Pada sanggah kamulan beliau bergelar Sanghyang Atma,pada
ruang kamulan kanan ayah,namanya Sanghyang paratma,pada kamulan kiri
ibu,disebut Sivatma. Pada kamulan ruang tengah diri-Nya,itu Brahma,menjadi
purusa pradana,berwujud Sanghyang Tuduh (Tuhan yang Menakdirkan).
(Rontal: Usana
Dewa,lembar 4).
Artinya:
...nama Beliau Sang Atma,pada ruang kamulan kanan
bapakmu,yaitu Sang Paratma,
pada ruang kamulan kiri ibumu,yaitu Sang Sivatma,pada ruang
kamulan tengah adalah
menyatu menjadi
sanghyang Tunggal menyatukan wujud.
Dari dua kutipan diatas sangat jelas disebutkan bahwa yang
disthanakan pada sanggah kamulan adalah
Sanghyang Triatma,yaitu
Paratma yang diidentikan sebagai ayah (Purusa),Sang Sivatma yang diidentikan
sebagai ibu (Pradana) dan Sang Atma yang diidentikan sebagai
diri-sendiri (roh individu). Pada hakekatnya
Sanghyang Triatma itu adalah Brahma atau Sanghyang Tunggal/Hyang
Tuduh sebagai Pencipta.
Dalam sekte Siva Sidhanta,yang dimaksud dengan Tri Atma
adalah : Am,Atma dewanya Brahma,
Antara Atma dewanya Wisnu,dengan wijaksaranya Um,dan Paratma
dewanya adalah Iswara dengan wijaksaranya adalah Mang.
Ketiga Dewa tersebut disebut Tri Murti,(Tiga manifestasi
Tuhan dalam aspek horisontal) yang merupakan roh alam semesta.
Sebagai roh alam semesta beliau bergelar Tri Purusa atau Tri Lingga (Tiga manifestasi Tuhan dalam aspek Vertikal). Pada saat
memuja beliau di Sanggah Kamulan
atau Kawitan,mantranya adalah sebagai berikut:
Om Dewa-dewi Tri Dewanam
Tri Murti Tri Lingganam
Tri Purusa Suddha Nityam
Sarwa jagat Jiwatmanam
(Anandakusuma:45
Artinya:
Om para Dewa umpamanya Tri Dewa,
Tri Murti (Brahma,Wisnu,Iswara)
adalah Tri Lingga,Tri Purusa yang suci selalu,adalah roh
(atma) atau semesta beserta isinya (jagat)
Tri Purusa adalah tiga kemahakuasaan Tuhan,yaitu: Siwa adalah Tuhan dalam dimensi Imanen
(Skala), Sadasiwa adalah Tuhan dalam
dimensi Skala-niskala
(Ardanareswara). Sedangkan Paramasiwa adalah Tuhan
dalam dimensi niskala (transendental). Tuhan dalam ke-tiga wujud di atas,dalam
rontal Siwagama
digelari Bhatara Guru,karena
Beliau Siwa adalah Dang Guru ing Iswara,di jagat ini.
Oleh karena Siwa beraspek tiga sebagai Tri Purusa,maka
Gurupun ada tiga aspek pula,yakni: Guru
Rupam adalah Guru dalam dimensi Skala (imanen),
Guru Madyam adalah
Guru dalam dimensi Skala-niskala,dan Guru
Purwam adalah Guru dalam dimensi Niskala.
Pada saat memuja beliau di sanggah Kamulan/merajan atau
kawitan,mantranya adalah sebagai berikut:
Om Guru Dewa Guru Rupam
Guru Madyam Guru Purwam
Guru Pantaram Dewam
Guru Dewa Suddha Nityam
(Anandakusuma,Dewayadnya:45).
Artinya:
Om Guru Dewa,yaitu Guru Rupam (skala),Guru Madya
(skala-niskal),dan guru Purwa (niskala) adalah Guru para Dewa. Dewa Guru suci
selalu.
Sedangkan dalam rontal
Purwa Bhuana kamulan disebutkan:
Riwus mangkana daksina pangadegan Sang Dewapitara,
tinuntun akena maring Sanggah Kamulan,
yan lanang unggahakena ring tengen,
yan wadon unggahakena maring kiwa,
irika mapisan lawan Dewa Hyangnya nguni...
(Purwa Bumi Kamulan).
Artinya:
Setelah demikian daksina perwujudan Roh suci
dituntun pada sanggah Kamulan,
Kalau roh itu dari laki-laki naikan pada ruang kanan,
Kalau roh itu dari perempuan naikan pada rong kiri
Disana menyatu dengan leluhurnya terdahulu.
Dan dalam Rontal
Tattwa kapatian disebutkan bahwa Sanghyang Atma (roh) setelah mengalami
proses upacara akan berstana di Sanggah Kamulan sesuai dengan
kadar kesucian Atma itu sendiri. atma yang belum suci yang
hanya baru mendapat tirta pangentas pendem atau upacara sementara (ngurug) juga
dapat tempat pada
Sanggah Kamulan sampai pada tingkat batur kamulan. Seperti
yang disebutkan dalam kutipan berikut:
Mwah tingkahing wong mati mapendem,
Wenang mapangentas wak mapendem,
phalanya polih lungguh Sang Atma munggwing batur kamulan.
(Rontal tattwa
Kapatian,la,1b).
Artinya:
Dan prihalnya orang mati yang dikubur boleh menggunakan
tirta pangentas kubur,pahalanya Sang Atma mendapat tempat pada batur Sanggah
Kamulan.
Dari kutipan-kutipan diatas dapatlah kiranya disimpulkan
bahwa yang dimaksudkan dengan pengertian kamulan dalam Sanggah Kamulan adalah:
Ida Sanghyang Widhi Wasa
dalam manifestasinya sebagai Sanghyang Tri Atma,Sebagai Dewa
Tri Murti,Tri Purusa,Tri Lingga atau Bhatara Guru. dan juga roh suci lelujur
yang telah menyatu dengan
Sanghyang Triatma/Sanghyang Tuduh/Sang Pencipta yaitu Ida
Sanghyang Widi Wasa.
Taksu
Di area sanggah kamulan ada sebuah palinggih yang disebut
dengan Taksu. Dalam kosa kata
Bali,istilah Taksu diartikan sebagai daya
magis yang menjadikan
keberhasilan (kesidhian) dalam segala aspek kerja,misalnya
oleh para seniman,seperti pragina,dalang,balian dan sebagainya.Bila mereka
berhasil maka disebut mataksu
Dalam ajaran Tantrayana,taksu itu diartikan sama dengan sakti atau Wisesa. Yang dimaksudkan dengan sakti adalah simbul dari Bala atau kekuatan.
Dalam sisi lain sakti juga disamakan dengan energi atau kekuatan.
Dalam tattwa,daya atau sakti itu tergolong maya tattwa. Sedangkan Energi dalam
bahasa Sanskrit disebut Prana adalah
bentuk ciptaan yang pertama dari Brahman
(Tuhan). Dengan mempergunakan prana barulah muncul ciptaan
berikutnya (Panca Mahabhuta). Dari Panca Mahabhuta yang digerakkan oleh
prana,maka terbentuklah alam semesta
secara evolusi kemudian mahluk seisi semesta tercipta.
Tuhan dalam sifatnya sebagai Nirguna Brahman (Parama
Siwa),memanfaatkan energi atau sakti itu sehingga beliau menjadi Maha Kuasa,memiliki
Cadu Sakti dengan Asta Aisvaryanya.
Dalam keadaan demikianlah beliau mempunyai sifat Saguna
Brahman (Tuhan beraktivitas) sehingga beliau adalah Maha Pencipta,Maha Pemelihara,dan
Maha Pelebur .
Berbeda halnya dengan Sanggah Kamulan (rong tiga) yang
dipuja adalah Sang Hyang Tri Purusa atau Sang Hyang Triatma,maka Sakti atau Maya-Nya
dipuja melalui Taksu
Dalam upacara nyekah,
disamping ada sekah sebagai
perwujudan Atma yang akan disucikan ,juga ada yang disebut Sangge. Menurut penjelasan Ida Pedanda
Putra Manuaba (almarhum),sangge adalah simbul dari Dewi
Mayasih yang mewakili unsur Maya Tattwa.Ada kemungkinan pada saat ngunggahang
Dewa Pitara ,unsur maya (sakti)
yang telah ikut disucikan distanakan pada palinggih taksu.
Dalam ajaran kanda Pat/saudara empat yang telah melalui
proses penyucian dikenal dengan sebutan: Ratu Wayan Tangkeb Langit,Ratu Ngurah
Teba,Ratu Gede jalawung,dan
Ratu Nyoman Sakti pangadangan Beliau inilah yang dianggap
sebagai Dewaning Taksu.
Jenis-jenis Sanggah Kamulan Yang Ada Di Bali
Dipetik dari,Wikarman Singgih Inyoman,Sanggah Kamulan Fungsi
dan pengertiannya Sanggah Kamulan berdasarkan kondisinya dapat dibedakan
menjadi:
- A. Turus Lumbung : adalah Sanggah Kamulan darurat,karena
satu dan lain hal belum mampu membuatyang permanen. Bahannya dari turus (batang) kayu dapdap
(kayu sakti). Fungsinya hanyalah untuk ngalumbung atau ngayeng Hyang
kamulan/Hyang Kamimitan. Satu tahun setelah membuka karang baru diharafkan
sudah membangun Kamulan yang permanen.
- B. Sanggah Panegtegan : adalah kamulan yang berfungsi hanya
sebagai tempat negtegang (membuat ketentraman) dengan memuja Hyang Kawitan bagi
mereka yang baru berumah tangga.Kamulan sejenis ini banyak dijumpai di daerah Kabupaten
Bangli bagian atas. Setiap mereka yang baru kawin,diwajibkan membangun sebuah
Sanggah Rong Tiga,sehingga dalam satu pekarangan akan berdiri beberapa Sanggah Rong Tiga
- C. Kamulan Jajar : sesuai dengan namanya Sanggah kamulan ini
memiliki dua saka (tiang) yang berjajar di muka menancap langsung pada bebaturan
(paling batur). Selain itu mempunyai ruang tiga berjajar,juga terdiri dari tiga
bagian yaitu: bebaturan,ruang lepitan,dan ruang gedong sampai atapnya. Ruang
lepitan letaknya di bawah rong tiga yang berjajar.Bila dicermati Sanggah ini
terdiri dari jajar horisontal dan jajar vertikal,sebagai simbolisasi Hyang Tri
Murti dan Hyang Tri Purusa.
Mengenai apa fungsi dari ruang lepitan itu,belum diketahui
secara pasti,
karena belum ada sumber yang dijadikan acuan. namun ada
pendapat yang mengatakan,bila dilihat fungsi Kamulan sebagai palinggih Atma,dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Batur Kamulan sthana Atma yang masih kotor,yang baru
mendapat tirta pangentas pendem (Rontal Tattwa Kapatian)
Rong Tiga terutama
kanan dan kiri adalah tempat Atma Suci yang telah dilinggihkan. Kemungkinan menurut
perkiraan beberapa orang sujana bahwa ruang lepitan adalah tempat yang dapat
dicapai oleh Atma yangsudah diabenkan. Dengan demikian dapat dikatakan,Sanggah
Kamulan terdiri dari tiga bagian kosmos yakni bebaturan,sebagai Bhurlokha,atau
Pitraloka alamnya para pitara,ruang lepitan sebagai Bwahloka,alamnya para
pitara yang sudahdiabenkan,dan rong tiga sebagai Swahloka,alamnya Para Dewa
yang dapat dicapai oleh Atma suci (Dewa Pitara)yang telah melalui proses
upacara mamukur.
Fungsi Sanggah
Kamulan
Berdasarkan dari kutipan beberapa sumber maka dapat
disimpulkan bahwa
fungsi dari Sanggah Kamulan adalah sebagai berikut:
- Berdasarkan letaknya sebagai Penghulun karang,posisi
huluan berdasarkan konsep Rwabhineda dan Uttama mandala dari konsepsi
Trihitakarana
- Sebagai sthana dan tempat memuja Ida Sanghyang Widhi Wasa
dalam wujud-Nya sebagai Sanghyang Tri Atma (Atma,Sivatma,Paratma) sebagai
asal-muasal kehidupan,khususnya di Bumi.
- Sebagai sthana Ida Sanghyang Widhi dalam manifestasinya
sebagai Sanghyang Tri Murti (Brahma,Wisnu,Iswara) sebagai Jiwatman (roh) Bhuana
Agung (Alam Semesta) dan Sanghyang Tri Purusa, yakni Siwa,Sadasiwa,Paramasiwa
yang juga sebagai Bhatara Guru.
- Berfungsi sebagai tempat menstanakan roh suci leluhur
(Dewa Pitara) yang dianggap manunggal dengan sumbernya,untuk selalu dipuja oleh
keturunannya,guna memohon perlindungan,bimbingan dan waranugrahanya
- Sebagai tempat pemujaan leluhur dalam rumah tangga di
Bali. Diperkirakan ada hubungannya dengan Vastosvati
yakni tempat pemujaan leluhur pada setiap rumah tangga Hindu di India.
Tata Cara Mendirikan
Sanggah Kamulan
Ini adalah tata cara dalam mendirikan Sanggah Kamulan:
I. Memilih Palemahan
Sebelum mendiriakn Sanggah Kamulan ,yang pertama dilakukan
adalah memilih palemahan yang akan dijadikan lokasi untuk membangun Sanggah
Kamulan. Karena letaknya yang di hulu maka Sanggah Kamulan disebut pula
penghulun karang. Sehingga didalam mendirikannya selalu dipilihlah lokasi yang
dianggap hulu yakni Timur Laut (Kaja Kangin).Sesuai dengan konsep Tri
Angga lokasi Sanggah Kamulan adalah Uttama Angga,demikian juga dalam konsep Rwa
Bhineda, pendirian Sanggah kamulan harus terletak di hulu (udik) pekarangan.
Perlu dicatat, ada perbedaan pengertian kaja antara Bali Selatan dengan Bali utara. Kalau Bali selatan Kaja adalah Utara,sedangkan bagi Bali
Utara (Denbukit) Kaja adalah Selatan. Hal ini disebakan oleh letak Gunung Agung
yang berada ditengah-tengah Pulau Bali (dimana letak Gunung Agung disanalah
Utara). Sehingga orang yang berada disebelah Utara Gunung Agung menganggap
gunung Agung yang diselatan sebagai Kaja.
II. Ukuran Menempatkan Tempat Palinggih
Pada jaman dahulu,sesuai tradisi Orang Bali membuat
pekarangan sesuai dengan sikut satak,sikut domas (nista,madya,utama). Pada
Waktu itu situasinya memungkinkan.Pada jaman dahulu mengukurnya menggunakan
ukuran depa,depa agung maupun depa alit.
Untuk ukuran Sanggah Kamulan sesuai dengan Rontal Astakosali,yakni
ukuran 14 depa lawan 13 depa,pangeretnya dwajangaran. Tapi mengingat jaman
sekarang lahan semakin sempit,lebih banyak kaplingan maka pembuatan pekarangan
disesuaikan dengan kondisi yang ada. Demikian juga ukuran pekarangan Sanggah
Kamulan bisa diperkecil menjadi 3 atau 5 depa dengan penghurip 1 hasta musti.
Sedangkan jarak antara palemahan Sanggah Kamulan dengan
bangunan bale bedaja,menggunakan tapak kaki si pemilik. Dengan perhitungan
jatuhnya di Guru atau Indra dari Astawara dengan penghurip 1 tampak ngandang.
Jadi jarak antara rumah badaja dengan Sanggah Kamulan adalah 3 atau 4 tampak
ditambah 1 tampak ngandang.
Sedangkan letak palinggih Kamulan adalah mengambil jarak 3
tampak kaki ditambah 1 tampak ngandang dari tembok timur.
Untuk mendapatkan letak bagi Palinggih Taksu adalah dengan
jalan mengukur luas halaman antara bataran Kamulan dengan Piyasan (kalau ada).
Letak Piyasan juga mempergunakan perhitungan Guru atau Indra dari bataran
Kamulan,selanjutnya dari tengah-tengah jarak antara Piyasan dengan Kamulan
ditarik garis Kaja dan bertemu dengan hitungan Guru dari tembok Kaja,itulah
tempat Taksu.
Kalau Palemahan sempit,yang tidak memungkinkan untuk
membangun Bale Piyasan,maka untuk mencari tempat Taksu diukur dari
tengah-tengah natar/halaman antara
bataran kamulan dengan tembok Barat,kemudian ditarik Kaja dipertemukan dengan
titik hitungan Guru (3 tapak + 1 tampak ngandang) dari tembok Kaja.
Setelah selesai mengukur tempat,diadakanlah upacara
bebanten. sarananya canang genten buratwangi 5 tanding,masing-masing
ditempatkan pada Kaja,Kelod,Kangin,Kauh,dan tengah-tengah masing-masing sebuah.
Dilengkapi segehan mancawarna dan sebuah segehan agung.
III. Penempatan Paduraksa dan Pamedal
Setelah palemahan Sanggah Kamulan diukur berdasarkan
bilangan 14 depa lawan 13 depa dengan penghurip hasta musti,atau ukurannya bisa
disesuaikan menjadi 3 atau 5,maka
selanjutnya Sanggah Kamulan diberi panyengker untuk
memberikan batasan palemahan Sanggah Kamulan dengan pekarangan rumah. Tiap-tiap
sudup panyengker Kamulan
dibangun Paduraksa
yang secara fisik berfungsi untuk menguatkan tembok itu sendiri. Namun secara
niskala Paduraksa itu dibuat karena mempunyai makna tertentu sesuai
dengan yang termuat dalam rontal Astabhumi yakni: pada
masing-masing sudut ukuran empat persegi namanya paduraksa,yang di Kajakangin namanya Sri Raksa,yang
di Kelodkangin namanya Sang Aji Raksa,sedangkan yang di
Kajakauh namanya Kala Raksa. Bangunan paduraksa ini sangat penting sekali,jika
tidak menggunakan paduraksa rumah Bhuta Dengen namanya.
Selain menentukan tempat membangun paduraksa, selanjutnya adalah
menentukan letak Pamedal. Pamedal
dengan Apit Lawangnya adalah juga
merupakan Palinggih
Cara menentukan pamedal adalah dengan mengukur panjang atau
lebar palemahan itu dengan tali. Tali sepanjang itu dibagi sembilan. Pamedal
boleh menghadap ke Barat (Kauh) atau
boleh juga menghadap ke Selatan (Kelod)
Kalau menghadap Selatan carilah lipatan 6 (enam) dari Timur,Dhana Wredhi namanya.
Kalau menghadap Barat carilah lipatan 3 dari Selatan Wredhi Emas namanya,atau carilah lipatan 4 dari Selatan Wredhi Guna namanya.
Lipatan tersebut merupakan titik tengah-tengah. Sedangkan
lebar Pamedal adalah abelah dada (setengah
depa),baik depa agung maupun depa alit.
IV. Caru Pangeruwak Bhuana atau Menanam Dasar Bangunan.
Jika proses pengukuran palemahan dan menentukan tempat bangunan
sudah selesai,selanjutnya diadakan upacara Caru
Pangrwak Bhuana yang lazim disebut caru
Ayam Brunbun
dengan sarana: Ayam brunbun diolah,dibuat jatah calon
menurut urip tengah (8). Kulit kulit,sayap,kepala dan kakinya dijadikan
bayang-bayang,diletakan di atas Sengkui
delapan lembar pula.
Peneknya,penek dananan,nasi mancawarna,di bawah maupun pada
Sanggah Cukcuk,digantungi Sujang,berisi tuak dan arak. Yang dipanggil pada caru
tersebut adalah: Sang Bhuta Rwakbhuana,Sang Bhuta Kala Dengen,bala nya semua. Sang Bhuta Rwakbhuana
adalah nama lain dari Sang Bhuta Manca Warnadan juga beliau bergelar Sang Bhuta
Angga Sakti.
Setelah selesai caru Pangrwakbhuana,barulah dilaksanakan
pengukuran menurut ucap Asta Kosal.
Kalau sudah benar ukurannya lalu tempat bebaturan dari palinggih-palinggih
Kamulan,Taksu,Apit Lawang,Panglurah diberikan berupa patok-patok. Tanah dalam
patok-patok digali Amusti dalamnya.
Kemudian dalam galian tersebut dibuatkan lobang sehasta dalamnya. Lubang itu tempat memendem dasar yang dibersihkan terlebih dahulu.
Lobang tempat menanam pendeman
dasar digambari Padma Astadala
lengkap dengan Dasaksaranya. Lalu
dipersembahkan Pabyakalan,pangreresikan,isuh-isuh,tepung
tawar,lengkap dengan Lis buu.
Akan lebih baik juga dipersembahkan Prayascita.
Setelah itu dilukat dan bersihkan lubang itu.
V. Aturan Meletakkan Pendeman Dasar:
1.Tumpeng Bang gde adharman 2 (bungkul) atau pras
barak,dagingnya ayam biing (merah) atau ayam hitam
dipanggang,raka-raka,penyeneng,tatrag,tatebus,canang gagempolan canang geti-geti.
2.Letakkan bata merah dengan lukisan Badawangnala,tengah-tengah badawangnala ditulisi aksara “Ang”
(menggunakan aksara Bali) dan letakkan batu bulitan dengan ditulisi aksara
“Ang,Ung,Mang”(menggunakan Aksara Bali)
3.Di atas bata dan batu bulitan letakkan bungkak nyuh gading
dikasturi airnya dibuang.Di dalamnya
ditulisi “Ong” (aksara Bali) diisi serta wangi-wangian,seperti dedes lenga wangi,burat wangi,air
kumkuman,bunga serba harum,dan sebuah kwangen
kraras dengan uang kepeng 11 keping. Setelah lengkap isinya dibungkus
dengan kain putih,diikat dengan benang putih,dibentuk sedemikian rupa sehingga
menyerupai cili diisi bunga dan
sebuah kwangen sebagai muka (prerai)
4.Disamping klungah nyuh gading tersebut,di atas bata dan
batu bulitan,letakkan sebuah kwangen besar dengan uang kepeng 33 keping.
5.Disekeliling lubang,persembahkan segehan cacahan,sege bang
9 tanding,lauknya darah mentah,bawang jahe,dengan tetabuhan tuak-arak. Pada
hulu lubang tancapkan sebuah sanggah,dengan bantennya: sebuah daksina,pras ajuman,sodaan
putih kuning,dagingnya ayam putih betutu,peras dagingnya ayam panggang,canang
raka,geti-geti,canang lengawangi,penyeneng,lis,ketipat kelanan,dengan daging
telur sebutir.
6.Banten dihadapan yang memuja: sesantun,di bawah
sanggah,gelar sanga,bayuan,jahitan lis angiyu
segehan agung,tetabuhan tuak-arak,biyakawonan,prayascita 1.
Dipetik dari Rontal
Bhomakertih
Caru Pangrwak Bhuana dan menanam dasar bangunan adalah
upacara peletakan batu pertama sebagai pertanda dimulainya pembangunan suci
Kamulan tersebut.
VI. Makuh,Melaspas dan Nuntun Ngenteg Linggih
Bila bangunan suci Sanggah kamulan sudah selesai
dikerjakan,maka dilaksanakan upacara makuh,melaspas,dan ngenteg linggih menurut
nista,madya dan utama. Melaksanakan upacara tersebut harus mencari hari yang dipandang
baik,menurut petunjuk yang akan muput (pendeta).Adapun hari baik untuk upacara
tersebut adalah:
- Menurut Tri Wara: Beteng
- Menurut Saptawara: Soma,Budha,Wrespati,dan Sukra.
- Menurut Sangawara: Tulus dan Dadi
- Menurut Sasih: Kapat,Kalima,dan Kadasa.
- Menurut penggabungan hari dan tanggal panglong:
Mertadewa,Dewa ngelayang,Ayu nulus,Dewa mentas,dan bila Purnama sangat baik.
Upacara makuh yang dimaksudkan adalah upacara untuk memohon
agar bangunan menjadi kokoh. Makuh berasal dari kata bakuh,yang berarti
kokoh.Adapun sarana bebantenannya terdiri dari: satu soroh genap,menurut
nista,madya,utama. Penghurip-urip yang terdiri dari darah,areng kayu yang
baunya harum seperti: cendana,majagau,serta kapur/pamor.
Upacara makuh mendahului upacara melaspas,tepatnya bila
bangunan telah berdiri. Sedangkan upacara melaspas bertujuan untuk
menyucikan/sakralisasi bangunan yang baru selesai tersebut.
VII. Upakara Bebantenan Untuk Melaspas Sanggah Kamulan
Terdiri dari:
Melaspas Alit atau
Nista
Cukup dipuput oleh Pemangku/Pinandita.Upacaranya:
- Di Sanggah Pasaksi atau sanggah Surya: Peras,Ajuman,Suci
satu soroh beserta runtutannya.
- Diepan bangunan yang baru selesai disediakan dua kelompok
upakara: Banten pemelaspas beserta runtutannya. Banten Ayaban tumpeng
7 beserta runtutannya.
- Pada dasar bangunan yang baru selesai diisi
Pedagingan/Panca datu,dan canang pendeman.
- Pada Janggawari dalam gedong bantennya sama dengan
dipesaksi dengan dilengkapi tikar,kasur ,bantal/suci kecil an pesuciannya dilengkapi engan cermin dan sisir.
- Pada atap puncak bangunan/Murdha itancapi beberapa buah orti
dari rontal.
- Nasi undagi, jenis banten ini diperuntukkan bagi
perabot/alat-alat para undagi,misalnya: serut,timpas,siku-siku,an sebagainya.
- Pada halaman/natar,upakaranya terdiri dari:
Byakala,Prayascita,durmangala,segehan agung, an caru ayam brunbun beserta
runtutannya.
- Sedangkan di depan Sang muput: Upakaranya untuk menyucikan
dan untuk menghaturkan sesajen: prayascita,pengresikan,dilengkapi pras
lis,cecepan,penastaan,tigasan,tetabuhan yaitu tuak,arak,berem,serta
pasepan/padupan.
- Banten Arepan terdiri dari:
peras,ajuman,daksina,rayunan,tipat kelanan,punia,dan sesari.
Melaspas yang tergolong Madya:
Bila mengambil melaspas Maya maka yang muput semestinya
seorang Sulinggih/Pendeta. Bila tingkat ini diambil maka terdapat
penambahan-penambahan dari tingkat nista seperti berikut:
Di Sanggah Pasaksi/tutuan,ditambah : dewa-dewi,suci dua
soroh beserta runtutannya atau satu soroh pebangkit beserta runtutannya.
Pedagingannya ditaruh pada sebuah cawan tertutup/repetan
engan menambah sebuah permata yang bagus.
Pada Jagarawi ditambah suci 2 soroh beserta runtutannya.
Dihadapan Sang Amuja: ditambah eteh-eteh panglukatan,peras
ayuman dengan daksina gede dan suci masing-masing satu soroh.
Di Natar,carunya: pancasanak,dan baik sekali bila ditambah
pangeresiganaan.
Ditambah upacara ngenteg linggih,untuk keperluan upacara ini
upakaranya terdiri dari: satu penuntun,dan satu soroh segehan agung.
VIII. Bahan Kayu Yang Digunakan Untuk Sanggah Kamulan
Dalam Rontal Astakosala-kosali diuraikan kayu yang baik
untuk bahan Sanggah Kamulan adalah:
- Cendana tergolong kayu prabhu/utama.
- Menengen tergolong kayu patih/madya.
- Cempaka tergolong kayu arya/utama.
- Majagau tergolong kayu demung/madya.
- Suren tergolong kayu demung/nista
Tetapi dewasa ini kebanyakan orang menggunakan kayu ketewel
saja. Cendana,Cempaka atau Menengen hanya sisipan saja,misalnya tugeh,iga-iga,atau
yang lainnya.
Banten Pamelaspas di
Sanggah Kamulan
Sesuai dengan petunjuk sastra agama bahwa palinggih yang
baru saja selesai dibangun mesti di inisiasi dengan mengadakan upacara
pamelaspasan . Sebagai upaya memohon kepada Hyang Widhi agar bangunan yang baru
selesai dibangun terkondisi menjadi suci juga nantinya dapat berfungsi
sebagaimana mestinya. Adapun banten
pamlaspas tersebut adalah:
1. Tumpeng putih kuning masing-masing satu buah,ayam sapalaken,lauk
pauk,jajan,raka-raka,tebu,sampian tangga,canang burat wangi atau canang
lain,alasnya taledan
2. Tumpeng guru: yaitu tumpeng yang puncaknya diganti dengan
sebuah telur rebus (telur itik),dialasi sebuah kulit sayut,dilengkapi dengan
rerasmen,lauk dengan dagingnya,
3. guling itik putih,jajan,raka-raka,tebu,sampian
nagasan,canang genten,pangreresikan dan suci satu soroh dengan runtutannya
(pras,daksina,dan ajuman).
4. Panghurip-hurip terdiri dari: arang bunga,darah ayam dan
bebek mentah masing-masing dialasi dengan takir,disertai beberapa buah
sapsap,pangreresikan,ulap-ulap dari
5. kain putih bergambar padma atau yang lain.
6. Panyugjug : adalah sepotong carang dap-dap yang bercabang
tiga digantungi uang kepeng 225 diikat dengan benang tridatu. akan lebih
sempurna bila dilengkapi dengan
7. keris,cincin bermata mirah,dan sebuah mangkuk kecil untuk
mengeruk tacar secara simbolis
8. Banten Ayaban Tumpeng 7 (tujuh: Banten ini disebut satu soroh dengan memakai
7 buah tumpeng yang diatur menjadi 4 tempat dan beberapa perlengkapan
lainnya,antara lain:
9. Pangulapan Pengambeyan,sebuah sesajen yang terdiri dari 2
buah tumpeng,sebuah tulung pengambeyan,sebuah tipat pengambeyan dilengkapi
rerasmen,iwak ayam,buah-buahan,jajan,sampian tangga
10. canang genten,alasnya taledan.
11. Peras,adalah sebuah sesajen yang mempergunakan 2 buah
tumpeng,alasnya taledan dan kulit peras,dilengkapi base tampel dan
beras,iwaknya ayam panggang.
12. Pangiring: adalah sejenis sesajen yang terdiri dari 2
buah tumpeng pula,dilengkapi dengan rerasmen,buah-buahan,jajan,sampian tangga
dan canang genten,alasnya sebuah taledan.
13. Dapetan,adalah seperti pangiring tapi mempergunakan
sampeyan jahet (jahet kokokan).
14. Sesayut: sebuah sesajen yang bentuk alasnya berbentuk
useran,nasinya ada yang berbentuk tumpeng,penek,nasi cacah atau bentuk
lain,disusuni rerasmen,diisi 5 buah
15. cacenger dilengkapi dengan jajan,buah-buahan,sampiyan
naga sari,dan sebuah canang genten.
16. Penyeneng: adalah sebuah jejahitan yang bentuknya
terbagi 3 (tiga),yang diisi dengan nasi segau,tepung tawar,bija,di atasnya
diisi benang tatebus,dialasi dengan
17. bokoran yang dilengkapi dengan beras,base tampel,benang
putih,dan uang kepeng 2 biji.
18. Pedagingan : Pedagingan terdiri dari: sebuah kwangen
berisi uang kepeng 66 (enam puluh enam)keping,kepingan tembaga,emas,dan perak
yang panjangnya 1 cm...
Ngunggahang
Dewapitara Di Sanggah Kamulan
Selain tempat memuja Ida Sanghyang Widhi Wasa,Sanggah
kamulan adalah tempat memuja dan menstanakan roh suci leluhur.
Agar leluhur dapat berstana di Sanggah Kamulan tentunya
melalui proses upacara yang disebut dengan Ngunggahang Dewapitara
Tata cara mengenai ngunggahang Dewapitara diuraikan dalam Rontal Purwabhumi Kamulan, dan juga pada
Rontal Lebur Gangsa. Berikut adalah
kutipan Rontal Purwabhumi Kamulan:
Iti kramaning angunggahaken pitra ring kamulan,ring wusing
anyekah kurung mwang mukur,
ring tutug rwawlas dinanya,sawulan pitung dinya,kunang
wenang magawe bebanteng mangunggahaken pitra agung alit,
lwir pabanten kadi piodalan dewa,maduluran,saji dewa putih
kuning mwang jarimpen agung.pesayutan,pengambeyan,
pangulapan,lawerti warna pada matukel,jinah 225,iniketan
ring tulup,matatakan beruk misi beras,saha satsat gegantungan,riwus pinuja,
terpana,kinabhaktine dening swagotranira,ring wus mangkana,ikang
daksina pangadegan Sang Dewapitara,tinuntunakena maring tengen,
yan wadon unggahaken ring kiwa,irika mapisan lawan dwa
hyangnia nguni,winastu jaya-jaya depandhita kinabhaktenana
mwah dening sawargania mwang santananira. Telas mangkana
tutug saparikramania,puja simpen pralina kadi lagi.
Ikang adegan wenang lukar saprakarania,wenang gesengakena
juga,pushadika winadahan nyuh gading saha wangi,
pendem ring ulwaning Sanggah kamulan,saha raramyania,dening
kidung kakawin sakawruhan nira.
(Rontal Purwabhumi
Kamulan,lembar 53
Adapun tata cara dalam ngunggahang Dewapitara adalah sebagai
berikut:
1.Dewapitara mula-mula dipuja tarpana
melalui daksina pangadegan,sebagai simbolik daripada Dewapitara.
2.Setelah puja tarpana,lalu warganya menyembah kepada Dewapitaranya
3.Berikutnya daksina pangadegan Dewapitara itu dituntun ke
Sanggah Kamulan.
4.Kemudian dinaikan dan disthanakan.Kalau laki-laki
ditempatkan disebelah kanan,sedangkan kalau perempuan ditempatkan disebelah
kiri dari ruang kamulan tersebut.
5.Setelah itu kembali dijaya-jaya oleh pendeta sekali lagi
pula persebahan dilakukan oleh keluarga dan keturunannya.
6.Terakhir dilaksanakan puja
Pralina yang artinya menyimpan dan mengembalikan kepada asal Dewapitara
tersebut. Daksina pangadegan dilukar lalu dibakar. Abunya dikumpulkan dan
ditaruh di dalam nyuh gading, disertai wangi-wangian,kemudian ditanam pada hulu
sanggah kamulan tersebut
Mengenai upakara atau bebantenan yang digunakan dalam
ngunggahang Dewapitara menurut Rontal Purwabhumi Kamulan adalah bebantenan yang sama seperti bebantenan hari pawedalan dewa
dengan disertai:
1.Saji dewa agung
2.Jarimpen agung
3.Sesayut
4.Pengambeyan
5.Pangulapan
6.Panuntunan,yang peralatannya terdiri dari:
- a.Tulup yang dialasi dengan beruk berisi beras
- b.Uang kepeng 225
- c.Benang Tridatu 3 tukel (warna merah,putih,hitam).Uang
kepeng dan benang dikaitkan pada tulup.
7.Daksina pangadegan Dewapitara.
Dari uraian di atas ada beberapa hal yang perlu digaris
bawahi yaitu:
Kalimat “irika mapisanan
lawan Dewahyangnia nguni” dapat
diartikan menunggalnya Atman individu yang telah disucikan dengan Sumbernya
(Hyang Kamulan)
Upacara ngunggahang Dewapitara adalah tergolong Dewa Yadnya.
Sehingga bebantenannya yang diperlukan sama seperti hari pawedalan dewa,banten
apasarean (apemereman). Tentang upacara ngunggahang Dewapitara juga diuraikan
dalam Rontal Tutur Plebur Gangsa berikut
beberapa baris petikannya:
Iki pebantennia pesakapan Nilapati pangunakarahaken
pitra,angunggahaken pitra ring ibu dengen ring kamulan..Yadnya nawur denda
kalepasan pitrane sane sampun liwar yadnya lara tan karuwat dening tamba,mwang
panglukatan ika wenang tawurin ring pasakapan Nilapati.Yan sira angunggahaken
pitra gawenen daksina makadi linggan Sanghyang Atma,sang pandita wenang
ngwastonin ring sampune puput raris muspa sami-sami matur ring Dewapitara
mangda jenek malinggih ring kamulan.
(Drs.I Ketut Winaya,1989:22)
Dari kutipan di atas perlu digaris bawahi bahwa:
1.Ngunggahang Dewapitara di Sanggah Kamulan disebut
sebagai Pesakapan Nilapati
2.Tempat ngunggahang Dewapitara adalah Ibu dengen kamulan
3.Pada upacara ini diperlukan nawur denda kelepasan pitra. Yang maksudnya adalah penebusan
dosa-dosa pitra tersebut yang pernah diperbuat semasa hidupnya
4.Adanya perwujudan Dewapitara berupa daksina palinggan sanghyang Atma
5.adanya suatu harapan agar Dewapitara abadi bersthana pada
Sanggah Kamulan Demikianlah tata cara ngunggahang Dewapitara menurut Rontal
Purwabhumi Kamulan dan Rontal Lebur Tutur Lebur gangsa.
Dipetik dari,Wikarman Singgih Inyoman,Sanggah Kamulan Fungsi
dan pengertiannya
Mantra Ngantebang Bebantenan
di Sanggah Kamulan
1. Kekosok : Om
terrena terulata keberetan, kelinusan angin angampehang mala wigena, Om sidi
restu ye namah suaha.
2. Puja Segan dan Tepung Tawar :
Mantra :
Om sajnya sastra empu sarining wisesa
tepung tawar amunah aken,
segau angeluaraken, sakuwehing
sebel kandel lora roga batanmu
sebel kandel lora roga batanmu
Dibawah punggung :
Anangarepaken phala-bhgoga
Wija/sesarik : Om
seri-seri riya nama namah suaha.
Di bahu kanan : Anengen
bhagia puwa kerti asesangon
Di bahu kiri : Angiwekaken panca baya
Di puinggung : Angundura.en sa ru musuh
Dihati :
Angati-ati rahayu
Pada kedua beah tangan : Anganggapana seri sedana
Dikaki : Menandungana
mas perak, OM rang-ringsah perana siwaditya ya namah suaha
Puja tetebus :
Om raga wentan, angapusaken balung pila-pilu den kadi
langgenganing sang hyang Surya Mangkana langgening angapisaken tinebes tebas,
Om sampurneya namah suaha.
Mengaturaken air (yeh coblong) :
Om gangga pawitrani suaha.
Puja Isuh-Isuh :
Om sang hyang Taya tan penetra, tan pecangkem, tan pakarna,
sang hyang Taya jate sukla nirmala,
siere angisuh-isuhing, sarwa dewata, angilangaken sarwa buta, dangen, kala ring
sarwaqta kabeh, ring pada betara kabeh, aja kati maseneten ring manusa kabeh,
nyah te kita saking kulit, ring daging, ring balung, ring sumsum, mantukta kita ring janur jipang sebrang melay.
Om-Am-Mam-nama siwaya suaha.
Mantra Telur pada Isuh-isu :
Om antiganing sawung,
pengawaking sang hyang Sala,
candu sagilinganm kalisakena lara-roga,
mala petaka kabeh,
Om sah osat namah.
Om Bang Bhamadewaya betara,
angiberaken lara roga papa kalesa,
mala weigena, sarwa dewa dewi ne kabeh.
Om seri yewe nama namah suaha.
Mantram Lis :
Pukulun ngaadeg sire sang janur kuning tumu run betara siwa,
ulun angaturaken, busung reko, busung ringgit, ron sarwa laluwes, mas kawerana
kumala winten, angilanga na sakuwehing desa mala, sebel kandel, awigena gena
sudha tutuga ring sapta werdah Om seri
ye we nama-namo suaha.
Ngetisan Tierta Pabiyakaonan :
Pakulun hyang betara kali, betara hyang sakti, sang kala
putih, sang kala bang, sang kala pita, sang kala ireng, sang kala amanca warna,
sang kala anggapati, sang kala karogan-igan sang kala pepedan, sanga kala seri,
sang kala pati, sang kala sedaankala, aja sira menyengkelen manusanira ngastuti
hyang dewa batara ring paryangan sakti, reh ingsun angaturaken tandah sajinira.
Betara Kala puniki buktinen rudan nira kabeh. Om kala-kali biyo bhukteya namah.
Om kesama sampurnaya namah. Om sarwa kala laksana kesamaya namah suaha.
Mantram Banten Perayascita :
Om hrim-srim-ram-man-wan-yam-sarwa roga wigene winasaya.
Rang om-pat, om Rim-Srim-Am-Tam-Sam-Bam-Im, sarwa danda malapapa kalesa
winasaya. Jah Um pat, Rim-Srim-Am-Um-Man sarwa pape petaka wina saya Rah Um
pat. Om sidiguru Srom, sah osat. Om sarwa wigena wina saya, sarwa kelesa wina
saya, sarwa roga wina saya, sarwa satru winasaya, sarwa dusta wina saya,
sarpapa winasaya, astuya namah suaha.
Tebasan Durmanggala :
Sebagai alanya kulit sesayut, lantas diisi sebuah tumpeng,
yang disisipi, bawang, jae, sere bengumatah, lantas dilengkapi dengan
lauk-pauk, ikannya telur bekasem (telur asin) rujak satu tangkir, kacang tiga
tangkih, dilengkapi dengan jaja raka-raka magenjepan, sampian naga sari,
pasucian pengeresikan, penyeneng, canang genten, burat wangi, canang sari, lis
dari janur kelapa ijo, padma dan daksina berisi benang satu tukel, wang 225
(duaratus dua puluh lima) dan lain-lain
(duwegannya, bungkak kelapa ijo).
Mantram Tebasan Durmangala :
Pakuun sang kala purwa, sang kala sakti, sang kala
berajumuka, sang kala petra, sang kala ngulanvang, sang kala suksema, aja sira
pati pajingan, aja sira pati paprotongi, iti tadah sajinira, penek lawan bawang
jae, muang terasi bang, iwak antiga jinah satak lima likur, lawe satukel,
minawi kirang tadahan nira, ayua sire usil silih gawe, tukunen sira sira ring
pasar agung, iki jinah satak lima likur, lawe satukel, wehana sanak rabinira,
muang putunira ndah sira lunga amanah
desa aja miring kene den pada sidi
restu, Om kala bhokta namah suaha.
Prayas Cita Sakti :
jejaitan dari banten ini sedapat mungkin mempergunakan
busung nyuh gading, setidak-tidaknya lis sejatanyam danpadmanya. Sebagai
alasnya adalah kulit sesayut, dan kadang-kadang berbentuk tamas, kemudian
diatasnya berturut-turut diisi kulit peras dari janur (busung), mungkin dapat
diganti dengan daun tabya lombok 8, delapanlembar, yang dijait menjadi saru
serta dibentuknya bundarseperti padma, lalu diatasnya diisi nasi yang bentuknya
juga bundar di atas nasi itu diisi lauk pauk, serta lima iris telur dadar, yang
diletakkan sedemikian rupa, sehingga menunjukkan kelima arah mata angin. Dan
juga dilegkapi dengan kesune 8, delapan biji yang dialasi dengan kuku kambing
(sejenis anyam-anyaman dari busung). Selanjutnya banten ini dilengkapi pula
dengan jajan raka-raka magenepan sampian naga sari, canang genten, canang burat
wangi, penyeneng pesucian, pengersikan (simbul ) senjata nawa dewata, seperti
bajra, dada, angkus, naga pasah, mksala, cakra, tri sula, padma-dupa.
Banten ini dapat dipergunakan sebagai pembersihan bangunan, bangunan
yang baru selesai.
Sumber dari buku Tetandingan banten yang disusun oleh I Made
Gambar
Komentar
Posting Komentar