helaibuku.blogspot.com/
Sahabat Helai Buku yang berbahagia, Didalam membagun karang paumahan
hendaknya memperhitungkan, mengikuti atau menyesuaikan dengan factor
keseimbangan atau keharmonisan sekala dan niskala. Tampa memperhitungkan itu
akan menimbulkan ketidak harmonisan secara pisik dan mental. Manusia Penghuni
rumah tersebut akan sering mengalami sesuatu yang tidak nyaman, taka man, tak
sehat, dan mungkin akan mengalami gangguan pikiran. Karena aura yang dimunculkan
oleh letak bangunan tidak sejalan dengan aura dari si penghuni.
Untuk
itulah pentingnya memahami serta mengikuti uger-uger , menggunakan sikut
(ketentuan-ketentuan) seperti berikut:
1. Berdasarkan ujung dari pekarangan :
a. Timur
laut adalah tempat untuk Sanggah Kamulan atau Merajan yang disebut dengan Sari
Raksa.
b. Tenggara
adalah untuk kandang hewan peliharaan disebut dengan Aji Raksa
c. Barat
daya adalah arah untuk dapur atau tempat padi disebut dengan Rudra Raksa.
d. Barat
Laut adalah tempat untuk palinggih Panunggun Karang disebut Kala Raksa.
2. Berdasarkan Tri Mandala
a. Utama
Mandala, tempat merajan yang merupakan kiblat matahari dan gunung.
b. Madia
Mandala, untuk tempat tidur.
c. Nista
Mandala, untuk teba (pekarangan belakang rumah ), kebun.
3. Berdasarkan Tri Angga
a. Utama
Angga adalah atap bangunan.
b. Madia
Angga adalah saka (tiang bangunan).
c. Nista
Angga adalah bebaturan (dasar bangunan).
4. Berdasarkan Tri Hita Karana
a.
Prahyangan adalah stana Ida Sang Hyang Widhi
b. Pawongan
adalah rumah sebagai tempat tinggal manusia.
c. Palemahan
adalah pekarangan.
5. berdasarka Tri Loka
a. Bhur
Loka adalah dasar bangunan.
b. Bhuwah
Loka adalah badan bangunan.
c. Swah Loka
adalah atap bangunan.
6. Berdasarkan Rwa Bhineda
a. Luan Tebén, di luan adalah kepala yang dikiblatkan ke gunung, sedangkan tebén kiblatnya ke laut.
b. Siang
dan malam, siang hari adalah waktu untuk bekerja, dan malam hari adalah waktu
untuk istirahat.
7. Berdasarkan keinginan untuk kesejahteraan
a. Merajan
adalah tempat untuk memohon keselamatan.
b. Rumah
adalah tempat berteduh dan berlindung secara jasmani.
8. Berdasarkan keasrian dan kelestarian
a. Menurut
tata letak Kosala dan Kosali
b. Menurut
Tri Angga dan Asta Bhumi
Baik Buruknya
Pekarangan Rumah
Dalam membangun rumah, terlebih dahulu penting diketahui
baik buruk pekaragan rumah tersebut. Di bawah ini akan diuraikan beberapa
ketentuan untuk mengetahui apakah pekarangan tersebut digolongkan baik atau
buruk.
A. Posisi Pekarangan
1.
Karang yang tempatnya
lebih tinggi di barat, namanya Karang
Nemu Labha. Sangat baik dan banyak untuk.
2.
Pekarangan yang lebih
tinggi di selatan, bernama Karang
Paribhiga, sangat baik, mendapatkan putra yang baik tak kurang sandang
pangan.
3.
Pekaragan yang datar,
baik dan buruknya seimbang
4.
Pekarangan yang lebih
rendah bagian barat dan selatan sangat buruk, disenangi oleh deti
5.
Pekarangan ang
dikelilingi oleh jalan, sangat buruk bernama Karang Sulanyupi
6.
Karang yang diapit
oleh jalanm sangat buruk bernama Karang
Katakabanda.
7.
Pekarangan yang diapit
oleh jurang, jalan raya, serta gunung bernama Karang Teledu Nginyah, sangat
buruk, sering sakit.
8.
Karang gerah
adalah pekarangan yang bersebelahan
dengan Kahyangan Tiga.
9.
Pekarangan yang
dimiliki oleh satu orang namun letaknya berseberangan jalan dan berhadapan,
sangat buruk
10.
Karang Suduk Angga, adalah pekarangan
yang tumbak jalan atau tembok
pekarangan serta atap dari rumah lain jatuh di pekarangan tersebut. Sangat
buruk.
11.
Karang Asu Welang adalah pekarangan yang
sering menerima sakit, sebab berdampingan dengan Brahmana, Sudra dan kembali
sudra
12.
Karang Tumbak Rurung, itu adalah
pekarangan yang buruk.
13.
Karang Naga Sesa adalah Pekarangan yang
berhadapan langsung dengan pintu masuk
pekarangan lain.
14.
Karang liwatin rurung atau dilewati parit
15.
Pekarangan yang buruk
ialah pekarangan bekas kuburan.
16.
Karang Manyelengking adalah dua pekarangan
yang dijadikan satu pinut gerbang dimana penghuninya adalah lain keturunan.
B. Berdasarkan Ciri-ciri
dalam Pekarangan
1.
Pekarangan terasa
penuh (demdem manteb) meskipun tidak
ada penduduk, ciri pekarangan disemayami Dewata.
2.
Pekarangan terasa
sangat sepi, ciri buruk, disemayami oleh Tiga Bhuta.
3.
Pekarangan tampak
seperti diselimuti sayong (embun
pagi), ciri buruk, sering mendapatkan penyakit.
4.
Pekarangan keluar
asap, ciri buruk, sering sakit.
5.
Pekarangan yang pernah
disambar petir atau pernah ada orang bunuh diri, ciri sangat buruk, sering
sakit.
6.
Pekarangan yang berbau
pedas, sangat baik, sering bersahabat dan baik serta rukun dengan keluarga.
7.
Tanah pekarangan
berwarna hitam, ciri kurang baik untuk dihuni
8.
Jika sering udaranya
terasa panas (melepek) dalam
pekarangan, ciri buruk dan tidak baik ditempati
9.
Karang Boros Wong adalah sebuah pekarangan yang buruk dengan
pintu masuk berjumlah dua atau lebih.
10.
Pekarangan bekas
kebakaran, ciri buruk, tidak baik untuk ditempati.
C. Karang Kabaya-baya
1.
Jika di pekarangan
tumbuh kelapa bercabang, namanya Bhuta
Salah Wetu, sangat buruk.
2.
Jika rumah ditumbuhi
jamur (wong) disebut Karang Wong Baya.
3.
Jika ada rumah tabuan/tawon raksasa, disebut dengan
Karang Panca Bhaya
4.
Jika ada lulut (kumpulan ulat), disebut Karang Lulut Baya.
5.
Jika ada darah kental,
tanpa sebab itu bernama Karang Toya Baya
6.
Karang Sepuh Baya, adalah pekarangan yang
didiami rayap rumahnya seperti gunung.
7.
Karang Ula Baya (ular masuk ke dalam
rumah), pekarangan yang ada babi atau anjing beranak satu, ciri bahaya.
8.
Karang Salah Pati, tempat dimana dulunya
ada orang bunuh diri
9.
Karang Keraja Baya adalah karang ada
darah kental tiba-tiba.
10.
Karang Geni Bhaya, adalah karang yang
pernah disambar petir atau kebakaran.
D. Karang Sesuai Dengan
Lingkungan
1.
Karang manik mulia, miring ke timur adalah
banyak pangan dan harus menanam pohon kayu
urip (cocor bebek) di bagian barat.
2.
Karang sri sedana, miring ke barat dan
sering sakit, bertengkar, harus menanam pisang batu di sana.
3.
Karang gelagah,miring ke selatan,
sering kehilangan . sebaiknya menanam phon mawar merah
4.
Karang indra prastha, miring ke utara, cepat
kaya raya.
5.
Karang dharma lingid, miring ke barat dan
timur, namun di tengahnya melengkung, cepat kaya.
6.
Karang sekar anom, miring selatan ada
rawa-rawa di sana baik dan buruk seimbang, harus menanam celagi (pohon asam)
7.
Karang dhana rasa, meninggi di bagian
barat dan merendah di bagian utara, banyak harta dan istri setia
8.
Karang sri nugraha tinggi di barat dan
rendah di timur, sangat baik.
9.
Karang kala wisesa, naik di timur dan
rendah di barat sangat buruk
10.
Karang wisnu manitis, datar di bagian utara
sangat baik
11.
Karang siwa bhoga adalah datar di
selatan, sering mendapatkan godaan.
12.
Karang brahma padem, pekarangan yang sering
terlihat pelangi, sangat angker.
13.
Karang sigar penyalin, pekarangan
yang banyak airnya, harus ditanami sebanyak mungkin agar baik.
14.
Karang asu ngelak, ada gunung di bagian
barat. Sering dirusak orang lain.
15.
Karang singha merta adalah pekarangan ada
air keluar di sana, sangat buruk.
16.
Karang sunia layu, pekarangan dikelilingi
jurang, sangat banyak godaan namun banyak rejeki.
17.
Karang tiga
warna adalah pekarangan yang diitari
oleh gunung, sangat baik untuk tempat beryoga atau latihan spiritual.
18.
Karang yang tanahnya putih, sangat harum
baunya, baik untuk usaha, cepat kaya.
19.
Karang yang tanahnya
hijau, adalah karang yang berbau amis, serta busuk, itu juga banyak hartanya.
20.
Jika tanahnya hitam,
pekarangan yang digemari oleh tonya.
21.
Karang indra gana, pekarangan yang datar
dan sering tampah bianglalah
(pelangi). Ciri baik.
22.
Karang kaula katubing bala, pekarangan
yang dikelilingi gunung atau bukit. Cepat kaya.
23.
Karang sri mangepel, pekarangan yang diapit
sungai atau jurang. Akan menjadi kaya akan pangan.
24.
Karang luwur wangke, pekarangan yang diapit
gunung disukai oleh kerbau, sapi, dll. Ciri bai.
25.
Karang arjuna, pekarangan yang rendah di timur, di utara dan selatan gunung.
Sering mendapat pisuna (fitnah)
26.
Pekarangan yang
tanahnya berwarna merah dan berbau pedas, rasa manis. Baik dan kaya.
E. Karang Panes yang lain
1.
Kapanca bhaya – kayu yang ada di sana
salah tumbuh tidak seperti biasa
2.
Keraja bhaya –ada suatu perkelahian
di sana sebelumnya
3.
Panca bhaya – ada orang yang
sengaja bunuh diri di sana
4.
Salah wetu – adalah pekarangan
yang binatangnya berbeda dari biasanya
5.
Panca bhumi – pekarangan yang
disambar petir
6.
Leak gundul – ada asap di sana di
pekarangan itu.
7.
Bhuta walu – di pekarangan ada
babi beberasan (cacing pita)
8.
Karagan, ayam dan anjing
bersenggama di sana
9.
Papa bramana – didiami oleh tabuan sirah (tawon)
10.
Kawisyan – ada ular masuk
pekarangan
11.
Geseng – ada kebakaran di sana
12.
Sunduk angga adalah karang pagar
atau temboknya menusuk tembok tetangga
13.
Sandang lawing, pekarangan yang
berpapasan jalan dihuni oleh saudara kandung.
14.
Tumbak tukad, adalah pekarangan yang
berhadapan langsung dengan sungai
15.
Boros wong adalah salah satu pekarangan dua pintu masuk
16.
Karang ngaluwanin adalah tempat lebih
tinggi atau di hulu pura Kahyangan Tiga atau di hulu gray sulinggih.
17.
Karang namping pempatan, pekarangan
yang terletak di samping perempatan atau pertigaan jalan raya
18.
Karang bekas kuburan
19.
Kelebon amuk, ada yang pernah
membunuh dan dibunuh di sana
20.
Karang kagantung adalah pekarangan yang
pernah ada orang bunuh diri
21.
Bhuta dengen adalah pekarangan
terasa sepi meskipun secara nyata ramai sekali.
F. Rumah Leteh (Grha Kadurmanggalan)
1.
Brahma sesa – adalah bangunan bekas
yang terbakar
2.
Ngurip watu- adalah bangunan yang
roboh sendiri
3.
Balu makabun – saka atau adegannya
masuk menusuk legungan (lambing)
4.
Dongkang mekehem – ada bale yang bundar di tengh-tengah, diisi
emper atau gerantang keliling
5.
Kapurwan – karang yang rendah di
barat dan tinggi di timur
6.
Kedaksinan – miring selatan dan
tinggi di utara
7.
Ambu bengu, sebuah karang yang bau
amis dan panes
8.
Kucem – tanahnya berwarna kusam
9.
Manyeleking, adalah karang yang
pintu masuknya berhadapan langsung satu sama lain. Juga disebut dengan naga sesa
10.
Karubuhan, pernah ditimpa pohon
yang tumbang
11.
Sandal lawe- adalah sebuah karang
yang dihadapkan pada jalan kecil
12.
Kapit yuyu, adalah karang yang
diapit oleh tukad (sungai)
13.
Teledu nginyah - diitari gunung, jurang dan secara tidak
langsung meninggi sendiri
14.
Sula nyupi – diitari jalan raya
15.
Kuta kabanda – diapit oleh sungai
besar
16.
Karang nanggu – tidak ada rumah di
depan pekarangan
17.
Karang apitan – diapit oleh kaum
brahmana
18.
Asu belang – rumah yang
selang-seling antara brahmana dengan sudra
19.
Lebah banyu – karang yang lebih
rendah dari tetangga
20.
Kalingkuhin - karang yang lebih pendek dari tetangga baik
kanan dan kiri
21.
Karang negen – satu orang punya tanah
di seberang jalan dan sisi yang lain.
Pemahayu Karang Panes
Semua karang panes mendatangkan bahaya
bagi yang tinggal di sana. Dengan kata lain, setiap karang panes pastilah
memiliki suatu dampak yang kurang baik, seperti kebingungan, sering bertengkar,
sering sakit-sakitan, dll. Maka dari itu karan patut disucikan dan diruwat
dengan caru, agar bhuta/energy negative yang terdapat di pekarangan tersebut
dapat di netralisir.
Ngeruat
Pekarangan (Ngupahayu Karang)
1.
Karang Karubuhan, dan Karang Sandang Lawe, sebaiknya membangun
padmasari/Padma andap tepat di penumpelan/penumbak jalan, tempat menstanakan
Sanghyang Wisesa yang disebut Bhatara Indra Belaka. Kalau tidak maka menjadi
Sang Kala Maya atau Kala Desti yang akan membuat celaka penghuni pekarangan
2.
Karang Sula Nyupi, Kuta Kabanda, dan Teledu nginyah sebaiknya membangun padmasari di depan rumah untuk stana
Sang Hyang Durga Maya atau Sanghyang Kala Durga.
3.
Karang
Gerah, sebaiknya membuat lubang tembus (song
mbah) pada tembok yang menghadap
ke Pura, atau bale banjar, atau pasar. Untuk mengayat Sang Hyang Kala
Amengkurat.
4.
Pekarangan panes harus
dilakukan pecaruan
Upacara Pemanggih. Di bawah menggunakan itik dengan warna hitam dengan
tandingan 33 winangun urip. Dilengkapi dengan datengan ayam putih diolah 5
tanding selengkapnya dengan segala macam alat-alat caru. Di sanggah kemulan
harus menggunakan prayascita dengan
segala macam perlengkapan.
Menghaturkan guru piduka di hadapan Ida Bhatara Hyang Guru serta di kawitan.
Menggunakan caru seperti :
- a.
Caru Eka Sata dengan
ayam putih diolah menjadi 5 tanding
- b.
Caru Manca Sanak,
yakni caru panca sata dengan anjing bang bungkem
- c.
Caru Angkus
- d.
Caru Resigana.
Tatacara
Membangun
A. Dasar ukuran (geguat)
1.
Sesuai dengan aturan
yang terdapat pada Asta Kosala-Kosali dan
Asta Bumi, sesuai sepat siku-siku
2.
Tata upacaranya sesuai
dengan petunjuk lontar Ida Hyang Wiswakarma, sebagai dewatanya para undagi.
3.
Sesuai dengan konsep
Tri Hita Karana yang sudah jelas mendatangkan kerahayuan serta kemakmuran bagi
setiap insan
4.
Sesuai Tri Mandala, Tri Angga, Luan Teben, Tri
Loka, dan lain-lain.
B. Persiapan Membangun.
1.
Nyukat, mengukur pekarangan dan merajan serta
membuat kori (pintu gerbang).
Dibuatkan upacara dengan runtutan :
a.
Nyakap temapt untuk rumah sesuai kaidah sastra
b.
Menghaturkan caru eka sata ayam brumbun diolah
menjadi 33 tanding.
c.
Nyukat (mengukur)
dimulai dari arah timur laut, searah jarum jam dan dihaturkan banten pemali di tempat menancapkan
patok.
2.
Sebelum membuat patok
ukuran dengan bamboo atau dengan carang dadap yang diberi sasap (satsat), kemudian diberi rerajahan aksara Ang dan Ah, panjangnya
satu depa si pemilik rumah. Panjang
sukat bisa adepa alit (adepa magemelan)
maurip satu hasta musti. Bisa juga adepa
agung (adepa ngerebang jeriji) dan juga maurip satu hasta musti.
3.
Upacara (nyukat) mengukur pekarangan, merajan,
bangunan dan pintu masuk :
a.
Banten
piuning/pakeling :
- Jika yang dibangun itu
dudlunya adalah tanah carik, maka
harus matur piuning kehadapan Ida Bhatara Ulun Suwi.
- Jika dahulunya adalah
tanah kebun, maka diayat Ida Bhatara Kahyangan Tiga dan Ida Batara Pengulun
Tegal.
Bantenya adalah : peras daksina, ajuman, canang serta segehan manca warna.
a.
Banten caru (di bawah)
:
- -
Nista: caru itik bulu
hitam, dengan lembat asem, dengan urab putih, diolah menjadi 5 tandidng,
ketengan 33 tanding, masing-masing memakai sengkwi, banten buh wadah suyuk 5
tanding dilengkapi peras, sesari 27 keteng
- -
Bisa juga caru ayam
brumbun manca warna dengan olahan 33 bayuh caru pengeruak buana.
b.
Segehan agung jangkep dengan arak tetabuhan, dihaturkan kepada Sang Bhuta
Dengen.
c.
Upacara Pekala Hyang
dengan sesayut durmanggala, prayascitta dengan
wangi-wangian.
d.
Banten ke surya adalah
peras, daksina, suci, dan canang.
e.
Banten untuk tukang
ukru yakni daksina, sagi-sagi, sesarik
tetebus, segehan putih kuning.
4.
Nyukat/mengukur
halaman rumah
Tanah yang akan dibangun ditancapkan patok setiap sudut lengkap dengan
aksaranya. Lengkapi dengan banten pemali,
nasi kojong dengan bunga pucuk bang. Mengukur
mulai dari arah timur laut untuk dijadikan patikan atau titik tolak pengukuran.
Pengukuran dimulai dari sudut timur laut kemudian ke selatan, terus ke
barat menggunakan depa agung atau depa alit dari pemilik pekarangan.
Halaman yang memanjang dari timur ke barat, dari utara ke selatan, maka
ukur dari timur ke barat atau dari utara ke selatan dengan mengikuti ketentuan
Asta Bhumi, yakni :
No
|
Utara daksina (uatara-selatan)
|
Purwa pascima (timur-barat)
|
Nama sukat
|
Yang berhak menempati
|
1
|
15 depa
|
14 depa
|
Gajah
|
Brahmana
|
2
|
14 depa
|
13 depa
|
Dwaja
|
Parahyangan
|
3
|
13 depa
|
12 depa
|
Singa
|
Ksatriya
|
4
|
12 depa
|
11 depa
|
Wreksa
|
Prebali, Prebekel
|
5
|
11 depa
|
10 depa
|
Lembu
|
Brahmana, Jaksa
|
6
|
10 depa
|
9 depa
|
Dwaja
|
Dagang, nelayan
|
7
|
9 depa
|
8 depa
|
Singa
|
Jajaran tukang/undagi
|
8
|
8 depa
|
7 depa
|
Weksa/ Lembu
|
Jajaran pemangku
|
9
|
7 depa
|
6 depa
|
Kumbha/Wreksa
|
Pembuat gerabah, Dagang
|
10
|
6 depa
|
5 depa
|
Mapasaran
|
Dagang itik, dagang minyak
|
Jika pekarangan tersebut sangat luas,
maka dapat dikalikan 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10. Seusai mengukur, maka berikan
pengurip dengan ukuran satu sesa, atau
satu hasta musti.
Mencari sesa: ukurannya adalah abelah dada ditambah lima lengkat ditambah satu kepalan
tangan, dibagi 9 sisanya adalah disebut sesa.
Ada beberapa kriteria seperti :
- Sesa 1 – baik untuk raja/penguasa
- Sesa 2 – baik untuk dagang
- Sesa 3 – baik untuk menteri
- Sesa 4 – baik untuk dagang, catur sona
- Sesa 5 – baik untuk pande
- Sesa 6 – baik untuk bendega atau
nelayan
- Sesa 7 – baik untuk pande mas, prabangkara
- Sesa 8 – baik untuk dagang, bendega,
pembuatan gerabah
- Sesa 9 – baik untuk brahmana, juru rawos
- Sesa 10 – baik untuk semua golongan
termasuk brahmana
Tambahan untuk sesa :
- Panjang 4 dengan pengeret 3 adalah singa
- Panjang 6 dengan pengeret 5 adalah lembu
- Panjang 7 dengan pengert 6 adalah gajah
Mantra Untuk Mengukur ialah :
Om
eka dwaja yo nikretah
Jika ukuran tanpa sesa, maka akan percuma saja membuat rumah. Jika sudah selesai
mengukur, maka setiap sudut ditancapkan pancung
( tonggak) kemudian haturkan banten pamali.
5.
Mengukur tempat
sanggah dan pelinggih
6.
Tempat merajan/sanggah
adalah di utama mandala dari pekarangan yakni di bagian timur laut, timur, atau
di barat laut sesuai keadaan. Namun yang paling utama tempatnya adalah di timur
laut yang bernama sari raksa.
a.
Ukuran Pelataran Sanggah :
No
|
Utara daksina
|
Purwa pascima
|
|
1
|
6 depa
|
X 5 depa agung
|
Madia
|
2
|
8 depa
|
X 7 depa agung
|
Madia
|
3
|
10 depa
|
X 9 depa agung
|
Utama
|
4
|
11 depa
|
X 10 depa agung
|
Utama
|
5
|
14 depa
|
X 13 depa agung
|
Madia
|
6
|
11 depa
|
X 10 depa agung
|
Madia
|
7
|
15 depa
|
X 16 depa agung
|
Paling Utama
|
8
|
14 depa
|
X 13 depa alit
|
Madia
|
9
|
22 depa
|
X 21 depa agung
|
Utama
|
10
|
26 depa
|
X 25 depa agung
|
Madia
|
b.
Ukuran Tempat Pelinggih
-
Jika merajan, maka ada
Tri Lingga (Kemulan/Rong Tiga, Ratu
Ngurah dan Taksu)
-
Letak kemulan/Rong Tiga berada di timur di
tengah-tengah. Dari arah tembok utara 11 tampak
ditambah satu tampak ngandang. Dari
arah tembok timur 3 tampak ditambah atampak
ngandang. (ada juga yang menggunakan 7 tampak + satu tampak ngandang)
-
Dari arah rong tiga ke
selatan, maka pelinggih Ratu Ngurah
(Pengrurah) dengan jarak 4 tampak ditambah satu tampak ngandang, dan tempatnya agak di depan dari pelinggih
rong tiga. (bisa juga setengah atau seluruhnya berada di depan rong tiga)
-
Letak Taksu, dari tembok utara 3 atau 11
tampak ditambah satu tampak ngandang. Dari pelinggih rong tiga tampak ditambah
satu tampak ngandang kelipatan 8
ditambah 7 tampak ditambah asampel/satu
tampak ngandang). Pelinggih Taksu
menghadap ke selatan, Rong Tiga menghadap
ke barat dan Ratu Ngurah menghadap
barat.
Catatan : Apabila membuat Padma Sari
sebagai pengayatan pura-pura, kawitan, letaknya ditimur laut jarak tembok utara
dan timur 3 tampak dan urip atampak ngandang (1/2 tampak).
Ukuran
Pemedalan/Kori/pintu masuk
Untuk mengukur ini, bentangkan tali
dari sisi luar pekarangan, kemudian dibagi Sembilan. Maka akan di dapat posisi
pintu di Sembilan tempat (1-9, sesuai dengan gambar).
Jika
pintu menghadap timur, diukur dari arah utara. Apabila posisi pintu ada adi
nomor :
- -
1 = akasih prih ala – buruk
- -
2 = kina baktian – baik
- -
3 = werdi guna –baik
- -
4 = dhana teka – baik
- -
5 = brahmana stana – buruk
- -
6 = dhana werdi – baik
- -
7 = nohan – baik
- -
8 = stri jahat – buruk
- -
9 = nistha – buruk
Pintu
menghadap selatan, diukur dari arah timur :
- -
1 = baya agung – buruk
- -
2 = tanpanak – buruk
- -
3 = suka mageng –baik
- -
4 = udan mas – baik
- -
5 = brahma stana – buruk
- -
6 = dhana werdi – baik
- -
7 = sugih baya – buruk
- -
8 = teka werdi – baik
- -
9 = kesakten – buruk
Pintu
menghadap ke barat, diukur dari arah selatan:
- -
1 = baya agung – buruk
- -
2 = musuh akweh – buruk
- -
3 = werdinas –baik
- -
4 = werdi guna – baik
- -
5 = dhanawan – baik
- -
6 = brahmastana – buruk
- -
7 = kina bakten – baik
- -
8 = kapiutangan – buruk
- -
9 = karogan kala – buruk
Pintu
menghadap arah utara, diukur dari arah barat
- -
1 = gering karogan – buruk
- -
2 = tanpanak – buruk
- -
3 = gering wicara – buruk
- -
4 = kadalih – buruk
- -
5 = pangandoyan – buruk
- -
6 = brahmastana – buruk
- -
7 = suka mageng – baik
- -
8 = bagiasih – baik
- -
9 = kageringan – buruk
Ukuran
Halaman dan Posisi
Bangunan
Yang digunakan sebagai pedoman utama
ialah Bale Daja dan Bale Tengah. Sesuai dengan tata caranya, maka akan didapat
beberapa hal yakni :
-Di hulu adalah bale daja atau tempat tidur
-Di tengah adalah bale sumanggen seperti bale
gede, bale mundak, bale sakaa ulu, sebagai tempat upacara.
-Di selatan atau barat daya sebagai
tempat dapur. Di depannya adalah (jineng) lumbung, dan dibelakangnya adalah
kamar mandi, bada (kandang ternak), gudang, dll.
-Di barat adalah bale singasari, tempat menerima tamu tempat istirahat sejenak, bale
sakepat, dan tempat ketungan (menumbuk padi)
-Tempat sumur adalah di barat daya,
barat daya, barat, barat lau atau timur laut.
Perhitungan
Asta Wara untuk posisi bangunan :
- -
Sri adalah untuk tempat jineng
- -
Indra adalah tempat piasan sanggah
- -
Guru adalah tempat pelinggih atau merajan
- -
Yama adalah tempat untuk taksu dan gudang
- -
Rudra adalah tempat dapur
- -
Brahma adalah tempat untuk dapur
- -
Kala adalah tempat untuk pintu masuk
- -
Uma adalah tempat bale tengah atau bale daja.
Baik Buruknya Tempat Bangunan :
1.
Tempat jineng (lumbung) :
- di timur = tukaran = sangat buruk
- di tenggara = kuwos, kegeringan = buruk
- di selatan = paritekalaba = baik
- di barat daya = pariwija mas perak = baik
- di barat = kageringan tan pegat = buruk
- di barat laut = kingkingan, tan pegat gering = buruk
- di utara = ala tan pegat kesedihan = buruk
- di timur laut = gering mapuara pejah = buruk.
2.
Lubang (pintu) jineng:
- Menghadap timur = tukaran, kingkingan = buruk
- Menghadap tenggara = kegeringan = buruk
- Menghadap selatan = tan kurang boga = baik
- Menghadap barat = daya = sugih mas, pari perak mas, ingon-ingon waras = baik
- Menghadap barat = tan pegat kegeringan = buruk
- Menghadap barat laut = kuwos, gering pejah = buruk
- Menghadap utara = kuwos, gering pejah = buruk
- Menghadap timur laut = kuwos, gering pejah = buruk
3.
Tempat untuk dapur :
- Di timur = ptek hati, tukaran,
kingkingan = buruk
- Di tenggara = kuwos, gering, balu =
buruk
- Di selatan = boga katemu = baik
- Di barat daya = boga jenek,
ingon-ingon waras = baik
- Di barat = boga katemu, sakitan = baik
dan buruk seimbang
- Di barat laut = tadah kara, kurang
pangan = buruk
- Di utara = gering puara pejah = buruk
- Di timur laut = kamuk, kasuduk, puara
pejah = buruk
4.
Tempat sumur :
- Di timur = dinalih turunan = buruk
- Di tenggara = utangan = buruk
- Di selatan = tukaran, jaat = buruk
- Di barat daya = ayu = baik
- Di barat = inala aji = baik
- Di barat laut = panjang umur = baik
- Di utara = sedang
- Di timur laut = baik
5.
Tempat lesung (penumbuk padi dari batu)
sebaiknya timur, barat, barat laut, utara atau timur laut
6.
Tempat ketungan (penumbuk padi dari kayu berbentuk panjang)
sebaiknya di timur, selatan, barat daya, dan utara
7.
Kandang ternak
sebaiknya di barat, barat daya, atau selatan
8.
Merajan letaknya di
barat laut, timur laut atau timur.
9.
Penunggun karang
letaknya di barat laut.
10.
Bale singasari
letaknya di barat atau barat laut
Ukuran Halaman Rumah :
Ukuran halaman rumah adalah antara
bale daja dan bale tengah. Menggunakan ukuran tampak si pemilik rumah. Diberi hitungan satu urip tampak ngandang si pemilik rumah.
1.
Ketekan pawilangan
(hitungan) sapta bilangan. Apabila :
- Satu = Bale Banyu – pedatengan sang wawu rauh = banyak
didatangi tamu serta rejeki.
- Dua = Sanggah Waringin – kerauhan kadang warga = banyak
didatangi tamu dan handai taulan.
- Tiga = Gedong Simpen – inih, sugih pirak rajata hemat dan banyak harta.
- Empat = Gajah Palesungan – enggal sadia nanging kageringan tur
kaparaning maling = banyak rejeki namun sakit-sakitan dan kemalingan.
- Lima = Macan Pancuran = keni pisuna tan pegatan = banyak fitnah
.
- Enam = Warak Aturon = tukaran/rebat, tan pegating ala = cekcok
dan banyak masalah
- Tujuh = Gedong Punggul – kepatian, doyan kaputungan = kematian
dan susah keturunan
2.
Sukat (ukuran)
menggunakan catur wilangan ialah
menggunakan ukuran tampak dengan urip
atampak ngandang. Apabila :
- Satu = merekak – sigug = buruk
- Dua = bucicak – lamis = buruk
- Tiga = masigi- bogaasih = baik
- Empat = nalentuh – ndewek = madya
3.
Ukuran halaman
menggunakan Tri Wilangan dengan urip satu
tampak ngandang :
- Satu = rara/nista = buruk
- Dua = roga/madya = sadarana = baik dan seimbang
- Tiga = rahayu/rahayu = baik
4.
Ukuran halaman
menggunakan Tri Wara juga menggunakan
tampakan dengan urip atampak ngandang. Apabila
:
- Satu = Wahyu adalah tempat untuk bale tengah
- Dua = Byantara adlah tempat untuk bale daja
- Tiga = Dora adalah tempat untuk menuju pintu keluar halaman.
5.
Ukuran halaman yang
membentang dari arah timur ke barat juga menggunakan sesa/atampak ngandang ditambah urip:
- 1 tampak = polih boga = banyak harta
- 2 tampak = kweh bakti = banak kerabat
- 3 tampak = luwih guna = banyak rejeki
- 4 tampak = werdi mas/pirak = banyak harta
- 5 tampak = kebrahman /tukaran = banyak cekcok
- 6 tampak = werdi guna = banyak rejeki
- 12 tampak = sugih nanging sakitan = banyak harta tapi sakit-sakitan
- 13 tampak = luwih dana / bares = banyak kedermawanan
- 14 tampak = danawan/bares = suka berderma
- 16 tampak = werdi bakti/ayu = banyak
orang hormat
- 21 tampak = luwih yasa = banyak jasa
- 22 tampak = kweh bakti = banyak kebaikan
di sana dihormati orang
- 23 tampak = luwih guna = banyak rejeki
- 24 tampak = sugih mas/perak = banyak harta
- 25 tampak = lintang suka = banyak
sukanya
- 26 tampak = luwih dana = banyak
berderma/sedekah
- 32 tampak = sugih mas = banyak harta
- 33 tampak = werdi guna = banyak rejeki
6.
Pengurip / sesa sukat (ukuran) haralam
rumah, menggunakan tampak ngandang yang
punya rumah
- Sesa 3 = werdi mas = banyak harta
- Sesa 4 = luwih suka = banyak senang
- Sesa 8 = kweh teka jenek = banyak orang atau harta datang menetap
- Sesa 16 = suka mageng = banyak harta
dan sejahtera
- Sesa 20 = werdi duka = sejahtera
- Sesa 23 = kasukan teka luwih = banyak mendapatkan kebahagiaan
- Sesa 24 = werdi mas = banyak harta dan kebahagiaan
- Sesa 26 = dana = banyak harta dan
dermawan
- Sesa 28 = kweh teka jenek = banyak
- Sesa 33 = suka bakti luwih = banyak kerabat yang peduli
- Sesa 40 = suka teka makweh = banyak harta
- Sesa 27 = luwih putri, mas perak = banyak anak, banyak harta.
Mantra untuk nyukat adalah :
Ong
Ong Ekadwaja Uni Bretah
Ukuran
Bale Ukuran
Sesaka (tiang)
1.
Besarnya sesaka:
- a.
Jika ukurannya 100
gemet, maka tergolong utama
- b.
Jika 111 tergolong
ukuran madia
- c.
Jika 100 geger
tergolong ukuran nista
- d.
Jika lebarnya 5 guli
atau 111 (jinah bolong) disebut Brahmana
sandi
- e.
Jika 4 guli tengah
bernama Singa Pramana
- f.
Jika 4 guli disebut catur raga adnya adnyana
- g.
Jika 3 setengah guli,
disebut pintu guna
- h.
Jika 3 guli, disebut Tri Adnyana
Catatan : 100/111 gemet = sebesar
100/111 uang kepeng ditumpuk
1 guli = sepenggal potongan jari
tengah
2. Panjang sesaka :
a.
Jika panjangnya 25
rahi dengan urip satu jari kelingking, bernama Prabhu alungwaning srama.
b.
jika panjangnya 33
rahi dengan urip aguli tujuh, bernama Dewa
masang kerti. Jika tanpa pengurip, maka sangat berbahaya, disebut dengan prabhu anglong jiwa, dimana perut akan bengka (kembung) mati embet (airnya
tak bisa keluar), dan sakit menagun pahalanya.
c.
Jika panjangnya 21
rahi, dengan urip anguli madia bernama Prabhu
murti ring jinem. Kalau uripnya nista maka disebut dengan prabu ngunya, dimana pahalanya adalah
sering kena amuk, dan sakit bereg (beri-beri)
d.
Jika panjangnya 22
rahi, urip satu guli telunjuk, bernama Prabhu
Nyakra Negara.
e.
Panjang 21 rahi, urip
satu guli tujuh, bernama Dewasih.
3. Untuk pendeta
baik digunakan :
a.
Panjangnya 21 rahi,
urip satu nyari, baik untuk ksatriya dan
pendeta.
b.
Panjang 19 rahi, urirp
satu guli linjong untuk wesia Tanpa pengurip menyebabkan bengka (kembung).
c.
Panjang 21 rahi, tanpa
urip, penghuninya akan sakit-sakitan, kurang panganm dan cepat meninggal.
d.
Panjang 20 rahi, tanpa
urip maka tidak mendapatkan kerahayuan, sering mendapat fitnah, dan tak
henti-hentinya kesakitan.
e.
Panjang 19 rahi, tanpa
urip, akan boros, suka dibuat susah oleh anak-anak.
Ukuran
Panjang Sesaka:
- Panjang 19 rahi, urip satu guli
linjong, untuk wesia dan sudra.
- Panjang 20 rahi, urip auseren
telunjuk, kusuma ratih namanya, baik
untuk patih
- Panjang 20 rahi, urip satu nyari
kelingking, baik untuk raja
- Panjang 20 rahi, urip aguli, prabu ngerebut kedaton. Untuk raja.
- Panjang 20 rahi, urip setengah rahi acaping,
bernama Sang Hyang Kunda Byuh.
- Panjangnya 20 rahi, urip setengah
rahi, bernama Sang Hyang Sidana baik
untuk brahmana, walaka dan wesia.
- Panjang 20 rahi, uripnya setengah
caping bernama Sang Hyang Kumara Yadnya.
- Panjangnya 20 rahi, urip acaping
setengah rahi, bernama Udaya Geni.
- Panjangnya 20 rahi, urip anyari kacing,
bernama Dewa Sih.
- Panjangnya 22 rahi, urip acaping ditambah
setengah rahi, bernama Sang Hyang Kumba
Rat.
- Panjangnya 23 rahi, urip anyari kacing
bernama Bhatara Sih.
- Panjangnya 21 rahi, urip anyari kacing
bernama Bhatara Sih
- Panjangnya 21 rahi, urip aguli
linjong, bernama Dewa Sih.
Catatan : 1 rahi = 1 lebar tiang
Ukuran
Pepelutan Sesaka Bale :
Di bawah tegak lambing, kepalanya 2
rahi, panjang sulurnya satu rahi, badannya 5 rahi, uripnya asulur paduraksa
arahi, jongkok asu arahi teken acaping, ujung (tanggu) sunduk arahi, tanggun
lambing arahi maurip aguli madu.
Ukuran
Rongan Bale:
Ukuran rongan panjang (panjang ruangan
bale=bale) :
1.
Atebah sesaka, urip
asirang agemet, bernama mantra asasaran.
2.
Atebah sesaka, urip
asirang dengan anyari kacing, bernama Dewi
Anangkil, ayu penghuninya.
3.
Atebah sesaka, urip
arahi lwih akepuh tunggul, bernama Mitra
Sih, disukai masyarakat
4.
Atebah sesaka, urip 2
ragi ring acaping, bernama Mantri Wijaya.
5.
Atebah sesaka, urip 2
rahi, dengan tiga jari, bernama Jiwa Merta.
6.
Atebah sesaka, urip
kurang dari asirang, bernama Ngundang
Neluh, diseukai mahkluk halus.
7.
Atebah sesaka, urip 2
sirang ngemet, bernama Sang Hyang Rwa
Murti. Penghuni cepat kayaa.
8.
Atebah sesaka, urip 3
nyari dengan atelek bernama Sang Hyang
Taga Susah. Penghuninya kurang makan dan minum.
9.
Sesaka dengan lebih
dengan kaki pendek, ditambah dengan pengurip setengah caping bernama Kali Kama Sakti. Enghuninya pikirannya
tak tentram, sering dituduh ngeleak.
10.
Atebah sesaka lwih
setengan leng suku bawak maurip acaping. Sanghyang
Durga Asandi Murti namanya. Penghuninya sakti, banyak harta emas,
kata-katanya bertuah, namun sering kaputungan
(sulit keturunan)
11.
Atebah sesaka maurip
abates bawak, prabu namanya.
Lebar Rongan Bale :
Panjang sunduk dibagi dua, sebagian
dipakai bagian dalam, lipatkan tiga kali dipakai bagian dalam sunduk panjang
bernama Sunduk Gamanik. Akan murah
rejeki dan baik bagi penghuninya.
Ukuran
Dedeleg Bale.
1.
Lebar untuk dedeleg
Bale Gede adalah 3 rahi dengan urip acaping.
2.
Untuk bale Singasari
adalah 2 rahi lebarnya, panjangnya sama dengan sunduk pendek kurang atanggu
(bagian luar dari tiang) atau selisih anjar panjang dengan anjar bawak ditambah
2 rahi urip aguli-tujuh.
Ukuran
Iga-Iga Bale.
1.
Usuk Bale Gede
lebarnya adalah atanggan lambang dengan
satu rahi menuju ke purus.
2.
Panjangnya rusuk itu
dibawah kelingking, empat lengkat dengan urip empat jari, dengan lubang tari
arahi.
3.
Untuk bale mundak sakenem (bertiang enam), tanggun-nya tiga rahi jabaning
sapaumahan.
4.
5.
Perhitungan iga-iga
bale:
Sri
|
Werdhi
|
Naga
|
Hyang
|
Mas
|
Perak
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
- -
Sri :
untuk jineng
- -
Werdhi :
untuk bale daja
- -
Naga :
untuk angkul-angkul
- -
Hyang :
untuk merajan
- -
Mas :
Untuk bale selain bale daja
- -
Perak :
untuk dapur dan bale
Ukuran
Bebataran Bale.
Ukurannya menggunakan kepalan tangan
lima jari si pemilik rumah, dimulai dari bawah ke atas. Perhitungannya ada tiga
jenis:
1.
Ukuran menggunakan 5
kepalan tangan (dihitung dari bawah):
- a.
Candi, untuk Bataran Parahyangan
- b.
Watu, untuk Bale
- c.
Segara, untuk Penyerung Semer (pinggiran sumur)
- d.
Gunung, untuk Bale Daja
- e.
Rubuh, adalah tak baik untuk apapun, menyebabkan
pendek umur atau kecelakaan.
Misalnya : didapat bataran bale (5+2)
maka akan menemukan watu. Bila (5+4)
akan mendapatkan Gunung.
2.
Ukuran menggunakan 3
kepalan (dihitung dari bawah)
- a. Suka adalah baik
- b. Duka adalah buruk
- c. Kepanggih adalah buruk
Misalnya: 3+1 = suka
3.
Ukuran untuk 2 kepalan
: (dihitung dari bawah):
- a. Suka adalah baik
- b. Duka adalah buruk
Misalnya: 2+1 = suka
Ukuran
Sendi:
a. Tinggi sendi sesaka di atas
bebataran di bawah sesaka.
- -
Satu rahi adalah Rara yang artinya buruk
- -
Dua rahi sesaka adalah
Roga yang artinya buruk
- -
Dua setengah rahi
sesaka adalah Rahayu adalah utama
b. Lebarnya bagian atas sendi, satu
rahi (arahi) sesaka lebih dua jari
c. Ukuran dasar sendi adalah 2 rahi
seperempat sesaka.
Di bawah sendi, dasarnya harus diberi duk dan kepeng diikat dengan benang Tri
Datu, dibungkus daun dadap.
Ukuran
Likah (penyangga galar):
- 1.
Likah adalah baik
- 2.
Wangke adalah buruk
- 3.
Wangkong adalah buruk sering
sakit.
Kelipatan 3 ditambah 1
Misalnya: 3+1 = suka
Sikut
Sesaka Jineng
Ukuran untuk sesaka/klumpuk/klingking
adalah :
a.
Besarmya sesaka
jineng/klumpuk/klingking:
- -
Amusti adalah utama (dari pangkal kelingking
sampai dengan ujung ibu jari tangan)
- -
Asangga adalah madia (satu genggaman)
- -
Satu sewelas adalah nista (111
tumpuk uang kepeng)
- -
Klingking/glebeg besar
sesaka 2x lipat urip anyari kacing (setebal jari kacing)
b.
Panjang sesaka jineng
:
- -
18 rahi, urip anyari
kacing adalah utama, Bhatara Sih
namanya.
- -
18 rahi, urip atelek
adalah madia, bernama Bhatara Amasang
Lunngguh.
- -
18 rahi, urip aguli
adalah sedang saja (madia)
- -
18 rahi, urip aguli,
utama sekali bernama Bhatara Amasang
Lungguh.
- -
14 rahi, urip satu
guli linjong, bernama Bhatara Masang
Kerti = utama
- -
14 rahi, urip anyari
linjong adalah Asihin Dewa = madia
- -
17 rahi, urip aguli,
bernama Bhatara Masang Lungguh = utama
- -
14 rahi, urip 9 guli,
bernama Dewa Wyakanda = ayu (baik)
- -
14 rahi, urip 10 guli,
Sang Hyang Dasa Resi namanya = suka
(baik)
- -
14 rahi dengan uripnya
11 guli bernama Sang Hyang Eka Dasa
Rudra, sangat baik.
- -
14 rahi, urip saguli
telek = madia (tidak terlalu baik, dan tidak jelek)
- -
14 rahi, urip satu
nyari kacing = madia
c.
Adegan di bagi tiga
dan sebagian menjadi muka, sebagian menjadi bangkyang (pinggang) sedang sisanya
untuk ukuran adegan.
- -
Uripnya 2 guli bernama
Candra
- -
Uripnya 3 guli bernama Raditya
- -
Uripnya 4 guli bernama Kumbha
- -
Uripnya 5 guli bernama Sika
- -
Uripnya 10 guli
bernama Bayu
- -
Uripnya 11 guli
bernama Teja
- -
Uripnya 9 guli bernama Wiyat
- -
Uripnya 8 guli bernama Apah
- -
Uripnya 7 guli bernama Akasa
d.
Midangannya seguli
(sepotong jari) dibagi tiga. Satu bagian sebagai wantil, dua bagian sebagai damawacak. Uripnya :
- 2 guli = Candra
- 3 guli = Raditya
- 4 guli = Kumbha
- 10 guli = Bayu
- 11 guli = Teja
- 9 guli = Wiyat
- 8 guli = Apah
Guli aksara (pilih salah satu, apabila
tidak berurip cepat mati sang undagi, ala sang maumah.
e.
Kaki bawah Jineng :
- 1.
Sahasta di bawah
lahit, dengan urip 8 guli, bernama Asta
Resi
- 2.
Sahasta di bawah
lahit, dengan urip 9 guli, bernama Dewa
Nawa Kanda
- 3.
Sahasta di bawah
lahit, dengan urip 10 guli, bernama Sang
Hyang Dasa Rsi
- 4.
Sahasta di bawah
lahit, dengan urip 11 guli, bernama Sang
Hyang Eka Dasa Rudra.
Apabila mengikuti ukuran di atas maka
akan mendapatkan ayu utama, luih ayu,
suda mahening manah, asihing hyang (kebaikan dan keutamaan, pikiran bersih
dan suci, serta dikasihi para dewa)
Ukuran
Kencut:
Lebarnya dua rahi, dengan urip seteba
pahat dan tebal satu rahi. Tebal, lebarnya adalah satu rahi, mesari dan
tebalnya apaduraksa sedangkan lebarnya adalah asirang asari.
Ukuran
saka Meru dan Jineng:
a.
Besarnya adalah satu
cengkang = madia, satu sirang tangan = utama, dan satu musti = nista.
b.
Untuk tingginya adalah
:
- -
18 rahi, uripnya satu
jari kelingking, baik untuk meru atau lumbung, bernama Asta Dasa Rudra.
- -
17 rahi dengan uripnya
aguli, bernama asta telengdia baik
untuk gelebeg atau klumpu.
- -
16 rahi dengan uripnya
acaping madu, bernama Dasa Jana. Baik
untuk jineng.
- -
15 rahi uripnya adalah
aguli linjong, bernama Sri Kusuma Dewa baik
untuk jineng.
- -
14 rahi uripnya
auseran lenjong, bernama Sri Awusungan baik
untuk jineng.
- -
13 rahi dengan uripnya
2 guli, bernama Sri Teka.
- -
12 rahi dengan uripnya
satu guli linjong, bernama Sri Maha Dewi,
baik untuk apa saja.
Pengiring
Jineng
Setengah tiang, lebih setengah
pengurip satu guli asampel (bagian kiri) dan besarnya setengah tiang. Bila
tiang itu dibagi tiga sebagaian dipaai menambahi dan bagian lain (asampel )
sebihkan satu guli. Dan bubu-nya sama
dengan, sunan –nya kecuali pepurus
dengan pepurus, sama-sama boleh. Silahkan memilih!
Pengalap
Rongan Jineng
Rongan jineng dibagi empat, separo
dipakai sunduk dan yang pendek, tetapi sama-sama mengambil ke dalam tiap-tiap
satu rahi.
Panjang rongan: ambil pengembed sunan-nya, dipakai pengemped pengiring.
(supaya pasti kedua belah pihak dan tempat saka/tiang dipakai
mengurangi/penedel sunduk penjangnya
Pengalap
Kapit Udang
Ambil di luar tiang tempat sunduk
pendek, salah satu dipakai kapit udang.
Pengemped
Iga-iga (dibawah lambang)
Agar tepat dengan ujung tengah langki.
Tempat lilitan pada pertengahan pengemped satu rahi di atasnya. Di atas kurangi
satu rahi yempat kapit udang. Apabila jineng kelihatan kurang harmonis atau
kelihatannya kurang seimbang, maka jangan memotong. Mengurangi agar lebih kecil
tidak boleh dilaksanakan. Tetapi apabila memperbesar jineng adalah sangat baik.
Giri teka namanya, rejeki makanan,
minuman, mas perak.
Sikut
Kori (Pintu Gerbang) :
1.
Jika pintu menghadap
timur, uripna 11 guli, bernama Maha Dewi,
mantranya adalah : Om Sri Maha Dewi
Ya Namah Swaha Siddhirastu Om.
2.
Jika pintu menghadap
ke selatan dengan urip satu guli, bernama Pengadegan
Saraswati, mantranya : Om Gangga
Saraswati Ya namah astu om.
3.
Jika menghadao barat,
uripnya 7 guli, Oengadeg Maha Dewi, mantranya:
Om Maha Dewi ya namah swaha siddirastu
niyastu Om
4.
Jika pintu menghadap
selatan, uripnya 9 guli, Pengadegan Sang
Hyang Ratna Putri, mantranya: Om sang
hyang ratna dewa ya namah swaha diastu tatastu astu om.
5.
Jika menghadap barat
dengan urip 7 guli, itu Pengadegan Sri Dewi, mantranya : Om Hyang Hyang Sri Dewi ya namah swaha
diastu astu sidhirastu Om
6.
Jika pintu menghadao
utara dengan urip 4 guli atau 11 guli, itu Pengadegan Sang Hyang Uma Dewi, mantranya:
Om Hrung Hring om Ung Sri Dewi Yan amah
swaha diastu siddhirastu astu ya Om.
7.
Jika ada pintu tanpa
urip, itu tidak baik. Jika uripnya kurang dari 2 guli, maka sumilibi wangke namanya, dan itu sangat
buruk.
8.
Ukuranna untuk
lebarnya serta lubang pintu adalah 3 setengah tampak atau tikelan 3 tampak
dengan uripnya atampak ngandang.
9.
Jika kori menghadap ke
timur, urip 5 guli, sehingga Ratna Dewi namanya.Om Sanghyang Ratnadewi ya namah
10.
Sukat gidat kori adalah satu setengah rahi
leabr badan kori
11.
Tebel kori adalah satu lebar
kori ditambah satu musti
12.
Tinggi lubang kori,
dua setengah rahi (2,5 x lebar lubang kori) ditambah pengurip seperti di atas.
Nama
Bale
Nama Bale adalah sebagai berikut:
1. Prabhu Sari, jika bale dengan tiang 10 dan seluruh ukirannya burung cendrawasih.
Rongannya satu, semua makencut.
2. Dasa Driya, adalah bale prabhu sari dengan melebar di bagian tengah.
3. Dasa Ribu, bale dengan saka 8 di depan dan di belakang dua buah tanpa ukiran tanpa
bale-bale.
4. Dasa Bhujangga, bale dengan pintu di tengah terbagi dua buah daun, dan di bagian tengah
terdapat ukiran burung tiga buah, dan berisi tunggeh.
5. Prabhu kesebha, adalah bale yang rong (ruanganya) melajur, terbelah dua, dilengkapi
paksi dua buah dan metunggeh, mekincut dengan patung dua, dilengkapi canggah
wang sekelilingnya.
6. Bale Gede, adalah bale dengan pandak dua dan tiang 12 buah.
7. Bale Taman Dala, adalah bale yang memiliki saka 10 buah keincut, dilengkapi paksi,
pandaknya dua, rongnya dua.
8. Bale Sumangkirang, adalah bale yang memiliki tiang
11 buah, pandaknya tiga, rongnya tiga.
9. Bale Bandung, adalah bale dengan tiang 12 buat, mekincut paksi tiga, dilengkapi tugeh,
dan makencut
10.
Padawa sara, adalah bale yang
tiangnya 12 dengan ukiran burung sekelilingnya, lambangnya mayeng mider dan
makincut.
11.
Bandung Sari, adalah bale dengan
saka 12 mekincut keliling lambangnya mayeng makencut dan berisi canggah wang
berukir.
12.
Panjing samara, adalah bale yang
berisikan ukiran menjangan seluang setengah dengan tiang 4 buah di depannya,
tiang pandak dua.
13.
Siman Tantra Keto, adalah bale bertiang
15, pandak pegatan dua.
14.
Singan Ngant, adalah bale bertiang
enam, dilengkapi amben (emper)
15.
Mureng Sari, adalah bale tiang 13
dengan pandak buah.
16.
Undakan tirhati, tiangnya berjumlah 6
dengan amben (emper) kanan kiri.
17.
Panca Surantaka, adalah bale dengan
tiang 4, di depan 2 buah, suku 6 mambat.
18.
Dhurga Sakarsa, adalah bale tiag 14
buah meamben (berisi emper), matadah paksi, mekincut.
19.
Ojar-ojar Sukan Rare, adalah bale tiang 7 buah, Pandak 1, matadah
paksi 2, berisi tugeh.
20.
Giha Mengku Rabhi, adalah bale bertiang 9 buah, pandak 2
21.
Mantra Kusuma Luwih, adalah bale tiang 12 buah
melingkar, meamben kanan kiri, madeleg dawa.
22.
Panca Driya, adalah rumah dengan
tiang 5 buah, pandak 2 dengan canggah wang di tengah
23.
Karuron Sih, adalah bale tiang 4
buah, dimana dua tiang meamben (ngemper), pandak 4 tiang (suku).
24.
Patanggunan Laki adalah bale tiang 4
buah, pandak 4, pepegatan 2.
25.
Sanga Malat Rasmin adalah tiang 4 masunduk panjang, dimana yang
tiga buah peta luhur ring asirang
26.
Karang jangga dengan bale dengan
salu di tengah.
27.
Putri Sih Arabhi adalah bale tiang 4
buah dengan pandak 4 buah.
28.
Sih Alaki adalah bale tiang 4
buah, pandak 2.
29.
Hindakan Pawasih, bale bertiang 7 buah
dengan pandaknya berjumlah dua buah.
30.
Diyah Winaweng Paturon adalah bale
tiang 8 buah, berisi paksi
31.
Sanga Rasi adalah bale tiang 9
dan beriki paksi
32.
Pasaren Kangaku Ripeng Dyah adalah tiang 6
dan di tengah 2 buah rongnya mebancah
33.
Siyang Hanti adalah bale tiang 4,
dilengkapi paksi, makencut, canggah wang
34.
Hundakan Pang Nerus adalah bale tiang 12,
meamben kiwa tengan mengapit 4 tiang, makencut 4, pandak 4, matadah paksi 2 dan
berisi tugeh.
35.
Istri Winaweng Pangkon adalah bale
tiang 14 buah mapegatan 2, matadah paski, makencut 4, pandak 2.
36.
Murda manik adalah bale tiang 10,
pandak 4, matadah pakasi, melimas.
37.
Ong Kara adalah bale tiang 11
pandak 2, tadah paksi, makencut, macanggah wang keliling, sampai ke dalam.
38.
Depe-depe adalah tiang 6 pandak
2 mamben sasireng, makancut 3.
39.
Sad Pada Negara adalah bale tiang 6
pandak 2.
40.
Sapta Resi, bale diang 7, pandak 2
di tengah, matugeh 1, matadah paksi 3, makencut, macanggah wang.
41.
Singa Gana, bale tiang 5 buah,
pandak 2, berlimas di depannya, matadah paksi di tengah, bersendi singa,
canggah di tengah.
42.
Panca Resi, bale tiang 5 buah, pandak 2, canggah wang 3.
43.
Sanga Sari, bale dengan tiang 9,
matadah paksi 2, canggah wang keliling matugeh, masendi singa.
44.
Nawa Pandawa adalah bale dengan
tiang 9 masunduk keliling
45.
Asta Prabhu adalah bale dengan
tiang 8, matadah paksi, makencut.
46.
Asta Negara adalah bale tiang 8
dengan sunduk melingkar.
47.
Undakan Sari adalah bale tiang 8
pandak 2, canggah wang di teben alatih matadah paksi atugeh.
48.
Astha Peteadalah bale tiang 8
dan pandak 1
49.
Tajuk Sari adalah bale tiang 4 buah, masunduk mayong, mapandak gantung
50.
Tiang Sanga Amengku Rabi, tiang 9,
pandak 2, dengan ukiran gadung kesuma, manuk jiwa-jiwa.
51.
Undakan Pangerus, tiang 12 di tengah,
amben kiwa tengan, angapi suku 4 makencut 4, ukiran patra manggala, kembang
parijata, manuk kepudang.
52.
Sih Tanpegat, tiang 8, atap
berlimas, makencut 4, ukiran rong katih ukiran manuk, tadah asih kembang
anggrek bulan.
53.
Durga Kala adalah bale tiang 10
buah dan berisi teras dengan ata limas jadi satu.
54.
Driya Sangha adalah bale tiang 9,
berisi teras, atap limas.
55.
Lamate Kema adalah bale tiang 15
dengan pandak tiga buah, mapegatang roro ketang suku, pandak masubeng, atap
limas.
56.
Panca Rangkang Resi tiang lima maplangkan
bilang bucu
57.
Jajar Saka Nem adalah bale tiang 6
buah , tanpa plangkan
58.
Saka Ulu bunter adalah bale tiang 8
tanpa plangkan
59.
Sri Dandan adalah bale dengan
tiang 8 berisi plangkan setiap sisi, di tengahnya kosong.
60.
Mundak, tiang 8, plangkan satu di samping
61.
Sya Nganti, tiang 9, plangkan
rongan Satu
62.
Singasari, bale tiang 9, plangkan
1, berisi singan pada sida paksi
63.
Bunder, bale tiang 10, plangkan Satu
64.
Jahit, tiang 12, tanpa tadah paksi, lambangnya
miring menghadap ke bawah.
65.
Bale Gajah, bale tiang 12,
matadah paksi dengan lambing sakanya putus-putus menghadap ke bawah.
66.
Bale Sumanggen, tiang 12 dengan
plangkan bilang bucu
67.
Bale Pegat, tiang 8 berisi
plangkan setiap ujungnya, di tengahnya pegat atau putus.
68.
Bale Kembar, tiang 6, yang dua buah
berkembaran, dengan lantai menyatu, atap pisah, plangkan 2
69.
Bale Kambang bale tiang 4 sampai
12, di sekitarnya dibuat telaga
70.
Bale Tajuk, bale tiang 4 atau 8,
di bagian sudut jaba Tengah Pura
71.
Bale Agung bale yang berada di
jaba tengah Pura Desa dengan tiangnya berjumlah 10 sampai 20. Fungsinya untuk
pasamuan Ida Bhatara prasama
72.
Bale Timbang, bale satu atas
limas, terletak di tengah sawah, sebagai tempat berterduh.
73.
Bale Meten Bandeng, tiang 12, amben karep
tiang 4, berpintu satu, terletak di utara.
74.
Bale Kulkul, liang 4 (8 mebanjah),
tempat kulkul. Letaknya di bucu jaba sisi pura/puri.
75.
Kakung Angreping Dyah, suku meroro
tunggal, putus di bagian tengah, atap limas.
76.
Mudra, tiang 10, panca dwi roro canggah ukiran
paksi, ambo araka manik cangak, suku pandak 4, lambing tadah paksi maya, atap
limas.
77.
Panca Panji Semara, bale dengan menjangan seluang
satu, saka 4, berisi amben di depan suku enam, suku pandak mapegatang roro
tunggal lambangnya, atap limas.
78.
Kupa Angunggung Laki, tiang 4, pandak 4
mapegatang ro, lambanynya tadah paksi maya, sesaka ista kewala, atap limas.
79.
Kara Jangga Angemban Kapti, menjangan
seluang di tengah meamben kanan kiri di depan pandak ro, berukiran patra asti
manggala manuk kitiran, kembang angrek, saih, atap limas.
80.
Dasendra, tiang 10, makencut,
canggah wang tadah paksimaya, berukiran prabusari, manuk dewata, suku pandak
ro, atap limas
81.
Pulut Mandal, tiang makencut,
matadah paksi, pandak ro, atap limas.
82.
Pancondrya, tiang 5, pandak 2,
canggah di tengah, atap limas
83.
Panji Sumarantaka suku 4 rororing arep
suku 6 manebeng, mapegatang roro, atap limas.
84.
Undak Artathi, tiang 6, tiga di
tengah, maamben kiwa tengen, atap limas.
85.
Siha Laki, suku 4 mamben, suku
pandak roro, atap limas.
86.
Siha Nganti, suku 6, mamben, atap
limas
87.
Karoron Sih, suku 4 roro, mamben
suku pandak, lambing tadah paksi maya, atap limas.
88.
Putri Siha Rabi tiang 4, suku pandak 4
terputus di tengah, matadah paksi maya, canggha wang berukiran prabusari, paksi
gantayu, atap limas
89.
Bale Kerta Gosa, meamben keliling, bale
pengadilan jaman dahulu, dilingkari telaga bergambar atma prangsia.
Bale
Sembilan tiang (Tiang Sanga)
1.
Jika bale tiang 9
bertempat di barat, serta di hulunya terdapat bale sekutus disebut ratu mangurnita. Baik untuk penyarikan,
mangku bumi/para pemuka desa dan para mentri. Pitata namanya.
2.
Jika berada di timur,
purwa tata namanya. Baik dihuni oleh para patih, punggawa, tumenggung. Ratu nyakrawerti namanya.
3.
Jika diapit oleh dua
buah bale yang lain, tiang sanga sebaiknya didampingi oleh tiang 4 atau 8. Baik
untuk raja.
4.
Yang berada di timur,
harus diupacarai dengan caru dengan menggunakan ayam putih, apabila dihalangi
oleh bale tengah.
5.
Jika ada bale tiang 9
di timur dan barat berhadapan langsung, maka tidak baik dihuni, itu akan dihuni
oleh Sang Kala Raja.
6.
Jika ada bale tiang
Sembilan berada di tengah, maka baik untuk tempat tinggal sang pandita.
7.
Jika ada seorang yang
membangun tiang 9 baik di utara, selatan, timur dan barat, di semua arah, maka
tempat itu digunakan untuk tinggal sang pandita, atau untuk sang prabu.
8.
Bale tiang sanga tak
boleh berpapasan dengan bale tempat mayat. Sebab bale itu disebut dengan bale
singasari, tidak boleh diisi mayat. Sebab hanya untuk
kesucian.
Angkul-angkul
(Pintu Gerbang)
Pintu gerbang disebut juga kori atau
angkul-angkul adalah tempat untuk keluar masuk penghuni rumah. Kori merupakan
benteng rumah secara sekala dan niskala. Secara sekala menghalangi setiap orang
yang hendak berbuat jahat. Niskala adalah menghalangi setiap orang yang hendak
berbuat ilmu hitam masuk langsung ke rumah.
Di bawah ini ada beberapa macam kori :
1.
Kori dengan ukiran
gajah, baik untuk para brahmana dan raja
2.
Kori dengan lubang
pintunya mecangkem kodok, baik untuk brahmana.
3.
Kori supit urang adalah baik untuk raja
4.
Kori bercandi, adalah
baik untuk brahmana
5.
Kori dengan gelung agung, baik untuk raja
6.
Kori dengan dua buah
daun yang jadi satu, baik untuk sudra.
7.
Kori masueng baik untuk sudra
8.
Kori tanpa daun atau
pemedalan langsung baik untuk raja.
9.
Kori maksi hulung baik untuk brahmana
10.
Kori masuak lawing baik untuk kalangan Tri Wangsa
11.
Kori dengan aling-aling baik untuk Tri Wangsa
12.
Kori dengan ancak saji , baik untuk raja
13.
Kori mawintang aring baik untuk Tri Wangsa
14.
Kori jejawan, adalah baik untuk semua
golongan
Bale
Cacad (Bale yang Tidak Baik)
Jenis-Jenis
Bale Cacad /Tidak Baik, apabila :
1.
Memotong klumpu atau jineng naga sesa namaynya
2.
Menyambung,
menghaluskan / nyerut, mengukir bale yang sudah diplaspas. Disebut balu molah atau balu mepayas
3.
Tiangnya borok atau
rusak, wangkemakabum namanya
4.
Kayu embud ati, salah wetu namanya.
5.
Bangunan yang
menggunakan bahan bekas kematian, kelesehan namanya.
6.
Bangunan dengan soca (mata kayu) nakep waton penanggu. Atau
soca-nya kena pahat asibak (sebagian),
kesakitan salah laku.
7.
Bale cacad yang bisa
dilukat antara lain bale yang kedurmanggalan seperti: kepanjingan buron sekadi
lelipi, disambar petir, ayam bersenggama di salu
(bale), muncul lulut, bale rubuh kena angina puyuh, kepanjingan geni, kerubuhan
taru. Semua itu perlu dilakukan caru.
8.
Memindahkan atau
menggeser rumah langsung mepet dengan tembok pembatas atau tumpang tindih
dengan bebataran. Cacad agung, dongkang
mekeem namanya.
9.
Semua perhitungannya
salah dan tak sesuai asta kosala kosali, embet yang punya rumah.
10.
Rumah yang selesai
diplaspas kemudian dirubah lagi atau diberi pepayasan lagi tanpa diupacarai
lagi, bahasa kalaan namanya.
11.
Jika memindahkan dapur
atau jineng maka harus dituntun dengan benang penuntun dan kayu dadap, serta
banten pengulapan. Kalau tidak, maka akan menyebabkan sengsara.
12. Bale terojongan dengan granting (teras) Melingkar,
disebut juga dengan dongkang mekaem.
Tidak baik dan berbahaya bagi penghuninya.
13. Bale
dengan pintu kamarnya berjejer tiga. Menyamai betara namanya. Tidak baik
akibatnya, tulah namanya
14. Pintunya
daling berhadapan satu sama lain. Naga
sesa namanya. Menyebabkan sakit-sakitan bagi penghuninya.
15. Rumah
wong sudra mendahului wong luwih seperti pedanda grya. Mengakibatkan
sakit-sakitan bagi penghuninya Karang panes, geni murub namanya.
16. Bale
yang berisi undag (tangga) keliling. Naga
sesa namanya.
17. Ada
telaga / kolam di sekeliling rumah, kelebon banyu namanya.
18. Bangunan
rumah berdampingan dengan sungai, karogan kala namanya
19. Bale
/ bangunan yang atapnya merapat dengan dapur atau jineng/bersambung lampit
langitnya, tukaran (cek-cok) akibatnya
20. Bale
saka (tiang) 4 yang berada di timur tidak boleh ditempati manusia
21. Bale
tanpa saka (bale beton) terletak di barat. Bale Sang Kala Raja namanya. Tidak
boleh ditiduri. Menyebabkan sakit-sakitan.
22. Bale
dengan saka lebih dari 4dan empernya dari lambang memotong usuk.
23. Mengganti
saka (tiang) bale yang sudah diplaspas. Tidak boleh satu buah, harus dua buah. Ngutang guna namanya.
24. Menambahkan
bagian-bagian bangunan, pada bale yang sudah di plaspas, tidak boleh.
25. Jika
ada teras lama kemudian disambung lagi dengan yang baru tidak boleh.
26. Saka/tiang
yang kayunya tertukar ujung pangkalnya (pangkal di atas, ujung di bawah).
Menyebabkan penghuni sering kebingungan.
27. Bale
yang tidak diplaspas tidak boleh ditempati.
Kesindut bhuta namanya
28. Bale
yang sudah diupacari tak baik ditambahkan lagi
29. Bale
dengan kayunya yang terbalik. Ujung jadi pangkal dan sebaliknya
30. Bale
dengan kayunya beradu ujung bertemu ujung
31. Pintu
bale dauh (barat) sejajar dengan tunggeh bale daja. Menyebabkan sakit suduk angga.
32. Bale
yang roboh dengan sendirinya (tidak aga gempa, angin, dll) tidak boleh dibangun
dengan bahan-bahan itu lagi. Sering sakit-sakitan.
33. Bale
yang disambar petir, sering mendapat sengsara bagi penghuninya.
34. Bale
yang terlalu panjang di pinggir, melewati bale yang di mukanya. Tidak bagus,
sering cekcok. Bale ngampel namanya
35. Bale
tanpa urip, terutama sesaka, sikut natah, sikut karang,. Akan menyebabkan embet. Sering sakit-sakitan
36. Bangunan
yang salah tempat, seperti dapur atau jineng harus diselatan atau di barat daya
37. Pintu
bale berhada[an dengan matahari langsung. Kurang baik
38. Pintunya
berhadapan langsung dengan pintu bale di depannya. Tidak baik. Naga sesa namanya.
39. Kayu
didapat dari tempat yang tidak baik seperti kuburan, bekas terbakar, dll
40. Bale
yang diisi dengan sarana ilmu hitam
41. Cucuran
atap tetangga menjatuhi atap rumah. Menyebabkan ala.
Mapahnya
Bale Cacad
1. Mengupacarai
bale cacad atau melanggar dewasa ayu, salah pekerjaan oleh tukang, dll,
disucikan dengan lait kayu jati atau kayu pahang. Yang di utara lahit dari kayu
purna, musada. Ganti lahit bale di timur laut dengan lahit kayu jati/kayu purna
dan diisi sastra modre:
Ang, mang, ung, ong
I a ka sa ,a ra la wa ya ung
(dasa
bayu)
Mantranya:
Anggung mang swaha
Ksama lwa ung ah dadiang ah
Prayascita ya namah swaha
Aksara
mantranya :
2. Rajah
kayu cacat:
Rerajahannya
:
Dirajah
pangkal kayunya dengan huruf modre ongkara merta adu muka yang diapit oleh
gambar kepala tiga buah berisi cakra
geni.
Ngayum Bale (Memperbaiki Bale)
Jika bale yang sudah selesai dibangun,
lalu diperbaiki maka harus dibuatkan upacara seperti berikut:
1. Menghaturkan
piuning kehadapan Ida Bhatara Guru
Kemimitan.
2. Menghaturkan
sesaji kehadapan Ida Bhagawan Wiswakarma dan
stanakan di daksina linggih di setiap bale ang akan di-ayum. Kemudian daksina linggih tersebut dituntun dipindahkan ke
pelinggih darurat berupa sanggar
tutuan/sanggar surya yang diatapi dengan alang-alang/daun kelapa, dll, yang
sudah disucikan dengan prayascita. Setiap hari haturkan banten saiban, canang
dan ganjaran.
3. Apabila
telah selesai ngayum bale:
- a.
Apabila mengganti tiang (saka), supaya
diplaspas lagi
- b.
Bila tak mengganti saka, cukup dengan ulap ngambe
- c.
Setelah diupacarai, daksina pelinggih Bagawan
Wiswakarma ditempatkan lagi di plangkiran dengan upacara, lalu di-lebar. (bisa pada hari itu atau biasa
juga setelah tiga hari di-lebar).
4. Sebelum
diupacarai/disucikan, dilarang menempati atau meniduri bale tersebut, karena
masih leteh/belum disucikan.
5. Larangan:
- -
Apabila mengganti tiang bale, tidak boleh
hanya satu. Ini disebut ngutang guna
(membuang taksu). Sedikitnyadua buah tiang diganti, walaupun hanya satu buat
tidak rusak.
- -
Begitu pula mengganti tiang bale, maksimal
separuh dari jumlah tiang. Apabila lebih dari separuh maka dianggap mengganti
semua. Maka dianggap ngelebur,
diulang mlaspas sebagai bale baru.
Membangun
Merajan
Dalam membangun merajan, maka ada
beberapa hal penting mesti diperhatikan:
1. Tempat
merajan atau sanggah adalah di hulu yang merupakan arah kaja kangin (timur laut).
2. Jika
berada di tanah rantauan maka wajib membangun padmasari atau pengayatan bhatara
kawitan.
Besar
kecilnya merajan:
- -
Nista (paling kecil) ialah : Tri Lingga, terdiri dari: Rong Tiga, Ratu Ngurah, dan
Taksu
- -
Madya, berupa Panca Lingga terdiri dari Rong Tiga, Ratu Ngurah, Taksu, Gedong
Sari, dan Pelik sari
- -
Utama, berupa Sapta Lingga terdiri dari: Rong Tiga, Ratu Ngurah, Pelik sari,
Taksu, Gedong Sari, Gedong Catu dan Manjangan Saluang
- -
Utamaning Utama, jika disungsung oleh 100KK
lebih, maka membangun Eka Dasa Lingga yang
terdiri dari : Rong Tiga, Ratu
Ngurah, Pelik sari, Taksu, Gedong Sari, Gedong Catu dan Manjangan Saluang,
Pesaren, Limas Sari, Padma dan tugu.
3. Selain
pelinggih yang terdapat di merajan, terdapat juga pelinggih:
- -
Padmasari,
yang berada di hulu pekarangan untuk memuja kebesaran Bhatara
Surya dan Sanghyang Tiga Wisesa, apabila karang tersebut karang panes
- -
Sedahan
karang atau petunggun karang di pojok barat laut atau di depan merajan.
Atau ada juga di tengah sengker merajan barat
laut, di sebelah barat pelinggih Taksu, disbeut dengan Dalem Karang.
- -
Pelinggih
Indra Balaka yakni pelinggih untuk pekarangan yang tumbak rurung atau karang panes di samping pempatan, sebelah banjar, bersebelahan di
samping pempatan, sebelah banjar, bersebelahan dengan pura, sebelah setra atau
pernah terjadi salah pati, disambar petir, dll. Letaknya di hulu pekarangan
atau pada posisi tumbak rurung.
- -
Pelinggih
pengayatan seperti : kawitan, kahyangan, dan taksu dalang
atau balian, dll.
- -
Pelinggih
tumbal, sesuai petunjuk balian atau dukun.
4.
Pelinggih Padma di Merajan:
- -
Apabila ada sulinggih di rumah pemilik merajan
tersebut sebaiknya membangun Padmasana sebagai stana Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Sebab sulinggih nyurya sewana setiap
dan beliau hanya mebhakti di padmasana.
- -
Apabila sebagai Pengayatan Kawitan atau pura-pura
lainnya, maka cukup membangun padma sari.
- -
Bagi yang membuat tempat suci di perantauan
seperti BTN, dll, maka cukup membuat padmasari
dan penunggun karang. Dan membuat padma
andap apabila lokasi rumah tumbak
jalan.
- -
Merajan di atas rumah bertingkat dibenarkan
berdasarkan konsep Tri Angga dan Tri Mandala.
- -
Bagi yang tinggal di rumah susun/asrama, cukup
membuat plangkiran rong tiga di pojok
timur laut, ± 30 cm di bawah plafon
- -
Skaat/ukuran pelataran merajan ada beberapa
ukuran memakai “depa alit/depa agung” sepanjang dari ujung sangan kanan keujung
sangan kiri yang direntangkan dan selalu diisi pengurip 1 asta musti (panjang
dari siku sampai ujung jari).
- -
Adapun ukurannya sebagai berikut : 6 x 5 depa
alit, 8 x 7 depa alit, 10 x 9 depa alit, 11 x 10 depa alit, 12 x 11 depa alit,
19 x 18 depa alit, 21 x 20 depa alit detabas urip adapula 11 x 10 depa agung
- -
Bila merajan alit memanjang keselatan. Bila
merajan gede memanjang ke barat tempat kosinya sama.
Upakara
Untuk Bangunan
A.
Upacara
untuk menebang kayu:
-
Dewasanya adalah Bteng
Was, bulan X, XI.
-
Yang dipuja adalah
Sang Hyang Paramawisesa meraga Sang Hyang Sangkara, Sang Hyang Les Mangening
yang disebut dengan SIra Sedahan dan Bhatara Sangkara
-
Bantennya: beras
akulak, uang kepeng 225 kepeng. Benang tukelan, tampilan canang, segehan putih
dan kuning.
-
Mantranya: Pakulun bhagawansira wyanggama, sira ta
sedahan taru ingsun dewataning sitra kara, ingsun angemit angurubuh taru, tarun
ida bhatara sangkara, bhatara siwa, wastu pakulun ingsung kataman dewa.
-
Lalu siratin kayunya
dan taburi beras benang, ayaban canang segehan dan cekakk 3 kali, lalu baru
ditumbangkan.
-
Pada saat kayunya
tumbang mantranya: Om Sa Ba Ta A I Na Ma Si Wa Ya. Diupayakan agar kayunya
tumbang ke utara atau timur, tidak memotong jalan atau sungai.
B. Upacara Merancang
Bangunan:
Bantennya katur kehadapan Ida Bhatara
Bhagawan Panyarikan
Bantennya: beras akulat, uang kepeng 11 biji, benang tukelan, sudang, taluh,
ketan, base, injin, lembaran jangkep, buah bancangan jadikan satu dulan, canang
sari, segehan putih kuning.
Mantranya : Om awing-awang miber tan karwan, sang kanta tumiba pwa kita ring ibu
pertiwi, dadi kita kayu yata yata kita rinubuh ritampak paluning pande besi.
Inastu pwa kita angadegaken enaran sang les mangening aran ira. Rinancang
rinancing denira bhagawan panyarikan sama kita ngiton ingaran bapa sang aji
guru, niyata kita pinastu pinarasten, winastu pukulun sidhaka.
Banten tersebut di-ayab-kan, kayu bahan bangunan diperciki
tirtha, demikian juga dengan bangunan. Selama bekerja (proses pembangunan),
banten tersebut (banten sagi-sagi)
sepatutnya dibiarkan nyejer di hulu tempat bekerja. Setiap hari sebelum tukang
bekerja, hendaknya mengahturkan sekedarnya seperti yadnya sesa.
C.
Upacara Membuat Gegulak (Ukuran Bangunan):
Bantennya sama dengan yang di atas,
namun ditambah lagi dengan peras daksina dan
pengengeh/satsat pengengeh. Gegulak (patok)
terbuat dari bamboo diberi cangget
(tanda) sesuai dengan lebar dan panjang bangunan, baru kemudian diberi satsat pengengeh. Kemudian dirajah
dengan Ang, Ah
Diperciki tirtha pebersihan diberi
mantra pengastawa sebagai berikut:
Om
ang ah
Om
an gang ang
Om
ya namah swaha
Om
dirgayusa namah swaha
Karena undagi atau tukang bangunan
adalah seorang manusia, maka ia harus menyucikan dirinya sebelum bekerja dan
menggunakan mantra berikut (dalam hati)
Om
sang hyang sahasa munggwing tungtungi lidahku
Om
sang hyang cakra dharma sudha aji ati munggwing lidahku
Angentos
saluiring papa neraka kabeh
Waluya
jati mulih swalunan ira nguni teka waras bersih
Om
om sa ba ta a I na ma si wa ya
Mantra
untuk melubangi :
Om
gempang gempung
Bolong
song homa jalan palite kasetan
Om
sang hyang apti kang ayu duk binolong sang hyang indera dewaning taru
Sang
hyang citra gotra dewaning tatah, sang hyang punggung dewataning pengotok
Om
om sa ba ta a I na ma si wa ya
Mantra
menutup lubang :
Om
kaki pel nini gempeng ingsun amanjing wakwakania I papurus ira batara marin
surunira, betari sekapet rapet.
Mantra
memasukkan sunduk :
Om
ang ngundang-ngundang, timba ta karwa sangkan ira, tunibapwakita ri Ibu
peertiwi, dadi kayu, yatikarinubuh, ritampak palune pande besi, winastu pwa
kita angadegaken, inganang Sanghyang Les mangening aran ira rinancang rinancing
dening Bhagawan Penyarikan, yata kita hison ingaran Bapa Sang Aji Guru niyata
kita winastu pinarastu nama swaha
O
mom awigna astu
Siwa
sampurna ya namah
Mantra
memasang sunduk:
Om
ang akasa tawya yoga sekala niskala nama swaha
O
mom awigna astu
Siwa
sampurna ya namah
Melaspas
Bangunan:
Menyelesaikan bangunan disebut dengan plaspas/mlaspas. Agar bangunan itu
memiliki daya tahan, memiliki energy dan bersih/suci. Untuk itu banten upacara
pemlaspas dibagi menjadi :
1.
Banten Pemelaspas Utama:
Guling
bebangkit satu soroh,, suci 2 soroh, pengulapan dan pengambyan, pras penyeneng,
tulung sayut, sanga urip, pras rayunan. Sapsap ganutng-gantungan, tumpeng dua
biji, ayam jantan dan betina, dan raka who-wohan.
Dilengkapi dengan banten pracaru prabot, yakni nasi kandik dengan dagingnya ancruk atau ulat pohon enau. Nasi timpas dengan baling timpas, uang kepeng 7 buah, nasi poot/paet dengan sebatah, uang 5
kepeng, nasi penyeruitan dengan dagingnya pangi, uang kepeng 4 biji, nasi pan patil dagingnya pelas dan uang
kepeng 1 biji, nasi siku-siku dan
dagingnya paya.
Dilengkapi pula dengan Bala kajoh dengan uang kepeng 7 biji. Segehan sepat dengan daging klentang uang kepeng 7 kepeng, nasi pengutik dengan daging kecicang,
dengan uang kepeng 1 biji, nasi pejungut dengan kacang komak dan uang kepeng 1 biji.
Desertai dengan suci asoroh, memakai sanggah cucuk di tengah, caru
bebakuhan sesuai bulan, eteh-eteh pemakuhan, pemlaspas, maorti, maulap-ulap,
makurungan, oles dengan minyak cendana, peras penyeneng, tulung sayut,
pengulapan, pengambean, guling bebangkit, suci asoroh, tetebasan, ayam
sepelaken, tumoeng adanan, peras, raka-raka, rantasan saparadeg, sangga urip,
lingga. Digunakan sebagai dawuh sasih apan alang-alangan Banaspati Raja.
Dilengkapi
dengan pemlaspas utama berupa guling
bebangkit, perlengkapan bebangkit, suci 2 soroh, daksina ageng dan sesantun
genep, pengulapan, rantasan, pesucian, peras, ls, tepung tawar, isuh-isuh,
sesarik, tetebus, tetimpug, pengelukatan selengkapnya, sibuh pepek, kuskusan
anyar, segehan manca rupa, tabuh arak berem, duluring tumpeng putih kuning iwak
ayam putih kuning jantan betina dipanggang, raka-raka. Sebagai laban Banaspati yang tinggal di kayu.
2.
Banten Pemlaspas Madia:
Suci
2 soroh, mapula gembal sekar taman prayascitta luwih, sesayut pengambeyan,
pengulapan, solasan dua likur, gereng, kurenan, tumpeng guru, dagingnya bebek
putih guling, dan tumpeng putih kuning sepelaken pinanggang dan raka sekewenang
, daksina gede 1, dan sesantun segenep dan uang kepeng 1 700, kekrecen 700,
rantasan pesucian dan pengelukatan, kuskusan baru, sibuk pepek, pras lis tepung
campah, isuh-isuh, buhu-buhu, rerakih dan tetebusan, gelar sanga, segehan manca
warna tetabuhan tuak arak berem tekep api.
3.
Banten Pemlaspas Alit:
Suci
satu, prayascita luwih, sesayut pengambyan. Pengulapan, solasan dua likur, gereng,
sesantun, dena genep, muang sopakaraning pengelukatan dena jangkep, kuskusan
ayanr, sibuh pepek rantasan pesucian pras, lis, tepung tawar, isuh-isuh, buwu,
rerakih, tetebusan, tumpeng putih kuning, dena agung iwaknya ayam putih kuning,
sapalaken, dipanggang raka-raka sakewenang
Duluran pemlaspasan adalah : nasi kandik engan ancruk, nasi timpas/blakas
dengan ulamnya baling timpas, nasi paet/pehet dengan sebatah, nasi pengotok
dagingnya paya, nasi siku-siku dengan dagingnya kelentang kelor, nasi sepat
dengan pelas, nasi penyerutan dengan pakis, nasi pengutik dagingnya kecai, nasi
undagi nasi 5 punjung dengan kawisan dan tetabuhan tuak arak berem.
Orti
: setiap bangunan yang diplaspas harus diberi orti di setiap sudut dan di bagian atas bangunan. Setiap saka
diikatkan sasat dan lis pemlaspas diikat pada saka utama, disertai dengan uang
kepeng satakan (200) untuk menutup
segala kekurangan.
Satsat
Pengengeh
Pada sesaka (tiang), jejeneng kori,
jejeneng jendela , pilar patut diberikan satsat alit beralaskan daun dadap 3
helai berisi uang kepeng dua buah.
Lis
Pemlaspas
Setelah pemlaspas dilakukan, pemlaspas
diikatkan pada tunggeh atau pada saka paling hulu (kaja kangin). Adegan atau
tiang tersebut dihiasi dengan kamben digantungkan pis andel-andel (rangkaian uang kepeng 200) seama tiga hari.
Maksudnya untuk melengkapi segala kekurangan dalam upacara dan dalam bangunan,
sekaligus sebagai sarana untuk memojon ampun ada kekurangan dalam upacara.
Ulap-ulap:
Untuk memberi kekuatan dan sebagai
ciri bahwa bangunan udah distanakan linggih Ida Sang Hyang Widhi meraga
Bhagawan Wiswakarma, maka haruslah diberikan ulap-ulap dengan bahan kasa.
Dipasang di bagian kolong atau Rerajahannya ialah :
Contoh
rerajahan ulap-ulap:
1.
Ulap-ulap meten/gedong
bale daja
Utama
Madya
2.
Ulap ulap Jineng
3. Ulap-ulap Paon
4.
Ulap-ulap Saka Nem,
Saka pat
5.
Ulap-ulap semer
6.
Ulap-ulap Umtamaning
Utama
7.
Ulap-ulap Meru, Padma
8.
Atau diringkes mejadi
di bawah ini, dapat dipakai dimana saja
Tambahan
:
Pengurip-urip berupa pamor (kapur),
darah ayam hitam, arang, pada sesaka (tiang) atau pada lambang.
Rerajahannya :
Bata merah ditulisi dengan: kapur dan
arang dengan mantra pengurip urip : Om sa ba ta a i na ma si way a namah swaha.
Rerajahannya: Om an gung mang bhur bhwah swah
Rerajahannya:
Dasar
Bangunan:
1.
Bata merah ditulisi Sa
Ba Ta A I Na Ma Si Wa Ya, dengan Padma bundar
2.
Bata merah kedua
digambar dengan badawang nala, dengan aksara Ang
3.
Batu hitam bulitan
dengan rerajahan Ang Ung Mang.
4.
Kelapa muda dengan
kain kasa dengan Ung Kara
5.
Kwangen dari daun
pisang kering (kraras) dengan ongkara uang 33 kepeng
6.
Karawista dari
ilalang, diikat dengan benang tri datu, dan berisi canang tubungan dan nasi
kojong bantennya pemali.
Semuanya ini dimohonkan kepada
sulinggih beserta tirthanya.
Gambar-gambar:
1.
Kwangen ngangge kraras
2.
Batu Bulitan
3.
Bata Bang I
4.
Nasi kojong barak,
bunga pucuk bang:
5.
Bata Bang II:
6.
Klungah dibungkus kain
kasa
7.
Karawista Ambengan
Pedagingan
Pesimpenan Pewangunan
1.
Kwangen daun kraras
tiga buah.
- a.
Ditulisi dengan
Angkara
- b.
Ditulisi dengan ang
Ung Mang
- c.
Ditulisi Ah.
2.
Batu hitam dengan
rerajahan Dasaaksara
3.
Pripih emas satu biji
dengan tulisan Ungkara
4.
Pripih Perak satu biji
dengan tulisan Mang
5.
Peripih tembaga tulisi
Ang
6.
Bata merah tulisi
dasaaksara melingkar
7.
Mirah 2 buah lambing surya candra, ardha cancra
Penganteban/Mantra
Muputang Bale:
1.
Mantra Memakuh Bale
Pakulun retuning taru, angadege sire ring nyasa
Kajajenengane denira Sang Hyang Rambut kepala, poma 3
x.
Wus mangkana ten temokakna Sang Hyang Samra lawan
rtih. Ang ah 3 x Om.
Mantra
pengetok lahit
Ong
urip sang alawa pada urip teka urip 3 x
Mantra
sambut sesantun:
Pakulun
sira paduka bhatarai ulun amalaken jenengane dening paduka bhatara paduka
bhatari, pakulun kejenengane dena sapakaraning daksina kawastanandenira paduka
bhatara bhatari pakulun.
Mantra
Lis
Om
ila ila tan hana, sapa sapa tan hana, tulah tulah tan hana, nimitaning
angadegaken lis, rinekan rinu paking pinaka adegan, goningta anggundura kna
lara roga wigna ala alai li ili mala mala , mundura sira kabeh.
Mantra
memolesi saka:
Akulun
sira sang wawangunan sira tan getih ira kalenan getih ayam ireng sampun kalen
lukata kaprasida laranta sire ayu, ingsun ayu, kalukat kabeh, sami pada kalukat
ritulah kalawan carik pakulun
Mantra
Tepung Tawar:
Ong
nira bhatara guru anepung nawarin jadma manusa angilangaken sarwa wisya geleh
pateleteh sariran ipun
Mantra
Tetebusan :
Yang
yang mang 3 x
Mantra
Menyiratang tirtha
Ong kayu bah maring purwa kayunia
bhatara iswara, taru bah maring daksina tarunia bhatara brahma, taru bah maring
pascima tarunia bhatara mahadewa, taru bah maring utara tarunia bhatara wishnu,
taru bah maring tengah tarunia bhatara siwa, sang hyang besa warna ngaraksa
sang hyang tunggal, urip kita dadi bale, teka urip 3 c.
2. Mantra Pemlaspas
Pakulun sira sang retuning kayu, prabu nagka, patih
jati, tumenggung wungu, rangga sentul, muang sabaranging kayu, tekaning pucang
tirisan, seluiring kayu sesoring prabhu nangka, patih jati, tumenggung wungu,
rangga sentul, tekaning pucang tirisan, ana rangka (anoyaka) sira sepatutning
sesaka, sun pateni sapisan, mangke sunanguri pokita satuak pasuk sira kita
sukunira dadi padi, godong ira dadi pipis, rerencek nira dadi patik wenang
ingulan, witnira dadi manusa tuasani ngulun manglukat malanta anyanma lanang
wakita amagera maroja, magagatasira, pasasawahasira winadung ginawe lakar pan
janma tata genaken karang angkara ring agana kakenaburi tatakaren, pakulun sang
hyang ekawara, dwiwara, triwara, caturwara, oancawara, sadwara, saptawara,
astawara, sangawara, raditya pinaka pucukta pinaka witta, witta pinaka batunta,
batunia pinaka warnanta.
Coma pinaka bungkahta, Anggara pinaka pinaka godongta
Buda pinaka kembangta, Wrespati pinaka wijanta, Sukra pinaka wohta, Saniscara
pinaka daminta, pinaka panyenengta, pinaka astawara inaksenin – Sri, Indra,
Guru, Yama, Ludra, Brahma, Kala Uma.
Sami sangawarane menyasinin : Dangu, Dangur, Gigis,
Nohan, Ogan, Erangan, Urungan, Tulus, Dadi Sami anyaksinin
Om Namaste Bhagawan Agni
Namaste Bhagawan Hari
Namaste Bhagawan Wise
Sarwa baksa utasanem
Brahma, Wisnu, Maheswara, saktinya kempostikem dewem.
Raksaninja bicarukem, suksma murti maha sotem, siwarupem saja jnanem, Ong
karasteya nama swaha.
Om indah takita Bhatara Sangkara, kita kinona matangi
Mahadewi Bhawata Guru, mandadi pokita kang kayu tumuwuh pokita ring Bhatara
Pratiwi, mawoh mabungkah masmita kita maron maron makembang mawoh, mapangpang
ta kita, marapati kita mawenangtakita Citra Gotra ingutus andadi nira Bhatara
Guru, kinonta sira pemantuka maring Bhatara Siwa, paame kasaktenta ri Bhatara
Iswara, kita winadung ginawelakar, ginawe umah, lumbung, bale meru, catu limas,
umah sanggar, pangrus, pantining wong dagilanggilang, attata kitarug, rubuh,
prasida tan prasesa, Bhatara Siwa mawewa sakti Bhatara pakulun pukulan manira
aminta nagrubuh kayu, kayunira Bhatara Siwa, yen melesat ketampalanira,
mangetan manandi pwa kita slakaruru, melesat ketampalanira mangidul manandi
pwakita tembaga bina, yan malesat ketambalarina mangulon manandi pwakita mas
kurusya, yan malesat ketampalanira mangutara manandi pwakita wesi wresni, yan
malesat ketampalanira maring tengah, pundakira ngarania, nira reke pukulun,
manapukang bungkah, lawan tungtung, manira reke pukulan magawe paumahan,
paembonan, apan palungguhaning Bhatara Mahasakti.
Pukulan sira sang retuning taru, prabu nangka, patih
jati arya timbul, tumenggung wungu, rangga sentul tekaning pucang tirisan ana
jaka, pring uluh besi, yata ginadung dinawe lakar sunpasuksara tuasaning
ngulun, manglukat malunta, amagera maroja, aha krakaran manira reke pukulun
mangaturang pinalaspas, masa lidaha, daah kayu, dahah tiying, dahah duk, dahah
lalang, satus akutus saluiring kejampi sarwaning tumuwuh, sami pada maurip, On
Sa Ba Ta A I Na Ma Si Wa Ya.
Mantra Toya :
Ong gangga wishnu saraswati pawitra pawitri, gangga
mulih maring swarganira sang hyang bayu teka urip 3x.
Mantra Mendem Pedagingan:
Ong pakulun paduka bhatara sang hyang ibu pertiwi
asung kerta akna manusanta paduka bhatara kayowanan manusa paduka bhatara ong
sa ba ta a I na ma si way a.
Caru Pemakuhan Sesuai Sasih:
-
Sasih sada, kasa,
karo, carunya adalah ayam putih di timur.
-
Katiga, kapat dan
kalmia carunya ayam biing di selatan.
-
Kapitu, kanem, kaulu
carunya ayam hitam arahnya utara.
-
Kasanga, kadasa,
jesta, carunya adalah ayam putih siyungan, arahnya ke barat.
Mantra
Menggosok Saka dengan Ilalang
Pakulun
manira angadakang sapsap menyasapaken getting wangunanning ulun. Siddhirastu ya
namah swaha.
Mantra
Memakuh:
Om
sri bhagawan swakarman ya namah swaha ang ah 3 x pakulun ida ratuning taru
saluiring taru angadege maring lemah, kejenengan ira denira sang hyang rambu
kala.
Om
sang hyang naga maleleh ring uriping bhuwana teka urip 3 x
Masamsam
Mantranya :
Pakulun
sekadi sesambehaning nyadnyad, sambehing letehing wewangunanning ulun, poma 3x.
Mantra
Utpeti dan Stiti :
Om
I ba sa ta a ya namah siwaya.
Mang
un gang in gong dewa pratista yanamah
Om
hrang ring sah parama siwa raditya ya namah swaha
Om
sa ba ta a I na ma si way a
Ang
ung man gong
Ong
pratiwi suddha, bharuna suddha, suddha saluiring wewangunanning ulun.
Ong
awighnamastu ya namah swaha.
Mantra
Darah atau Getih
Pakulun
sira wawangunaning ulun, sira getih sira, kelanana dening getih ayam ireng,
sampun kalenana lukata prasida maradan sra ayu ingsun kayu, kalakat kabeh, sami
pada lukat, ring tulah kalawan sarik pakulun, pada rahayu.
Ong
man gung
Ang
on gong
Ang
ung mangy a namah swaha
Siddhirastu
tat atu
Mantra
Tepung Tawar
Pakulun
sira sang wawangunanning ulun
Pukulun
ingsun nepungtawarin tataning taru
Angilangakena
sebeling kayu, teka poma 3x
Mantra
Pengu;apan :
Om
gumi ginawe suddha, bah suddha ira suddha wata, suddha mala den mukti ilang,
angetisaning suddha, suddha mala sarira ungguan poma 3x
Mantra
Plaspas Alit :
Ong
gumi ginawa suddha sudha gumi suddha kayu, sudha wata mur ilang, suddha
papaning mala, ameng swarga anganti sonining suddha, suddha nirmala tan
paletehan poma 3x.
Mantra
Buwu:
Ong
suddha wighna suda danda upata, sudha 3x wariastu ya nama swaha.
Mantra
Pemlaspas Genep
Om
kumangkang kumingking, kumatap kumitip, pina ala pina ayu, sapta gawentaakah
tetrus ring gumi, daunta terus maring akasa, taulanta maring kagengsingan,
wyanta ring bumi dasa mubyar, raksanen Sanghyang Urip, adasaning Sanghyang
Sakti. Ong Sa Ba Ta A I Na Ma Si Wa Ya.
Ong
kayu rubuh mangetan, kayunira Bhatara Iswara
Ong
kayu rubuh mangidul kayunira Bhatara Brahma
Ong
kayu rubuh mangulon kayunira Bhatara Mahadewa
Ong
kayu rubuh mangutara kayunira Bhatara Wisnu
Ong
kayu rubuh maring tengah kayunira Bhatara Siwa
Saka
tak, saka wadung, saka pater, saka rubuhaning gelap, wesi werasi, sungsang
sumbel, aja sira angaraningjadma manusa.
Ong
kayu sakancaning taru rubuh mangetan, mangidul, mangulon, mangutara, maring
madya mantuk pwasira ring Bhatara Panca Dewata. Mandawi sebel kandeling awak
ipun ajasira amamiruda maring manusanira.
Ong
raga tastra ya namah swaha.
Mantra
Pemlaspas Lanjutan
Pakulun
ingsung angulihaken kayu ginawe umah, bale, meru, sanggar, kayangaan yang
karrebone kadening manusanira paduka batara, kajenenging dening Panca Resi,
Sang Korsika, Sang Garga, Sang Metri, Sang Pratanjala, Sang Kurusia, Maha
Nguni, Kajenengan de Bhatara Panca Wara: umanis, pahing pon, wage, kliwon.
Kajenengan Betara Sad Wara: Tungleh, Aryang, Urukung, Paniron, Was, Maulu,
Kajenegan de Bhatara asta wara: Sri, Indra, Guru, Yama, Ludra, Brahma, Kala, Uma
Saka
sanga dening pratiwi, saka sakulu dening wulan, lintang trenggana muah raditya,
saka titisan sakuwubaning apah, teja, bayu, akasa, saka, urip dening
bayu-sabda-idep. Pukulan Bhagawan Sapta wara: Raditya pinaka sminta, Soma
Pinaka kulit, Anggara pinaka daunta, Buda pinaka kembangta, Wrespati pinaka
galihta, Sukra pinaka buahta, Saniscara pinaka batunta, tapuj pinaka punda.
Ong
suda marisuda mala, manadi ta kita wong tembe, yeka rungu tutur ingsun, ayu
geger yamangan manginum, dening sunawur akna maring ulun, dening sunmacane
sarwa bhoga mawastu yop.
(Sarana
toya anyar, samsam taru sakti/pucuk dadap, wija kuning. Sirating ping 5, wusan
mapakeling kasiratang ring banten, ring wewangunan)
Mantra Nyiratkan Tirtha:
Om
pratiwi suddha, baruna suddha, suddha sarwa wawangunan ngulun, ong sa ba ta a I
a ma si way a.
Mantra
Penyeneng :
Pakulun
kaki penyeneng, nini penyeneng, kaki citra gotra nini, citra gotra ulun
angaturaken penyeneng, mangke pukulun manusa nira kajenengang pradewata kabeh
muang jinah satak salae, ganjaran maring sedahan penyarikan manawi wenten tuna
langkung ipun geng sinampura manusanira ring madia pada Ong bayu sabda idep
Mantra
Peras :
Ong
panca wara bawet, brahma wishnu sapta wreda sadwara iswara dewancara astawara
siwa den yeyah. Ong eka wara dwiwara triwara caturwara pancawara prasidha
siddhi rahayu.
Mantra
Ngayab Banten :
Pukulun
hyang angaturaken sari, hyang atinggalaning pawitra, ong trepti prameswara, ong
prameswara. Angaturaken tadah pawitra tan kapawitra ya namah swaha.
Mantra
Lis
Pukulan
manusanira mangidih sasuwudaning busung in upakara, rininggit pada kala lawan
janma den kadi embadang ban busung upakaraken embadang lara wigna wawangunaning
ulunm embadang tambyang, embadang nyanyad, letuh wawangunaning ulun, muah sang
agawe nemu kadirgayusan, siddhirastu ya namah swaha.
Mantra
Katipat lepas:
Pakulun
manira mengadaken ketipat lepas, lepasken getting wawangunaning ulun.
Ong
siddhirastu ya namah swaha
Ong
ang lepasaning saluiraning ayu mala rebah teka muksah ilang malania
Ong
sa ba ta a I na ma si way a
Mantra
Pengulapan:
Mangke
sira sang hyang sapta patala, sira sang hyang dewata, sira sang hyang catur
lokapala, sira sang hyang panca rupa, sira sang hyang sri nadi, panca korsika,
sang hyang pramana, menadi sang hyang urip pageha satenanira sowing sowing ring
sang inambening wawangunan bale siddhi rastu swaha.
Mantra
Pemaetan
Pukulun
Bhagawan Angasti rikang kayu Sang Hyang Indra dewataning taru, duk binolong
Sang Hyang Citra Gotra dewataning tatah, Sang Hyang Rungrung dewataning
pengotok.
Ong
terus patala ya namah swaha.
Mantra
Caru Wewangunan
Pukulun
mnusanira mangaturaken tadah saji nira. Sang Kala kabeh, manusanira
mangaturaken tadah caru, sampun tan kataman lara roga sang andruwe caru.
Ong
sidhirastu tatastu astu
Ong
ayu wredhi aso werdhi
Wredhi
pradnya suka sryah
Dharma
sentanawredischa
Santute
sapta wredi ya
Yato
meru tusto dewa
Yawat
gangga mahitale
Candra
ko gangga wetawat
Satwa
twi jayeng bawet
Ong
dirge yusastu astu
Ong
sukham bawantu-purnam bawantu
Sapta
werdhi astra
Ya
namah swaha
Mantra
Mulang dasar wewangunan :
Ong
pertiwi sarirem dewi
Catur
dewi mahadewi
Catur
ashrama bhatarai
Siwa
bhumi mahasidi
Ring
purwaning basunem
Siwampati
suprete nai
Rima
durga gangga gori
Bhatari
wishnawa dewi
Maheswari
songkamari
Arsa
siddhi mahawari
Indra
nica munidewi
Ong
sri bawane ya namah
Ong
pertiwi twam mertaloka
Dwityem
wishnu nadreiem
Manto
dara tan dewi
Pawitrem
kurusya sanem
Ong
siddhi rastu ya namah swaha
Mantra
Ngetok lahit
Ong
urip sangalawe pada urip
Teka
urip 3 x
Mantra
Lis Mamakuh :
Untuk
Sesantunan :
Pakulun
sira paduka bhatari ulun uma laku jenengane dening paduka bhatara paduka
bhatari pakulun kejenengane dane saprakaraning daksina kawastanadenira paduka
bhatara paduka bhatari pukulun.
Mantra
Lis
Om
ila ila tan hana, sapa sapa tan hana, tulah tulah tan hana, nimitaning
angadegaken lis, rinekan rinu paking pinaka adegan, goningta anggundura kna
lara roga wigna ala alai li ili mala mala , mundura sira kabeh.
Kayu
Bangunan
Kayu yang baik untuk bahan bangunan
sesuai dengan Lontar Janantaka ialah :
a.
Kayu Ketewel (nangka)
sebagai prabhu
b.
Kayu Jati sebagai patih
c.
Wangkal sebagai Kanyuruhan.
d.
Sentul sebagai pengalasan
e.
Tehep sebagai arya
f.
Sukun sebagai demung
g.
Timbul sebagai tumenggung
h.
Prabhu Kepatihan adalah kayu klampuak,
juwet, kaliasem, dan rambutan.
i.
Kayu yang tergolong
gulma, semua jenis bambu, dan waduri.
j.
Kayu gebang: pohon
enau, pohon kelapa, pohon buah
k.
Kayu kwanitan, sebagai
petengen (bendahara).
l.
Kayu juwet, bengkel,
jempinis, bentenu, slampitan, camplung, kayu sidem, gentimun, adis, suniba,
blingbing talun, boni, klampuak, dentawas, dll.
Kayu
untuk Jineng (lumbung) :
a.
Kayu Pungut, Blalu,
Katewel, Kutat
b.
Semua jenis bamboo.
Kayu yang berbuah dan berbunga, atau pucangan.
Kayu
untuk Bahan Dapur.
a.
Kayu Wangkal,
Klampuak, Juwet,
b.
Gulma, kayu gebang,
dan semua jenis kayu yang berubah, kelapa juga baik, dan kayu anom.
Kayu
Untuk Mrajan/pura.
a.
Untuk Pratima Dewata
atu Pralingga:
- -
Kayu Cendana, untuk
pratima Bhatara Siwa
- -
Kayu Majegau untuk
pratima bhatara Sadasiwa
- -
Kayu Cempaka Kuning
untuk Bhatara Paramasiwa.
b.
Untuk pelinggih Rong
Tiga
Kayunya adalah majegau, cempaka, cendana, bumi sari, kwanitan, gentawas,
jempinis, bayur, waru, kayu sari, kayu tanjung, kayu sandat, kayu ceruring,
kayu tutup, kayu pucangan (kelapa, pinang)
Kayu
untuk Bahan Kori
Kayu kalikukum, kayu kalimoko, kayu
jati, kayu kaliasem, kayu panulak bala.
Kayu yang Tidak Baik untuk Bangunan.
1.
Kayu yang tidak
berbunga, namun secara tiba-tiba langsung berbuah. Kayu yang daun mudanya
adalah tak subur. Kayu yang digunakan turus
lumbung sebelumnya dan dicabut lagi digunakan untuk bangunan, ini yang tak
baik.
2.
Kayu yang tumbuh di
parahyangan jagat atau desa. Kayu yang tumbuh di pangkung (jurang), kayu yang
tumbuh di kuburan, kayu yang tumbuh secara kembar yang alami tidak baik
digunakan. Kayu yang dijilati api dan yang pernah terbakar, kayu yang hanyut di
sungai, di pantai atau terdampar di sisi pantai. Kayu yang disambar petir, kayu
yang terpunggul sendiri, dan kayu yang roboh sendirinya. Kayu yang mati tanpa
sebab tidak baik dugunakan untuk bangunan.
3.
Kayu roboh sendirinya
tanpa ada yang menebang, ini dihuni oleh Sang Adi Kala
4.
Kayu yang merupakan
batas tembok pekarangan, tak baik digunakan untuk bahan bangunan
5.
Kayu yang tak baik
untuk sanggah: ketewel, jati, benda ungu, sentul. Menyebabkan hilang wibawa
kita.
6.
Kayu yang bekas
digunakan upacara manusia yang meninggal atau pernah digunakan untuk upacara
pitra yadnya
7.
Kayu yang intinya
kayunya (soca) bertumpuk tiga dan
saling berhadapan, tidak baik untuk bangunan.
8.
Kayu yang tumbuh dari
tunas/embong/tunggak wareng
9.
Kayu bekas wadah/bade
untuk upacara pitra yadnya, juga tidak baik untuk bangunan.
10.
Kayu bekas rumah yang
disambar petir, terbakar
11.
Kayu bekas rumah yang
roboh tanpa sebab
12.
Kayu bekas bale atau
rumah tempat tinggal manusia, kemudian digunakan untuk mrajan atau sanggah atau
tempat suci yang lain, tidak baik digunakan lagi.
13.
Kayu dongkang mekeem, juga tidak baik
digunakan bahan bangunan (embud hati).
14.
Kayu yang batangnya
busuk, tidak baik untuk bangunan
15.
Kayu yang saling
menusuk dengan kayu yang lain tumbuhnya, tidak baik digunakan (suduk rabi).
16.
Kayu tunggak semi juga tidak baik digunakan
17.
Kayu kelapa yang
bercabang juga tidak baik untuk bangunan.
Merubah
Bangunan
Menambah
dan Mengurangi Bangunan
a.
Jika rumah yang sudah
selesai si plaspas, dapat ditambahkan lagi dengan jalan menambahkan sesuai
dengan ukuran kelipatan atau sesuai dengan petunjuk Asta Kosala-Kosali.
b.
B. jika membangun
rumah di hulu mrajan atau sanggah karena pekarangannya sudah penuh, maka harus
menggunakan upacara pengeruak karang dan
berikan jarak 3 tampak atau satu depa dari tembok batas pekarangan
tersebut.
c.
Jika memindahkan rumah
secara keseluruhan, maka harus diupacarai sebagaimana membangun rumah yang
baru, wajib untuk mesapuh dan mecaru.
Memindahkan
Rumah, Jineng dan Dapur.
a.
Jika memindahkan
dapur, harus menghaturkan piuning kehadapan Ida Bhatara Wiswakarma, Bhagawan
Panyarikan, dan Bhatara Sri, untuk jineng dan Bhatara Brahma untuk depan dengan
upacara lengkap, serta dituntun dengan tulupan.
b.
Jika memindahkan ke
tempat yang baru, maka wajib memprelina
dapur/jineng itu dengan jalan ngelebar Ida
Bhatara Brahma/Bhatara Sri dengan upacara sepatutnya. Atau nyejerang Ida Betara
Brahma sampai dapur yang baru selesai atau Bhatara Sri sampai jineng selesai
diplaspas.
Membeli
Rumah yang Sudah Jadi.
a.
Melakukan upacara
pecaruan yakni Caru Eka Sata menggunakan ayam brumbun dengan prayascita
biakaon.
b.
Jika terdapat
palinggih Dewa Hyang, maka wajib dilebar dan jika masih satu keturunan, maka
pelinggih tersebut tetap disungsung namun dengan diupacarai hatur piuning
terlbih dahulu.
Jika
terdapapt pelinggih Indra Balaka, Sedahan Karang atau pelinggih Taksu, maka
wajib untuk tetap dipelihara sewajarnya. Jangan dilebar begitu saja.
Durmangala
(Kekotoran Pekarangan)
Cemer
karena Bencana Alam
a.
Angin yang kencang dan
merobohkan bangunan
b.
Banjir bandang hingga
menghanyutkan rumah
c.
Terbakar api yang
hebat
d.
Disambar petir
e.
Diguncang gempa
f.
Ditimbun longsoran
g.
Diliputi asap tanpa
sebab
h.
Diterpa asap tanpa
sebab
i.
Diterpa meteor dan
batu, atau gunung api.
Untuk
meruwatnya adalah :
a.
Jika yang terkena
bahaya tadi adalah tempat suci atau mrajan/sanggah, harus melakukan upacara mamungkah.
b.
Jika bangunan hanya
roboh, bisa dibangun kembali dan diupaccarai dengan sewajarnya.
c.
Jika terjadi di
pekarangan rumah, maka harus membangun pelinggih padmasari stana Ida Bhatara
Indra Balaka.
Kotor
karena Binatang
a.
Binatang peliaraan
yang berkaki empat masuk pekarangan sanggah atau mrajan, maka wajib
mengupacarai dengan caru Panca Sata. (kecuali anjing dan kucing, serta yang
dipakai upacara)
b.
Jika ada binatang yang
lahir tidak normal di pekarangan rumah, maka harus mecaru Resigana, dan
binatang tersebut bawa ke segara untuk dilarung
c.
Jika ada anjing yang
beranak satu ekor, itu ciri karang panes, wajib untuk Caru Panca Sanak.
d.
Ayam atau anjing
bersenggama di bale, maka wajib dibersihkan dengan caru sorohan ayam hitam,
segehan manca warna.
e.
Ada lulut dipekarangan, maka harus
diupacarai prayascita durmanggala. Jika
lewat dari tiga hari, maka harus mecaru ayam brumbun
f.
Ular masuk kamar, maka
harus diberikan labaan daksina dengan
sari 500. Nasi pelupuh dengan bentuk ular, dagingnya katak, dan jajan emping.
Dengan mantra kepada Bhuta Sah Mika.
g.
Goak bertengger di
rumah pekarangan, maka harus diperikan labaan nasi dengan tempat tamas, dengan
mantra kehadapan Bhuta Gagak.
h.
Jika Mrajan atau
sanggah disarangi lebah atau tawon/tabwan, maka labaan adalah pras ajuman, nasi kepelan, dagingnya bawang
jahe, gula bali, kelapa dibakar, waot bekatul, belulang kulit kebo, santun 1
dengan 2 rupiah, segehan manca warna 4/5 tanding, dihaturkan di bawah tawon
tersebut, untuk sang bhuta mingmang.
i.
Pekarangan ditempati
kela-kela, maka acep Ida Sang Bhuta Mingmang.
j.
Rumah didatangi,
rayap, sepuh, maka rumah tersebut juga leteh, namun secara niskala itu dapat
dipersihkan dengan caru : gabur agung,
nasi pelupuh, pakonan nasi panca warna, dengan tempat tamas, cawu 5 buah tulung
5 buah, kwangen 5 buah, peras ajuman dan juga sesantunan, sorohan atempeh,
sanggah cucuk, sang kala Mampuh adalah yang di ayat.
k.
Jika terdapat darah
kental di pekarangan, maka dapat dinetralisir dengan caru alit sebelum 40 hari.
Dengan caru Panca Sata, jika lebih dari 40 hari, maka wajib dengan caru Panca
Sanak.
l.
Jika terdapat jamur
baya dipekarangan, maka wajib dengan Caru Eka Sata dan Prayascitta.
m.
Bila di rumah di huni
oleh sesapi/burung laying-layang dibuat banten segehan nasi wong-wongan berupa
sesapi, ikan, belalang dan daksina, berasnya kuning, sari 500, nyayat Sang
Paksi Raja, ciri rumah dapat “laba” (rejeki).
n.
Bila rumah/merajan di
huni Nyawan, ciri rejeki di upacarai prasista durmanggala dan nyayah gringsing
gula kelapa. Dapat Sang Bhuta mingpunang dan di atas Bhatara Sri Sedana
o.
Rumah di huni tabuan
sirah, ciri menjadi guru masyarakat harus diupacarai dengan prasista
durmanggala dan nasi pelupahan astet Sang Bhuta Sehmika.
C. Kotor/Cemer Karena
Salah Ukur
a.
Jika terdapat bangunan
tanpa urip
b.
Salah ukuran halaman
dan letak bangunan, sebaiknya dibangun ulang berdasarkan tata letak bangunan
c.
Jika ada rumah yang
sudah diplaspas, maka tidak boleh diserut kembali.
d.
Mengganti saka atau
tiang satu buah saja, itu juga buruk. Disebut membuang guna
e.
Jika memotong saka
atau tiang, maka wajib mengupacarainya seperti semula
f.
Jika terdapat bale dongkang mekehem, itu adalah buruk
g.
Jika rumah baru, namun
terasnya masih bataran kuno itu juga buruk
h.
Pintu dapt derhadapan
langsung dengan bale daja, itu juga buruk
i.
Bale yang pintunya
berjejer tiga buah, itu buruk menyamai rong tiga namanya
j.
Bale dangin menghabisi
pekarangan, itu buruk. Disebut ngempel
k.
Bale yang roboh secara
sendirinya, itu juga harus dipralina
l.
Saka kayunya terbalik,
itu juga buruk
m.
Saka tiangnya masuk
hingga ke lambing rumah, itu juga
buruk
n.
Soca kayunya tertumpuk
tiga, itu juga buruk.
o.
Lubang jineng atau
klumpu menghadap timur, utara, timur laut, barat laut, itu juga buruk
p.
Adegan atau saka
bertampak timpas. Buruk
q.
Cemer karena pepasangan desti atau leak
r.
Saka atau tiang bale
dipotong, itu juga buruk
s.
Jika memindahkan dapur
tidak dituntun dengan dadap, maka itu juga buruk .
Peringatan!
a.
Jika keletehan maka harus dicaru seperti
semula
b.
Jika tidak boleh
diganti, maka harus dibangun ulang dan diupacarai
c.
Jika sudah diplaspas,
maka tidak baik untuk diperbaiki lagi
d.
Jika tidak diplaspas
maka tidak baik untuk diempati
e.
Jika membeli rumah
yang sudah diplaspas, maka tinggal memeliharanya saja.
f.
Jika pekarangan itu
adalah carik atau uma, maka wajib menghaturkan piuning kehadapan Bhatara Ulun
Carik. Dan ngantukang (mengembalikan)
Dewi Sri.
g.
Jika halaman disambar
petir seperti tadi, maka caru yang paling sedikit adalah Eka Sata ayam brumbun.
Yang madia adalah caru Panca Sata, dan yang utama adalah Caru Panca Kelud.
h.
Jika membeli rumah
baru, maka harus didahului matur piuning dan nyakap karang.
i.
Jika selesai membuat
tembok pembatas, maka harus diupacari lagi.
j.
Jika ingin menambahkan
tanah urug, maka harus diupacarai prayascitta
durmanggala.
k.
Sesuai dengan kesatuan
tafsir Agama Hindu maka bangunan Bali itu :
1.
Berdasarkan tattwa
agama
2.
Berhubungan dengan
bhuana alit bhuana agung
3.
Bangunan suci dan
bangunan adat
4.
Dasarnya adalah :
lontar Asta Bhumi, Asta Dewa dan Asta Kosala Kosali, dan lontar Taru Janantaka
5.
Ciri-cirinya: Tri
mandala, tri loka, dengan upacara penyucian, da nada symbol agama
6.
Namun bangunan harus
sesuai dengan asta kosala kosalo.
7.
Tata caranya : ngeruak karang, nyukat karang, nasarin,
mamakuh, mlaspas.
l.
Bila memperlebar
pekarangan atau membagi pekarangan yang sudah ada, harus diupacarai “pengiak
nyepih” dan “penyakap karang”
m.
Bila rumah
bersebelahan dengan pura, pasar, setra perempatan harus membuang gang ± 3 ½
sampab/1 depan agung dan membuat lubang pengayatan Sang Amengkurat.
Dewasa
Ayu Membangun
Dewasa
Ayu
1.
Guntur umah
2.
Kala empas munggah
3.
Kala graha
4.
Sampi gumarang turun
5.
Subha cara
6.
Kala empas
7.
Kala isian
8.
Amerta masa
9.
Ayu badra
10.
Amerta dea
11.
Ratu ngemban putra
12.
Dewasa ngelayang
13.
Dewasa mentas
14.
Kama jaya
15.
Dauh ayu
16.
Amerta yogha
17.
Manik dherman
18.
Budha kliwon
19.
Kajeng luhunan
20.
Buda landep
21.
Sesuai dengan Sapta
Wara:
- Redite – memindahkan rumah
- Soma – membangun dapur
- Anggara – membuat lesung
- Budda – membuat kandang
- Wrspati – membangun pendapa
- Sukra – membangun sanggah
- Saniscara – membuat wayang
22.
Sesuai dengan sasih :
I (kasa, II (karo, IV (Kapat), V (kelima), X (kedasa)
23.
Menurut Sapta Wara :
redite, soma, buda, wrspati, sukra
24.
Menurut sanga wara :
Tulus dan Dadi.
25.
Membangun menurut
sasih:
- Kasa – gedong atau bale tengah
- Karo – dapur
- Katiga – kubu di tegal
- Kapat – bale
- Kalima – bale lajur
- Kenem – gelebeg
- Kapitu – kubu di carik
- Kaulu – tempat lesung
- Kasanga – pintu
- Kadasa – kahyangan
- Jestha – kandang
- Sadha – lesung
26.
Membuat rumah sesuai
sasih:
- Kasa – Banyak teman
- Karo – kepanesan
- Katiga – kemalingan
- Kapat – cepat kaya
- Kalima – cepat kaya
- Kenem – jaya
- Kapitu – panes
- Kaulu – usahanya lancar
- Kasanga – bahaya
- Kadasa – banyak harta
- Jestha – lara atau buruk
- Asadha – panes
27.
Pindah rumah :
- Kasa – rahayu
- Karo – kemalingan
- Katiga – kemalingan
- Kapat – banyak teman
- Kalima – kaya raya
- Kenem – banyak teman
- Kapitu –
buruk
- Kaulu –
diputusi istri
- Kasanga –
dengki
- Kadasa –
santosa
- Jestha –
kegeringan
- Sadha –
keputusan istri
Larangan
Membuat RUmah
Karna sula, tali wangke, agni agung,
patra limutan, kala rumpuh, pasha, agni doyan, kala awu, kala biung rawu, kala
empas turun, kala rawu, kala sapuhan, geni murub, geni rowana, kala sudukan,
sasih anglaweyan, gotong pati, naga naut, prawani, wulan tanpa sirah, pati
panten, masekan lanang, macekan agung, geheng menyenget.
Tambahan:
- Kayu yang bak adalah :
- Kayu ketewel adalah kayu raja
- Kayu jati atau ketekik adalah kayu patih
- Kayu juwet adalah kayu mantra
- Kayu sentul adalah kayu rangga
- Kayu tangi adalah kayu demung
- Kayu tahep adalah kayu arya
- Kayu
kalampuak, kayu ijo kalangiang, kalicung, kali kukun, kaliki, dan juga ketewel
adalah Kayu Kala kali.
Dari buku Membangun Karang Paumahan Menurut Adat Budaya dan Agama Hindu Bali, Ida Bagus Anom Paketan, cv. Kayumas Agung 2011
Komentar
Posting Komentar