helaibuku.blogspot.com/ Hai, Sahabat Helai Buku apa kabar? Semoga
dalam keadaan baik selalu dalam lindungan Sang Hyang Widhi. Kalian sedang
belajar bukan? Baiklah kali ini Helai Buku akan petikkan pelajaran, Pendidikan
Agama Hindu SD Kelas IV (empat) K13 (Kurikulum 13) dan KTSP. Silahkan disimak
dan selamat belajar!
1. AJARAN
PUNARBHAVA SEBAGAI UPAYA UNTUK
MENINGKATKAN KUALITAS HIDUP
a. Pengertian
Punarbhava
Untuk
meningkatkan kualitas hidup mestinya searah dengan Tujuan Agama Hindu adalah untuk mencapai
kesejahteraan hidup (Jagadhita) dan kebahagiaan rohani (Moksa) yang disebut
dengan Moksartham Jagadhita ya ca iti dharma. Untuk mencapai itu hendaknya
perlu difahami bahwasanya ada tiga asfek yang membentuk Agama Hindu yang
disebut dengan Tri Kerangka Agama Hindu. Adapun ketiga kerangka tersebut
adalah :
- Tattwa
yaitu pengetahuan atau filsafat Agama Hindu
- Susila
yaitu perilaku baik atau Etika Agama Hindu
- Acara
yaitu Upacara Yajna Agama Hindu
Ketiganya
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan karena ketiganya akan saling
melengkapi satu sama lainnya.
Misalnya
:
-Jika
kita hanya mempelajari atau mengetahui filsafat agama saja tanpa mengamalkan ajaran susila dan upacara
tidaklah sempurna kehidupan beragama kita.
-Demikian
juga sebaliknya Jika kita hanya melaksanakan upacara saja tanpa filsafat dan
etika tentulah upacara itu akan bermakna
atau sia-sia sehingga tidaklah sempurna kehidupan beragama
kita.
Ketiga
kerangka dasar itu ibaratnya sebuah telur
- Kuningnya
adalah Tattwa atau filsfat Agama Hindu
- Putihnya
adalah Susila atau etika Agaama Hindu
- Kulitnya
adalah acara atau ritual Yajna Agama
Hindu
Demikianlah
telur merupakan satu kesatuan yang utuh antara kuning, putih, dan kulitnya
harus baik, jika salah satu dari ketiganya ada yang rusak maka akan
mempengaruhi pula bagian yang lainnya sehingga telur itu menjadi tidak
sempurna. TujuanAgama Hindu akan dapat dicapai dengan mengamalkan Ketiga
Kerangka Dasar Agama Hindu tersebut. Adapun tatwa atau filsafat Agama Hindu
meliputi lima keyakinan yang disebut dengan Panca Sradha
Panca
Sradha terdiri dari dua kata yaitu:
Panca
artinya 5 (lima)
Sradha
artina keyakinan atau Kepercayaan.
Jadi
Panca Sradha artinya lima kepercayaan atau keyakinan dalam Agama Hindu.
Bagian-bagian
Panca Sradha
- Percaya dengan adanya Brahman (Sang Hyang Widhi)
- Percaya dengan adanya Atma (Asas hidup)
- Percaya dengan adanya Karmapala (Hukum sebab akibat)
- Percaya dengan adanya Samsara atau Punarbhava
(Kelaahiran yang berulang-ulang)
- Percaya dengan adanya Moksa (pelepasan)
Pada
materi ini kita hanya akan membahas tentang Sradha yang keempat yakni
Punarbhava
Punarbhava
adalah keyakinan akan adanya kelahiran kembali untuk memberikan kesempatan
kepada manusia untuk memperbaiki diri untuk meningkatkan kwalitas atau kesucian
jiwatman sehingga nanti dapat mencapai moksa . Maka dari itu dalam hidup ini kita diharafkan agar selalu
berbuat baik sehingga kita mempunyai banyak tabungan Subha Karma, ini penting
untuk bekal di kehidupan nanti sebagai Karmawasana .
Kenapa Karmawasana itu sangat penting karena
Agama Hindu, mengajarkan kepada kita bahwa setelah kematian badan kasar atau
Sang Jiwatman keluar dari tubuh kita dan Jiwatma kembali menjadi Atma maka Atma
akan memulai perjalanan baru untuk
menemukan tubuh baru yang lain.
Apa
itu Atma dan apa itu Jiwatman? Atma adalah azas hidup yang berasal dari Sang
Hyang Widhi, setelah berada dalam tubuh manusia maka Atma disebut dengan
Jiwatman. Atma dan Jiwatmaan adalah sama tetapi mempunyai kualitas yang
berbeda. Jiwatman memberikan daya hidup
bagi manusia dan terpengaruh oleh keduniawian. Setelah manusia meninggal
Jiwatman keluar dari tubuh disebut Atma, Atma inilaah yang akan membawa karmawasana
yang akan dipertanggung jawabkan untuk menentukan pada kelahiraannya nanti.
Tubuh
ini ibarat baju bagi Sang Atma begitu baju itu rusak maka Ia akan mencari baju
penggantinya, karena Atma tidak pernah mati, yang mati adalah badan wadag atau
badan kasarnya. Itulah dalam ajaran Punarbhawa disebutkan bahwa setelah Atma
mendapatkan tubuh yang baru maka ia akan dilahirkan kembali demikian seterusnya
secara berulang-ulang sehinga proses lahir berulang ulang tersebut disebut
Samsara atau Reinkarnasi atau Punarbhava.
Punarbhava
berasal dari Bahasa Sanskerta yaitu dari kata Punar yang artinya “lagi” dan
kata Bhava artinya “menjelma”. Jadi Punarbhava artinya lahir kembali atau
kelahiran yang berulang-ulang dalam penderitan. Dalam Kitab bhagavadgita
disebutkan :
Śrī-bhagavān
uvāca
Bahuni
me vyatitani
Janmani
tava carjuna
Tany
aham veda sarvani
Na
tvam vettha parantapa
(Bhagavadgita.IV.5)
Artinya:
Banyak
kehidupan yang ku telah jalani dan demikian pula engkau,O Arjuna. Semua
kelahiran itu aku ketahui tetapi engkau tidak dapat mengetahuinya, O arjuna.
Dari
kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya Atma dilahirkan
berulang-ulang setelah Atma menempati badan kasarnya Atma itu menjadi Jiwatman
dan terikat dengan badan kasarnya sehingga manusia biasa tidak dapat mengingat
atau mengenali kelahiran sebelumnya.
b. Sebab-sebab
Terjadinya Punarbhava
Punarbhava
ini sesungguhnya adalah penderitaan sebagai akibat dari Subha dan Asubha Karma.
Kita dilahirkan ke dunia juga sesungguhnya untuk menjalani Karma Wasana yang
membelenggu kita untuk menjalani kehidupan kita sekarang . Dalam kehidupan
inilah kesempatan kita memperbaiki diri
untuk memutus lingkaran Punarbhava tersebut.
Apa
yang menyebabkan kita mengalami Punarbhava?
Sebab kita diperbudak oleh keinginan dan terikat oleh rasa sayang dan
ketergantungan dengan dunia material dan itu hanyalah nafsu duniawi yang
bersifat maya. (ketidak kekalan) sehingga dapat menodai kesucian Sang Jiwa atau
Atma yang akan mempertanggung jawabkan Karmawasana kita.
Lalu
bisakah lingkaran Punarbhawa ini diakhiri? Tentu saja bisa bila belenggu karma
wasana ini telah habis disucikan oleh Subha Karma kita, maka Atma akan dapat
bersatu dengan asalnya, yaitu Brahman
dan tidak dilahirkan kembali. Bersatunya
Atma dengan Brahman disebut Moksa
c. Cara
Membebaskan Diri dari Punarbhava
Cara
membebaskan diri dari penderitaan Punarbhava yaitu:
- Selalu
mengucapkan Sukskaming manah atas anugerah Sang Hyang Widhi
- Berbhakti
kepada Sang Hyang Widhi/Tuhan
- Menjalankan
ajaran Dharma
- Menjungjung
tinggi nilai-nilai kesucian
- Mengamalkan
ajaran Tri Kaya Parisudha
- Melaksanakan
: Tapa, Brata, Yoga dan Samadhi
- Menyayangi
dan mengasihi sesame mahluk ciptaan Tuhan
- Pemaaf
dan suka menolong
- Sabar
dan tenang dalam menghadapi segla msalah
- Hormat
kepada orang tua,orang suci, guru,
pemerintah dan orang yang lebih tua
- Mengendalikan
diri dari nafsu
- Takut
berbuat dosa
d. Pengertian
Surga Cyuta dan Neraka Cyuta
Manusia
mempunyai dua sifat yang satu sama lain bertentangan akan tetapi tidak dapat
dipisahkan yang disebut dengan Rwa Bhineda (dua yang berbeda) yakni baik dan
buruk. Manusia memiliki sifat baik dan sifat buruk, inilah yang menyebabkan
manusia bisa berbuat baik ataupun berbuat buruk. Perbuatan baik disebut Subha
Karma, dan perbuatan buruk disebut Asubha Karma. Dua sifat ini akan selalu bergolak dalam diri
manusia yang dipengaruhi oleh Tri Guna. Tri Guna adalah tiga sifat yang
mempengaruhi manusia. Ketiga sifat tersebut yaitu:
- Sattwam
adalah sifat tenang, cerdaas, suci dan bijaksana
- Rajas
adalah sifat agresif, lincah, gesit, tergesa-gesa, ambisius
- Tamas
adalah sifat malas, lamban, kumal dan suka berbohong.
Apabila
seseorang yang dalam kehidupannya selalu berbuat kebaikan, selalu menjalankan
Subha Karma atau Dharma, selalu mendekatkan diri kehadapan Sang Hyang Widhi
maka pada saat kematiannya ia bisa menempati alam surga dan bila nanti terlahir
kembali, ia akan terlahir dari alam surga yang disebut Surga Çyuta. Sebaliknya
orang yang terlahir dari alam neraka disebut neraka Çyuta. Karena semasa
hidupnya suka melakukan perbuatan jahat atau Asubha Karma (adharma) yang
bertentangan dengan dharma.
e. Ciri-Ciri
Kelahiran Dari Surga (Surga Cyuta )
Dalam
kitab suci Slokantara disebutkan ciri-ciri kelahiran dari sorga adalah sebagai
berikut:
Śūratwamārogyam
ratirawadyāa,
Deweşu
bhaktih kanaksya lābhah
Rāajapriyatwam
sujanapriyatwam,
Swargacyutānāam
kila cihnam atat.
(Slokantara
sloka 49 (37))
Terjemahannya:
Berani,
sehat, menikmati kesenangan yang halal, berbhakti kepada Tuhan, menerima harta
benda, kehormatan, dan cinta dari orang-orang besar dan orang-orang suci,
inilah tanda orang kelahiran sorga
Berdasarkan
petikkan sloka di atas maka dapat disebutkan mengenai ciri-ciri kelahiran dari
Sorga, adalah sebagai berikut:
- Pemberani
- Sehat
jasmani dan rohani
- Menikmati
kesenangan yang halal, berbhakti kepada Tuhan
- Menerima
harta benda,
- Menerima
kehormatan
- Menerima
dan dicintai oleh oleh orang-orang besar atau orang penting
- Dicintai
oleh orang-orang suci.
Jadi
kesimpulannya orang yang lahir dari surga akan
mendapatkan keberuntungan dan kehormatan serta kesejahteraan dan
kebahagiaan dalam hidupnya.
f. Ciri-Ciri
Kelahiran Dari Neraka (Neraka Cyuta)
- Jiwanya dipenuhi oleh rasa iri hati dan dengki
- Hidupnya penuh dendam dan kebencian
- Hati pikiran dan prilakunya penuh kejahatan
- Mudah putus asa
- Selalu ketakutan
- Selalu sakit-sakitan
- Selalu merasa menderita
- Mereka yang lahir dari neraka dapat menurun terus, bahkan
dapat menurun menjadi hewan dan tumbuh-tumbuhan
Dalam
kitab suci Slokantara disebutkan pula mengenai
ciri-ciri kelahiran dari neraka seperti seperti berikut:
Anapatyākāamarasan
klābo’bale wadhrih kiluh,
Māngsī
pittī kujihwāanggumûtri-binneşţha-ā
Nimattonmattakuşţhaśca
rogakkukşirwigantikah,
Khanjah
kubjo’ndha ekadrghraswah śleşmi-kunetrakau.
(Slokantara
sloka 50/51 (11-12))
Terjemahannya:
Orang
mandul, orang wandu, orang banci, orang lemah, dan tak punya urat-urat
sebagaimana mestinya, orang yang berbentuk bundar, orang tumbuh daging di
tempat yang tidak semestinya, orang yang selalu muram, orang yang lidahnya
cacat, orang yang berpenyakit tulang, berpenyakit kencing, bibir sumbing, tuli,
ayan, gila, berpenyakit lepra, berpenyakit perut busung, kemasukan setan,
lumpuh, bungkuk, buta kedua belah matanya, buta sebelah, kerdil, bicara tidak
karuan,, dan orang yang bermata rusak, jika semua cacat ini memang dibawa dari
lahir, mereka adalah orang-orang yang datang dari Neraka.
Jadi
kesimpulannya bahwa orang yang lahir dari neraka (Neraka Cyuta) akan selalu
dalam kesusahan dan penderitaan, tidak pernah merasa bahagia, sakit-sakitan,
dan hidupnya selalu dilingkupi kegelapan.
Dengan
kondisi kelahiran seperti di atas apakah perlu disesali? Sudah pasti namun
hendaknya jangan sampai berlalurut-larut. Karena bagaimanapun juga apa yang
kita nikmaati sekarang adalah hasil atau akibat dari Karma Wasana kita. Tapi
kita patut bersukur sudah terlahir sebagai manusia, yang merupakaan mahluk
tertinggi derajatnya dari mahluk hidup lainnya.
Dengan menjelma menjadi manusia kita bisa membedakan mana yang baik dan
mana yang buruk. Dengaan pikiran kita kita mampu untuk memperbaiki diri. Dan
perlu di fahami bahwa dengan kelahiran kita yang berulang-ulang ini merupakan
kesempatan baik bagi kita untuk meningkatkan kualitas hidup kita untuk
membebaskan Atma dari belenggu kesengsaraan.
Dalam
kitab suci Sarasamuscaya sloka 2, dinyatakan bahwa “Diantara semua makhluk
hidup, hanya yang dilahirkan sebagai manusia sajalah, yang dapat melaksanakan
perbuatan baik ataupun buruk, leburlah ke dalam perbuatan baik, segala
perbuatan yang buruk itu, demikianlah gunanya (pahalanya) menjadi manusia”.
Selanjutnya
dalam sloka 3 disebutkan “Oleh karena itu, janganlah sekali-kali bersedih hati;
sekalipun hidupmu tidak makmur; dilahirkan menjadi manusia itu, hendaklah
menjadikan kamu berbesar hati, sebab amat sukar untuk dapat dilahirkan menjadi
manusia, meskipun kelahiran hina sekalipun”. Sloka ini mengingatkan bahwa
seperti apapun keadaan yang dialami
,dilahirkan sebagai manusia adalah sungguh-sungguh mulia, sehingga tidak pantas
untuk disesali, karena merupakan suatu hal sangat sukar untuk bisa terlahir
kembali sebagai manusia.
Sloka
4 lebih menegaskan lagi akan keutamaan dilahirkan sebagi manusia yang
dinyatakan bahwa: “Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama;
sebabnya demikian, karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara
(lahir dan mati berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik; demikianlah
keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia.”
Sloka
5 dan 6 menyatakan tentang akibat dari perbuatan buruk yang dilakukan sehingga
kesempatan terlahir kembali sebagai manusia haruslah dipergunakan dengan sebaik
mungkin agar tidak jatuh ke alam neraka. Secara jelas dinyatakan bahwa :
“Adalah orang yang tidak mau melakukan
perbuatan baik, (orang semacam itu) dianggap sebagai penyakit yang menjadi obat
neraka-loka; apabila ia meninggal dunia, maka ia dianggap sebagai orang sakit
yang pergi ke suatu tempat di mana tidak ada obat-obatan, kenyataannya ia
selalu tidak dapat memperoleh kesenangan dalam segala perbuatannya.”
“Kesimpulannya,
pergunakanlah dengan sebaik-baiknya kesempatan menjelma sebagai manusia ini,
kesempatan yang sungguh sulit diperoleh, yang merupakan tangga untuk pergi ke
sorga; segala sesuatu yang menyebabkan agar tidak jatuh lagi, itulah hendaknya
dilakukan.”
Demikianlah
disebutkan dalam sastra agama mengenai keutamaan dan beruntungnya bisa terlahir sebagai
manusia. Agar menjadi orang yang baik dapat dimulai dengan melaksanakan hal-hal
bermanfaat dalam lingkungan sekitar terlebih dahulu diantaranya adalah :
- Mensyukuri
karunia Tuhan dengan melaksanakan sembahyang sebagai kewajiban hidup
- Menanamkan dalam hati kalau setiap sesuatu yang baik itu adalah sesuatu yang dibenarkan
dalam ajaran agama.
- Mengikuti nasehat orang tua untuk selalu belajar dengan rajin, dan mentaati
semua peraturan yang berlaku.
- Kebaikan yang dilakukan hendaknya dilandasi dengan dharma.
- Sikap toleran dan tenggang rasa
- Memiliki disiplin pribadi, sehingga apapun yang dilakukan atas dasar kesadaran
diri bukan karena paksaan dan diawasi oleh orang lain.
- Berbuat kebaikan demi kebaikan berikutnya.
g. Cerita Terkait dengan Punarbhava
Reinkarnasi
Dewi Amba menjadi Srikandi
Tersebutlah
raja di Kerajaan Kasi sedang mengadakan sanyembara untuk menemukan jodoh
putri-putrinya. Raja Kasi mempunyai tiga putri cantik-cantik yang sudah
menginjak remaja. Ketiga putri itu bernama : Amba, Ambika dan Ambalika.
Bisma
turut serta dalam sayembara itu namun ia datang untuk mewakili adik tirinya
yaitu Wicitrawirya. Dengan perkasa Bisma mampu mengalahkan para pangeran dari
kerajaan lain yang mengikuti sayembara tersebut, termasuk juga Raja Salwa yang konon amat tangguh. Bisma
memboyong ketiga putri tersebut ke Astina Pura untuk dinikahkan dengan
Wicitrawirya.
Namun
sayang Bhisma tidak tahu kalau salah satu dari ketiga putri tersebut sudah
mempunyai kekasih.
Sesampai di Astina Pura Dewi Amba yang tertua
dari ketiga putri tersebut menolak untuk dinikahkan dengan Wicitrawirya, dengan
alasan bahwa ia telah memiliki kekasih
dan Ia memilih tambatan hatinya yaitu Raja Salwa sebagai suaminya.
Wicitrawirya
merasa bahwa tidak baik untuk menikahi wanita yang sudah terlanjur mencintai
orang lain. Akhirnya ia mengizinkan Amba pergi menghadap Salwa.Ketika Amba tiba
di istana Salwa, ia ditolak sebab Salwa enggan menikahi wanita yang telah
direbut darinya. Karena Salwa telah dikalahkan oleh Bisma, maka Salwa merasa
bahwa yang pantas menikahi Amba adalah Bisma.
Maka
Amba kembali ke Hastinapura untuk menikah dengan Bisma. Namun Bisma yang
bersumpah untuk tidak kawin seumur hidup menolak untuk menikah dengan Amba.
Akhirnya hidup Amba terkatung-katung di hutan. Ia tidak diterima oleh Salwa,
tidak pula oleh Bisma. Dalam hatinya, timbul kebencian terhadap Bisma, orang
yang memisahkannya dari Salwa.
Di
dalam hutan, Amba bertemu dengan Rsi Hotrawahana, kakeknya. Setelah mengetahui
masalah yang dihadapi Amba, sang resi meminta bantuan Rama Bergawa atau
Parasurama, guru Bisma. Parasurama membujuk Bisma agar mau menikahi Amba.
Karena Bisma terus-menerus menyatakan penolakan, Parasurama menjadi marah lalu
menantang Bisma untuk bertarung. Pertarungan antara Parasurama melawan Bisma
berlangsung dengan sengit dan diakhiri setelah para dewa menengahi persoalan
tersebut.
Setelah
Parasurama gagal membujuk Bisma, Amba pergi berkelana dan bertapa. Ia memuja
para dewa, memohon agar bisa melihat Bisma mati. Sangmuka, putera dewa
Sangkara, muncul di hadapan Amba sambil memberi kalung bunga. Ia berkata bahwa
orang yang memakai kalung bunga tersebut akan menjadi pembunuh Bisma. Setelah
menerima pemberian itu, Amba pergi berkelana untuk mencari ksatriayang bersedia
memakai kalung bunganya. Meski ada peluang keberhasilan karena kalung tersebut diberikan
oleh dewa yang dapat dipercaya, tidak ada orang yang bersedia memakainya
setelah mengetahui bahwa orang yang harus dihadapi adalah Bisma. Ketika Amba
menemui Raja Drupada, permintaannya juga ditolak karena sang raja takut melawan
Bisma. Akhirnya Amba melempar karangan bunganya ke tiang balai pertemuan Raja
Drupada, setelah itu ia pergi dengan marah. Karangan bunga tersebut dijaga
dengan ketat dan tak ada yang berani menyentuhnya.
Bisma
mengembara untuk menjauhi Amba karena menolak menikah, namun Amba selalu
mengikutinya. Akhirnya Bisma menodongkan panah ke arah Amba, untuk
menakut-nakutinya agar ia segera pergi. Tetapi Amba tidak takut dan berkata,
"Dewabrata, saya mendapat kesenangan atau mati, semua karena tanganmu.
Saya malu jika harus pulang ke tempat orang tuaku ataupun kembali ke
Hastinapura. Dimanakah tempat bagiku untuk berlindung?". Bisma terdiam
mendengar perkataan Amba. Lama ia merentangkan panahnya sehingga tangannya
berkeringat. Panah pun terlepas karena tangannya basah dan licin oleh keringat.
Panahnya menembus dada Amba. Dengan segera Bisma membalut lukanya sambil
menangis tersedu-sedu. Sebelum menghembuskan napas terakhirnya, Amba berpesan
kepada Bisma, bahwa ia akan menjelma sebagai anak Raja Drupada, yang ikut serta
dalam pertempuran akbar antara Pandawa
danKorawa. Setelah Amba berpesan kepada Bisma untuk yang terakhir kalinya, ia
pun menghembuskan napas terakhirnya, seperti tidur nampaknya.
Dalam
kehidupan selanjutnya, Amba bereinkarnasi menjadi Srikandi, yang memihak
Pandawa saat perang di kurukshetra. Srikandi adalah anak yang istimewa dari Raja Drupada dari kerajaan Pancala. Pada saat
lahir, ia berkelamin wanita, namun setelah dewasa ia berganti kelamin atas
bantuan seorang Yaksa. Srikandi-lah orang yang bersedia memakai kalung Dewa
Sangkara sebagai tanda bahwa ia akan membunuh Bisma. Dan ketika perang Bharata
Yudha terjadi Srikandi berhasil membunuh Bhisma dengan bantuan Arjuna.
2. ORANG SUCI
YANG PATUT DITELADANI
a. Pengertin
Orang Suci Agama Hindu
Orang
Suci Bagi Umat Hindu adalah orang yang memiliki kekuatan mata batin dan dapat
memancarkan kewibawaan rohani serta peka akan getaran-getaran spiritual, welas
asih, dan memiliki kemurnian batin dalam mengamalkan ajaran-ajaran agama.
Dengan
melalui proses upacara penyucian yang dapat memberikaan kemurnian dan
kebersihan lahir batin maka syahlah orang tersebut menjadi orang suci yang
berwenaang untuk meminpin umat dan meminpin suatu Upacara Yajna. Orang suci
juga dipandang mampu atau faham tentang ajaran Agama Hindu.
b. Pengelompokan
Jenis-Jenis Orang Suci Agama Hindu
Dalam
Agama Hindu khususnya di Bali, orang suci mempunyai banyak sebutan. seperti
Sulinggih, Maharsi, Bhagavan, dan sebutan gelar orang suci lainnya. Namun dri
banyak sebutan itu orang suci dapat digolongkan menjadi dua yaitu: golongan Eka
Jati dan Golongan Dwi Jati.
Golongan
Eka Jati adalah orang suci yang melakukan proses upacra penyucian di tahap awal
saja. Penyucian tahap awal ini disebut mawinten. Sedangkan kata Eka Jati
berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri dari kata Eka artinya satu dan kata
Jati atau “Ja” yang artinya lahir. Jadi Eka Jati artinya lahir sekali yaitu
dari ibu kandungnya saja. Pawintenan atau mawinten mengandung arti melaksanakan
suatu upacara untuk mendapatkan sinar (cahaya) terang dari Sang Hyang Widhi,
agar dapat mengetahui, menghayati dan memahami ajaran pustaka suci Veda tanpa
halangan.
Yang Termasuk Golongan Eka Jati adalah:
- Pemangku
(pinandita)
- Balian
- Dalang
- Wasi
- Dharma
Acarya
Sedangkang
golongan Dwi Jati adalah orang suci yang melakukan upacara penyucian diri tahap
lanjut. Upacara penyucian tahap lanjut ini disebut mediksa. Penyucian tahap
lanjut atau mediksa ini merupakan upacara penyucian seorang walaka menjadi
Pandita atau Sulinggih. Orang suci yang telah madwijati atau telah melakukan
penyucian melalui upacara mediksa dianggap sudah lahir dua kali.
Kata
Dwi Jati berasal dari bahasa Sanskerta, dari kata Dwi yang artinya dua dan kata
Jati atau “Ja” artinya lahir. Jadi Dwi Jati artinya lahir dua kali. Kelahiran
pertama adalah dari ibu kandung, dan kelahiran kedua adalah dilahirkan dari
kaki seorang guru rohani atau Nabe.
Upacara
Madiksa berfungsi untuk menyucikan seseorang secara lahir batin. Raga dan
pikirannya suci, tidak terpengaruh pada pujian dan celaan, tidak terikat dengan
keduniawian, orang suci selalu melakukan pemujaan kepada Ida Sanghyang Widhi
dan selalu menjalankan ajaran Dharma.
Walaka
yang telah melalui upacara Dwi Jati atau Madiksa disebut Sulinggih atau Paandita.
Sulinggih berasal dari kata “su” artinya mulia atau utama dan “linggih” artinya
kedudukkan atau tempat utama. Jadi sulinggih artinya orang yang mempunyai
kedudukan utama atau mulia. Sedangkan Pandita berasal dari kata “pandit”
artinya pintar dan bijaksana serta terpelajar. Jadi yang disebut pandita adalah
selain telah disucikan dengan upacara mediksa juga orang itu terpelajar sehinga
mempunyai kecerdasan atau kebijaksanaan. Sulinggih atau Pandita selain
dihormati karena mempunyai kedudukan yang mulia Sulingih atau Pandita mempunyai
wewenang untuk melaksanakan upacara yajna juga berperan sebagai peminpin untuk
menuntun Umat Hindu ke jalan yang benar sesuai ajaran Veda. Karena tugasnya
adalah meminpin dan menuntun Umat menuju kebenaran, maka orang suci patut kita
hormati dan kita teladani.
Yang
Termasuk Golongan Dwi Jati Adalah:
- Pandita
- Pedanda
- Bujangga
- Rsi
- Bhagawan
- Mpu
- Dukuh
c.Syarat-Syarat
Menjadi Orang Suci
1.Syarat
Menjadi Pemangku (Pinandita)
Syarat-syarat
untuk menjadi seorang pemangku adalah sebagai berikut:
- Widya
artinya memiliki ilmu pengetahuan dan kerohanian
- Satya
artinya memiliki sifat jujur dan memegang teguh kebenaran
- Tapa
artinya mampu mengendalikan diri dari segala godaan nafsu
- Sruta
artinya mampu menerima getaran-getaran suci (wahyu)
- Memiliki
jiwa pengabdian yang tulus ikhlas
- Berbudhi
luhur
- Sehat
jasmani dan rohani
- Tidak
cacat fisik seperti: tuli, bisu, dan sebagainya.
- Laki-laki
atau perempuan yang sudah berumahtangga
atau Sukla Brahmacari
- Mengetahui
aajaran-ajaran agama (wruh ring utpati, sthiti, pralinaning, sarwa Dewa)
- Melakukan
upacara panyucian mawinten
2. Syarat
Menjadi Sulinggih (Pandita)
Siapa
saja yang bisa jadi Sulinggih atau Pandita? Setiap umat Hindu memiliki hak yang
sama untuk menjadi seorang sulinggih atau Pandita, seseorang dapat diangkat
menjadi seorang sulinggih apabila telah memenuhi syarat-syarat berikut ini.
- Laki-laki
yang sudah berumahtangga atau tidak menikah seumur hidupnya (sukla brahmacari).
- Wanita
yang sudah berumahtangga atau tidak menikah seumur hidupnya (kanya).
- Pasangan
suami istri yang sah.
- Usia
minimal 40 tahun.
- Berpengetahuan
yang luas meliputi pengetahuan umum, paham bahasa Kawi, Sansekerta, Indonesia,
memahami masalah wariga, tattwaa, sasana-sasana yajna.
- Sehat
jasmani dan rohani (tidak cacat atau cendangga)
- Berbudi
pekerti yang luhur.
- Memiliki
efiliasi social yang baik yakni berkelakuan baik dan bijaksana terhadap sesama,
alam dan pemerintah serta tidak tersangkut masalah criminal dan supersif.
- Sudah
mempunyai nabe yang akan muput upacara padiksan dan telah mendapat persetujuan
dari gurunya (Nabe).
- Lulus
diksapariksa yang dinyatakan dengan surat oleh pengurus PHDI Kabupaten atau
Provinsi setempat.
d. Kewajiban
Orang Suci
Orang
suci bertanggung jawab atas Umatnya dan itu tidaklah mudah. Berikut kewajiban
orang suci yang mesti dilaksanakan adalah:
- Mempelajari
dan mengajarkan ajaran kebenaran (ajaran Veda)
- Melaksanakan
Surya Sewana setiap pagi
- Meminpin
persembahyangan
- Melaksanakan
Tirta Yatra
- Memimpin
persembahyangan umat atau upacara yajna
- Memberikan
pencerahan melalui ceramah agama (Dharmawacana) kepada umat.
e.
Larangan-Larangan Orang Suci
- Tidak
boleh berjudi
- Ahimsa
tidak menyakiti
- Satya
artinya tidak berdusta
- Astainya
artinya tidak mencuri
- Awyaharika
artinya tidak boleh bertengkar
- Tidak
boleh berzina
- Tidak
boleh inkar janji
- Tidak
boleh tersangkut pidana
- Tan
adol awelya artinya tidak berjual beli
- Tidak
boleh melakukan perbuatan dosa
- Tidak
boleh bergaul dengan orang jahat
- Selain
larangan di atas terdapat juga pandangan makan dan minum diantaranya:
- Tidak
boleh minum minuman beralkohol
- Tidak
boleh makan daging sapi
- Tidak
boleh makan daging babi
- Tidak
boleh makan daging kuda
- Tidak
boleh makan daging anjing
f. Upaya-Upaya
Menghormati Orang Suci
Upaya
menghormati orang suci misalnya dalam setiap upacara yajna, kita wajib
menghaturkan daksina kepada orang suci yang telah muput atau meminpin
pelaksanaan upacara yajna kita. Upaya tersebut juga dapat berbentuk seperti di
bawah ini yaitu:
- Memberikan
pelayanan yang baik kepada orang suci
- Melaksanakan
dan mentaati semua nasihat-nasihat dari orang suci
- Berkata
yang sopan dan jujur kepada orang suci,
- Berkunjung
ketempat tinggal orang suci
- Memberi
dana punia atau santunan kepada orang suci
3. Catur Pramana
a. Pengertian
Catur Pramana
Setiap
manusia dilahirkan dalam kondisi awidya (tidak berpengetahuan), selanjutnya
dalam proses perkembangannya menjadi semakin dewasa maka akan mengalami pula
proses Widya (berpengetahuan). Widya bukanlah sembarang pengetahuan tetapi
pengetahuan yang benar. Dalam mencari pengetahuan yang benar tersebut tentunya
memerlukaan pedoman. Dalam Agama mengenal empat pedoman yang disebut dengan
Catur Pramana.
Catur
Pramana berasal dari kata ”Catur”
artinya empat, dan kata “Pramana” artinya: ukuran, cara, atau pengetahuan yang berlaku dan benar. Jadi Catur Pramana
artinya empat cara atau jalan untuk mencari kebenaran atau empat cara atau
jalan untuk mengetaahui hakekat kebenaran.
Ajaran
tentang Catur Pramana ini diajarkan oleh aliran Filsafat Nyaya yang didirikan
oleh Maha Rsi Agung yang bernama Maha Rsi Gautama. Dalam ajaran Nyaya ini cara
berpikir yang digunakan untuk mendapatkan kebenaran itu adalah cara berpikir yang realistis atau kenyataan. Sehingga alat yang
digunakan untuk mendapatkan kebenaran
dalam aliran ini disebut Pramana, sedangkan pengetahuan yang berlaku atau
pengetahuan yang benar disebut dengan
Prama.
b.
Bagian-Baagian Catur Pramana
Adapun
bagian-bagian Catur Pramana adalah sebagai berikut:
- Pratyaksa
Pramana
- Anumana
pramana
- Upamana
Pramana
- Agama/
Sabda Pramana.
c. Pengertian
Masing-Masing Dari Catur Pramana Yaitu:
1. Pratyaksa
Pramana
Pratyaksa
Pramana berasal dari kata Pratyaksa yang artinya melihat dan pramana artinya
pengetahuan yang berlaku dan benar. Jadi
Pratyaksa pramana adalah cara memperoleh pengetahuan
kebenaran melalui pengamatan langsung dengan panca indria.
Pengamatan langsung yang dimaksud yaitu mengamati atau melihat suatu obyek atau
kejadian secara langsung dengan mata
kepala sendiri, sehingga memberi pengetahuan tentang obyek-obyek ataupun benda
juga kejadian, sesuai dengan keadaan sebenarya.
Pratyaksa
Pramana terdiri dari 2 (dua) tingkat atau kwalitas pengamatan, yaitu:
a.
Nirwikalpa Pratyaksa
Nirwikalpa Pratyaksa adalah pengamatan terhadap suatu obyek tanpa penilaian,
tanpa asosiasi dengan suatu subyek. Yaitu mengamati sesuatu tampa mengetahui volume,
berat, warna, dan jenis dari obyek yang
diamati. Misalnya melihat seutas tali bisa dilihat sebagai ular karena salah
memberikan sifat pada tali tersebut. Jadi ular seperti tali atau tali seperti
ular.
b.
Savikalpa Pratyaksa
Savikalpa Pratyaksa adalah pengamatan terhadap suatu obyek dibarengi dengan
pengenalan ciri-ciri, sifat-sifat, ukurannya, jenisnya, dan juga subyeknya.
Yaitu mengamati yang menjadikan kita tahu dan mengerti dengan benar tentang
obyek yang diamati,baik ukurannya, sifatnya, maupun jenisnya. Misalnya melihaat
sebuah pohon,kita bisa membedakan jenis dan bentuk pohon yang satu dengan
lainnya.
Sawikalpa
Pratyaksa memungkinkan kita mendapatkan pengetahuan yang benar. Pengetahuan itu
dikatakan benar bila keterangan sifat yang dinyatakan cocok dengan obyek yang
diamati dan keadaan yang sesungguhnya.
Contoh-Contoh
Pratyaksa Pramana adalah Sebagai Berikut:
2. Anumana
Pramana
Anumana
Pramana berasal dari kata anumana artinya kesimpulan dan pramana artinya
pengetahuan yang berlaku dan benar. Jadi Anumana Pramana adalah cara memperoleh pengetahuan yang benar
melalui penyimpulan. Dimana kesimpulan yang kita dapatkan berdasarkan dari tanda-tanda ataupun
gejala-gejala yang ada,berdasarkan perhitungan yang logis. Antara tanda atau
gejala tersebut sangat erat sekali kaitannya dengan obyek atau suatu kejadian.
Dalam
proses penyimpulan ada beberapa tahapan yang dilalui yaitu:
- Pratijña
artinya: memperkenalkan obyek
permasalahan tentang kebenaran
pengamatan.
- Hetu
artinya alasan penyimpulan;
- Udaharana
artinya menghubungkan dengan aturan umum itu dengan suatu masalah;
- Upanaya
artinya pemakaian aturan umum pada kenyataan yang dilihat;
- Nigamana
artinya penyimpulan yang benar dan pasti dari seluruh proses sebelumnya.
3. Upamana
Pramana
Upamana
Pramana artinya cara memperoleh pengetahuan melalui pengamatan dengan
Membandingkan
kesamaan-kesamaan yang mungkin terjadi atau terdapat dalam suatu obyek yang
diamati dengan obyek yang sudah ada atau pernah diketahui.
4. Sabda
Pramana/Agama Pramana
Sabda
Pramana adalah cara memperoleh
pengetahuan atau kebenaran melalui kesaksian (sabda) dari seseorang yang dapat
dipercaya kata-katanya atau pun dari naskah-naskah yang diakui kebenarannya
seperti apa yang tertuang dalam kitab suci Veda dan melalui penyaksian dari orang
suci yang layak dipercaya kebenarannya. Karena ketinggian ilmunya, kejujuran,
kesuciannya serta kemuliaan dan keluhuran jiwa para maha Rsi dapat menerima wahyu suci dari Ida SangHyang Widhi. Wahyu-wahyu suci
tersebut dituangkan dalam kitab Suci Veda
Berkat
ketinggian ilmunya, kesucian bathinnya serta kemuliaan jiwanya, para Maha Rsi
mampu menerima sabda suci atau wahyu dari Ida Sanghyang Widhi sehingga sering
disebut dengan Laukika Sabda. Dengan demikian
Sabda Pramana sering juga desebut dengan Agama Pramana yang artinya apa
yang diajarkan oleh agama, kita meyakini kebenarannya. Dengan membaca
kitab-kitab suci Veda, kita mendapat pengetahuan mengenai adanya Sang Hyang
Widhi,
Demikian
pula mengenai kebesaran Sang Hyang Widhi, dimana alam semesta ini merupakan
ciptaan Yang Maha Kuasa yaitu Sang Hyang Widhi, sehingga timbul keyakinan kita
Sang Hyang Widhi memang ada dan mempunyai kemampuan yang luar biasa, yang
sangat sulit diukur dengan kemampuan manusia, hal ini yang disebut Vaidika Sabda.
Tahapan
sabda Pramana dibedakan menjadi 2 yaitu:
Laukika
Sabda adalah kesaksian yang didapat dari orang-orang terpercaya dan
kesaksiannya dapat diterima dengan akal sehat;
Vaidika
Sabda adalah kesaksian yang didasarkan pada naskah-naskah Suci Veda.
d. Contoh-
contoh Catur Pramana
1. Contoh
Pratyaksa Pramana
a. Contoh
Nirwikalpa Pratyaksa:
Bila
kalian kebetulan berjalan di jalan yang beraspal di siang hari yang terik, di
kejauhan kalian akan melihat ada genangan air di atas aspal. Dan kalian
menganggap itu memang genangan air. Tetapi ketika kalian dekati ternyata
genangan air itu tidak ada. Itu adalah patamorgana dalam Catur Pramana disebut
Nirwikalpa Praktyaksa.
b. Contoh
Sawikalpa Pratyaksa
Anak
yang hidupnya di desa akan terbiasa melihat sapi. Juga terbiasa mengamati
seekor sapi, dari itu ia mendapatkan pengetahuan yang benar tentang sapi. Sapi
itu makanannya rumput, sapi itu berkaki empat, punya tanduk demikian pula saat
sapi bersuara suaranya mengembo. Jadi semua pengetahuan tentang sapi itu didapatkan dari pengamatan.
2. Contoh
Anumana Pramana
a.
Bila sedang menjemur pakaian,pakaian kita cepat kering karena ada matahari.
Demikian juga malam akan lebih indah jika ada bulan dan bintang-bintang. Semua
itu tidak ada begitu saja bukan, tentu ada yang membuatnya, manusia tidak mampu
membuat semua itu pasti ada kekuatan yang maha besar yang menciptakannya yaitu
Sang hyang Widhi /Tuhan
b.
Batu diam dan keadaannya selalu sama sedangkan kucing dan pohon dapat bertambah
besar,kucing malah dapat berlari. Lalu apa yang membedakan batu dengan kucing,
juga dengan pohon? Bedanya batu adalah benda mati sedangkan kucing dan pohon
adalah mahluk hidup. Lalu apa dong yang membedakan benda mati dengan mahluk
hidup? Pasti ada yang menyebabkan mahluk hidup menjadi hidup,yaitu Atma sebagai
azas hidup yang membuat mahluk hidup mempunyai daya untuk hidup, sedangkan batu
tidak ada itu makanya batu tidak dapat bergerak dan kondisinya tidak berubah.
c.
Bila kalian sedang sembahyang di pura mata kalian melihat kepulan asap diatara
sesaji atau banten. Walaupun kalian tidak dapat melihatnya secara persis tetapi
kalian sudah dapat menarik kesimpulan bahwa asap yang mengepul itu berasal dari
dupa yang menyala dan kalian pun tahu yang menyebabkan dupa itu menyala adalah
api. Itulah yang dimaksud dengan Anumana Pramana yaitu cara untuk memperoleh
kebenaran dengan cara menarik kesimpulan.
d.
Jika musim penghujan kalian melihat jalanan banjir dan kalian tahu ditempat itu
cuaca cerah dan panas, maka kalian dapat menyimpulkan bahwa di hulu sedang
hujan lebat sehingga menyebabkan banjir di hilir. Kalian dapat menarik
kesimpulan karena secara umum memang ada hubungan yang sangat erat antara hujan
dengan banjir.
3. Contoh
Upamana Pramana
Seorang
siswa bertanya kepada gurunya tentang bagaimana rupa seekor komodo. Lalu
gurunya menjelaskan bahwa binatang yang namanya komodo itu rupa dan bentuknya
mirip dengan biawak tetapi lebih besar tubuhnya, bahkan bisa sebesar seekor
buaya. Dalam hal ini si anak sudah mengetahui binatang yang rupanya buaya dan
biawak, maka ketika si anak pergi ke kebun binatang dan melihat seekor binatang
sebesar buaya yang rupa dan bentuknya mirip dengan biawak, ia segera
menyimpulkan bahwa binatang tersebut adalah binatang komodo, seperti yang
dikatakan gurunya. Jadi dalam hal ini si anak mencoba membandingkan kenyataan
yang dilihatnya/diamatinya dengan apa yang telah didengarnya, disertai tambahan
keterangan tentang rupa yang mirip dengan biawak serta besarnya yang sebanding
dengan seekor buaya.
Contoh
lainya, Wati belum mengetahui buah cempedak. Pada suatu kesempatan ia bertanya
kepada gurunya. Gurunya memberi tahu bahwa cempedak itu mirip dengan buah
nangka. Dalam hal ini Wati sudah mengetahui rupa buah nangka. Di pasar ia
melihat buah yang mirip dengan buah nangka, maka ia dapat menyimpulkan kalau
buah tersebut adalah buah cempedak.
4. Contoh Sabda
Pramana/Agama Pramana
a.
Laukika Sabda contohnya : seseorang yang menderita sakit percaya bahwa penyakitnya adalah TBC. Dia
sangat percaya karena yang memberitahunya adalah seorang dokter THT. Sebaliknya
tentu si sakit ini tidak akan percaya seratus persen bilamana yang menyimpulkan
sakitnya adalah seorang petani atau nelayan.
b.
Mendengarkan Dharma Wacana yang disampaikan oleh orang suci atau para
cendikiawan Hindu, sebagai bentuk peningkatan Sradha Bhakti kepada Sang Hyang
Widhi Wasa.
c.
Vaidika Sabda adalah kesaksian yang didasarkan pada naskah-naskah suci Veda.
Contohnya: membaca kitab suci Veda, Kitab Bhagawadgita dan kitab suci lainnya
sebagai sumber ajaran Agama Hindu untuk meyakini kebenaran akan adanya Sang
Hyang Widhi/Tuhan.
C. Cerita
terkait dengan Catur Pramana
1. Kisah Orang
Buta dan Seekor Gajah
Sekelompok
orang buta ingin mengetahui bentuk gajah. Namun karena mereka tidak dapat melihat sehingga mereka tidak
mendapat gambaran yang lengkap mengenai bentuk gajah tersebut. Maka dari itu
mereka saling menyalahkan. Gambaran mereka tentang gajah itu saangat kacau
(Samona).
Akhirnya
mereka mendapat kesempatan untuk meraba gajah secara langsung. Tetapi
masing-masing meraba bagian tubuh yang berbeda dari gajah itu. Ada yang meraba kepala mengatakan bahwa gajah
itu seperti periuk (kumbha), yang lain meraba telinga, ia mengatakan bahwa
gajah itu bentuknya seperti nyiru. Sedangkan yang lainnya meraba gadingnya, dan
ia mengatakan bahwa gajah itu seperti tiang bengkok. Ada juga yang meraba
belalainya, dan mengatakan bahwa gajah bentuknya seperti ular. Lalu yang meraba
perut mengatakan gajah seperti lereng gunung. Gajah seperti belut, kata orang
buta yang meraba ekor gajah. Dan yang meraba kaki mengatakan gajah seperti
pilar. Setiap orang menyentuh bagian yang berbeda-beda dari badan gajah itu,
maka oleh karena itu mereka tidak mendapat pengetahuan yang lengkap tentang
gajah; tentang tinggi, besar badan, keinginan dan kelakuannya. Mereka tidak
tahu karena mereka buta, yang diketahui hanya bagian yang disentuhnya.
Kenyataan seperti itu dan apa yang dialami oleh orang buta itu juga terjadi
pada manusia. Itulah yang dinamakan kebingungan (wyamoha). Mereka dalam
kegelapan, mereka dalam kebutaan. Nilai kebenaran dinyatakan oleh anggota badan
gajah seperti kepala, gading, belalai, perut, kaki, dan ekor. Itulah kitab suci
dan pengetahuan. Wisesa yang ada pada mereka ada bermacam-macam, yang
menyebabkan terjadinya kebingungan dan kekacauan. Ia lari kesana kemari. Ia
tidak mengetahui mana utara dan mana selatan. Ia tidak tahu yang berharga dan
tidak berharga, atau yang rendah atau yang tinggi, atau yang hina dan yang
terhormat, atau yang datang dan yang pergi. Itulah yang diketahuinya. Itulah
yang disebut kebingungan (bhranta). Pengetahuannya sangat terbatas sehingga Ia
tidak dapat mencapai tujuannya.
2. Kisah
Brahmana dan Seekor Kambing
Zaman
dahulu di sebuah desa terpencil tinggallah seorang Brāhmanā yang kehidupannya
sangat sederhana. Pada suatu hari Sang Brāhmanā diundang oleh seseorang dari
desa tetangga untuk menyelesaikan Yadnya yang akan dilaksanakannya. Setelah
melaksanakan Yadnya, Sang Brāhmanā mendapat hadiah seekor kambing, kemudian
beliau kembali ke rumahnya. Dalam perjalanan ke rumah Sang Brāhmanā sangat
senang “Wah betapa beruntungnya aku mendapatkan seekor kambing yang sehat,
istri dan anakku pasti sangat gembira menyaksikannya,” pikir Sang Bahmana.
Kambing yang gemuk tersebut dipanggul di bahunya, sepanjang perjalanan ada tiga
orang pencuri sedang mengikuti dari belakang.
Melihat
kambing yang dibawa Sang Brāhmanā sangat gemuk para pencuri tersebut berdiskusi
bagaimana cara mendapatkan kambing tersebut. Setelah mencapai kesepakatan, maka
para pencuri tersebut mengatur strategi. Pencuri pertama kemudian mengejar dan
mencegah Brāhmanā “Wahai Brāhmanā, paduka adalah orang suci mengapa paduka
memanggul anjing kotor dibahu paduka?” Mendengar pertanyaan seperti itu Sang
Brāhmanā terkejut “Apa? seekor anjing kotor katamu? Hai orang desa, kamu pikir
saya buta, ini bukan anjing tapi ini kambing.” Dengan wajah yang kesal Sang
Brāhmanā melanjutkan perjalanannya. Kemudian pencuri kedua berteriak memanggil
Sang Brāhmanā, “Tuan, katanya sambil berpura-pura melihat dengan kaget, apa
yang Tuan perbuat dengan sapi mati yang ada di bahu Tuan itu? Apakah Tuan
berniat mempermalukan diri Tuan sendiri? Tuan dipandang sebagai seorang suci
dan mengapa Tuan melakukan hal ini? Sang Brāhmanā menjawab “Anak sapi mati?
Tidak, ini adalah kambing hidup, bukan anak Sapi mati. Oh Tuan, apa aku yang
salah, yang kulihat bukan kambing tetapi anak Sapi yang sudah mati.Mendengar
dua muslihat dari kedua pencuri itu membuat Sang Brāhmanā berpikir, “Apakah aku
sudah gila atau orang itu yang gila?” Sang Brāhmanā bergegas berjalan beberapa
langkah ketika pencuri ketiga berlari-lari menyongsongnya. “Stop! berhenti,
wahai Brāhmanā. Cepat turunkan keledai itu. Bila orang-orang melihat Tuan
sedang memanggul keledai itu di bahu Tuan, mereka semua akan menghindari tuan.
Sekarang Sang Brāhmanā benar-benar merasa bingung. Tiga orang telah
memberitahunya bahwa ia telah memanggul hewan yang bukan kambing. “Pasti ada
yang tidak beres. Ini pasti bukan kambing, mungkin sejenis monster karena
selalu berubah wujud. Kadang-kadang menjadi anjing, kadang-kadang menjadi anak
sapi dan kadang-kadang menjadi seekor keledai. Apa maksud orang-orang desa
tetangga mempermainkan aku?” pikir Sang Brāhmanā seraya merasa ketakutan.
Segera diturunkan kambing yang dibawanya dan berlari sekuat tenaga cepat-cepat
pulang ke rumahnya. Melihat Sang Brāhmanā berlari terbirit-birit, ketiga
pencuri tersebut tertawa terbahak-bahak. “Ha...ha...ha... betapa dungunya
Brāhmanā itu yang tidak yakin dengan dirinya sendiri,” sambil berkata demikian,
mereka memungut kambing yang gemuk itu dan berlalu. Akhirnya pencuri tersebut
dapat memperdayai Sang Brāhmanā sehingga kambing yang diberikan sebagai hadiah
telah melaksanakan yadnya, dicuri dengan tipu muslihat oleh para pencuri
tersebut.
4. MENGHARGAI MAHA
RSI PENERIMA WAHYU WEDA
a. Pengertian Sapta
Rsi
Veda pengetahuan suci yang berasal dari Hyang Widhi.Kitab
suci Veda memuat ajaran suci. Veda diturunkan
oleh Sang Hyang Widhi melalui wahyu atau sabda yang didengar langsung oleh para
Maha Rsi. Ada 7 (tujuh) Maha Rsi penerima wahyu yang disebut dengan Sapta Rsi.
Apakah Sapta Rsi itu? Mari kita ulas berikut ini.
Sapta Rsi berasal dari kata Sapta dan Rsi. Sapta artinya
tujuh dan kata Rsi artinya orang suci. Rsi juga berarti bijaksana, pendeta,
seorang pertapa, penulis dan penyair. Jadi sapta rsi adalah tujuh orang suci
yang bijaksana yang diberikan anugrah untuk menerima wahyu dari Ida Sang Hyang
Widhi untuk diajarkan kepada umat manusia.
b. Nama-Nama Sapta
Rsi Penerima Wahyu Veda.
Tidak sembarang orang dapat menerima wahyu Tuhan. Karena
wahyu itu bersifat gaib dan suci maka orang yang mampu menerimanya adalah
orang–orang yang mempunyai kesucian lahir dan batin. Mempunyai budi pekerti
yang luhur seperti ketujuh Maha Rsi
tersebut di atas. Para Maha Rsi mampu
menerima wahyu Sang Hyang Widhi sebab disamping memiliki kehidupan dan
pola hidup yang suci, beliau juga mempunyai kebijaksanaan yang tinggi serta
memiliki kemampuan membaca dan menulis. Tujuh Maha Rsi tersebut yaitu:
1. Maha Rsi
Gritsamada
Maha Rsi Gritsamada merupakan keturunan Sunahotra yang
berasal dari keluarga Angira. Dalam
kehidupannya Rsi Gritsamada
sangat disiplin dalam melaksanakan ritual ritual keagamaan. Beliau
sangat berjasa dalam menghimpum ayat-ayat suci agama, tekun mengumpulkan mantra
weda dan rajin menulis mantra Reg Veda. Kemudian mantra tersebut beliau tulis
menjadi buku Reg Veda Mandala II
2. Maha Rsi
Visvamitra
Maha Rsi Visvamitra adalah maharsi penerima wahyu Reg Weda
Mandala III. Sebelum menjadi maha rsi, dalam sejarah beliau disebutkan sebagai
seorang ksatria yang bernama Visvamitra. Beliau meninggalkan kerajaan
kejayaannya lalu melakukan tapa brata ke dalam hutan dengan tekun dan disiplin
sehingga akhirnya beliau mendapat anugrah menjadi maha rsi. Keuletan beliau
dalam melaksanakan meditasi membuat beliau mampu mendengar sabda suci Sang
Hyang Widhi yang kemudian beliau kumpulan dan tulis menjadi kitab Reg Veda
madala III.
3. Maha Rsi Vamadeva
Maha Rsi Vamadeva adalah seorang maha rsi sangat suci beliau
disebut brahmana sempurna karena semenjak di dalam kandungan ibunya, beliau
sudah menunjukan keajaiban-keajaiban. Sejak kecil beliau sering bicara dengan
Dewa Indra dan juga berbicara dengan Dewa Aditi. Beliau sangat disiplin untuk
mendekatkan diri kepada Sang Hyang Widhi sehingga mendapat wahyu. Wahyu yang
beliau terima dikumpulkan sehingga menjadi Reg Veda Mandala IV.
4. Maha Rsi Atri
Maha Rsi Atri adalah seorang maha rsi yang menyusun Reg Veda
Mandala V beliau lahir dari keluarga
brahmana, masa kecil beliau terbiasa hidup dengan tatanan kehidupan seorang
brahmana yang selalu mendekatkan diri kehadapan Sang Hyang Widhi. Setiap hari
beliau selalu disiplin, tekun dalam melaksanakan meditasi
untuk mendekatkan diri dengan Sang Hyang Widhi. Keluarga besar maha Rsi
Atri banyak yang menerima sabda suci Sang Hyang Wdhi, ada 36 orang keluarga
maha rsi Atri sebagai penerima wahyu. Beberapa diantaranya bernama: Saryana,
udvalaka, Sona, Sukratu, dan Gauragriva. Keluarga besar maha Rsi Atri sangat
berjasa dalam menyebarkan ajaran Veda.
5. Maha Rsi
Bharadvaja
Maha Rsi Bharadvaja adalah seorang maha rsi yang bijak dan
agung. Maha Rsi Bharadvaja adalah ayah dari Dronacharya dan kakek dari
Aswatama. Beliau mengumpulkan dan menghimpum ayat-ayat suci Reg Weda Mandala
VI. Beliau selalu berpikir suci rajin mendekatkan diri kehadapan Sang Hyang
Widhi sehingga beliau menerima wahyu. Beliau rela menghabiskan seluruh waktunya
dan melakukan upawasa ketat selama bertahun-tahun untuk memahami Veda. Prilaku
beliau patut diteladani.
6. Maha Rsi Vasistha
Maha Rsi Vasistha adalah seorang maha rsi yang menyusun Reg
Weda Mandala VII, nama beliau banyak disebutkan dalam kitab Mahabharata. Rsi
Vasistha adalah seorang rsi yang tekun
dan penuh semangat. Beliau tinggal di hutan Kamyaka yang sepi dan sunyi.
7. Maha Rsi Kanva
Maha Rsi Kanva adalah seorang rsi yang menyusun Reg Weda
Mandala VIII, Maha Rsi Kanva sangat
tekun menjaga kesician diri karena itu beliau mendapat wahyu dari Sang Hyang
Widhi sehingga sangat dikaguni karena kesabaran dan kebijaksanaanya. Beliau mempunyai putra bernama Praskanva.
Nama-nama lain Maha Rsi lain juga ditemui dalam Reg Veda Mandala VIII antara
lain: Gosukti, Asvasukti, Pustigu, Bhrgu, Manu, Vaivasvata, Niopatithi dan
sebagainya. Mandalal IX dan X Reg Veda merupakan mandala yang paling lengkap.
c. Nama-Nama Maha Rsi
Penyusun Catur Veda
Maha Rsi Manu membgi jenis isi Veda kedalam dua kelompok
besar yaitu Veda Sruti dan Veda Smerti. Secara etimologi Sruti (Veda Sruti)
berasal dari Bahasa Sanskerta dari akar kata “sro” yang artinya “dengar”. Jadi
Veda Sruti adalah Veda yang didengar langsung oleh Maha Rsi. Sedangkan Veda
Smerti adalah Veda yang disusun kembali
berdasarkan ingatan para Maha Rsi.
Seorang Maha Guru kemudian mengkodefikasi atau menghimpun
Veda Sruti tersebut menjadi 4 sehingga terbentuklah Catur Veda Samhita. Maha
Guru tersebut bernama Maha Rsi Wyasa. Maha Rsi Wyasa lahir di Uttar
Pradesh,India. Ayahnya bernama Rsi Parasara dan ibunya bernama Dewi Satyawati.
Maha Rsi Wyasa dikenal juga dengan sebutan Kresna Dwipayana. Hal ini
dikarenakan beliau lahir disebuah pulau kecil di tengah sungai Yamuna. Kresna
artinya hitam, dan Dwipayana artinya di
tengah pulau. Disebut Kresna karena kulit beliau memang kehitam-hitaman.
Beliau menyusun Catur Veda Samhita dibantu oleh empat
murudnya yang paling cerdas. Keempat muridnya tersebut yaitu:
1. Maha Rsi Pulaha
Maha Rsi Pulaha menyusun Kitab Rg Veda. Kitab Rg Veda memuat
kumpulan mantra-mantra pujaan.
2. Maha Rsi Jaimini
Maha Rsi jaimini menyusun Kitab Sama Veda. Kitab Sama Veda
memuat lagu-lagu pujaan.
3. Maha Rsi Vaisampayana
Maha Rsi Vaisampayana menyusun Kitab Yayur Veda. Kitab Yayur
Veda memuat mantra-mantra dan tentang tata cara Yajna keagamaan.
4.Maha Rsi Sumantu
Maha Rsi Sumantu menyusun Kitab Atharva Veda. Kitab Atharva
Veda memuat mantra-mantra yang bersifat magis dan pengobatan.
d. Cara Menghargai
Hasil Karya Rsi Penerima Wahyu Veda
Menghargai hasil karya Maha Rsi Penerima Wahyu Veda artinya
menghormati hasil usaha, ciptaan, dan pemikiran dari Para Maha Rsi Penerima
Wahyu Veda adalah melalui:
1. Melalui Pikiran (Manacika Parisudha) yaitu dengan selalu
bermeditasi memusatkan pikiran pada nilai-nilai kesucian yang dimiliki oleh
Orang Suci Penerima Wahyu Veda.
2. Melalui Ucapan (Wacika Parisudha) yaitu dengan cara
bertutur sapa yng baik misalkan mengucapkan panganjali umat bila bertemu dengan
orang suci. Tidak mencela dengan kata-kata tidak pantas terhadap hasil karya
Sapta Rsi.
3. Melalui Perbuatan (Kayika Paarisudha) yaitu dengan
mempelajari dan mengamalkan ajaran-ajaran yang terkandung dalam Kitab Suci Veda
hasil karya Maha Rsi yang telah berjasa menulis Kitab Suci Veda.
5. Hari Suci Agama Hindu
a. Pengertian Hari Suci Agama Hindu
Hari suci adalah hari yang khusus,
istimewa karena di hari-hari suci tersebut para dewa beryoga untuk menyucikan
alam semesta beserta dengan isinya. Jadi
hari suci adalah hari yang disucikan dan dikeramatkan yang datangnya
berdasarkan wariga dan padewasaan, wariga dan dewasa bersumber dari kitab suci
Weda, dalam agama Hindu kita mengenal hari baik dan bulan baik dalam melakukan
hari raya suci.
Hari suci di Bali sering disebut Rahinan
atau Rerahinan. Untuk menentukan datangnya hari suci, didasarkan atas beberapa
perhitungan, diantaranya Wewaran, Pawukon, Pananggal, Panglong, dan Sasih.
Adapun dasar perhitungan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
- Sistem perhitungan Wara yaitu
didasarkan atas perpaduan antara Tri Wara dengan Panca Wara dan Sapta Wara.
- Sistem perhitungan wuku yaitu
didasarkan atas Pawukon dari Wuku Sinta sampai Wuku Watugunung.
- Sistem Pranatamasa yaitu perhitungan
berdasarkan atas Sasih.
Berikut ini adalah nama-nama wewaran :
- Eka wara : Luang
- Dwi Wara : Menga, Pepet
- Tri Wara: Pasah, Beteng, Kajeng
- Catur wara : Sri, Laba, Jaya, Mandala
- Panca Wara : Umanis, Paing, Pon, Wage,
Kliwon.
- Sad Wara : Tungleh, Ariang, Urukung,
Paniron, Was, Maulu.
- Sapta wara : Redite, Soma, Anggara,
Buda, Wrespati, Sukra, Saniscara.
- Asta wara : Sri, Indra, Guru, Yama,
Rudra, Brahma, Kala, Uma.
- Sanga Wara : Dangu, Jangur, Gigis,
Nohan, Ogan, Erangan, Urungan, Tulus, Dadi.
- Dasa Wara : Pandita, Pati, Suka, Duka,
Sri, Manuh, Manusia, Raja, Dewa,
Raksasa.
b. Jenis-Jenis Hari Suci Agama Hindu
Hari suci datangnya bebeda-beda
berdasarkan perhitungan yang digunakan,yaitu berdasarkaan wewaran,pananggal dan
panglong, Wuku dan Sasih. Ada yang datangnya setiap 15 hari sekali, ada yang
datangnya setiap 1 bulan sekali, enam bulan sekali da nada yang satu tahun
sekali. Adapun jenis-jenis hari suci sebagai berikut:
1. Hari Suci Berdasarkan Perhitungan Wewaran
Hari suci/rerahinan yang perhitungannya
berdasarkan wewaran paling umum dan sering digunakan untuk menentukan baik
buruknya hari adalah dengan menggunakan perhitungan Triwara, Panca Wara, dan
Sapta Wara atau penggabungan dari dua wewaran.
Penggabungan Triwara dengan Pancawara
menimbulkan jatuhnya rerahinan :
-Kliwon : datangnya setiap 5 (lima) hari
sekali, Sang Hyang Siwa bersemedi, oleh sebab itu dilakukan pemujaan terhadap
Sang Hyang Siwa.
-Kajeng Kliwon : datangnya setiap 15
(lima belas) hari sekali, pemujaan terhadap Sang Hyang Siwa. Segehan dihaturkan
kepada Sang Hyang Durgha Dewi. Dibawah/di tanah ditujukan kepada Sang Bhuta
Bucari, Sang Kala Bucari dan Sang Durgha Bucari. Dengan menghaturkan sesajen
dan segehan agar terbebas dari pengaruh-pengaruh buruk. Hari Kajeng Keliwon
oleh umat Hindu dikenal dengan hari yang dikeramatkan.
Penggabungan antara Pancawara dengan
Saptawara menimbulkan jenis-jenis rerahinan yaitu :
a. Buda Kliwon : namanya sering
disesuaikan dengan wukunya. Hari ini adalah penyucian Sang Hyang Ayu atau Sang
Hyang Nirmala Jati, persembahan ditujukan kepadaNya. Macam-macam Buda Kliwon
yaitu:
- Buda Kliwon Sinta,
- Buda Kliwon Gumbreg
- Buda Kliwon Dungulan
- Buda Kliwon Pahang
- Buda Kliwon Matal
- Buda Kliwon Ugu
b. Saniscara Kliwon : hari
ini disebut Tumpek, yadnya atau persembahan ditujukan kehadapan Sang Hyang
Prama Wisesa. Macam-nacam tumpek yaitu:
- Tumpek Landep
- Tumpek Wariga
- Tumpek Kuningan
- Tumpek Krulut
- Tumpek Uye
- Tumpek Wayang
C. Buda Wage : disebut pula Buda Cemeng,
Pada hari ini beryogalah Sang Hyang Manik Galih menurunkan Sang Hyang Ongkara
Mreta di Bumi ini. Yadnya dipersembahkan di Sanggar Kemulan kehadapan Dewi Sang
Hyang Sri Nini, agar diciptakannya kemakmuran dunia. Macam-macam Buda Cemeng yaitu:
- Buda Cemeng/Wage Ukir
- Buda Cemeng/Wage Warigadean
- Buda Cemeng/Wage Langkir
- Buda Cemeng/Wage Merakih
- Buda Cemeng/Wage Menail
- Buda Cemeng/Wage Kelawu
D. Anggara Kliwon : disebut Anggara
Kasih,Pada hari ini beryogalah Sang Hyang Ayu, Sang Hyang Ludra. Persembahan
berupa canang, semoga beliau melimpahkan welas asihNya, menghilangkan/melebur
segala keletuhan (kekotoran) di dunia. Macam-macam Anggara Kasih yaitu:
- Anggara Kasih Kulantir
- Anggara Kasih Julungwangi
- Anggara Kasih Medangsia
- Anggara Kasih Tambir
- Anggara Kasih Perangbakat
- Anggara Kasih Dukut
2. Hari Suci Berdasarkan Perhitungan Pawukon
Hari suci yang berdasarkan Pawukon
datangnya setiap 6 (enam) bulan sekali atau 210 hari sekali. Satu bulan
jumlahnya 35 hari, diambil dari perhitungan umur Saptawara yang jumlah harinya
7 dikalikan dengan umur Pancawara yang jumlah harinya 5 menjadi 7 x 5 = 35.
Jadi 6 bulan adalah 35 x 6= 210 hari. Wuku jumlahnya 30 dah hari jumlahnya 7
(Sapta Wara). 30 x 7 = 210 hari. Adapun nama-nama wuku adalah sebagai berikut:
Nama-Nama Wuku:
1. Sinta
2. Landep
3. Ukir
4. Kulantir
5. Tolu
6. Gumbreg
7. Wariga
8. Warigadean
9. Julungwangi
10. Sungsang
11. Dungulan
12. Kuningan
13. Langkir
14. Medangsia
15. Pujut
16. Pahang
17. Krulut
18. Merakih
19. Tambir
20. Medangkungan
21. Matal
22. Uye
23. Menail
24. Prangbakat
25. Bala
26. Ugu
27. Wayang
28. Klawu
29. Dukut
30. Watugunung
a. Hari Suci atau Rerainan yang datangnya setiap 6 bulan
sekali adalah sebagai berikut:
1. Hari Raya Saraswati : Saniscara Umanis Watugunung
Pada hari ini adalah merupakan hari
pawedalan Sang Hyang Aji Saraswati yaitu perayaan turunnya ilmu pengetahuan.
Dilakukan upacara selamatan terhadaps emua pustaka/ronta;.kitab, sebagai
penghormatan dan tanda puji syukur kehadapan beliau yang telah menurunkan ilmu
pengetahuan dan mohon selamat serta jaya dalam bidang ilmu pengetahuan.
Pemujaan ditujukan kehadapan Sang Hyang Aji Saraswati/Bhatara Saraswati sebagai
sewaning pangeweruh. Sedangkan ilmu
pengetahuan itu sendiri disimbulkan sebagai seorang Dewi yang sangat cantik
yang disebut Dewi Saraswati. Dewi
Saraswati digambarkan bertangan empat
dan masing-masing tangannya memegang : genitri, keropak, wina, dan bunga
teratai. Di samping Dewi Saraswati terdapat burung merak dan angsa. Semua penggambaran tersebut mengandung makna
sebagai berikut:
a. Wanita cantik adalah simbul sifat
ilmu pengetahuan itu sangat mulia, lemah lembut dan sangat menarik hati.
b. Genitri adalah simbul bahwa ilmu
pengetahuan itu tidak akan ada akhirnya dan selama hidup ini tidak akan habis
untuk dipelajari.
c. Keropak adalah simbul dari gudang
ilmu pengetahuan.
d. Wina adalah simbul dari ilmu
pengetahuan yang sangat mempengaruhi estetika atau rasa seni.
e. Teratai adalah simbul pengetahuan
yang sangat suci.
f. Merak adalah simbul pengetahuan itu
memberikan suatu kewibawaan kepada orang yang telah menguasainya.
g. Angsa adalah simbul bahwa ilmu
pengetahuan sangat bijaksana untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk.
h. Tangan empat simbul bahwa orang yang
menguasainya akan mempunyai kelebihan dari manusia biasa
i. Air melambangkan bahwa pengetahuan
itu terus mengalir
Keesokan harinya pada Redite Pahing wuku
Sinta, Umat Hindu melaksanakan Upacara Banyu Pinaruh. Banyu Pinaruh bermakna
sebagai hari dimana kita memohon sumber air pengetahuan.
2. Banyu Pinaruh : Radite Paing Sinta
Mohon anugrah Sang Hyang Sawaswati.
Mandi dengan air kumkuman (air bersih bercampur bunga harus) lalu mohon tirta
(Air suci) agar suci/bersih lahir batin.
3. Soma Sibek : Soma Pon Sinta
Sang Hyang Tri Murti sedang beryoga dan
lumbung sebagai tempatNya. Pada hari ini diadakan widhi-widhana untuk selamatan
atau penghormatan terhadap beras di pulu dan padi di lumbung yang sekaligus
mengadakan pemujaan terhadap Dewi Sri sebagai tanda bersyukur serta semoga
tetap memberi kesuburan. Sebaiknya pada hari ini tidak menumbuk padi atau
menjual beras.
4. Sabuh Mas : Anggara Wage Sinta
Pemujaan terhadap Hyang mahadewa sebagai
tanda bersyukur semoga selalu melimpahkan restunya pada harta dan barnag-barang
berharga termasuk perhiasan dengan mengadakan upacara yadnya/widhi widhana.
5.Hari Raya Pagerwesi : Buda Kliwon Sinta
Merupakan hari payogan Sang Hyang
Pramesti Guru disertai dengan para Dewata Nawa Sanga demi keselamatan alam
beserta isinya. Sang Hyang Pramesti Guru adalah nama lain dari Dewa Siwa
sebagai manifestasi Sang Hyang Widhi
untuk melebur segala hal yang buruk. Pada hari ini disamping menghaturkan widhi
widhana di sanggar Kemulan dan menenangkan pikiran dengan melakukan yoga
semadhi. Jatuhnya pada hari Rabu Kliwon Sinta. Kata Pagerwesi artinya pagar dan
besi.
Kegiatan Pada Hari Raya Pegerwesi.
- Membuat banten, agar dalam
persembahyangan tidak tidak terdapat kekurangan
- Melakukan tapa, brata, yoga, dan semadi
- Memohon dan memperoleh ketenangan dan
ketentraman lahir bhatin kepada Sang Hyang
Pramesti Guru
6. Tumpek Landep : Saniscara Kliwon Landep
Mengadakan upacara selamatan terhadap
semua jenis alat yang tajam atau senjata, serta memohon kehadapan Bhatara Siwa
dan Sang Hyang Pasupati agar semua alat/senjata tetap bertuah.
7. Radite Umanis Ukir :
Persembahan kehadapan Bhatara Guru di
Sanggar Kemulan.
8. Buda Cemeng Ukir : Buda Wage Ukir
Persembahan terhadap Sang Hyang Sri
Nini, Dewa Sadhana pada tempat menyimpan harta benda dan hari ini tidak baik
untuk membayar sesuatu.
9. Anggara Kasih Kulantir : Anggara Kliwon Kulantir
Pada hari ini dilakukan pemujaan
kehadapan Bjatara Mahadewa.
10. Tumpek Uduh, Tumpek Pengatag, Tumpek Pengarah, Tumpek Bubuh :
Saniscara Kliwon Wariga
Hari ini adalah merupakan peringatan
“kemakmuran”, penghormatan kepada tumbuh-tumbuhan serta pemujaan kehadapan Sang
Hyang Sangkara. Pad ahari ini diadakan upacara yadnya selamatan kepada
tumbuh-tumbuhan agar tetap memberikan hasil yang baik.
11. Saniscara Paing Warigadean :
Adalah merupakan hari penyucian Bhatara
Brahma dan patut melakukan persembahan.
12. Anggara Kasih Julungwangi : Anggara Kliwon Julungwangi
Hari ini juga disebut Anggara Kasih
Pangduhan yang bertujuan untuk memulai mengadakan pembersihan pada tiap-tiap
Parhyangan dalam rangka menyambut hari raya Galungan.
13. Sugian Jawa (Parerebon ) : Wraspati Wage Sungsang
Pada hari ini disebut juga Parerebon,
turunlah semua Bhatara ke dunia.
14. Sugian Bali : Sukra Kliwon Sungsang
Manusia hendaknya memohon kesucian,
pembersihan lahir bathin kehadapan smeua Bhatara.
15. Penyekeban : Radite Paing Dungulan
Secara sekala bermakna menyimpan
(Nyekeb) barang-barang mentah menjadi masak seperti pisang dan lainnya.
Secara Niskala (batin) “Anyekung Jana
Sudha Nirmala” Artinya : waspada menjaga kesucian diri supaya terhindar dari godaan para Bhuta Kala. Karena pada hari ini mulai turunnya Sang
Hyang Tiga Wisesa dalam wujud Bhuta Galungan.
Jadi pada hari ini sebaiknya waspada dan
hati-hati serta menguatkan iman agar tidak tergoda kena penagruh Sang Bhuta
Galungan. Penyekeban berarti berusaha untuk menguasai/mengendalikan diri.
16.
Penyajaan Galungan : Soma Pon Dungulan
Dua hari sebelum hari Raya Galungan
disebut hari Penyajaan Galungan yang maksudnya menaklukan terhadap Sang Hayang
Tiga Wisesa dengan jalan meningkatkan kewaspadaan dan kesucian sehingga tidak
tergoda oleh hawa nafsu.
Perlu berhati-hati dan mawas diri karena
adanya pengaruh dari Sang Bhuta Galungan.
17. Penampahan Galungan : Anggara Wage Dungulan
Sehari sebelum Galungan disebut hari
Penampahan. Pada hari ini biasanya umat Hindu memotong hewan. Pada hari
Penampahan inilah merupakan saat turunnya sang Kala Tiga yaitu Sang Bhuta
Amangkurat yang akan menggoda manusia. Pada hari penampahan ini umat hindu
memasang penjor.
Hari Penampahan ini mempunyai maksud :
- Secara sekala umat Hindu memotong hewan
untuk sarana upacara.
- Secara Niskala berusaha melemahkan /
menaklukkan sifat negatif (Bhuta) seperti sifat malas, lobha, hura-hura, dan
lain-lain.
Pada hari ini dikuasai oleh Sang Bhuta
Amengkurat. Oleh karenanya setelah matahari terbenam dilakukan upacara biakala
(mabiakala) agar tetap terhindar dari pengaruh Kala Tiganing Galungan yang dilakukan di halaman rumah. Saat hari ini
juga dipasang penjor lengkap dengan segala hiasannya.
18. Hari Raya Galungan : Buda Kliwon Dungulan
Hari ini merupakan peringatan atas
terciptanya alam semesta beserta isinya dan kemenangan dharma melawan adharma.
Hari Raaya Galungan juga disebut dengan Pawedalan Jagat atau Otonan Gumi. Umat
Hindu melakukan persembahan kehadapan Sang Hyang Widhi dan Dewa Bhatara/dengan
segala manifestasinya yang disebut dengan Sang Hyang Jagatnatha,
sebagai tanda puji syukur atas rahmatnya
serta untuk keselamatan selanjutnya. Sedangkan penjor yang dipasang di muka
tiap-tiap perumahan yaitu merupakan aturan kehadapan Bhatara Mahadewa yang
berkedudukan di Gunung Agung.
19. Manis Galungan : Wraspati Umanis Dungulan
Sehari setelah Galungan atau disebut
dengan Manis Galungan. Umat Hindu menikmati anugrah dari Sang Hyang Widhi
berupa sisa sajian (surudan) selanjutnya mengadakan kunjungan ke rumah sanak
keluarga saling beramah tamah dan memberikan doa restu agar tetap selamat
sejahtera (Dharma Santi).
Melakukan upacara nganyarin/penyucian di
Pamarajan/Sanggar Kemulan yang ditujukan kehadapan Hyang Kawitan dan Leluhur.
20. Pamaridan Guru : Saniscara Pon Dungulan
Adalah kembalinya para Dewa ke Sunyaloka
dengan meninggalkan kesejahteraan dan panjang umur pada umatnya. Pada hari ini
umat melakukan upacara selamatan, bersembahyang dengan maksud menghaturkan
suksma dan mohon penugrahan kerahayuan.
21. Ulihan : Radite Wage Kuningan
Pada hari ini menghaturkan canang raka
dan runtutannya kehadapan Bhatara-Bhatari, beliau kembali ke
singgasana/Kahyangan masing-masing.
22. Pamacekan Agung : Soma Kliwon Kuningan
Hari ini pemujaan terhadap Sang Hyang
Widhi/Sang Hyang Prameswara dengan menghaturkan upacara memohon keselamatan.
Sore hari (sandikala) dilakukan upacara segehan di halaman rumah dan dimuka
pintu pekarangan rumah yang ditujukan kepada Sang Kala Tiga Galungan beserta
pengiring-pengiringnya, agar kembali dan memberi keselamatan.
23. Buda Paing Kuningan : pujawali Bhatara Wisnu
24. Hari Raya Kuningan :
Saniscara Kliwon Kuningan
Pada hari ini menghaturkan sesaji dan
persembahan atas turunnya kembali Sang Hyang Widhi disertai oleh Dewata atau Pitara,
mohon keselamatan dunia dengan segala isinya. Upacara dilangsungkan hanya
sampai pukul 12.00 (tajeg surya), sebab setelah itu para Dewata semuanya
kembali ke Suralaya.
25. Buda Kliwon Pegatwakan : Buda Kliwon Pahang
Hari ini menghaturkan sesaji yaitu
persembahan kehadapan para Dewa Bhatara terutama Sang Hyang Widhi (Sang Hyang
Tunggal). Sebagai tanda puji syukur atas kemurahan beliau melimpahkan rahmatNya
untuk kadirgayusaning keselamatan alam semesta beserta isinya.
26. Tumpek Krulut : Saniscara Kliwon Krulut
Menghaturkan sesaji dan memuja Sang
Hyang Widhi Wasa/Bhatara Iswara di Pamarajan/Sanggar Kamulan, memohon
keselamatan.
27. Buda Cemeng Merakih : Buda Wage Merakih
Pemujaan kehadapan Bhatara Rmabut
Sadhana yang disebut juga Sang Hyang Rambut Kadhala.
28. Tumpek Kandang : Saniscara Kliwon Uye
Hari ini merupakan weton wewalungan,
mengadakan upacara selamatan terhadap binatang peliharaan/ternak dan pemujaan
terhadap Sang Rare Angon sebagai dewanya ternak, supaya terhindar daris egala
penyakit dan tetap dalam keadaan sehat, selamat serta menyenangkan.
29. Tumpek Wayang : Saniscara Kliwon Wayang
Pada hari ini diadakan upacara yang
berkenaan dengan kesenian khususnya wayang, persembahan kehadapan Bhatara
Iswara, memohon agar kesneian itu lestari, menyennangkan dan bertuah.
30. Buda Cemeng Kulawu : Buda Wage Kulawu
Hari ini pemujaan terhadap Bhatara
Rambut Sadhana yang melimpahkan kemakmuran dan kesejahteraan.
Daftar Hari Raya Berdasarkan Pawukon
No
|
Wuku
|
Sapta Wara
|
Panca Wara
|
Nama Hari Raya
|
1
|
Sinta
|
Redite
|
Paing
|
Banyu Pinaruh
|
Soma
|
Pon
|
Soma Ribek
|
Anggara
|
Wage
|
Sabuh Mas
|
Buda
|
Kliwon
|
Pagerwesi
|
2
|
Landep
|
Saniscara
|
Kliwon
|
Tumpek Landep
|
3
|
Ukir
|
Redite
|
Umanis
|
Persembahan Bhatara Guru
|
Buda
|
Wage
|
Buda Cemeng Ukir
|
4
|
Kulantir
|
Anggara
|
Kliwon
|
Anggara Kasih Kulantir
|
5
|
Tolu
|
-
|
-
|
-
|
6
|
Gumbreg
|
Buda
|
Kliwon
|
Buda Kliwon Gumbreg
|
7
|
Wariga
|
Saniscara
|
Kliwon
|
Tumpek Pangatag/Wariga
|
8
|
Warigadean
|
Buda
|
Wage
|
Buda Cemeng Warigadean
|
9
|
Julungwangi
|
Anggara
|
Kliwon
|
Anggarakasih Julungwangi
|
10
|
Sungsang
|
Wraspati
|
Wage
|
Sugihan Jawa/Parerebuan
|
Sukra
|
Kliwon
|
Sugihan Bali
|
11
|
Dungulan
|
Soma
|
Pon
|
Panyajaan Galungan
|
Anggara
|
Wage
|
Panampahan Galungan
|
Buda
|
Kliwon
|
Galungan
|
Saniscara
|
Pon
|
Pemaridan Guru
|
12
|
Kuningan
|
Redite
|
Wage
|
Ulihan
|
Soma
|
Kliwon
|
Pemacekan Agung
|
Sukra
|
Wage
|
Panampahan Kuningan
|
Saniscara
|
Kliwon
|
Kuningan(Tumpek Kuningan)
|
13
|
Langkir
|
Buda
|
Wage
|
Buda Cemeng Langkir
|
14
|
Medangsia
|
Anggara
|
Kliwon
|
Anggarakasih Medangsia
|
15
|
Pujut
|
-
|
-
|
-
|
16
|
Pahang
|
Buda
|
Kliwon
|
Buda Kliwon Pahang/Pegatuwakan
|
17
|
Krulut
|
Saniscara
|
Kliwon
|
Tumpek Krulut
|
18
|
Merakih
|
Buda
|
Wage
|
Buda Cemeng Merakih
|
19
|
Tambir
|
Anggara
|
Kliwon
|
Anggarakasih Tambir
|
20
|
Medangkungan
|
-
|
-
|
-
|
21
|
Matal
|
Buda
|
Kliwon
|
Buda Kliwon Matal
|
22
|
Uye
|
Saniscara
|
Kliwon
|
Tumpek Kandang/Uye
|
23
|
Menail
|
Buda
|
Wage
|
Buda Cemeng Menail
|
24
|
Prangbakat
|
Anggara
|
Kliwon
|
Anggarakasih Prangbakat
|
25
|
Bala
|
-
|
-
|
-
|
26
|
Ugu
|
Buda
|
Kliwon
|
Buda Kliwon Ugu
|
27
|
Wayang
|
Saniscara
|
Kliwon
|
Tumpek Wayang/Tumpek Ringgit
|
28
|
Klawu
|
Buda
|
Wage
|
Buda Cemeng Klawu
|
Sukra
|
Umanis
|
Wedalan Bhatari Sri
|
29
|
Dukut
|
Anggara
|
Kliwon
|
Anggarakasih Dukut
|
30
|
Watugunung
|
Saniscara
|
Umanis
|
Saraswati
|
3. Hari Suci Berdasarkan Sasih
Hari suci yang perhitungannya
berdasarkan sasih datangnya setiap satu tahun sekali, karena mengikuti
peredaran bulan pada satu tahun yaitu 12 bulan. Sebelumnya mari kita kenali
dulu sasih-sasih yang dimaksud dan hubungannya dengan bulan Masehi, seperti
table berikut ini.
No
|
Bulan
Masehi
|
Nama
Sasih
|
Iklim
|
1
|
Januari
|
Kapitu
|
Musim hujan, Angin ribut
|
2
|
Pebruari
|
Kaulu
|
Musim hujan, Angin ribut
|
3
|
Maret
|
Kasanga
|
Musim hujan reda
|
4
|
April
|
Kadasa
|
Alam kering, memasuki musim panas
|
5
|
Mei
|
Jesta
|
Musim panas
|
6
|
Juni
|
Asada
|
Musim panas
|
7
|
Juli
|
Kasa
|
Musim panas
|
8
|
Agustus
|
Karo
|
Musim dingin
|
9
|
September
|
Ketiga
|
Musim semi
|
10
|
Oktober
|
Kapat
|
Memasuki musim penghujan
|
11
|
Nopember
|
Kalima
|
Musim hujan
|
12
|
Desember
|
Kanem
|
Musim hujan
|
Adapaun rerainan / hari suci yang datangnya setipa satu tahun
sekali adalah:
1. Hari Suci
Siwaratri
Hari Suci Siwaratri datangnya setiap satu tahun sekali. Tepatnya
setiap Purwaning Tilem Sasih Kapitu. Siwaratri berasal dari kata “Siwa” dan
”ratri”. Siwa adalah Sang Hyang Siwa dan “ratri” artinya malam. Jadi Siwaratri
adalah Malam Siwa. Disebut malam Siwa karena pada mala mini Dewa Siwa beryoga
semalam suntuk.
Pada hari itu umat Hindu hendaknya melakukan tapa, brata, yoga dan
semadi serta begadang semalam suntuk guna menebus dosa-dosa yang telah
diperbuat.
Tapa Brata yang dilaksanakan yaitu:
- -Mona Brata artinya menjaga perkataan atau tidak berkata-kata
(tidak berbicara),
- -Jagra artinya melek tidaak tidur semalam suntuk,
- -Upawasa artinya berpuasa yaitu tidak makan dan minum.
Hari Raya Siwaratri dikaitkan dengan cerita Lubdaka sebagai pemburu binatang yang karang oleh Mpu
Tan Akung.
2. Hari Suci
Nyepi
Hari Suci Nyepi merupakan
Tahun Baru Saka. Jatuhnya pada penanggal
apisan sasih Kadasa. Pelaksanaan hari Suci Nyepi bertujuan untuk menenangkan
pikiran, instropeksi diri, dan merenungkan perbuatan yang telah kita
lakukan. Rangkaian upacaranya adalah
sebagai berikut:
a. Melasti
Rangkaian perayaan Hari Suci Nyepi diawali dengan acara Melasti,
Melis/Mekiis yang mempunyai makna untuk menyucikan arca, Pratima,
Pralingga. Pratima adalah media untuk
memusatkan pikiran.
Upacara Melasti dilaksanakan 3 hari sebelum hari raya Nyepi,
dilaksanakan di pantai atau sungai yang mengalir ke laut.
b. Bhuta Yadnya
Sehari sebelum Nyepi tepatnya pada hari Tilem Chaitra (kesanga)
dilangsungkan Upacara Bhuta Yadnya yang bertujuan untuk membina hubungan yang
harmonis terhadap semua makhluk juga menetralisir unsur-unsur atau sifat-sifat
negative agar menjadi somia . Dalam hubungan dengan Hari raya Nyepi, upacara
Bhuta Yadnya dikenal dengan Tawur Kesangan dilaksanakan pada tengah hari (bajeg
ai) atau sore hari (sadya kala). Pada petang harinya masing-masing rumah atau
pekarangan dan desa dilakukan upacara Ngrupuk, yakni menyalakan obor,
menebarkan nasi Tawur, membunyikan bunyi-bunyian, dan mengarak ogoh-ogoh
sebagai wujud Bhuta Kala yang bermakna mengundang Bhuta Kala untuk menikmati
upacara korban sehingga kembali “Somia”, netral dan seimbang tidak mengganggu
kehidupam manusia.
c. Hari Raya
Nyepi
Pada hari Raya Nyepi, umat Hindu melakukan Tapa, Brata, Yoga, dan
Samadhi dan juga menyepikan diri tidak boleh melakukan aktivitas (kegiatan)
yang disebut “Catur Brata Penyepian” yaitu empat macam larangan melakukan
kegiatan.
Catur Brata Penyepian terdiri dari :
1. Amati Geni artinya
tiidak menyalakan Api baik siang maupun malam hari.
2. Amati Karya artinya tidak melakukan aktivitas bekerja
3. Amati Lelanguan artinya tidak boleh bersenang-senang,
mengadakan hiburan/pertunjukkan, serta
berpoya-poya/berhura-hura
4. Amati Lelungan artinya tiidak
bepergian.
d. Ngembak Geni
Sehari setelah Nyepi disebut dengan Ngembak Geni. Pada saat ini
umat Hindu melakukan kunjungan ke rumah-rumah kerabat untuk Upaksama saling
maaf memaafkan dan melakukan Dharma Santi. Dan pada hari ini juga mulai boleh
menyalakan api, melepaskan Catur Brata Panyepian.
Hari Raya Umat Hindu di India Yang Datangnya Setiap Tahun Sekali
1. Hari
Navararti
Hari Navararti sering juga disebut Dussera atau Dasahara, Hari
Raya Navararti jatuh pada paro terang bulan Asuji (September-Oktober) Untuk
memperingati kemenangan Dharma terhadap Adharma.
2. Hari
Dipavali
Hari Dipavali merupakan perayaan kembalinya Sri Rama ke Ayodya.
Hari Dipavali dirayakan dengan menyalakan lampu di seluruh kota. Hari raya ini
sering juga disebut Divali. Hari Dipavali dirayakan dua hari sebelum Tilem
Kartika (Oktober dan November).
3. Hari Raya
Gayatri Japa
Hari Raya Gayatri Japa
adalah hari raya untuk memperingati turunnya mantra Gayatri. Hari raya ini
jatuh pada sehari setelah Purnama sravana (Kasa) pada bulan Julia tau Agustus.
4. Hari Guru
Purnima atau Vyasa Jayanti adalah hari raya untuk memperingati kelahiran Maaharsi Vyasa.
Hari Guru Purnima jatuh pada hari Purnama Asadha (Juli-Agustus)
5. Hari Holi adalah hari
raya untuk menyambut musim paanas. Hari Holi jatuh pada Purnama Phalguna
(Februari-Maret).
6. Hari Makara
Sankranti
Hari Makara Sankranti adalah hari raya untuk memuja Dewa Surya.
Hari raya ini terjadi pada pertengahan Januari. Pada hari itu sebagian besar
Umat Hindu menyucikan diri di Sungai Gangga atau sungai-sungai suci lainnya di
India.
7. Hari
Raksabandha
Hari Raksabandha adalah Hari Raya Kasih Sayang. Hari raya ini
jatuh pada Purnama Srawana (Juli-Agustus). Selesai sembahyang, dilanjutkaan
dengan pengikatan benang pada pegelangan tangan masing-masing sebagai tanda
memperteguh ikatan kasih sayang.
4. Hari-Hari
Suci Berdasarkan Perhitungan Pananggal dan Panglong
Hari Suci yang berdasarkan perhitungan Pananggal dan Panglong
datangnya setiap satu bulan sekali. Adapun hari suci yang datangnya setiap
sebulan sekali adalah:
-Purnama artinya: bulan bulat penuh. Umat Hindu melakukan
pemujaan kepada Sang Hyang Widhi dalam
manifestasinya sebagai Dewi Candra/Dewi Ratih.
-Tilem artinya bulan mati. Umat Hindu melakukan pemujaan kepada
Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagaisebagai Sang Hyang Surya.
Pada hari Purnama dan Tilem dilaksanakan dengan melakukan
penyucian diri lahir dan batin. Penyucian lahir dilaksanakan dengan mandi dan
keramas. Sementara itu, pensucian batin dilaksanakan dengan menghaturkan
sesajen.
5. Manfaat Hari
Suci Bagi Umat Hindu
Hari suci adalah hari yang sangat istimewa, hari yang sakral bagi
Umat Hindu. Dengan merayakan hari suci dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
- -Dapat menumbuhkan rasa cinta kasih
- -Dapat menumbuhkan keiklasan
- -Mampu menjalankan Ajaran Hindu secara nyata
- -Mampu menumbuhkan ketentraman secara lahir dan batin
- -Menciptakan keharmonisan terhadap lingkungan dan sesame
- -Mampu meningkatkan Sradha Bhakti kehadapan Sang Hyang Widhi
beserta Manifestasinya
- -Menumbuhkan rasa aman dan jiwa yang tenang
6.
Cerita-Cerita Yang Berhubungan Dengan Hari Suci
a. Cerita Yang
Berhubungan Dengan Hari Raya Siwaratri
LUBDAKA
Di sebuah desa hiduplah seorang pemburu yang bernama Lubdaka.
Setiap hari ia keluar masuk hutan untuk berburu. Dia adalah pemburu yang
berbakat, setiap hari ia berhasil membawa pulang binatang buruannya. Berbagai binatang besar
dan kecil pernah ia dapatkan seperti kijang, babi hutan, landak, burung, tupai
dan sebagainya. Binatang hasil buruannya tersebut sebagian kecil untuk dimakan
dan sebagian besar dijual ke pasar dan dari hasil penjualannya itu digunakan
untuk membeli keperluan hidupnya sehari-hari.
Pada suatu hari di bulan ketujuh (Sasih Kapitu) bertepatan dengan
Purwaning Tilem Kapitu, pagi-pagi benar Lubdaka sudah berangkat ke hutan untuk
berburu. Berbagai perlengkapan berburu ia bawa seperti: panah, tombak, dan
tulup (sumpit). Hari Ia bersemangat sekali untuk berburu, karena ia yakin hari
ini akan mendapatkan banyak binatang buruan. Namun perhitungannya meleset sebab
sejak pagi hingga sore hari tak seekor binatangpun yang ia jumpai. Sehingga ia
tidak mendapatkan seekor binatangpun untuk dibawa pulang.
Ia sangat kecewa dan malu untuk pulang dengan tangan hampa.
Akhirnya ia memutuskan untuk tidak pulang ke rumahnya. Demikianlah iapun
bermalam di hutan itu dengan harapan esok pagi-pagi buta dapat berburu kembali.
Dengan menahan haus dan lapar dia berteduh di bawah pohon besar.
Hari semakin gelap sementara perutnya terasa sangat lapar. Sejak pagi ia tidak
makan apa-apa. Apa yang bisa aku makan malam ini,sedangkan aku tidak bisa
melihat apa-apa hanya kegelapan? Gerutunya sambil memegangi perutnya yang
kosong. Tiba-tiba ia sadar jika tidur
dibawah pohon bisa-bisa diterkam binatang buas,
kemudian dia memutuskan untuk naik ke atas pohon “Bila” yang kebetulan
ada di dekatnya.
Tampa ia sadari bahwa di dekat pohon “bila” tersebut ada sebuah
“Linggam” tempat memuja Deva Siva. Malam semakin larut, rasa dingin dan kantuk
mulai menyerangnya. Bila ia ngantuk dan tertidur maka ia akan jatuh dari atas
pohon. Untuk mengusir rasa kantuknya Lubdaka memetik helai demi helai daun
“bila” di pohon tersebut. Kemudian daun itu ia jatuhkan helai demi helai tampa
sengaja mengenai Linggam yang ada di bawahnya.
Malam itu terasa lebih gelap dari malam biasanya, Lubdaka tidak
mengetahui bahwa malam itu adalah Malam Siwararti (Tilem Kapitu) yang mana pada
malam ini Deva Siva sedang beryoga. Lubdaka memeluk dahan pohon bila itu
erat-erat sementara tangannya yang lain masih memetiki daun Bila. Sambil
memetik daun bila ia teringat akan dirinya teringat dengan apa yang sudah ia
lakukan, dia mulai menyesali segala perbuatannya di masa-masa yang lampau.
Malam itu kemudian dia berjanji dalam hatinya untuk menghentikan
pekerjaannya sebagai seorang pemburu. Setelah begadang semalam suntuk pagipun
tiba, maka dia mulai berkemas-kemas untuk pulang kerumahnya.
Sejak saat itu dia berhenti beruru dan beralih profesi menjadi
seorang petani. Namun setelah itu dia mulai sakit-sakitan dan akhirnya
meninggal dunia. Saat Lubdaka meninggal, rohnya dijemput oleh Cikarabala (Pasukan Yama Loka) atas perintah
Dewa Yama (Dewa Kematian). Roh Lubdaka dibawa pergi menghadap Sang Hyang
Yamadipati untuk mempertanggungkan perbuaatannya. Lubdaka diadili oleh Sang
Hyang Suratma dan dinyatakan bersalah karena selama hidupnya berbuat
semena-mena membunuhi para binatang. Pada saat Sang Hyang Jogormanik bermaksud
memasukkan Lubdaka ke kawah Candragomuka yang berada di Neraka.
Pada saat itulah datang Pasukan dari Siwa Loka mencegat
Cikarabala. Terjadi dialog yang alot antara pasukan Cikarabala dengan Pasukan
Siwa Loka, namun belum menemukaan kesepakatan. Pasukan Cikarabala bersikeras
hendak membawa roh Lubdaka ke Neraka. Sedangkan Pasukan Siwa Loka juga
besikukuh untuk membawa roh Lubdaka ke Siwa Loka maka terjadilah pertempuran dengan sengitnya.
Akhirnya Sang Hyang Yama dan Sang Hyang Siwa turun tangan untuk
menengahi pertikaian tersebut, dan
pertempuran itupun dapat dihentikan. Sang Hyang Yama menanyakan maksud Sang
Hyang Siwa mencegat prajuritNya untuk menghukum Lubdaka roh yang penuh dosa,
Karen semasa hidupnya selalu membunuhi dan berbuat sewenang-wenang terhadap
binatang. Sang Hyang Siwa kemudiaan menjelaskan bahwa Lubdaka sudah membuat
penebusan dosa pada malam Siwararti, yaitu begadang semalam suntuk disertai
dengan penyesalan akan dosa-dosanya di masa lampau. Sehingga dengan demikian
dia berhak mendapatkan pengampunan. Maka demikianlah, singkat cerita Lubdaka
dibawa ke Siwa Loka.
Dari cerita Lubdaka di atas dapat disimpulkan, betapa bermaknanya
Hari Suci Siwararti ini betapa agungnya Malam Siwa ini, Lubdaka yang penuh dosa
sekalipun dapat terbebaskan berkat melaksanakan Malam Siwa dengan menahan haus
dan lapar sehari penuh, melek semalam suntuk sambil instropeksi diri merenungi
dan menyesali akan apa yang pernah diperbuat serta dengan sungguh-sungguh
berjanji dan melaksanakan kehidupannya di jalan Dharma.
Sahabat Helai Buku cerita di atas memberikan pesn kepada kita
bahwasanya tidak ada kata telambat untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Sejelek apapun masa
lalumu Tuhan selalu memberikan kesempatan untuk memperbaiki diri.
b. Cerita Yang
Berhubungan Dengan Hari Raya Galungan
Mayadanawa
Tersebutlah seorang raja raksasa bernama Mayadanawa yang
memerintah di Bedahulu Bali. Dalam Babad
Kayu Selem, disebutkaan bahwa sebelum
Prabu Mayadanawa menjadi raja di Bali, di Bali pernah bertahta seorang raja
bernama Detya Karna Pati dengan abiseka Sri Jayapangus yang berkeraton di
Balingkang. Setelah wafatnya Raja Jayapangus, Bali kemudian diperintah oleh
Mayadanawa sebagai seorang raja. Mayadanawa merupakan putra dari Raja Sri
Jayapangus dengan Dewi Danu sebagaimana disebutkan dalam kisah Barong Landung
sebagai peringatan kemenangan Dharma yang dirayakan saat hari raya Galungan.
Selama memerintah di Bedahulu Mayadanawa didampingi oleh seorang patih yang amat
terkenal bernama Kala Wong dan pusat pemerintahannya terletak di Batànar
(Pejeng). Pada awal pemerintahan
Mayadanawa, pulau Bali tidak jauh berbeda dengan masa pemerintahan Sri Jaya
Pangus yang berkeraton di Balingkang. Namun hal ini tidaklah dapat berlangsung
lama sebab sifat loba, tamak angkara murka serta “Nyapa kadi aku” makin
menyelubungi hatinya.
Prabu Mayadanawa semakin lupa diri ia laliai akan tanggung
jawabnya sebagai seorang raja yang harus mengayomi dan melindungi seluruh
rakyatnya. Ia bahkan mengingkari kebesaran Sang Hyang Widhi sebagai maha
pencipta dan maha kuasa. Dengan semena-mena ia melarang rakyat untuk
melakukan pemujaan, dan upacara yadnya.
Rakyat Bali tidak diperkenankan menyembah Sang Hyang Widhi dan
Para Dewa, sebab Mayadanawa berkeyakinan, tidak ada yang lebih kuasa, kuat dan
berpengaruh selain dirinya, oleh karena itu tidaklah ada gunanya menghaturkan
sajian kepada Ida Sang Hyang Widhi Waça, Tuhan Yang Maha Esa kecuali kepadanya
sesuai keyakinannya. Tindakan di atas amat merisaukan para dewata sebab sejak
saat itu rakyat Bali tidak ada yang berani menghaturkan sembah dan bakti
kepada-Nya. Mereka takut melakukannya, khawatir serta cemas dikenakan hukuman
ataupun siksaan oleh Mayadanawa, Kegelisahan para dewata makin tidak dapat
dibendung lagi. Akhirnya para Bhatara dan Dewata di Tolangkir menghadap Hyang
Pramesti Guru, memohon agar Prabu Maya Danawa
di hukum.
Hyang Pramesti Guru memerintahkan Bhatara Indra untuk meminpin
para dewata dan para Resi turun ke Bumi,
untuk melenyapkan raja Mayadanawa. Setibanya pasukan Dewa Indra dikerajaan
Mayadanawa , terjadilah pertempuran yang sangat dasyat antara bala tentara
Mayadanawa dengan blatentara Para Dewata, Korban diantara kedua belah pihak
berjatuhan dan pertempuran tetap berkobar dengan sengitnya. Bala tentara
Mayadanawa terdesak, tidak kuat melawan serangan Para Dewata yang dipimpin
Bhatara Indra, Mayadanawa dan Patih Kala Wong melarikan diri tetapi walaupun
menyamar menjadi berbagai bentuk, penyamarannya tetap diketahui Bhatara Indra.
Mula-mula Mayadanawa menjelma menjadi pohon timbul, kemudian lari ke sorga
menjadi seorang bidadari tetapi diketahui juga dan tak henti-hentinya dikejar
Bhatara Indra.
Dalam Usana Bali dijelaskan banyak nama-nama desa yang dihubungkan
dengan penjelmaan Mayadanawa dalam menyelamatkan dirinya dari kejaran Bhatara
Indra.
Misalnya tempat Mayadanawa menjelma :
- -Menjadi busung (daun kelapa muda) disebut desa Belusung,
- -Tempat Mayadanawa menyamar menjadi pusuh (jantung pisang) disebut
desa Paburwan,
- Tempat Maya Danawa menyamar menjadi batu besar sekarang disebut
desa Sebatu.
- -Menjadi manuk (burung) disebut desa Manukaya
- -Tempat Mayadanawa menyamar menjadi padi disebut desa Tampaksiring
dan
- -Terakhir sampailah ia pada suatu tempat dan menjelma menjadi
padas (paras), Pada penjelmaan inilah
akhirnya Mayadanawa dipanah oleh Bhatara Indra sehingga menemui
ajalnya. Tempat terbunuhnya Mayadanawa dan Patih Kala Wong kini dikenal dengan
nama desa Toya Dapdap dan Pangkung Petas.
-Sedangkan darah Mayadanawa yang terus mengalir menjelma menjadi
sungai yang sekarang dikenal dengan nama sungai Petanu.
Tersebutlah dalam Purana Bali Dwipa setelah Bali mengalami
kehancuran di bawah Mayadanawa dan setelah matinya Mayadanawa bertahta seorang
raja bernama Sri Kesari Warmadewa Çaka 804.
Setelah matinya Mayadanawa inilah diperingaati sebagai Hari Raya
Galungan.
6. Sejarah Perkembangan Agama Hindu Di Indonesia
Agama Hindu pertama kali muncul di India tepatnya di Lembah Sungai
Sindhu. Agama Hindu disebut pula Sanatana Dharma yaang artinya agama yang kekal
dan abadi. Kata Hindu berasal dari kata Sindhu yang diucapkan Hindu oleh
orang-oraang Persia yang datang ke India. Karena lafal mereka berbeda dalam
mengucapkan huruf (h) dan (s). Agama
Hindu masuk ke Indonesia melalui kontak perdagangan dengan para pedagang dari
India. Masuknya agama Hindu juga membawa perubahan budaya termasuk tentang sistem pemerintahan. Setelah masuk Agama Hindu di tanah air
kedudukan kepala suku digantikan oleh seorang raja. Masuknya agama Hindu juga
membawa perubahan dalam bidang tulis menulis, yaitu dari zaman pra sejarah
(belum mengenal tulisan) menjadi zaman sejarah (sudah mengenal tulisan). Bangsa
Indonesia memasuki zaman sejarah pd bad ke-4 Masehi yaitu dengan ditemukannya tiang batu
bertuliskan huruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta di Kutai, Kalimantan Timur.
a. Nama-Nama
Kerajaan Hindu di Indonesia
1. Kerajaan
Salakanegara
Dalam Naskah Wangsakerta Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara
disebutkan bahwa pada awal Masehi di Jawa Barat, tepatnya di daerah Pandeglang
terdapat Kerajaan Salakanagara yang bercorak Hindu. Kerajaan Salakanagara ini
menjadi kerajaan Hindu paling awal yang ada di Nusantara.
Bermula dari kedatangan beberapa pedagang dari barat yakni Sri
Langka, Saliwahana, dan India ke pulau Jawa dengan tujuan berdagang. Setelah
sekian lama berada di Jawa, para pendatang tersebut memutuskan untuk menetap di
sana. Belakangan datanglah utusan dari Pallawa yang bernama Dewawarman beserta
beberapa pengikutnya. Dewawarman akhirnya menetap dan menikahi Dewi Pohaci
Larasati puteri dari penguasa kampung setempat yang bernama Aki Tirem.
Ketika Aki Tirem meninggal, Dewawarman menerima tongkat kekuasaan
menjadi pemimpin di wilayah tersebut. Pada tahun 130 Masehi ia kemudian
mendirikan sebuah kerajaan dengan nama Salakanagara (Negeri Perak) dengan
ibukota di Rajatapura. Ia menjadi raja pertama dengan gelar Prabu Darmalokapala
Dewawarman Aji Raksa Gapura Sagara sedangkan istrinya bergelar Dewi Dwani
Rahayu. Beberapa pelabuhannya antara lain:
Salakanagara (Pulau Sangiang), Nusa Api (Krakatau), dan pesisir Sumatera
bagian selatan.
Kerajaan Salakanagara baru mengalami kejayaan pada masa
kepemimpinan Dewawarman VIII. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya keadaan
ekonomi penduduknya yang makmur dan sentosa. Demikian juga dengan kehidupan
beragamanya sangat damai dan hidup harmonis, raja Dewawarman VIII juga
mendirikan arca Shiwa Mahadewa yang berhiaskan bulan sabit di kepalanya
(Mardhacandrakapala), arca Ganesha (Ghayanadawa), dan arca Wisnu.
2. Kerajaan
Hindu Di Kalimantan Timur
Kerajaan Hindu tertua di Kalimantan adalah Kerajaan Kutai yang terletak di Muarakaman di tepi sungai
Mahakam, Kalimantan Timur. Kerajaan Kutai berdiri pada sekitar tahun 400
Masehi. Kerajaan Kutai merupakan Kerajaan Hindu yang pertama dan tertua di
Indonesia.
Peninggalan kerajaan Kutai berupa 7 (tujuh) buah prasasti berupa
Batu bertulis yang berbentuk Yupa, yaitu tugu batu sebagai tempat mengikatkan
hewan kurban atau tempat peringatan upacara kurban. Tulisan dalam prasasti itu
menggunakan huruf Pallawa yang berasal dari India Selatan dan berbahasa
Sansekerta. Prasasti ini ditemukan di daerah Muarakaman.
Prasasti ini dibuat
kira-kira pada abad ke-4 sekitar tahun 400 Masehi. Hal ini dapat
diketahui dari bentuk tulisan yang digunakan dalam prasasti tersebut. Dalam
salah satu prasasti tersebut di ceritakan bahwa Raja Kutai yang pertama bernama
Kudungga. Raja Kudungga menikahkan putrinya dengan Aswawarman. Setelah Raja
Kudungga wafat digantikan oleh Aswawarman. Raja Aswawarman berputera tiga orang
salah satunya adalah Mulawarman. Setelah Raja Aswawarman wafat, beliau
digantikan oleh Mulawarman.
Pada saat pemerintahan Raja Mulawarman, kerajaan Kutai mengalami
kemajuan yang sangat pesat dan masyarakat pada masa itu makmur dan sejahtera.
Demikian juga dengan perkembangan Agama Hindu di Kalimantan dibuktikan dengan
ditemukannya beberapa prasasti batu dalam bentuk Yupa di tepi sungai Mahakam,
Kalimantan Timur yang menyebutkan tentang kerajaan Kutai. Dari salah satu yupa
tersebut diketahui bahwa raja yang memerintah kerajaan Kutai saat itu adalah
Mulawarman. Namanya dicatat dalam yupa karena kedermawanannya “mempuniakan”
20.000 ekor sapi kepada kaum Brāhmanā bertempat di lapangan suci Waprakeswara.
Waprakeswara adalah tempat suci untuk melaksanakan upacara Yadnya, yaitu memuja
Dewa Shiwa. Raja Mulawarman inilah yang memerintahkan pembuatan prasasti
sebagai tugu peringatan di Kerajaan Kutai.
3. Kerajaan
Hindu Di Jawa Barat
Di Jawa Barat kerajaan yang menganut Agama Hindu adalah kerajaan
Tarumanegara dengan rajanya yang terkenal bernama Purnawarman. Raja Purnawarman
menganut Hindu beraliran Wisnu. Kerajaan ini terletak di Sungai Citarum, Bogor
Jawa Barat. Raja Purnawrman dikenal gagah berani dan sangat memperhatikan
kesejahteraan rakyatnya. Ada 7 (tujuh) buah prasasti batu yang menjadi
peninggalan kerajaan Tarumanegara yang disebut dengan “saila Prasasti”. Adapun
ketujuh prasasti tersebut adalah sebagi berikut:
1. Prasasti
Ciaruteun
Prasasti Ciaruteun ditemukan di tepi sungai Ciaruteun yang dekat
dengan sungai Cisadane Bogor. Dalam prasasti itu tertulis nama Tarumanegara.
Prasasti tersebut juga dikenal dengan Prasasti Ciampera.
2. Prasasti
Tugu
Prasasti Tugu ditemukan di Tugu, Kecamtan Cilincing, Jakarta
Utara, yang bertuliskas huruf Pallawa dengan bahasa Sanskerta. Dalam Prasasti
Tugu disebutkan bahwa Raja Purnawarman dalam pemerintahannya yang ke 22
menggali sungai Gomati yang panjangnya 12 Km dalam waktu 21 hari, disamping
sungai yang telah ada yaitu sungai Candrabaga (Bekasi). Pekerjaan ini ditutup
dengan memberikan hadiah 2000 ekor lembu kepada para Brahmana. Dengan demikian
tepatlah usaha raja Purnawarman dalam memberikan kemakmuran kepada rakyatnya
sebagaimana dilakukan Dewa Wisnu Umat Manusia.
3. Prsasti
Jambu
Prasasti Jambu ditemukan di daerah Bukit Koleangkak, terletak 30 km di barat daya Kota Bogor.
Disana tertulis tarumayam (Tarumanagara).
4. Prasasti
Lebak (Cidanghiang)
Prasasti Lebak disebut juga dengan Prasasti Cidanghiang. Ditemukan
di kampong Lebak di pinggir sungai Cidang Hiang , Padeglang banten Banten.
5. Prasasti
Kebon Kopi
Prasasti Kebon Kopi ditemukan di daerah Kampung Muara Hilir, kecamatan Cibungbulang.
Ditulis dengan huruf Pallawa dengan bahasa Sanskerta.
6. Prasasti
Pasir Awi
Ditemukan di daerah Pasir Awi, Bogor, dengan aksara ikal yang
belum dapat dibaca.
7. Prasasti
Muara Cianten
Prasasti ini ditemukan di Muara Cianten, Bogor, prasasti ini juga
belum dapat di baca.
Selain Kerajaan Tarumanegara di wilayah Jawa Barat pernah juga
berdiri kerajaan Hindu yang bernama
Kerajaan Padjajaran. Kerajaan Padjajaran mencapai puncak kejayaan pada
pemerintahan Prabhu Siliwangi. Ada
pendapat yang mengatakan bahwa Prabhu Siliwangi moksa di Gunung Salak, desa
Taman Sari, Bogor, Jawa Barat. Di dalam pura tersebut ada sebuah pelinggih
(candi) yang merupakan tempat khusus memuja beliau (Prabhu Siliwangi). Sehingga
tempat moksa Prabhu Siliwangi di Gunung Salak di bangunlah sebuah Pura yang
dberi nama Pura Gunung Salak.
4. Kerajaan
Hindu di Jawa Tengah
Memasuki abad ke-7 sampai dengan awal abad ke-8 masehi di Jawa
Tengah muncul kerajaan yang bernama Kalingga. Kerajaan Kalingga diperkirakan
terletak di sekitar Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Jepara sekarang. Raja
Kalingga yang sangat popular adalah Ratu Shima, yang terkenal dengan
keadilannya.
Raja Sanjaya mengubah nama Kalingga menjadi Mataram. Pada akhir
masa pemerintahan Sanjaya, datanglah Raja Syailendra yang bersal dari kerajaan
Sriwijaya yang berhsil menguasai wilayah selatan di jawa Tengah.
Wangsa Syailindra beragama Budha sedangkan Wangsa Sanjaya beragama
Hindu. Itulah yang menyebabkan mengapa di Jawa Tengah bagian Utara
Candi-candinya bercorak Hindu, sedangkan di Jawa Tengah bagian Selatan bercorak
Budha.
Kedua wangsa tersebut akhirnya dipersatukan melalui pernikahan
Rakai Pikatan (838-851 M) dengan Pramodawardhani, putra Maharaja Samarattungga
dari Wangsa Syailindra.
Selain itu di Jawa Tengah pernah berdiri kerjan Mataram Kuno yang
bernama Medang Kemulan.
Peninggalan atau bukti sejarah Hindu di Jawa Tengah adalah sebagai
berikut:
1. Prasasti
Tukmas
Prasasti Tukmas ditemukan di Lereng Gunung Merbabu beranngka thun
650 Masehi. Prasasti Tukmas menggunakan huruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta.
Prasasti Tukmas menyebutkan tentang mata air yang bersih dan jernih. Sungai
yang mengalir dari sumber air tersebut disamakan dengan Sungai Gangga di India.
2. Prasasti
Canggal
Prasasti Canggal dibuat pada masa pemerintahan Raja Sanjaya.
Prasasti ini bertuliskan bait syair tentang penndirian Lingga dan pemujaan
Kepaada Dewa Tri Murti yaitu: Dewa Siwa tiga bait, Dewa Brahma satu bait dan
Dewa Wisnu satu bait. Prasasti Canggal
menggunakan tahun Candra Sangkala yang berbunyi : “Sruti Indra Rasa” yang
bermakna tahun 654 caka atau 732 Masehi.
Dengan demikian pemujaan Dewa Tri Murti di Jawa Tengah adalah
merupakan kesatuan dengan penonjolan pemujaan kepada Dewa Siwa. Hal ini
dilakukan oleh Raja Sanjaya yang memerintahkan di Mataram atau disebut juga
Medang Kemulan pada pertengahan abad ke 8 masehi.
3. Candi
Prambanan
Candi Prambnan merupakan Candi Hindu terbesar di Jawa Tengah.
Candi Prambanan juga disebut Cand Roro Jonggrang. Selain Candi Prambanan ada
beberapa Cndi lagi yang didirikan pada masa Wangsa Sanjaya berkusa. Adapun
candi-candi lainnya yaitu:
- Candi Arjuna
- Candi Bima
- Candi Sri Kandi
- Candi Sinta
- Dan candi lain yang ada di pengunungan Dieng
e. Kerjaan
Hindu di Jawa Timur
1. Kerajaan
Kanjuruhan
Di Jawa Timur pernah muncul kerajaan Kanjuruhan dengan rajanya
yang bernama Dewa Simha. Hal ini diterangkan dalam prasasti yang ditemukan
dekat kota Malang yaitu Prasasti Dinoyo. Prasasti Dinoyo berangka tahun 682
caka atau 760 masehi yang menyebutkan tentang Kerajaan Kanjuruhan dengan
rajanya Dewa Simha yang menganut agama Hindu.
Prasasti Dinoyo menceritakan bahwa dalam abad ke 8 terdapat
kerajaan yang berpusat di Kanjuruhan, rajanya bernama Dewa Simha. Dewa Simha
mempunyai putra bernama Liswa. Liswa kemudian menggantikan ayahnya menjaadi
raja. Setelah dilantik menjadi raja Liswa bergelar Raja Gajayana. Raja Gajayana membuat tempat pemujaan untuk
memuliakan Resi Agastya serta membangun arca Resi Agastya dari batu hitam yang
sangat elok, sebagai pengganti arca Resi Agastya yang dibuat dari kayu cendana
oleh nenek Raja Gajayana. Arca dari batu hitam itu kemudian diresmikan pada
tahun 760 masehi. Peninggalan lainnya dari kerajaan kanjuruhan adalah Candi
Badut dan Candi Wurung. Raja Gajayana mempunyai seorang putri bernama Uttejana.
Selanjutnya muncullah Dinasti Isana dengan Mpu Sendok sebagai
cikal bakalnya Mpu Sendok memerintah pada tahun 929-974 masehi dengan gelar
“Sri Isanattunggadewawijaya”
Setelah itu muncul Maharaja Dharmawangsa Teguh yang dalam
pemerintahannya sangat memperhatikan dan karya-karya Bhagawan Byasa dan
Bhagawan Wilmiki yaitu Mahabharata dan Ramayana.
Raja dharmawangsa Teguh di ganti oleh Raja Erlangga yang
meneruskan tradisi leluhurnya.
Kehidupan keagamaan sangat diperhatikan demikian pula kemakmuran
rakyat selalu diperhatikan maka Raja Erlangga diarcakan sebagai Wisnu
mengendarai Garuda.
2. Kerajaan
Kediri
Selanjutnya setelah Raja Erlangga wfat, kebesaran Hindu di Jawa
Timur diemban oleh Raja Kediri. Kediri
yang termasyur adalah Jayabaya sedangkan raja yang terakhir adalah Kertajaya.
Banyak karya-karya yang muncul pada jaman kerajaan Kediri seperti: Kekawin
Bharatayudha Karya Mpu Sedah dan Mpu
Panuluh.
3. Kerajaan
Singosari
Setelah Kediri, muncullah Kerajaan Singosari dan Ken Arok sebagai
pendirinya. Saat itu Ken Arok hanya
seorang sudra kemudian menjadi adipati Tumapel yang direbutnya dari Tunggul
Ametung lalu mengawini istri Tunggul Ametung yaitu Ken Dedes. Ken Arok bercita-cita memerdekakan Tumapel yang
merupakan daerah bawahan Kadiri. Perang antara Kadiri dan Tumapel terjadi dekat
desa Ganter. Pasukan Ken Arok berhasil menghancurkan pasukan Kertajaya. Dengan
demikian berakhirlah masa Kerajaan Kadiri, yang sejak saat itu kemudian menjadi
bawahan Tumapel atau Singhasari. Setelah Ken Arok mengalahkan Kertajaya, Kadiri
menjadi suatu wilayah dibawah kekuasaan Singhasari. Kerajaan Singhasari
didirikan oleh Ken Arok tahun 1222. Kerajaannya terletak di Malang dengan ibu
kotanya Kutaraja. Setelah menjadi Raja Ken Arok yang bergelar Sri Rajasa Sang
Amurwabhumi. Pada masa kerajaan Singhasari terdapat beberapa peninggalan,
seperti Candi Kidal, Candi Jago, dan Candi Singosari. Raja Ken Arok tetap
mempertahankan agama Hindu dalam pemerintahannya. Ken Arok didampingi oleh Purohito (Pendeta
Kerajaan). Pada Kerajaan Singosari banyak juga didirikan tempat-tempat suci
seperti : Candi Kidal, Candi Jago, Candi Singosari.
4. Kerajaan
Majapahit
Setelah kerajaan Singhasari runtuh muncullah kerajaan Majapahit.
Kerajaan Majapahit berdiri tahun 1293 Masehi, didirikan oleh Rajen Wijaya.
Kebesaran kerajaan Majapahit mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Raja
Hayam Wuruk dengan mahapatihnya yang bernama Gajah Mada. Kerajaan Majapahit
menjadi puncak perkembangan agama Hindu di Jawa Timur bahkan di Indonesia. Pada
masa itu kehidupan keagamaan sangat mantap berkat pembinaan yang dilakukan oleh
para pendeta yang mendampingi raja dalam pemerintahannya. Puncak kebesaran
Majapahit diikuti dengan puncak perkembangan agama Hindu pada pemerintahan raja
Hayam Wuruk didampingi oleh Mahapatih Gajah Mada. Kekuasaan Kerajaan Majapahit
meliputi seluruh Nusantara. Banyak
karya-karya besar lahir pada masa itu seperti :
- Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular
- Kakawin Arjuna Wiwaha karya Mpu Kanwa
- Kitab Negara Kertagama Karya Mpu Prapanca
Selain itu banyak juga lahir kitab-kitab tentang hukum Hindu, dan
banyak didirikan tempat-tempat suci. Diantaranyan adalah Candi Penataran yang
terletak di Blitar yang merupakan bangunan suci Hindu terbesar di Jawa Timur.
f. Kerajaan
Hindu Di Bali
Agama Hindu mulai berkembang di Bali pada abad Ke-8 atau sekitar
tahun 800 masehi. Hal itu dapat dibuktikan dengan ditemukannya prasasti
Blanjong di daerah Sanur. Prasasti
Blanjong menggunakan bahasa Bali Kuno berangka tahun 835 Masehi, menyebutkan
nama seorang raja yang bergelar Sri
Kesari Warmadewa. Sejak itu, raja-raja di Bali bergelar Warmadewa. Setelah Sri
Kesari Warmadewa kemudian diganti oleh raja-raja lain seperti Sang Ratu Sri
Unggrasena. Pemerintahan raja ini
sejaman dengan Empu Sendok di Jawa Timur.
Setelah Ugrasena muncul lagi raja yang bergelar Warmadewa seperti:
Sang Ratu Sri Tabanendra Warmadewa, Jaya Singha Warmadewa. Raja Jaya Singha
Warmadewa ini disebutkan membuat telaga dari sumber air suci di Desa
Manukaya. Desa ini kini bernama Manukaya
dan telaga yang dimaksud adalah Tirtha Empul di Tampak Siring. Tempat ini
hingga kini menjadi tempat suci bagi umat Hindu di Bali. Kemudian pada tahun 987 saka muncul nama
seorang raja Jayasadhu Warmadewa.
Pada tahun 905 saka memerintah seorang raja perempuan yang
bergelar Sri Maharaja Sriwijaya Mahadewi. Raja ini dianggap adalah putri yang
berasal dari kerajaan Sriwijaya di Sumatra, setelah raja perempuan ini
muncullah raja Dharma Udayana Warmadewa. Dharma Udayana Warmadewa memerintah
bersama dengan permaisuarinya yang bernama Sri Gunapria Dharmapatni, seorang
putri dari Jawa Timur (saudara dari Dharma wangsa Teguh). Dari perkawinan ini
lahirlah beberapa orang putra diantaranya yang paling sulung bernama Erlangga
yang lahir pada tahun 922 saka di Bali. Erlangga kemudian memerintah di Jawa
Timur menggantikan Raja Dharmawangsa Teguh. Selain Erlangga masih ada dua orang
putra Udayana sebagai Raja Bali yaitu: Marakata dengan gelar “Dharmawangsa Wardana
Marakata Pangkajastana Uttunggadewa”. Dalam pemerintahannya beliau mengeluarkan
prasasti yang berangka tahun 944 saka.
Isi prasasti ini yang sangat menarik adalah terdapat kata-kata
sumpah (sapata) yang menyebutkan nama-nama Dewa Hindu. Pada bagian prasasti ada
sapata yang menyebutkan bahwa rakyat Bali percaya dengan dewa-dewa dan Maharsi
seperti Maharsi Agastya.
Dari bunyi sapata ini menandakan bahwa raja Marakata tetap
mempertahan kan tradisi leluhurnya yaitu menganut agama Hindu. Pada masa pemerintahan Raja Marakata
datanglah ke Bali seorng mpu yang bernama Mpu Kuturan. Mpu kuturan
mengembangkan konsef pemujaan terhadap Tri Murti. Mpu Kuturan juga mengajarkan
membuat kahyangan kahyangan di Bali. Beliau juga memperbesar pura Besakih.
Membuat Kahyangan Tiga yaitu :
- Pura Desa/Bale Agung untuk Pemujaan Dewa Brahma
- Pura Puseh untuk Pemujaan Dewa Wisnu
- Pura Dalem untuk pemujaan dewa Siwa/Dewi Durga
Lain dari pada Kahyangan Tiga juga dikembangkan pula kahyangan
jagat di sembilan penjuru pulau Bali yaitu :
1. Pura Besakih
2. Pura Lempuyang
3. Pura Andakasa,
4. Pura Goa Lawah,
5. Pura Uluwatu
6. Pura Batukaru
7. Pura Puncak Mangu
8. Pura Batur
9. Pura Pusering Tasik
Untuk keluarga diajarkan membuat pemerajan, disana didirikan
sanggah Kemulan dengan tiga kamar (rong). Disanggah kemulan ini ditempatkan
arwah leluhur, dengan demikian keluarga menjadi aman dan hidup rukun.
Setelah Marakata, selanjutnya yang menggantikannya adalah Anak
Wungsu yang memerintah di Bali pada tahun 971-999 saka atau 1049-1077 masehi.
Setelah anak wungsu kemudiann muncul seorang raja yang bernama Paduka Sri
Maharaja Sri Sakalinau Kirana.
- Yang kemudian digantikan oleh Raja Sri Suradipa
- Raja Sri Suradipa digantikan oleh Raja Jayasakti
- Raja Jayasakti digantikan oleh Raja Ragajaya.
- Raja Ragajaya digantikan oleh Raja Jayapangus.
- Tak lama memerintah raja Jayapangus meninggal dunia
Dan Raja Bali yang terahir adalah Paduka Sri Sura Ratna Bumi
Banten yang lebih dikenal dengan sebutan Raja Bedahulu memeritah pada tahun 1259
saka. Setelah Bali ditaklukkan oleh Kerajaan Majapahit dengan Patihnya Gajah
Mada, maka yang menjadi raja di Bali adalah Sri Kresna Kepakisan. Bali mencapai zaman keemasan Pada jaman
pemerintahan Dalem Waturenggong
di Gelgel. Pada mulanya pusat pemerintahan
berada di Desa Samprangan yang kemudian dipindahkan ke Gelgel. Pada Dalam memerintah Dalem Waturenggong
didampingi oleh Purohita yang bernama Dang Hyang Nirartha. Pendeta ini terkenal
dengan usahanya menata kembali keagamaan Hindu di Bali menjadi lebih baik.
Masa Kejayaan
Agama Hindu Di Indonesia
Agama Hindu mengalami kejayaan pada masa kerajaan Majapahit.
Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan terbesar dan termegah yang pernah ada di
Indonesia. Kerajaan Majapahit berdiri pada abad ke-12 atau 1200 Masehi,
tepatnya tahun 1293 Masehi atau 1215. Kerajaan Majapahit didirikan oleh Raden
Wijaya setelah dapat mengalahkan kerajaan Kediri dengan bantuan
tentara Tartar (Mongolia), dan pada akhirnya Raden Wijaya juga mengalahkan
tentara Tartar, sehingga Raden Wijaya menjadi penguasa tunggal di Pulau Jawa.
Pada tahun 1293 Masehi, Raden Wijaya dinobatkan sebagai raja di
kerajaan Majapahit dengan gelar Sri Kertarajasa Jayawardhana
Anantawikramottunggadewa. Raja Sri Kertarajasa Jayawardhana Anantawikramottungga
dewa memiliki empat orang permaisuri, yaitu Sri Parameswari Dyah Dewi
Tribhuwaneswari, Sri Parameswari Dyah Dewi Narendraduhita, Sri Jayendradewi
Dyah Dewi Prajnaparamita, dan Sri Rajendradewi Dyah Dewi Gayatri. Prabu Sri
Kertarajasa Jayawardhana Anantawikramottunggadewa memiliki tiga putra, dari
pernikahannya dengan Tribhuwaneswari dikaruniai putra bernama Jayanegara atau
Kala Gemet sebagai putra mahkota (anak yang akan menggantikan raja jika raja
telah wafat). Sedangkan dari pernikahannya dengan Gayatri dikaruniai dua orang
putri, yakni Tribhuanatunggadewi yang menjadi ratu di Kahuripan yang kemudian
dikenal dengan nama Bre Kahuripan dan Rajadewi yang menjadi ratu di Daha yang
lebih dikenal dengan nama Bre Daha.
Prabu Kertarajasa memerintah kerajaan Majapahit selama 16 tahun,
selama kepemimpinan Prabu Kertarajasa kerajaan Majapahit mulai dibangun untuk
menjadi kerajaan yang kuat dan megah. Setelah wafatnya Prabu Kertarajasa, dan
diangkatlah Raden Kala Gemet dinobatkan menjadi raja Majapahit ke-2 dengan
gelar Sri Jayanegara. Selama masa kepemimpinan beliau Majapahit mengalami
masa-masa sulit, sehingga perkembangan kerajaan Majapahit belum begitu pesat.
Selama Prabu Sri Jayanegara memerintah beliau meninggalkan tiga
buah prasasti, yakni prasasti Tunaharu
tahun 1322, prasasti Blambangan, dan prasasti Blitar tahun 1324. Kemudian pada
tahun 1328 Prabu Sri Jayanegara wafat, beliau wafat tanpa meninggalkan putra
sebagai penggantinya, karena tidak ada putranya maka kerajaan Majapahit
diserahkan kepada Tribhuanatunggadewi. Prabu Sri Jayanegara dicandikan di
Silapetak.
Pada tahun 1328 Ratu Tribhuanatunggadewi atau Bre Kahuripan
diangkat menjadi ratu Majapahit menggantikan Prabu Sri Jayanegara yang wafat,
beliau bergelar Tribhuanatunggadewi Jayawisnuwardhani dengan suaminya Raden
Kertawardhana. Dari perkawinannya melahirkan Hayam Wuruk pada tahun 1334. Masa
kepemimpinan Ratu Tribhuanatunggadewi Jayawisnuwardhani yang hanya 20 tahun
tidak banyak mengalami hambatan, sehingga dapat meningkatkan kehidupan
masyarakat Majapahit yang pada waktu itu menjadi lebih baik dari masa
sebelumnya. Pada tahun 1350 Ratu Tribhuanatunggadewi Jayawisnuwardhani
mengundurkan diri menjadi Ratu Majapahit dan digantikan oleh putranya Raden
Hayam Wuruk.
Setelah Ratu Tribhuanatunggadewi Jayawisnuwardhani mengundurkan
diri pada tahun 1350, Raden Hayam Wuruk diangkat menjadi Raja Majapahit yang
ke-4 dengan gelar Rajasanegara. Pada masa kepemimpinan Prabu Rajasanegara,
kerajaan Majapahit mengalami puncak kejayaannya. Prabu Rajasanegara didampingi
oleh seorang patih yang gagah berani dan memiliki kecerdasan tinggi dalam ilmu
politik.
Di bawah kepemimpinan Prabu Rajasanegara dan maha patihnya Gajah
Mada, kerajaan Majapahit berkembang pesat dan sangat disegani. Mahapatih Gajah
Mada berkeinginan mempersatukan Nusantara melalui sumpah Palapanya. Dalam
sumpahnya yang dimaksud Wilayah Nusantara, antara lain Nusa Penida (Gurun),
Seram (Pulau Kowai), Tanjung Pura (Borneo), Haru, Pahang (Malaya), Dompu, Bali,
Sunda, Palembang, dan Tumasik (Singapura).
Pada masa pemerintahan Prabu Rajasanegara Nusantara dapat
dipersatukan, sehingga masyarakat pada masa itu mengalami kehidupan makmur dan
sejahtera. Prabu Rajasanegara memimpin kerajaan Majapahit selama 30 tahun,
kemudian beliau wafat dan digantikan oleh Wikramawardhana, setelah wafatnya
Prabu Rajasanegara dan Mahapatih Gajah Mada, kerajaan Majapahit mulai mengalami
keruntuhan. Kebesaran dan kemegahan kerajaan Majapahit terlihat dari banyaknya
peninggalan-peninggalannya, di antaranya
dalam bentuk, prasasti, candi, dan karya sastra.
Peninggalan Kerajaan Majapahit Dalam Bentuk Karya Sastra Berupa:
- Kitab Negarakertagama
karangan Mpu Prapanca,
- Kitab Sutasoma karangan Mpu
Tantular,
- Kitab Arjunawiwaha karangan Mpu Tantular,
- Kitab Kuncarakarna tanpa nama pengarang,
- Kitab Parthayajna tanpa nama pengarang,
- Kitab Pararaton menceritakan riwayat raja-raja Singosari dan
Majapahit
- Kitab Sundayana
menceritakan peristiwa bubat,
- Kitab Sorandaka menceritakan pemberontkan Sora,
- Kitab Ranggalawe menceritakan Ranggalawe,
- Kitab Panjiwikrama menceritakan riwayat Raden Wijaya sampai
menjadi Raja, dan
- Kitab Usana Jawa menceritakan tentang penaklukan Pulau Bali oleh
Gajah Mada,
Pada masa kerajaan Majapahit agama Hindu mengalami perkembangan
yang sangat pesat. Kehidupan keagamaan ditata dengan baik dan orang-orang suci
Hindu mendampingi raja-raja yang memerintah sebagai Purohita.
Kemunduran Agama Hindu Di Indonesia
Agama Hindu mulai mengalami kemunduran sejak runtuhnya kerajaan
Majapahit, keruntuhan agama Hindu di Indonesia karena berbagai faktor,
diantaranya adalah:
- -Tidak adanya pergantian pemimpin yang baik, sehingga pemimpin
berikutnya tidak mampu menjalankan tugas yang diperintahkan;
- -Sering terjadi kecemburuan antar saudara, sehingga memunculkan
perang saudara yang menghabiskan banyak biaya dan pikiran. Akibatnya,
perekonomian kerajaan dan masyarakat menjadi menderita
- -Melemahnya penataan agama Hindu, karena kerajaan terlalu sibuk
menghadapi peperangan
- -Masuknya agama-agama baru ke Indonesia saat terjadi perang
saudara. Hal ini memudahkan agama-agama baru mempengaruhi masyarakat untuk
beralih agama.
Manfaat dan
Upaya-Upaya Melestarikan Peninggalan Hindu
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai keberadaannya di
masa lampau. Peninggalan-peninggalan sejarah yang harus kita jaga dan kita
lestarikan sebagai warisan leluhur yang Maha Agung Karena peninggalan sejarah
tersebut sangat bermanfaat bagi bangsa kita.
Adapun manfaat peninggalan sejarah tersebut adalah sebagai
berikut.
- -Menambah wawasan dan pengetahuan
- -Sangat membantu dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan
- -Menambah kekayaan dan khasana budaya bangsa kita
- -Menambah pendapatan negara melalui kegiatan wisata
- -Sebagai bukti nyata peristiwa sejarah yang dapat kita amati
sekarang
- -Dapat mempertebal rasa kebangsaan kita
- -Memperkokoh rasa persatuan
Adapun upaya-upaya melestarikan peninggalan Hinduadalah sebagai
berikut:
- Memelihara, menjaga dan merawat benda-benda peninggalan sejarah
agar tidak rusak baik faktor alam atau buatan
- Tidak mencoret-coret dan membuat kotor serta merusak benda-benda
peninggalan sejarah
- Tidak mengambil atau memperjualbelikan benda-benda peninggalan
sejarah
- Melakukan pemugaran dengan tidak meninggalkan bentuk aslinya
- Menggunakan benda-benda peninggalan sejarah secara baik dan
bertanggung jawab
- Tidak memindahkan atau merubah barang-barang peninggalan dari
lokasi
Sumber Buku Siswa Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas IV
K13 dan Buku Semara Ratih Kls.IV
Pendidikan Agama Hindu Sd Kelas IV KTSP (Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan)
1. Panca Sraddha
a. Pengertian Panca
Saraddha:
Panca Saraddha berasal dari dua kata yaitu: Panca yang
artinya lima dan Saraddha yang artinya keyakinan atau kepercayaan.jadi panca
saraddha adalah lima keyakinan atau kepercayaan Umat Hindu.
b. Bagian-bagian
Panca saraddha:
- Percaya dengan adanya
Brahman ( Ida Sang Hyang Widhi).
- Percaya dengan adanya Atma.
- Percaya dengan adanya Karmaphala.
- Percaya dengan adanya Punarbhawa atau Samsara.
- Percaya dengan adnya Moksa.
1. Percaya dengan
adanya Ida Sang Hyang Widhi (Brahman)
Umat Hindhu percaya bahwa Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi) hanya
satu tetapi Beliau mempunyai banyak sebutan sesuai dengan tugas-Nya atau
aktivitas-Nya. Misalnya saat mencipta disebut Dewa Brahma.Pada saat memelihara
atau menyelenggarakan kelangsungan kehidupan di Bumi dan alam semesta ini
Beliau disebut Dewa Wisnu. Pada saat Beliau melakukan aktivitasnya melebur atau
memusnakan Beliau disebut Dewa Siwa. Pada saat mengatur angin/udara disebut
Dewa Bayu.Di lautan,Beliau mempunyai wewenang (menguasai laut dan samudra)
sehingga Beliau disebut Dewa Waruna/Dewa Baruna,dsb.
2. Seloka-seloka yang
menyatakan bahwa Tuhan hanya satu diantaranya:
a. Dalam Chandogya Upanisad,disebutkan: "Ekam Eva Advityam Brahman", yang
artinya; Ida sang Hyang Widdhi hanya satu tidak ada duanya.
b. Dalam Narayana Upanisad 2 (Tri Sandhya bait II)
disebutkan: "Eko Narayanad Na Dvityo'sti Kascit", yang artinya; hanya
ada satu Tuhan sama sekali tidak ada duanya.
c. Dalam Kitab Sutasoma disebutkan: "Bhinneka Tunggal
Ika Tan Hana Dharma mangrwa", yang artinya; berbeda-beda tetapi tetap satu
tidak ada Dharma yang kedua.
d. Dalam Reg Weda,disebutkan: "Ekam Sat Viprah Bahuda
vadanti", yang artinya Ida sang Hyang Widhi hanya satu namun para arif
bijaksana menyebutnya dengan banyak nama.
3. Di Bali Tuhan
disebut dengan banyak nama sebutan sesuai dengan Swabawanya
masing-masing,seperti:
- Sang Hyang sangkan Paran artinya; Tuhan menjadi asal mula
dan tujuan akhir atau kembalinya seluruh alam.
- Sang Hyang Tunggal artinya; Tuhan adalah Maha Esa.Maha
Tunggal tidak ada duanya.
- Sang Hyang Wenang atau sang Hyang Tuduh artinya; Tuhan
memegang wewenang atau kekuatan yang mutlak dalam bentuk susunan dan peraturan
alam yang juga memegang nasib makhluk sesuai dengan suba dan asuba karmanya.
- Sang Hyang Siwa; Tuhan Maha Pelindung dan Termulia.
- Sang Hyang Guru; Tuhan sebagai Guru Besar atau Bapak
Besar seluruh alam semesta.
- Sang Hyang Jagatnatha/Jagat Karana/Praja Patya; Tuhan
menjadi Raja seluruh alam dengan isinya.
- Sang Hyang Darma; Tuhan bersipat dan berkeadaan Benar
Sejati.
- Sang Hyang Parama Siwa/Parama Wisesa; Tuhan Maha
Besar,Maha Kuasa dan Maha Mulia.
- Sang Hyang Maha Dewa;Tuhan adalah Dewa Yang Tertinggi.
- Sang Hyang Adi Bhuda; Tuhan adalah Maha Tahu dan Maha
Bijaksana.
- Sang Hyang Tri Murti/Tri Wisesa; Tuhan sebagai
"Pencipta","Pemelihara" dan "Pelebur".
- Sang Hyang Paramatma; Tuhan sebagai sumber Atma (jiwa
besar) yang menjiwai alam semesta.
2. Percaya dengan
adanya Atma
Atma adalah percikan terkecil dari Ida Sang Hyang
Widhi/Tuhan.Karena Tuhan adalah Atma yang tertinggi,sumber dari Atma. Atma
memberi jiwa kepada semua mahluk,sehingga makluk dapat hidup.Bila Atma
meninggalkan tubuh mahluk maka mahluk itu akan mati. Lambat laun tubuh yang
mati itu akan hancur.Tetapi Atma tidak. Atma tidak dapat mati ataupun hancur.
Atma mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
- Achodya : tak terlukai oleh senjata
- Adahya : tak terbakar oleh api
- Akledya : tak terkeringkan oleh angin
- Acesyah : tak terbasahkan oleh air
- Nitya : abadi,kekal
- Sarwagatah : dimana-mana ada
- Sthanu : tak berpidah-pindah
- Acala : tak bergerak
- Sanatana : selalu sama
- Awyakta : tak dilahirkan
- Achintya : tak terpikirkan
- Awikara : tak berubah
3. Percaya dengan
adanya Karma Phala
Karma Phala disebut juga hukum sebab akibat.Karma Phala
terdiri dari dua kata yaitu dari kata karma yang artinya perbuatan atau
kerja,dan kata Phala yang artinya buah atau hasil. Jadi Karma Phala
artinya buah atau hasil dari segala
perbuatan baik yang dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar.
Karma Phala dipengaruhi oleh
dua sifat dasar manusia yaitu: Dawai Sampad adalah sipat kedewataan yang
mempengaruhi manusia untuk berbuat baik. Dan sifat Asuri Sampad adalah sifat
keraksasaan yang mendorong manusia untuk berbuat buruk atau berbudi rendah.
Perbuatan baik disebut dengan Suba Karma dan perbuatan buruk disebut
dengan Asuba Karma. Perbuatan yang baik
akan mendapatkan hasil atau buah yang baik pula sedangkan perbuatan yang buruk
akan mendapatkan phahala yang setimpal.Namun pada kenyataannya banyak kasus
yang berlaku terbalik,misalnya;ada orang curang,jahat tetapi kehidupannya
baik,sedangkan orang yang selalu berbuat baik kadang kehidupannya penuh
penderitaan. Hal ini bisa hterjadi karena
Karma Wesananya (hasil dari sisa
perbuatannya terdahulu). Hal ini dimungkinkan karena Umat Hindu mengenal 3
bagian Karma Phala yaitu:
1. Sancita Karma
Phala adalah hasil dari perbuatan kita yang terdahulu yang belum sempat
kita nikmati. hasil perbuatan kita yang terdahulu itu baru bisa kita nikmati
pada kehidupan kita sekarang.
2. Prarabda Karma
Phala adalah hasil dari perbuatan kita sekarang yang bisa kita nikmati pada
kehidupan kita sekarang.
3. Kriyamana Karma
Phala adalah hasil dari perbuatan kita sekarang yang baru dapat kita
nikmati pada kehidupan yang akan datang. Atau bisa diterima oleh anak cucu
kita.
Dalam Kehidupan kita kadang hukum belum mampu memberikan
keadilan yang semestinya maka tak sedikit orang yang perbuatannya jahat justru
lolos dari jeratan hukum/pengadilan. Tetapi Tuhan sudah memperhitungkan
itu,sehingga di alam akhirat ada lagi pengadilan yang lebih tinggi dari
pengadilan di dunia. Disini keadilan benar-benar ditegakkan. Yang memang
berbuat salah akan mendapatkan ganjaran yang setimpal.Mereka akan mengalami
penyiksaat di Neraka.
Dalam lontar Atmaprangsangsa
dinyatakan ada beberapa jenis tempat penyiksaan roh yang bersalah,antara
lain:
a. Kawah Tamra Gohmuka adalah jambangan yang sangat besar
yang terbuat dari tembaga tempat menghukum atau merebus Atma orang yang
tamak,rakus,lobha.
b. Kawah Waci adalah jambangan yang sangat besar yang berisi
air kencing dan kotoran manusia.
c. Batu Macepak
adalah sebuah batu yang sangat besar yang terbelah dua dan bisa tertutup
sendiri. Tempat untuk menyiksa roh yang berkata kasar dan suka memfitnah semasa
hidupnya.
d. Titi Gonggang adalah jembatan yang sangat kecil melintasi
jurang besar yang berisi api. Tempat hukuman bagi orang yang ingkar janji,suka
menipu dan suka memfitnah.
e. Sungai Waitarini adalah sungai luas yang tak bertepi.
Airnya sangat deras dan dalam kadang-kadang airnya mendidih. Sungai itu di huni
oleh ribuan buaya dengan moncong yang menganga,siap memangsa Atma yang selama
hidupnya suka mempraktekkan ilmu hitam.
f. Kayu Curiga adalah kayu besar yang berdaun keris. Atma
yang semasa hidupnya suka selingkuh,maka ia akan diikat dibawah pohon itu.
Paksi Raja (burung raksasa) akan menggoyang-goyangkan pohon itu sehingga daun
kerisnya akan berjatuhan,menancap ditubuh Atma tersebut.
g. Bambu Petung Agni adalah pohon bambu besar dengan lidah
api yang berkobar-kobar. Atma atau roh yang selama hidupnya suka menjalankan
ilmu teluh/ilmu hitam.akan digantung di pohon bambu ini dalam posisi kepala di
bawah
h. Ketket Raja adalah pohon putri malu yang sangat besar
dengan duri-duri yang sangat panjang,tempat menghukum para roh yang semasa
hidupnya suka usil menjalankan ilmu teluh/ilmu hitam.
i. Tegal Penangsaran
adalah tanah lapang yang sangat luas dan tandus,disinari oleh ribuan
matahari sehingga panas sekali. Tempat ini untuk menghukum Atma/roh yang selama
hidupnya suka membuat panas hati orang lain.
4. Percaya dengan
adanya Punarbhawa (Samsara)
Punarbhawa terdiri dari dua kata,yaitu kata Punar yang
artinya kembali,dan kata Bhawa yang artinya lahir. Jadi Punarbhawa artinya
lahir kembali,atau lahir berulang-ulang.
Atma bersifat abadi ia tidak bisa mati ataupun hancur. Yang
mati dan hancur adalah tubuh kasarnya saja. Atma akan dilahirkan kembali dengan
mengambil wujud baru sebagai mahluk hidup baru. Bisa lahir sebagai manusia atau
mahluk lainnya tergantung karmanya (perbuatannya) dikehidupannya yang lalu.
Berikut ini adalah beberapa contoh penjelmaan yang
diakibatkan oleh karmanya pada kehidupan sebelumnya:
1. Orang yang suka membunuh makhluk berjiwa tampa alasan
dengan bengis dan kejam tampa belas kasihan. Maka dia akan dilahirkan dalam
kehidupan yang lebih rendah,Penuh kesedihan dan penderitaan. Bila dilahirkan
sebagai manusia maka ia akan berumur pendek.
2. Orang yang suka menyiksa dan menyakiti makhluk lain maka
dikelahirannya nanti dia akan dilahirkan sebagai makhluk yang lebih rendah.
kalau dia lahir sebagai manusia maka ia akan selalu sakit-sakitan.
3. Bila lekas naik darah dan panas hati,lekas marah dan
benci serta curiga maka dia akan dilahirkan sebagai manusia yang buruk rupa
atau seram.
4. Sedang bagi yang tidak suka berdana punia
(menyumbang),tidak suka menolong orang dalam kesusahan,maka dalam kelahirannya
kelak akan menjadi manusia yang kesehatannya selalu tidak baik.
5. Orang yang iri hati,cemburu dan penuh kedengkian,jika
dilahirkan kembali maka ia akan menjadi orang yang tidak mempunyai wibawa dan
pengaruh.
6. Orang yang tidak mau belajar dan tidak mau menanyakan
tentang dharma/Agama,maka iya akan terlahir menjadi orang yang bodoh,tidak
mempunyai kecerdasan.
7. Orang yang tinggi hati,sombong,tidak mau menghormati
orang yang patut dihormati,maka ia akan lahir sebagai orang yang hina.
8. Orang yang pemarah,panas hati,tetapi ia suka
berdandan,suka menolong orang,memberi makan,memberi minum,pakaian,tidak iri
hati dan benci,maka ia akan dilahirkan dengan wajah jelek,tetapi kaya,mempunyai
kekuatan besar,mempunyai harta benda dan pengaruh atau wibawa.
9. Orang yang tidak pernah marah,berjiwa cinta kasih dan
suka berdana,pemurah,suka menolong,memberi mana dan minum,pakaian,tidak iri
hati dan dengki,maka ia akan terlahir menjadi orang yang cantik/tampan sedap
dipandang,menawan,simpatik,sopan santun,memiliki keindahan,kaya hartawan dan
berwibawa serta mempunyai pengaruh.
10. Dewa neraka (penuh dosa) lahir sebagai manusia. manusia
neraka lahir menjadi ternak. Ternak neraka lahir menjadi binatang buas.Binatang
buas neraka lahir menjadi burung. Burung neraka lahir menjadi ular.dsb. Semakin
jelek perbuatannya semasa hidupnya maka akan semakin rendah kehidupan
berikutnya.
11. Seorang pembunuh Brahmana (orang suci) maka ia akan
terlahir menjadi: anjing,babi,lembu,kambing,kijang dan burung.
12. Seorang Brahmana (orang suci) suka minum-minuman keras
akan menjelma menjadi insect,burung dan binatang buas.
13. Orang yang suka menimbulkan kesusahan bagi orang lain
maka akan lahir menjadi binatang karnipora.
14. Orang yang suka mencuri ,maka akan lahir menjadi
binatang.
5. Percaya Terhadap Adanya Moksa
Moksa berasal dari Bahasa sansekerta dari kata “Muc” yang
berarti membebaskan,mengeluarkan,melepaskan.Dari urat kata itu kemudian
menjadi Mukta/Moksa yang berarti
kelepasan atau kebebasan. Jadi yang dimaksudkan dengan Moksa adalah:
terlepasnya Atma dari pengaruh maya dan terbebas dari ikatan Subha dan Asubha
Karma,sehingga Atma dapat menyatu dengan Ida sang Hyang Widhi.
Moksa berdasarkan waktu pencapaiannya dapat dibedakan
menjadi 2 yaitu: moksa yang dicapai ketika masih hidup disebut dengan Jiwan Mukti. dan moksa yang dapat dicapai
setelah meninggal.
Moksa yang dicapai setelah meninggal dapat digolongkan
menjadi 3 yaitu:
a. Moksa yaitu
terlepasnya Atma dengan badan kasarnya,untuk menyatu dengan Tuhan.Dengan masih
meninggalkan jasad (mayat).
b. Adhi Moksa yaitu
terlepasnya Atma dari badan kasarnya dan menyatu dengan Tuhan. Dengan kekuatan
yoganya mampu melebur dirinya sendiri (api suci) hingga hanya meninggalkan abu.
c. Parama Moksa
Menyatunya Atma dengan Tuhan tampa meninggalkan apapun. Dengan kekuatan
yoganya mampu melenyapkan dirinya tampa bekas.
Untuk mencapai moksa tentulah tidak mudah. Untuk memudahkan
tujuan kita untuk mencapai Moksa,umat Hindu mengenal 4 jalan atau empat cara
yang disebut dengan Catur marga. Adapun bagian-bagian dari Catur Marga itu
adalah sebagai berikut:
1. Bhakti Marga adalah cara untuk mencapai Moksa dengan
jalan cinta kasih yang mendalam Kepada Tuhan dan makhluk ciptaannya.Sujud
bhakti Kepada Tuhan dengan jalan Sembahyang,dsb.
2. Karma Marga adalah cara untuk mencapai moksa dengan jalan
melakukan kewajiban sebaik mungkin. Bekerja dengan tekun yang hasilnya kita
persembahkan Kepada Tuhan sebagai ungkapan rasa terima kasih atas Karunianya.
3. Jnana Marga adalah cara untuk mmencapai moksa dengan
jalan mempelajari dan mendalami ilmu pengetahuan suci dan menularkannya kepada
orang lain agar mencapai pencerahan.
4. Raja Marga adalah cara untuk mencapai moksa dengan jalan
tapa yoga dan semadhi.
2. Bhuana Agung dan
Bhuana Alit
Dalam pandangan Hindu alam semesta yang maha luas ini
disebut dengan Bhuana Agung atau
Makrokosmos. Sedangkan mahluk hidup di dalamnya disebut Bhuana Alit atau Mikrokosmos.
Bhuana Agung dan Bhuana Alit adalah ciptaan Tuhan. Alam
semesta yang dulunya tidak ada kemudian diciptakan oleh Tuhan. Pada suatu
ketika alam semesta ini pun akan dimusnakan kembali,kemudian diciptakan lagi
dan lalu dimusnakan. Demikianlah selalu mengikuti siklus-Nya.
Pada saat alam ini diciptakan disebut dengan Srsti atau Brahma Diwa (siang hari
Tuhan). Ketika dunia di tiadakan disebut
Pralaya atau Brahma Nakta (malam hari Brahma). Satu
hari Brahma disebut satu Kalpa.
BHuana Agung dan Bhuana Alit sama-sama dibentuk oleh Unsur Panca Maha Bhuta. Unsur Panca Maha
tersebut terdiri dari:
- Pertiwi (unsur padat)
- Apah (unsur cair)
- Bayu (unsur udara)
- Teja (unsur panas)
- Akasa (unsur ether)
Untuk lebih jelasnya,lihatlah tabel berikut ini:
Usur
|
Bhuana
Agung
|
Bhuana
Alit
|
Pertiwi (padat)
|
Batu, logaam, timah
|
Tulang, daging, kuku, rambut otot
|
Apah (cair)
|
Air, minyak, hujan
|
Daarah, lender, kelenjar
|
Teja (panas)
|
Api, sinar, panas, cahaya
|
Panas badan
|
Bayu (udara)
|
Udara, angin, gas, hawa
|
Nafas
|
Akasa (ether)
|
Langit, rongga-rongga di alam semesta
|
Rongga hidung, rongga mata,rongga dalam tubuh lainnya
|
a. Panca Maha
Bhuta berasal dari Panca Tan Matra.
1. Bagian-bagian
Panca Tan Matra:
- Gandha : benih bau menjadi Pertiwi.
- Rasa : benih rasa cecap menjadi Apah.
- Rupa : benih rupa (warna) menjadi Teja.
- Sparsa : benih rasa sentuhan menjadi Bayu.
- Sabda : benih suara menjadi Akasa.
Dalam kehidupan sehari-hari,manusia digolong-golongkan
berdasarkan tugas dan fungsinya yang disebut dengan Warna yakni: golongan Brahmana yang tugas dan fungsinya adalah di
bidang pendidikan dan keagamaan,Ksatria tugasnya didalam pemerintahan
(politik),Wesya tugasnya dibidang ekonomi,perdagangan dan pertanian,sedangkan
Sudra bertugas membantu ke-empat golongan yang disebut duluan. Disamping
berdasarkan tugas dan fungsinya juga digolongkan berdasarkan Sorohnya,yaitu:
soroh,Arya,soroh Pasek,soroh Pande,dukuh dan sebagainya.
Begitupun kelompok atau jenis binatang dapat dibedakan
menjadi:
- Pasu adalah binatang ternak, separti:
sapi,kerbau,kambing,babi,kuda dan sebagainya.
- Marga adalah binatang liar yang ada di hutan,seperti:
singa,harimau,kijang dan sebagainya.
- Paksi adalah ungas atau jenis burung yang dapat terbang
,seperti: ayam,itik,angsa dan sebagainya.
- Sarisrpa adalah binatang melata atau merayap,seperti:
ular,cacing,lintah,belut,kadal,tokek,biawak, dsb.
- Mina adalah semua jenis ikan,baik ikan air tawar maupun
ikan air laut.
Sedangkan jenis tumbuh-tumbuhan (Sthawara) meliputi:
- Trna adalah bangsa rumput atau jenis rumput-rumputan.
- Taru adalah bangsa kayu yang berbatang besar.
- Lata adalah bangsa tumbuhan yang menjalar.
- Gulana adalah tumbuhan jenis gulana.
- Janggama adalah bangsa tumbuh-tumbuhan parasit.
Untuk materi Budaya disingkrunkan dengan Dharmagita bisa di lihat di arsip postingan
di blog ini!
3. Hari Suci
a. Pengertian Hari
Suci
Yang disebut dengan Hari Suci adalah: hari yang disucikan
atau dikeramatkan berdasarkan perhitungan hari baik yakni Wariga. Wariga atau Dewasa bersumber dari
kitab suci Weda yang disebut dengan Jyotisa (astronomi dan ilmu
perbintangan).Perhitungan wariga berdasarkan Wewaran,Wuku dan Sasih. Di bawah
ini akan diuraikan tentang Wewaran.
Nama-nama Wewaran
1. Eka Wara : luang.
2. Dwi Wara : manga,pepet.
3. Tri Wara : pasah,beteng,kajeng (dora,wahya,bhyantara)
4. Catur Wara : sri,laba,jaya,manala.
5. Panca wara : umanis,paing,pon,wage,kliwon.
6. Sad Wara : tungleh,aryang,wurukung,paniron,was,maulu.
7. Sapta Wara :
redite,soma,anggara,buda,wraspati,sukra,saniscara.
8. Asta Wara : sri,indra,guru,yama,ludra,brahma,kala,uma.
9. Sanga Wara :
dangu,jangur,gigis,nohan,ogan,erangan,urungan,tulus,dadi.
10. Dasa Wara :
pandita,pati,suka,duka,manu,manusa,sri,raja,dewa,raksasa.
Nama-nama wuku:
1. Sinta
2. Landep
3. Ukir
4. Kulantir
5. Tolu
6. Gumbreg
7. Wariga
8. Warigadean
9. Julungwangi
10. Sungsang
11. Dungulan
12. Kuningan
13. Langkir
14. Medangsia
15. Pujut
16. Pahang
17. Krulut
18. Merakih
19. Medangkungan
20. Tambir
21. Matal
22. Uye
23. Menail
24. Prangbakat
25. Bala
26. Ugu
27. Wayang
28. Klawu
29. Dukut
30. Watugunung
Hari suci juga disebut dengan rerainan. Rerainan berdasarkan
penggabungan antara Panca Wara dengan Sapta Wara antara lain:
Buda Kliwon
|
Tumpek
|
Buda Cemeng
|
Anggara
Kasih
|
Kosong
|
Sinta
|
Landep
|
Ukir
|
Kulantir
|
Taolu
|
Gumbreg
|
Wariga
|
Wrigadean
|
Julungwangi
|
Sungsang
|
Dungulan
|
Kuningan
|
Langkir
|
Medangsia
|
Pujut
|
Pahang
|
Krulut
|
Merakih
|
Tambir
|
Medangkungan
|
Matal
|
Uye
|
Menail
|
Prangbakat
|
Bala
|
Ugu
|
Wayang
|
Klau
|
Dukut
|
Watugunung
|
b. Pengaruh Sasih
Terhdap Musim
No
|
Bulan Masehi
|
Nama Sasih
|
Iklim
|
1
|
Januari
|
Kapitu
|
Musim hujan,angin ribut
|
2
|
Februari
|
Kaulu
|
Musim hujan,angin ribut
|
3
|
Maret
|
Kasanga
|
Musim hujan reda
|
4
|
April
|
Kadasa
|
Memasuki musim panas
|
5
|
Mei
|
Jesta
|
Musim panas
|
6
|
Juni
|
Asada
|
Musim panas
|
7
|
Juli
|
Kasa
|
Musim panas
|
8
|
Agustus
|
Karo
|
Musim dingin
|
9
|
September
|
Katiga
|
Musim semi
|
10
|
Oktober
|
Kapat
|
Memasuki musim hujan
|
11
|
Nopember
|
Kalima
|
Musim hujan
|
12
|
Desember
|
Kanem
|
Musim hujan
|
Hari Raya Galungan jatuhnya setiap 6 (enam) bulan sekali.
Tepatnya pada hari Rabu (Buda) Kliwon wuku Dungulan.Galungan merupakan
peringatan Kemenangan Dharma atas Adharma.
Hari raya Galungan disebut juga dengan Piodalan Jagat atau Otonan Bumi. Pada
saat Galungan memuja Sang Hyang Widhi yang disebut Sang Hyang Jagatnatha.
Ciri khas pada Hari raya Galungan adalah Penjor yang
didirikan di depan rumah,di sebelah kanan pintu masuk rumah. Penjor adalah
lambang Gunung Agung sebagi ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas kemakmuran
dan kesejahteraan. Penjor dibuat dari sebatang pohon bambu,yang dihias
sedemikian rupa dengan hiasan janur, ambu
(daun enau muda),serta berbagai hasil bumi dan sanganan (kue upacara).
c. Kegiatan Yang Dilakukan Pada Hari Raya Galungan:
1. Tiga hari sebelum Galungan disebut dengan hari Panyekeban
(nyekep) buah-buahan agar masak sebagai sarana upakara. Secara pilosofis
berarti pengendalian diri,menjaga kesucian hati agar tidak tergoda oleh sang
Bhuta Galungan.Karena pada hari ini turunnya Sang Hyang Tiga Wisesa dalam wujud
Bhuta galungan.
2. Dua hari sebelum Galungan disebut Panyajaan Galungan.
Adalah hari membuat sanganan (kue) untuk upacara. Secara pilosofis berarti
menaklukkan hawa nafsu dan meningkatkan kewaspadaan agar tidak tergoda oleh Sang
Kala Tiga Wisesa.
3. Sehari sebelum Galungan disebut Hari Panampahan Galungan.
Pada saat ini umat mendirikan penjor juga memotong hewan untuk sarana
upacara.Secara pilosofis artinya membunuh sifat-sifat buruk (negatif)pada diri
kita seperti malas,loba,iri hati, dsb. Artinya pikiran dan hati kita mesti suci
untuk menyambut Hari raya Galungan.
4. Hari Raya Galungan yaitu lambang kemenangan Dharma atas
Adharma. Pada saat ini melakukan persembahyangan untuk memuja Ida Sang Hyang
widhi penguasa alam semesta yang disebut Sang Hyang Jagatnatha.
5. Sehari setelah Galungan disebut Manis Galungan. Pada saat
ini Umat Hindu bersilahturami ke pada sanak saudara/kerabat serta berekreasi
ketempat-tempat wisata.
6. Sepuluh hari setelah Galungan disebut Hari Suci Kuningan.
Tepatnya jatuh pada hari Saniscara (sabtu) Kliwon wuku Kuningan.Pada hari ini
umat melakukan persembahyangan untuk memuja Tuhan serta untuk memuja para
Leluhur (Pitara Pitari) yang turun ke Bumi untuk mengunjungi keturunannya yang
masih hidup. Persembahyangan mesti selesai pada tengah hari,karena para Leluhur
pada tengah hari kembali ke khayangan (alam Dewata)
d. Hari Raya
Saraswati
jatuhnya setiap hari Sabtu Umanis wuku Watugunung. Pemujaan
ditunjukkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi wasa dalam manifestasinya sebagai
Dewi Saraswati/Dewi Ilmu Pengetahuan.Pada malam harinya Umat melakukan renungan
suci semalam suntuk. Beseknya pagi-pagi melakukan Banyu Pinaruh sebagai
penyucian lahir bathin dengan mandi di pantai atau mata air.
Dewi Saraswati dilambangkan sebagai wanita yang sangat
cantik,dengan berbagai keistimewaan. Baiklah disini akan diuraikan tentang
penggambaran Dewi Saraswati:
1. Gadis cantik: melambangkan bahwa ilmu pengetahuan itu
indah dan sangat menarik.
Tangan empat: melambangkan bahwa istimewa,lebih dari manusia
biasa (artinya pengetahuan menjadikan orang istimewa dan mempunyai kelebihan).
- Angsa : melambangkan kebijaksanaan.
- Merak : melambangkan kewibawaan.
- Air : melambangkan bahwa pengetahuan itu terus mengalir.
- Genitri : melambangkan bahwa ilmu pengetahuan itu tidak bisa
habis untuk dipelajari.
- Keropak : melambangkan tempat penyimpanan (sumbernya) ilmu
pengetahuan.
- Wina : melambangkan seni budaya yang agung.
- Teratai : pengetahuan itu sangat suci.
e. Hari Raya
Pagerwesi
Jatuhnya setiap enam bulan sekali,tepatnya pada hari Rabu
Kliwon wuku Sinta. pada hari ini memuja Tuhan dalam manifestasinya sebagai Sang
Hyang Pramesti Guru (guru alam semesta). pada hari ini Umat Hindu melaksanakan
tapa,brata,yoga,semadi untuk memperoleh ketentraman dan kedamaian lahir dan
bathin.
f. Hari Suci
Siwalatri
Siwalatri artinya Malam siwa. Malam renungan suci atau malam
penebusan dosa.Jatuhnya pada Purnamaning Tilem Kapitu pada saat Dewa Siwa
sedang beryoga. Pada hari ini Umat hindu melaksanakan tapa,brata,yoga dan semadi.
Melek semalam suntuk merenungi diri.
Tapa Brata
Upawasa : artinya tidak makan dan minum.
Monobrata : artinya tidak berbicara.
Jagra : tidak tidur semalam suntuk.
g. Nyepi
Jatuhnya setiap satu tahun sekali,tepatnya pada penanggal
apisan Sasih Kadasa.Hari Raya nyepi merupakan tahun baru Saka. Pada hari Raya
Nyepi Umat Hindu menyepikan diri,tidak boleh beraktivitas yang disebut dengan
Catur Brata Panyepian. Tujuannya adalah untuk menetralisir unsur-unsur Bhuta
Kala dalam diri manusia agar bisa menenangkan pikiran dalam menyambut tahun
baru Saka.
Adapun rangkaian upacara Nyepi antara lain:
1. Melasti
Rangkaian Hari Raya Nyepi diawali dengan Melasti/melis/atau
mekiis yang bermakna sebagai penyucian Arca,Pratima,Pralingga. Pratima adalah
media untuk memusatkan pikiran sehingga pikiran pokus menuju Tuhan. Melasti
dilaksanakan 3 (tiga) hari sebelum Nyepi,dilaksanakan di pantai atau sungai
yang mengalir ke laut.
2. Tawur Kasanga
(Bhuta Yadnya)
Sehari sebelum Nyepi tepatnya pada hari tilem Chaitra
(kasanga) disebut pangerupukan (malam pangerupukan),dilangsungkan upacara Tawur
Kasanga dengan mecaru di masing-masing desa pakraman.Menyalakan obor,menabuh
bunyi-bunyian,menebarkan Nasi Tawur atau diiringi Ogoh-ogoh. Tujuannya adalah
untuk mengundang para Bhuta Kala untuk menikmati upacara kurban sehingga
menjadi somia,netral dan
harmonis,tidak mengganggu kehidupan manusia.
3. Hari Suci Nyepi
Pada saat Nyepi umat tidak melakukan aktivitas apa-apa. Agar
suasana jadi sepi dan sunyi (khusuk) umat melaksanakan Catur Baratha
Panyepian.
Catur Baratha Panyepian:
- Amati Geni : tidak menyalakan api,baik siang maupun malam.
- Amati Karya : tidak melakukan kerja.
- Amati lalanguan : tidak bersuara yang gaduh,tidak
berhuru-hara.
- Amati Lelungaan : tidak bepergian.
4. Ngembak Geni
Sehari setelah Nyepi disebut Ngembak Geni. Catur Brata
Panyepian kembali di buka. Umat melakukan silaturahmi kepada sanak saudara,atau
berrekreasi ketempat-tempat wisata.
4. Panca Yama Bratha
a. Pengertian Panca
Yama Bratha
Ajaran Panca Yama Bratha merupakan Susila Hindu yang sudah
semestinya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Susila artinya:peraturan tentang tingkah laku yang baik dan benar
yang akan mendatangkan kebahagiaan dalam kehidupan di dunia.
Panca Yama Bratha terdiri dari kata Panca yang artinya 5 (lima),Yama
artinya pengendalian diri,dan Bratha (wrata) artinya keinginan atau kemauan.
Jadi Panca Yama Bratha artinya lima macam cara mengendalikan keinginan agar
tidak melakukan perbuatan yang melanggar Susila.
b. Bagian-bagian
Panca Yama Bratha:
1. Ahimsa.
Ahimsa terdiri dari kata a yang artinya tidak, dan himsa
yang artinya menyakiti atau membunuh. Jadi Ahimsa artinya perbuatan yang tidak
menyakiti atau membunuh mahluk lain.Yang dimaksudkan disini adalah tidak
semena-mena menyakiti dan membunuh demi nafsu belaka. Tapi dibenarkan membunuh
hewan untuk kepentingan Yadnya seperti yang tercantum dalam lontar
Wrtisesana,yaitu:
- Untuk Dewa Puja atau persembahan kepada Dewa.
- Untuk Athiti Puja atau persembahan kepada tamu.
- Untuk Pitra Puja atau persembahan kepada para leluhur.
- Dharma Wighata untuk menyelamatkan tanam-tanaman dari
serangan hama penyakit.
- Untuk dimakan.
2. Brahmacari
Yang dimaksud dengan Brahmacari adalah masa menuntut ilmu
(usia belajar) seperti murid-murid disekolah. Bila dikaitkan dengan perkawina,Brahmacari
dapat dikelompokan sebagai berikut:
- Sukla Brahmacari,yaitu orang yang tidak pernah menikah
seumur hidupnya.
- Sewala Brahmacari,yaitu orang yang hanya menikah sekali
seumur hidupnya.
- Tresna atau Kresna Brahmacari,yaitu orang yang menikah lebih
dari satu kali.
3. Satya
- Satya artinya setia dan jujur. Ada lima macam Satya yaitu:
- Satya Hredaya,artinya setia dan jujur terhadap kata hati.
- Satya Wacana,artinya setia dan jujur terhadap perkataan.
- Satya Semaya,artinya setia dan jujur terhadap janji.
- Satya Laksana,artinya setia dan jujur terhadap perbuatan.
- Satya Mitra,yaitu setia dan jujur terhadap teman.
4. Awyawaharika
Ajaran Awyawaharika menjadikan orang rendah
hati,sederhana,jujur,menyayangi sesama,berbudi luhur,dan suka menolong tanpa
pamrih.
5. Astainya
Astainya mengajarkan manusia agar selalu jujur,tidak suka
pada hak milik orang lain dalam artian tidak mencuri. karena mencuri adalah
perbuatan yang dilarang agama.
Contoh-Contoh
Perilaku Panca Yama Brata
Contoh Perilaku Ahimsa:
a. Merawat Binatang peliharaan,
b. Menyayangi keluarga,
c. tidak menyinggung perasaan orang lain,
d. Tidak membunuh binatang selain untuk kepentingan yadnya,
e. Menghormati sesama, dll
Contoh Perilaku Brahmacari
a. Rajin belajar,
b. Tidak malas masuk,
c. Rajin bertanya kepada Guru akan hal yang belum
dimengerti,
d. Melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi,
e. Tidak bosan belajar,
f. Selalu ingin tahu akan informasi terbaru,dll
Contoh Perilaku Satya:
a. Selalu berkata jujur,
b. Berpendirian teguh,
c. Tidak mau melaklukan perbuatan yang menyakiti orang lain,
d. Menyayangi teman,
e. Selalu menepati Janji, dll.
Contoh perilaku Awyawaharika:
a. Melakukan perbuatan sesuai Dharma,
b. Tidak bertengkar dengan orang lain,
c. Tidak menggunakan kepandaian untuk menyakiti orang lain,
d. Tidak menghina orang lain, dll
Contoh perilaku Astainya:
a. Tidak mencuri harta milik orang lain,
b. Menjaga harta benda yang dimiliki,
c. Menaruh harta benda dengan baik, dll.
5. PANCA NYAMA BRATA
a. Pengertian Panca
Nyama Brata
Panca Nyama Brata berasal dari tiga kata, yakni:
- Panca artinya lima,
- Nyama artinya pengendalian yang bersifat batiniah, dan
- Brata artinya kemauan atau keinginan.
Jadi Panca Nyama Brata artinya lima pengendalian diri yang
bersifat batiniah. Tujuan Panca Nyama Brata untuk membina atau mengembangkan
sifat-sifat bakti kepada Tuhan melalui pengendalian kemauan dan melakukan
pantangan-pantangan menurut ajaran Agama Hindu. Sumber ajaran Panca Nyama Brata
adalah Kitab Wrhaspati Tattwa, sloka 61, sebagai berikut:
Akrodha guru susrusca
Saucam aharalagawam
Apramadasca pancaite
Niyamah parikirtitah.
Artinya:
Akrodha namanya tidak marah saja. Guru Susrusa namanya bakti
berguru. Sauca namanya selalu melakukan japa, membersihkan badan. Aharalagawa
ialah tidak banyak-banyak makan. Apramada namanya tidak lalai.
b. Bagian-bagian
Panca Nyama Brata
a. Akrodha
b. Guru Susrusa,
c. Sauca
d. Aharalaghawa, dan
e. Apramada.
1. Akroda
Akroda artinya tidak marah,pengendalian diri dari
amarah,karena amarah adalah api yang akan membakar diri kita kelembah dosa.
2. Guru Susrusa
Guru Susrusa artinya hormat, taat dan tekun menjalankan
ajaran dan nasehat-nasehat dari Guru. Dalam Agama Hindu ada empat Guru yang
harus dihormati disebut dengan Catur Guru, keempat guru itu adalah:
a. Guru Reka atau Guru Rupaka artinya ayah dan ibu yang
telah melahirkan, memelihara dan merawat kita dari bayi sampai tumbuh dewasa .
b. Guru Pengajian atau Guru Waktra artinya Ibu Bapak guru
yang mangajar kita disekolah dari tidak tahu membaca menulis berhitung sampai menjadi
bisa. Selain Guru di sekolah, yang termasuk Guru Pengajian adalah para
Sulinggih, para Resi yang telah menyebarkan Ajaran Weda.
c. Guru Wisesa adalah pemerintah yang selalu memberikan
perlindungan kepada setiap warga negara. Yang termasuk Guru Wisesa, seperti:
Kadus, Perbekel, Camat, Bupati, Anggota DPR, Gubernur, Polisi, Tentara,
Presiden, dll.
d. Guru Swadhyaya artinya guru alam semesta yaitu Ida Sang
Hyang Widhi.
3. Sauca
Sauca artinya suci lahir batin. Untuk menjaga kesucian lahir
batin Menurut Kitab Manawa Dharma Sastra dapat dilakukan dengan:
a. Mandi untuk membersihkan badan,
b. Kejujuran untuk membersihkan pikiran,
c. Ilmu Pengetahuan dan Tapa untuk membersihkan roh atau
jiwa,
d. Kebijaksana digunakan untuk membersihkan akal.
Selain itu yang perlu disucikan adalah Kayika, Wacika dan
Manacika kita.
4. Aharalaghawa
Aharalaghawa artinya membatasi makan dan minum.
5. Apramada
Apramada artinya taat menjalankan kewajiban dan mengamalkan
ajaran agama.
c. Contoh-contoh
Perilaku Panca Yama Brata
1. Contoh-contoh
Perilaku Akrodha:
a. Tidak cepat marah,
b. Mengendalikan keinginan,
c. Mengendalikan pikiran,
d. Menghadapi masalah dengan tenang, dll
2. Contoh-contoh
Perilaku Guru Susrusa:
a. Berbakti kepada orang tua,
b. Mematuhi Nasehat
Orang tua dan Guru di sekolah,
c. Melaksanakan kegiatan,
d. Melaksanakan ajaran guru dengan penuh tanggung jawab,
e. Taat terhadap tata tertib,
f. Sederhana, rendah
hati, jujur dan setia pada kebenaran,
g. Mematuhi peraturan-peraturan dan undang-undang yang
berlaku,
h. Rajin berdoa,
i. Hidup bersih lahir batin,
j. Mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.
3. Contoh-contoh
Perilaku Sauca:
a. Mandi tengan teratur,
b. Rajin Sembahyang,
c. Selalu berkata jujur,
d. Selalu bersikap tenang dan bijaksana,
e. Rajin berlatih memusatkan pikiran dengan cara pranayama,
dan samadi,
f. Bersikap jujur dan setia pada kebenaran, dll
4. Contoh-contoh
perilaku Aharalaghawa:
a. Selalu bersyukur dengan apa yang dimakan,
b. Makan secukupnya sesuai kebutuhan,
c. Tidak minum minuman beralkohol, dll.
5. Contoh-contoh
perilaku Apramada:
a. Melaksanakan
kewajiban dengan baik dan ikhlas,
b. Taat melaksanakan tugas yang diberikan,
c. Tidak lalai dan tidak sombong, dll.
d. Penerapan Panca
Yama
1. Di Keluarga:
a. Saling menyayangi
sesama anggota keluarga,
b. Rajin belajar,
c. Tidak bertengkar dengan saudara,
d. Selalu berbuat jujur, tidak berbohong dengan anggota
keluarga,
e. Tidak berbuat curang kepada saudara, dll.
2. Di Sekolah:
a. Menyayangi teman,
b. Belajar dengan tekun dan teliti,
c. Selalu berbuat jujur kepada guru dan teman di sekolah,
d. Mau berteman dengan siap saja,
e. Tidak bertengkar dengan teman,
f. Tidak mencuri barang milik teman, dll
3. Di Masyarakat:
a. Menyayangi semua makhluk,
b. Tidak suka menghina teman atau oarang lain,
c. Berperilaku sebagai seorang terpelajar, disiplin,
bertanggungjawab dan sopan,
d. Berpendirian teguh,
e. Melakukan perbuatan sesuai Dharma,
f. Tidak melakukan perbuatan menipu, curang, mencuri,
merampok maupun korupsi, dll.
e. Penerapan Panca
Nyama Brata
1. Di Rumah:
a. Berperilaku tenang
dalam menghadapi masalah,
b. Hormat dan bakti kepada orangtua,
c. Selalu menjaga kebersihan badan dan kebersihan pikiran,
d. Mensyukuri apa yang dimiliki,
e. Melaksanakan tugas dari orangtua dengan ikhlas, dll
2. Di Sekolah:
a. Tidak cepat tersinggung kepada teman,
b. Memaafkan kesalahan teman,
c. Mentaati tata tertib sekolah,
d. Melaksanakan perintah dan ajaran Guru di sekolah,
e. Bersikap tenang dan bijaksana,
f. Rajin menabung, dll
3. Di Masyarakat:
a. Berusaha menghadapi persoalan dengan tenang,
b. Mematuhi perundang-undangan yang berlaku,
c. Sikap tenang dan bijaksana dalam berbagai hal,
d. Tidak berfoya-foya dan mabuk-mabukan,
e. Tidak lali dengan kewajiban di masyarakat, seperti gotong
royong,
f. Tidak sombong di masyarakat, dll
Sumber Buku Semara Ratih Kls.IV dan sumber lainnya.
Komentar
Posting Komentar