan kita untuk mencapai Moksa,umat Hindu mengenal 4 jalan atau empat cara yang disebut dengan Catur marga. Adapun bagian-bagian dari Catur Marga itu adalah sebagai berikut:

1. Bhakti Marga adalah cara untuk mencapai Moksa dengan jalan cinta kasih yang mendalam Kepada Tuhan dan makhluk ciptaannya.Sujud bhakti Kepada Tuhan dengan jalan Sembahyang,dsb.

2. Karma Marga adalah cara untuk mencapai moksa dengan jalan melakukan kewajiban sebaik mungkin. Bekerja dengan tekun yang hasilnya kita persembahkan Kepada Tuhan sebagai ungkapan rasa terima kasih atas Karunianya.

3. Jnana Marga adalah cara untuk mmencapai moksa dengan jalan mempelajari dan mendalami ilmu pengetahuan suci dan menularkannya kepada orang lain agar mencapai pencerahan.

4. Raja Marga adalah cara untuk mencapai moksa dengan jalan tapa yoga dan semadhi.


2. Bhuana Agung dan Bhuana Alit

Dalam pandangan Hindu alam semesta yang maha luas ini disebut dengan Bhuana Agung atau Makrokosmos. Sedangkan mahluk hidup di dalamnya disebut Bhuana Alit atau Mikrokosmos.

Bhuana Agung dan Bhuana Alit adalah ciptaan Tuhan. Alam semesta yang dulunya tidak ada kemudian diciptakan oleh Tuhan. Pada suatu ketika alam semesta ini pun akan dimusnakan kembali,kemudian diciptakan lagi dan lalu dimusnakan. Demikianlah selalu mengikuti siklus-Nya.

Pada saat alam ini diciptakan disebut dengan Srsti atau Brahma Diwa (siang hari Tuhan). Ketika dunia di tiadakan disebut  Pralaya atau Brahma Nakta (malam hari Brahma). Satu hari Brahma disebut satu Kalpa.

BHuana Agung dan Bhuana Alit sama-sama dibentuk oleh Unsur Panca Maha Bhuta. Unsur Panca Maha tersebut terdiri dari:

  1. Pertiwi (unsur padat)
  2. Apah (unsur cair)
  3. Bayu (unsur udara)
  4. Teja (unsur panas)
  5. Akasa (unsur ether)

Untuk lebih jelasnya,lihatlah tabel berikut ini:

Usur

Bhuana Agung

Bhuana Alit

Pertiwi (padat)

Batu, logaam, timah

Tulang, daging, kuku, rambut otot

Apah (cair)

Air, minyak, hujan

Daarah, lender, kelenjar

Teja (panas)

Api, sinar, panas, cahaya

Panas badan

Bayu (udara)

Udara, angin, gas, hawa

Nafas

Akasa (ether)

Langit, rongga-rongga di alam semesta

Rongga hidung, rongga mata,rongga dalam tubuh lainnya

 a. Panca Maha Bhuta berasal dari Panca Tan Matra.

1. Bagian-bagian Panca Tan Matra:

  • Gandha : benih bau menjadi Pertiwi.
  • Rasa : benih rasa cecap menjadi Apah.
  • Rupa : benih rupa (warna) menjadi Teja.
  • Sparsa : benih rasa sentuhan menjadi Bayu.
  • Sabda : benih suara menjadi Akasa.

Dalam kehidupan sehari-hari,manusia digolong-golongkan berdasarkan tugas dan fungsinya yang disebut dengan Warna yakni: golongan Brahmana yang tugas dan fungsinya adalah di bidang pendidikan dan keagamaan,Ksatria tugasnya didalam pemerintahan (politik),Wesya tugasnya dibidang ekonomi,perdagangan dan pertanian,sedangkan Sudra bertugas membantu ke-empat golongan yang disebut duluan. Disamping berdasarkan tugas dan fungsinya juga digolongkan berdasarkan Sorohnya,yaitu: soroh,Arya,soroh Pasek,soroh Pande,dukuh dan sebagainya.

Begitupun kelompok atau jenis binatang dapat dibedakan menjadi:

  1. Pasu adalah binatang ternak, separti: sapi,kerbau,kambing,babi,kuda dan sebagainya.
  2. Marga adalah binatang liar yang ada di hutan,seperti: singa,harimau,kijang dan sebagainya.
  3. Paksi adalah ungas atau jenis burung yang dapat terbang ,seperti: ayam,itik,angsa dan sebagainya.
  4. Sarisrpa adalah binatang melata atau merayap,seperti: ular,cacing,lintah,belut,kadal,tokek,biawak, dsb.
  5. Mina adalah semua jenis ikan,baik ikan air tawar maupun ikan air laut.

Sedangkan jenis tumbuh-tumbuhan (Sthawara) meliputi:

  1. Trna adalah bangsa rumput atau jenis rumput-rumputan.
  2. Taru adalah bangsa kayu yang berbatang besar.
  3. Lata adalah bangsa tumbuhan yang menjalar.
  4. Gulana adalah tumbuhan jenis gulana.
  5. Janggama adalah bangsa tumbuh-tumbuhan parasit.

Untuk materi Budaya disingkrunkan dengan Dharmagita bisa di lihat di arsip postingan di blog ini!

3. Hari Suci

a. Pengertian Hari Suci

Yang disebut dengan Hari Suci adalah: hari yang disucikan atau dikeramatkan berdasarkan perhitungan hari baik yakni  Wariga. Wariga atau Dewasa bersumber dari kitab suci Weda yang disebut dengan Jyotisa (astronomi dan ilmu perbintangan).Perhitungan wariga berdasarkan Wewaran,Wuku dan Sasih. Di bawah ini akan diuraikan tentang Wewaran.

Nama-nama Wewaran

1. Eka Wara : luang.
2. Dwi Wara : manga,pepet.
3. Tri Wara : pasah,beteng,kajeng (dora,wahya,bhyantara)
4. Catur Wara : sri,laba,jaya,manala.
5. Panca wara : umanis,paing,pon,wage,kliwon.
6. Sad Wara : tungleh,aryang,wurukung,paniron,was,maulu.
7. Sapta Wara : redite,soma,anggara,buda,wraspati,sukra,saniscara.
8. Asta Wara : sri,indra,guru,yama,ludra,brahma,kala,uma.
9. Sanga Wara : dangu,jangur,gigis,nohan,ogan,erangan,urungan,tulus,dadi.
10. Dasa Wara : pandita,pati,suka,duka,manu,manusa,sri,raja,dewa,raksasa.

Nama-nama wuku:

1. Sinta
2. Landep
3. Ukir
4. Kulantir
5. Tolu
6. Gumbreg
7. Wariga
8. Warigadean
9. Julungwangi
10. Sungsang
11. Dungulan
12. Kuningan
13. Langkir
14. Medangsia
15. Pujut
16. Pahang
17. Krulut
18. Merakih
19. Medangkungan
20. Tambir
21. Matal
22. Uye
23. Menail
24. Prangbakat
25. Bala
26. Ugu
27. Wayang
28. Klawu
29. Dukut
30. Watugunung

Hari suci juga disebut dengan rerainan. Rerainan berdasarkan penggabungan antara Panca Wara dengan Sapta Wara antara lain:

Buda Kliwon

Tumpek

Buda Cemeng

Anggara Kasih

Kosong

Sinta

Landep

Ukir

Kulantir

Taolu

Gumbreg

Wariga

Wrigadean

Julungwangi

Sungsang

Dungulan

Kuningan

Langkir

Medangsia

Pujut

Pahang

Krulut

Merakih

Tambir

Medangkungan

Matal

Uye

Menail

Prangbakat

Bala

Ugu

Wayang

Klau

Dukut

Watugunung

 

b. Pengaruh Sasih Terhdap Musim

No

Bulan Masehi

Nama Sasih

Iklim

1

Januari

Kapitu

Musim hujan,angin ribut

2

Februari

Kaulu

Musim hujan,angin ribut

3

Maret

Kasanga

Musim hujan reda

4

April

Kadasa

Memasuki musim panas

5

Mei

Jesta

Musim panas

6

Juni

Asada

Musim panas

7

Juli

Kasa

Musim panas

8

Agustus

Karo

Musim dingin

9

September

Katiga

Musim semi

10

Oktober

Kapat

Memasuki musim hujan

11

Nopember

Kalima

Musim hujan

12

Desember

Kanem

Musim hujan

 

Hari Raya Galungan jatuhnya setiap 6 (enam) bulan sekali. Tepatnya pada hari Rabu (Buda) Kliwon wuku Dungulan.Galungan merupakan peringatan Kemenangan Dharma atas Adharma. Hari raya Galungan disebut juga dengan Piodalan Jagat atau Otonan Bumi. Pada saat Galungan memuja Sang Hyang Widhi yang disebut Sang Hyang Jagatnatha.

Ciri khas pada Hari raya Galungan adalah Penjor yang didirikan di depan rumah,di sebelah kanan pintu masuk rumah. Penjor adalah lambang Gunung Agung sebagi ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas kemakmuran dan kesejahteraan. Penjor dibuat dari sebatang pohon bambu,yang dihias sedemikian rupa dengan hiasan janur, ambu (daun enau muda),serta berbagai hasil bumi dan sanganan (kue upacara).

c. Kegiatan Yang Dilakukan Pada Hari Raya Galungan:

1. Tiga hari sebelum Galungan disebut dengan hari Panyekeban (nyekep) buah-buahan agar masak sebagai sarana upakara. Secara pilosofis berarti pengendalian diri,menjaga kesucian hati agar tidak tergoda oleh sang Bhuta Galungan.Karena pada hari ini turunnya Sang Hyang Tiga Wisesa dalam wujud Bhuta galungan.

2. Dua hari sebelum Galungan disebut Panyajaan Galungan. Adalah hari membuat sanganan (kue) untuk upacara. Secara pilosofis berarti menaklukkan hawa nafsu dan meningkatkan kewaspadaan agar tidak tergoda oleh Sang Kala Tiga Wisesa.

3. Sehari sebelum Galungan disebut Hari Panampahan Galungan. Pada saat ini umat mendirikan penjor juga memotong hewan untuk sarana upacara.Secara pilosofis artinya membunuh sifat-sifat buruk (negatif)pada diri kita seperti malas,loba,iri hati, dsb. Artinya pikiran dan hati kita mesti suci untuk menyambut Hari raya Galungan.

4. Hari Raya Galungan yaitu lambang kemenangan Dharma atas Adharma. Pada saat ini melakukan persembahyangan untuk memuja Ida Sang Hyang widhi penguasa alam semesta yang disebut Sang Hyang Jagatnatha.

5. Sehari setelah Galungan disebut Manis Galungan. Pada saat ini Umat Hindu bersilahturami ke pada sanak saudara/kerabat serta berekreasi ketempat-tempat wisata.

6. Sepuluh hari setelah Galungan disebut Hari Suci Kuningan. Tepatnya jatuh pada hari Saniscara (sabtu) Kliwon wuku Kuningan.Pada hari ini umat melakukan persembahyangan untuk memuja Tuhan serta untuk memuja para Leluhur (Pitara Pitari) yang turun ke Bumi untuk mengunjungi keturunannya yang masih hidup. Persembahyangan mesti selesai pada tengah hari,karena para Leluhur pada tengah hari kembali ke khayangan (alam Dewata)

d. Hari Raya Saraswati

jatuhnya setiap hari Sabtu Umanis wuku Watugunung. Pemujaan ditunjukkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi wasa dalam manifestasinya sebagai Dewi Saraswati/Dewi Ilmu Pengetahuan.Pada malam harinya Umat melakukan renungan suci semalam suntuk. Beseknya pagi-pagi melakukan Banyu Pinaruh sebagai penyucian lahir bathin dengan mandi di pantai atau mata air.

Dewi Saraswati dilambangkan sebagai wanita yang sangat cantik,dengan berbagai keistimewaan. Baiklah disini akan diuraikan tentang penggambaran Dewi Saraswati:

1. Gadis cantik: melambangkan bahwa ilmu pengetahuan itu indah dan sangat menarik.

Tangan empat: melambangkan bahwa istimewa,lebih dari manusia biasa (artinya pengetahuan menjadikan orang istimewa dan mempunyai kelebihan).

  • Angsa : melambangkan kebijaksanaan.
  • Merak : melambangkan kewibawaan.
  • Air : melambangkan bahwa pengetahuan itu terus mengalir.
  • Genitri : melambangkan bahwa ilmu pengetahuan itu tidak bisa habis untuk dipelajari.
  • Keropak : melambangkan tempat penyimpanan (sumbernya) ilmu pengetahuan.
  • Wina : melambangkan seni budaya yang agung.
  • Teratai : pengetahuan itu sangat suci.

e. Hari Raya Pagerwesi

Jatuhnya setiap enam bulan sekali,tepatnya pada hari Rabu Kliwon wuku Sinta. pada hari ini memuja Tuhan dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Pramesti Guru (guru alam semesta). pada hari ini Umat Hindu melaksanakan tapa,brata,yoga,semadi untuk memperoleh ketentraman dan kedamaian lahir dan bathin.

f. Hari Suci Siwalatri

Siwalatri artinya Malam siwa. Malam renungan suci atau malam penebusan dosa.Jatuhnya pada Purnamaning Tilem Kapitu pada saat Dewa Siwa sedang beryoga. Pada hari ini Umat hindu melaksanakan tapa,brata,yoga dan semadi. Melek semalam suntuk merenungi diri.

Tapa Brata

Upawasa : artinya tidak makan dan minum.

Monobrata : artinya tidak berbicara.

Jagra : tidak tidur semalam suntuk.

g. Nyepi

Jatuhnya setiap satu tahun sekali,tepatnya pada penanggal apisan Sasih Kadasa.Hari Raya nyepi merupakan tahun baru Saka. Pada hari Raya Nyepi Umat Hindu menyepikan diri,tidak boleh beraktivitas yang disebut dengan Catur Brata Panyepian. Tujuannya adalah untuk menetralisir unsur-unsur Bhuta Kala dalam diri manusia agar bisa menenangkan pikiran dalam menyambut tahun baru Saka.

Adapun rangkaian upacara Nyepi antara lain:

1. Melasti

Rangkaian Hari Raya Nyepi diawali dengan Melasti/melis/atau mekiis yang bermakna sebagai penyucian Arca,Pratima,Pralingga. Pratima adalah media untuk memusatkan pikiran sehingga pikiran pokus menuju Tuhan. Melasti dilaksanakan 3 (tiga) hari sebelum Nyepi,dilaksanakan di pantai atau sungai yang mengalir ke laut.

2. Tawur Kasanga (Bhuta Yadnya)

Sehari sebelum Nyepi tepatnya pada hari tilem Chaitra (kasanga) disebut pangerupukan (malam pangerupukan),dilangsungkan upacara Tawur Kasanga dengan mecaru di masing-masing desa pakraman.Menyalakan obor,menabuh bunyi-bunyian,menebarkan Nasi Tawur atau diiringi Ogoh-ogoh. Tujuannya adalah untuk mengundang para Bhuta Kala untuk menikmati upacara kurban sehingga menjadi somia,netral dan harmonis,tidak mengganggu kehidupan manusia.

3. Hari Suci Nyepi

Pada saat Nyepi umat tidak melakukan aktivitas apa-apa. Agar suasana jadi sepi dan sunyi (khusuk) umat melaksanakan Catur Baratha Panyepian.

Catur Baratha Panyepian:

  1. Amati Geni : tidak menyalakan api,baik siang maupun malam.
  2. Amati Karya : tidak melakukan kerja.
  3. Amati lalanguan : tidak bersuara yang gaduh,tidak berhuru-hara.
  4. Amati Lelungaan : tidak bepergian.

4. Ngembak Geni

Sehari setelah Nyepi disebut Ngembak Geni. Catur Brata Panyepian kembali di buka. Umat melakukan silaturahmi kepada sanak saudara,atau berrekreasi ketempat-tempat wisata.

 

4. Panca Yama Bratha

a. Pengertian Panca Yama Bratha

Ajaran Panca Yama Bratha merupakan Susila Hindu yang sudah semestinya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Susila artinya:peraturan tentang tingkah laku yang baik dan benar yang akan mendatangkan kebahagiaan dalam kehidupan di dunia.

Panca Yama Bratha terdiri dari kata Panca yang artinya 5 (lima),Yama artinya pengendalian diri,dan Bratha (wrata) artinya keinginan atau kemauan. Jadi Panca Yama Bratha artinya lima macam cara mengendalikan keinginan agar tidak melakukan perbuatan yang melanggar Susila.

b. Bagian-bagian Panca Yama Bratha:

1. Ahimsa.

Ahimsa terdiri dari kata a yang artinya tidak, dan himsa yang artinya menyakiti atau membunuh. Jadi Ahimsa artinya perbuatan yang tidak menyakiti atau membunuh mahluk lain.Yang dimaksudkan disini adalah tidak semena-mena menyakiti dan membunuh demi nafsu belaka. Tapi dibenarkan membunuh hewan untuk kepentingan Yadnya seperti yang tercantum dalam lontar Wrtisesana,yaitu:

  • Untuk Dewa Puja atau persembahan kepada Dewa.
  • Untuk Athiti Puja atau persembahan kepada tamu.
  • Untuk Pitra Puja atau persembahan kepada para leluhur.
  • Dharma Wighata untuk menyelamatkan tanam-tanaman dari serangan hama penyakit.
  • Untuk dimakan.

2. Brahmacari

Yang dimaksud dengan Brahmacari adalah masa menuntut ilmu (usia belajar) seperti murid-murid disekolah. Bila dikaitkan dengan perkawina,Brahmacari dapat dikelompokan sebagai berikut:

  1. Sukla Brahmacari,yaitu orang yang tidak pernah menikah seumur hidupnya.
  2. Sewala Brahmacari,yaitu orang yang hanya menikah sekali seumur hidupnya.
  3. Tresna atau Kresna Brahmacari,yaitu orang yang menikah lebih dari satu kali.

3. Satya

  • Satya artinya setia dan jujur. Ada lima macam Satya yaitu:
  • Satya Hredaya,artinya setia dan jujur terhadap kata hati.
  • Satya Wacana,artinya setia dan jujur terhadap perkataan.
  • Satya Semaya,artinya setia dan jujur terhadap janji.
  • Satya Laksana,artinya setia dan jujur terhadap perbuatan.
  • Satya Mitra,yaitu setia dan jujur terhadap teman.

4. Awyawaharika

Ajaran Awyawaharika menjadikan orang rendah hati,sederhana,jujur,menyayangi sesama,berbudi luhur,dan suka menolong tanpa pamrih.

5. Astainya

Astainya mengajarkan manusia agar selalu jujur,tidak suka pada hak milik orang lain dalam artian tidak mencuri. karena mencuri adalah perbuatan yang dilarang agama.

Contoh-Contoh Perilaku Panca Yama Brata

Contoh Perilaku Ahimsa:

a. Merawat Binatang peliharaan,
b. Menyayangi keluarga,
c. tidak menyinggung perasaan orang lain,
d. Tidak membunuh binatang selain untuk kepentingan yadnya,
e. Menghormati sesama, dll

Contoh Perilaku Brahmacari

a. Rajin belajar,
b. Tidak malas masuk,
c. Rajin bertanya kepada Guru akan hal yang belum dimengerti,
d. Melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi,
e. Tidak bosan belajar,
f. Selalu ingin tahu akan informasi terbaru,dll

Contoh Perilaku Satya:

a. Selalu berkata jujur,
b. Berpendirian teguh,
c. Tidak mau melaklukan perbuatan yang menyakiti orang lain,
d. Menyayangi teman,
e. Selalu menepati Janji, dll.

Contoh perilaku Awyawaharika:

a. Melakukan perbuatan sesuai Dharma,
b. Tidak bertengkar dengan orang lain,
c. Tidak menggunakan kepandaian untuk menyakiti orang lain,
d. Tidak menghina orang lain, dll

Contoh perilaku Astainya:

a. Tidak mencuri harta milik orang lain,
b. Menjaga harta benda yang dimiliki,
c. Menaruh harta benda dengan baik, dll.

5. PANCA NYAMA BRATA

a. Pengertian Panca Nyama Brata

Panca Nyama Brata berasal dari tiga kata, yakni:

- Panca artinya lima,
- Nyama artinya pengendalian yang bersifat batiniah, dan
- Brata artinya kemauan atau keinginan.

Jadi Panca Nyama Brata artinya lima pengendalian diri yang bersifat batiniah. Tujuan Panca Nyama Brata untuk membina atau mengembangkan sifat-sifat bakti kepada Tuhan melalui pengendalian kemauan dan melakukan pantangan-pantangan menurut ajaran Agama Hindu. Sumber ajaran Panca Nyama Brata adalah Kitab Wrhaspati Tattwa, sloka 61, sebagai berikut:

Akrodha guru susrusca
Saucam aharalagawam
Apramadasca pancaite
Niyamah parikirtitah.

Artinya:

Akrodha namanya tidak marah saja. Guru Susrusa namanya bakti berguru. Sauca namanya selalu melakukan japa, membersihkan badan. Aharalagawa ialah tidak banyak-banyak makan. Apramada namanya tidak lalai.

b. Bagian-bagian Panca Nyama Brata

a. Akrodha
b. Guru Susrusa,
c. Sauca
d. Aharalaghawa, dan
e. Apramada.

1. Akroda

Akroda artinya tidak marah,pengendalian diri dari amarah,karena amarah adalah api yang akan membakar diri kita kelembah dosa.

2. Guru Susrusa

Guru Susrusa artinya hormat, taat dan tekun menjalankan ajaran dan nasehat-nasehat dari Guru. Dalam Agama Hindu ada empat Guru yang harus dihormati disebut dengan Catur Guru, keempat guru itu adalah:

a. Guru Reka atau Guru Rupaka artinya ayah dan ibu yang telah melahirkan, memelihara dan merawat kita dari bayi sampai tumbuh dewasa .

b. Guru Pengajian atau Guru Waktra artinya Ibu Bapak guru yang mangajar kita disekolah dari tidak tahu membaca menulis berhitung sampai menjadi bisa. Selain Guru di sekolah, yang termasuk Guru Pengajian adalah para Sulinggih, para Resi yang telah menyebarkan Ajaran Weda.

c. Guru Wisesa adalah pemerintah yang selalu memberikan perlindungan kepada setiap warga negara. Yang termasuk Guru Wisesa, seperti: Kadus, Perbekel, Camat, Bupati, Anggota DPR, Gubernur, Polisi, Tentara, Presiden, dll.

d. Guru Swadhyaya artinya guru alam semesta yaitu Ida Sang Hyang Widhi.

3. Sauca

Sauca artinya suci lahir batin. Untuk menjaga kesucian lahir batin Menurut Kitab Manawa Dharma Sastra dapat dilakukan dengan:

a. Mandi untuk membersihkan badan,
b. Kejujuran untuk membersihkan pikiran,
c. Ilmu Pengetahuan dan Tapa untuk membersihkan roh atau jiwa,
d. Kebijaksana digunakan untuk membersihkan akal.

Selain itu yang perlu disucikan adalah Kayika, Wacika dan Manacika kita.

4. Aharalaghawa

Aharalaghawa artinya membatasi makan dan minum.

5. Apramada

Apramada artinya taat menjalankan kewajiban dan mengamalkan ajaran agama.

c. Contoh-contoh Perilaku Panca Yama Brata

1. Contoh-contoh Perilaku Akrodha:

a.  Tidak cepat marah,
b. Mengendalikan keinginan,
c. Mengendalikan pikiran,
d. Menghadapi masalah dengan tenang, dll

2. Contoh-contoh Perilaku Guru Susrusa:

a. Berbakti kepada orang tua,
b.  Mematuhi Nasehat Orang tua dan Guru di sekolah,
c. Melaksanakan kegiatan,
d. Melaksanakan ajaran guru dengan penuh tanggung jawab,
e. Taat terhadap tata tertib,
f. Sederhana,  rendah hati, jujur dan setia pada kebenaran,
g. Mematuhi peraturan-peraturan dan undang-undang yang berlaku,
h. Rajin berdoa,
i. Hidup bersih lahir batin,
j. Mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.

3. Contoh-contoh Perilaku Sauca:

a. Mandi tengan teratur,
b. Rajin Sembahyang,
c. Selalu berkata jujur,
d. Selalu bersikap tenang dan bijaksana,
e. Rajin berlatih memusatkan pikiran dengan cara pranayama, dan samadi,
f. Bersikap jujur dan setia pada kebenaran, dll

4. Contoh-contoh perilaku Aharalaghawa:

a. Selalu bersyukur dengan apa yang dimakan,
b. Makan secukupnya sesuai kebutuhan,
c. Tidak minum minuman beralkohol, dll.

5. Contoh-contoh perilaku Apramada:

a.  Melaksanakan kewajiban dengan baik dan ikhlas,
b. Taat melaksanakan tugas yang diberikan,
c. Tidak lalai dan tidak sombong, dll.

d. Penerapan Panca Yama

1. Di Keluarga:

a.  Saling menyayangi sesama anggota keluarga,
b. Rajin belajar,
c. Tidak bertengkar dengan saudara,
d. Selalu berbuat jujur, tidak berbohong dengan anggota keluarga,
e. Tidak berbuat curang kepada saudara, dll.

2. Di Sekolah:

a. Menyayangi teman,
b. Belajar dengan tekun dan teliti,
c. Selalu berbuat jujur kepada guru dan teman di sekolah,
d. Mau berteman dengan siap saja,
e. Tidak bertengkar dengan teman,
f. Tidak mencuri barang milik teman, dll

3. Di Masyarakat:

a. Menyayangi semua makhluk,
b. Tidak suka menghina teman atau oarang lain,
c. Berperilaku sebagai seorang terpelajar, disiplin, bertanggungjawab dan sopan,
d. Berpendirian teguh,
e. Melakukan perbuatan sesuai Dharma,
f. Tidak melakukan perbuatan menipu, curang, mencuri, merampok maupun korupsi, dll.

e. Penerapan Panca Nyama  Brata

1. Di Rumah:

a.  Berperilaku tenang dalam menghadapi masalah,
b. Hormat dan bakti kepada orangtua,
c. Selalu menjaga kebersihan badan dan kebersihan pikiran,
d. Mensyukuri apa yang dimiliki,
e. Melaksanakan tugas dari orangtua dengan ikhlas, dll

2. Di Sekolah:

a. Tidak cepat tersinggung kepada teman,
b. Memaafkan kesalahan teman,
c. Mentaati tata tertib sekolah,
d. Melaksanakan perintah dan ajaran Guru di sekolah,
e. Bersikap tenang dan bijaksana,
f. Rajin menabung, dll

3. Di Masyarakat:

a. Berusaha menghadapi persoalan dengan tenang,
b. Mematuhi perundang-undangan yang berlaku,
c. Sikap tenang dan bijaksana dalam berbagai hal,
d. Tidak berfoya-foya dan mabuk-mabukan,
e. Tidak lali dengan kewajiban di masyarakat, seperti gotong royong,
f. Tidak sombong di masyarakat, dll

 

Sumber Buku Semara Ratih Kls.IV dan sumber lainnya.

 

 

 

 

 

Komentar