Ulap-Ulap Rarajahan Sruti Aksra Suci

  https://helaibuku.blogspot.com/ Om Swastystu Umat sedharma yang berbahagia. Pada kesempatan ini helaibuku petikkan beberapa contoh Ulap-ulap atau Rarajahan Sruti Aksara suci sebagai berikut: Dipetik dari buku Ulap-Ulap Sruti Aksara Suci karipta olih Jro Mangku Pulasari. Agar lebih jelasnya sahabat helaibuku bisa membeli bukunya untuk melengkapi koleksi perpustakaannya. Agar lebih mudah mengenali,sampul bukunya seperti di bawah ini:

Jenis Perkawinan Yang Termuat Dalam Manawa Dharmasastra dan Jenis Perkawinan Menurut Adat Di Bali

helaibuku.blogspot.com/  Perkawinan atau pawiwahan adalah sebuah pertalian kasih antara dua insan berlainan jenis yang disahkan oleh upacara agama dan hukum yang sakral serta terikat oleh aturan awig-awig yang berlaku didaerah/Negara  setempat untuk membentuk sebuah bahtera rumahtangga. Perlu diketahui ternyata perkawinan itu ada banyak jenisnya. Pada kesempatan ini Helai Buku akan petikkan  tentang Jenis Perkawinan Yang Termuat Dalam Manawa Dharmasastra dan Jenis Perkawinan Menurut Adat Di Bali

Dalam kitab Manawa Dharmasastra disebutkan ada delapan jenis perkawinan yaitu sebagai berikut:

1. Brahma Wiwaha,  yaitu pemberian seorang gadis setelah terlebih dahulu dirias (dengan pakaian yang mahal) dan setelah menghormati (dengan menghadiahi permata) kepada seorang ahli weda, lagi pula budi bahasanya baik, yang diundang (oleh ayah si wanita);

2.  Daiwa Wiwaha,  yaitu pemberian seorang anak wanita yang setelah terlebih dahulu dihias dengan perhiasan-perhiasan, kepada seorang pendeta yang melaksanakan upacara, pada saat upacara itu berlangsung;

 3.  Arsa  Wiwaha,  yaitu seorang ayah mengawinkan anak perempuannya sesuai dengan peraturan setelah menerima seekor sapi atau seekor atau dua pasang lembu dari pengantin pria untuk memenuhi peraturan dharma;

4. Prajapati Wiwaha, yaitu pemberian seorang anak perempuan (oleh ayah si wanita) setelah berpesan (kepada mempelai) dengan mantra “semoga kamu berdua melaksanakan kewajiban-kewajiban bersama-sama” dan setelah menunjukkan penghormatan (kepada pengantin pria);

5.  Asura Wiwaha, yaitu pengantin pria menerima seorang perempuan setelah pria itu memberi maskawin sesuai menurut kemampuannya dan didorong oleh keinginannya sendiri kepada mempelai wanita dan keluarganya;

6. Gandharwa Wiwaha,  yaitu pertemuam suka sama suka antara seorang perempuan dengan kekasihnya yang timbul dari nafsunya dan bertujuan melakukan perhubungan kelamin;

7. Raksasa Wiwaha, yaitu melarikan seorang gadis dengan paksa dari rumahnya sementara si wanita berteriak-teriak menangis setelah keluarganya terbunuh atau terluka, rumahnya dirusak ; dan

8. Paisaca Wiwaha, yaitu kalau seorang laki-laki dengan secara mencuri-curi memperkosa seorang wanita yang sedang tidur, sedang mabuk atau bingung (Pudja dan Sudharta, 1996 : 138--140) ; (Radhakrishnan. 2000 : 237-241).

Jenis-jenis Perkawinan Menurut Adat  di Bali

1. Ngerorod,  apabila calon mempelai laki-laki dan wanita sudah sepakat untuk kawin, tetapi rencana perkawinan mereka tidak mendapat dukungan terutama dari orang tua calon mempelai wanita, akhirnya mereka sepakat untuk kawin lari atau melarikan diri meninggalkan rumah masing-masing menuju suatu tempat untuk bersembunyi menurut kehendak calon mempelai laki-laki.

2.  Mepadik, yaitu suatu cara perkawinan yang menurut hukum adat berlaku dalam bentuk pernyataan kehendak dari suatu pihak ke pihak lain dengan maksud untuk mengadakan ikatan perkawinan, yang umumnya dilakukan oleh pihak laki-laki ke pihak perempuan;

3. Jejangkepan, yaitu perkawinan yang dilakukan dengan cara memaksa supaya kedua calon mempelai mau kawin, merupakan persetujuan kedua orang tua calon mempelai;

4. Nyangkring, adalah perkawinan terhadap gadis belum cukup umur, yang umumnya dilakukan oleh keluarga bangsawan (laki-laki) terhadap keluarga orang kebanyakan; (perkawinan ini sudah lama tidak berlaku lagi)

5. Ngodalin, suatu perkawinan yang dilakukan dengan membawa seorang gadis kecil (masih di bawah umur) ke rumah si laki-laki yang akan mengawininya untuk dipelihara di rumah si laki-laki, dan jika sudah dewasa gadis itu dikawinkan dengan laki-laki yang sudah disiapkan ; (perkawinan ini juga belum pernah ada terdengar lagi)

6. Tetagon, yaitu calon mempelai sejak kecil sudah diperhitungkan bahwa suatu saat nanti mereka harus mengadakan ikatan perkawinan, berdasarkan kesepakatan orang tua kedua calon mempelai ;

7. Ngunggahin,  perkawinan dilakukan karena calon mempelai wanita datang ke rumah calon mempelai laki-laki meminta agar dikawini ;

 8. Melegandang, yaitu perkawinan yang dilakukan dengan cara kekerasan, yaitu calon mempelai wanita dikawini secara paksa (Artadi, 1997 : 144 - 147, Armati, 2002 : 9 – 12).

Selain tersebut diatas,di daerah Bali Timur ada juga jenis perkawinan yang disebut Katerimenan dan Kaduduk Mantu.  Perkawinan Katerimenan, yaitu perkawinan jenis jejangkepan dalam bentuk lain. Maksudnya adalah kedua belah orang tua masing-masing membujuk anaknya agar mau dikawinkan (dijodohkan). Bila kedua anak mau saling mencintai, maka perkawinan dilaksanakan. Tetapi kalau tidak mau saling mencintai, maka perkawinan dibatalkan (Awig-Awig Desa Pakraman Iseh, 2003 : ). Sedangkan Perkawinan Kaduduk Mantu,  yaitu perkawinan jenis  Nyentana  dalam bentuk lain. Artinya wanita hanya dapat mengawinkan pria yang masih ada hubungan kekeluargaan atau pasidikaraan (Awig-Awig Desa Adat Karangasem, 2001 : 9).

Komentar