Ulap-Ulap Rarajahan Sruti Aksra Suci

  https://helaibuku.blogspot.com/ Om Swastystu Umat sedharma yang berbahagia. Pada kesempatan ini helaibuku petikkan beberapa contoh Ulap-ulap atau Rarajahan Sruti Aksara suci sebagai berikut: Dipetik dari buku Ulap-Ulap Sruti Aksara Suci karipta olih Jro Mangku Pulasari. Agar lebih jelasnya sahabat helaibuku bisa membeli bukunya untuk melengkapi koleksi perpustakaannya. Agar lebih mudah mengenali,sampul bukunya seperti di bawah ini:

Sanggah Kamulan Berdasarkan Pengertian Jenis Fungsi dan Tata Cara Pembangunannya Serta Upakaranya

Pengertian Sanggah Kamulan

helaibuku.blogspot.com/ Sanggah Kamulan berasal dari dua kata yaitu:sanggah (sanggar) yang artinya tempat pemujaan dan kamulan artinya (mula) artinya akar,umbi,dasar,permulaan,asal.Kamulan juga sering disebut kamimitan dari kata (wit) yang artinya sumber atau asal darimana manusia ada. Jadi sanggah kamulan adalah tempat pemujaan asal atau sumber.

Sanggah kamulan berdasarkan letaknya adalah sebagai penghulun karang,Penghulun karang berasal dari dua kata yaitu: hulu yang artinya udik,dan karang adalah secuntak tanah yang digunakan sebagai  karang  perumahan. Jadi penghulun karang adalah tempat pemujaan yang terletak pada bagian udik  yaitu di Timur Laut (Kajakangin) dari karang perumahan.

Masih ada perbedaan persepsi dimasyarakat mengenai siapa yang dimaksudkan  dengan sumber atau asal tersebut,dan siapa yang dipuja di sanggah kemulan.Itu karena sumber yang  dijadikan acuan berbeda-beda.Lalu siapakah yang sebenarnya dimaksudkan dengan sumberdan asal serta siapakah yang dipuja di sanggah Kamulan?

Berikut adalah beberapa petikan,diantaranya dari  rontal Usana Dewa :

Ring kamulan ngaran Ida Sanghyang Atma, ring kamulan tengen bapa ngaran Sang Paratma,ring
kamulan kiwa ibu ngaran Sanghyang Sivatma,ring kamulan tengah ngaran Raganya,tu Brahma dadi meme papa,meraga Sanghyang Tuduh...

(Rontal: Usana Dewa,lembar 4)

Artinya:

Pada sanggah kamulan beliau bergelar Sanghyang Atma,pada ruang kamulan kanan ayah,namanya Sanghyang paratma,pada kamulan kiri ibu,disebut Sivatma. Pada kamulan ruang tengah diri-Nya,itu Brahma,menjadi purusa pradana,berwujud Sanghyang Tuduh (Tuhan yang Menakdirkan).

Kutipan yang hampir sama dengan rontal Usana Dewa,yaitu rontal Gong Wesi,lembar 4b juga disebutkan:

...ngaran ira Sang Atma ring kamulan tengen bapanta,nga,Sang Paratma,ring kamulan kiwa ibunta,nga,Sang Sivatma,ring kamulan madya raganta,Atma dadi meme bapa ragane mantuk ring dalem dadi Sanghyang Tunggal,nunggalang raga...

 (Rontal: Usana Dewa,lembar 4).

Artinya:

...nama Beliau Sang Atma,pada ruang kamulan kanan bapakmu,yaitu Sang Paratma,

pada ruang kamulan kiri ibumu,yaitu Sang Sivatma,pada ruang kamulan tengah adalah

 menyatu menjadi sanghyang Tunggal menyatukan wujud.

Dari dua kutipan diatas sangat jelas disebutkan bahwa yang disthanakan pada sanggah kamulan adalah

Sanghyang Triatma,yaitu Paratma yang diidentikan sebagai ayah (Purusa),Sang Sivatma yang diidentikan

sebagai ibu (Pradana) dan Sang Atma yang diidentikan sebagai diri-sendiri (roh individu). Pada hakekatnya

Sanghyang Triatma itu adalah Brahma atau Sanghyang Tunggal/Hyang Tuduh sebagai Pencipta.

Dalam sekte Siva Sidhanta,yang dimaksud dengan Tri Atma adalah : Am,Atma dewanya Brahma,

Antara Atma dewanya Wisnu,dengan wijaksaranya Um,dan Paratma dewanya adalah Iswara dengan wijaksaranya adalah Mang.

Ketiga Dewa tersebut disebut Tri Murti,(Tiga manifestasi Tuhan dalam aspek horisontal) yang merupakan roh alam semesta.

Sebagai roh alam semesta beliau bergelar Tri Purusa atau Tri Lingga (Tiga manifestasi Tuhan dalam aspek Vertikal). Pada saat memuja beliau di Sanggah Kamulan 

atau Kawitan,mantranya adalah sebagai berikut:

Om Dewa-dewi Tri Dewanam
Tri Murti Tri Lingganam
Tri Purusa Suddha Nityam
Sarwa jagat Jiwatmanam

(Anandakusuma:45

Artinya:

Om para Dewa umpamanya Tri Dewa,

Tri Murti (Brahma,Wisnu,Iswara)

adalah Tri Lingga,Tri Purusa yang suci selalu,adalah roh (atma) atau semesta beserta isinya (jagat)

Tri Purusa adalah tiga kemahakuasaan Tuhan,yaitu: Siwa adalah Tuhan dalam dimensi Imanen (Skala), Sadasiwa adalah Tuhan dalam dimensi Skala-niskala

(Ardanareswara). Sedangkan Paramasiwa  adalah Tuhan dalam dimensi niskala (transendental). Tuhan dalam ke-tiga wujud di atas,dalam rontal Siwagama

digelari Bhatara Guru,karena Beliau Siwa adalah Dang Guru ing Iswara,di jagat ini.

Oleh karena Siwa beraspek tiga sebagai Tri Purusa,maka Gurupun ada tiga aspek pula,yakni: Guru Rupam adalah Guru dalam dimensi Skala (imanen),

Guru Madyam adalah Guru dalam dimensi Skala-niskala,dan Guru Purwam adalah Guru dalam dimensi Niskala.

Pada saat memuja beliau di sanggah Kamulan/merajan atau kawitan,mantranya adalah sebagai berikut:

Om Guru Dewa Guru Rupam
Guru Madyam Guru Purwam
Guru Pantaram Dewam
Guru Dewa Suddha Nityam

(Anandakusuma,Dewayadnya:45).

Artinya:

Om Guru Dewa,yaitu Guru Rupam (skala),Guru Madya (skala-niskal),dan guru Purwa (niskala) adalah Guru para Dewa. Dewa Guru suci selalu.

Sedangkan dalam rontal Purwa Bhuana kamulan disebutkan:

Riwus mangkana daksina pangadegan Sang Dewapitara,
tinuntun akena maring Sanggah Kamulan,
yan lanang unggahakena ring tengen,
yan wadon unggahakena maring kiwa,
irika mapisan lawan Dewa Hyangnya nguni...

 (Purwa Bumi Kamulan).

Artinya:

Setelah demikian daksina perwujudan Roh suci

dituntun pada sanggah Kamulan,

Kalau roh itu dari laki-laki naikan pada ruang kanan,

Kalau roh itu dari perempuan naikan pada rong kiri

Disana menyatu dengan leluhurnya terdahulu.

Dan dalam Rontal Tattwa kapatian disebutkan bahwa Sanghyang Atma (roh) setelah mengalami proses upacara akan berstana di Sanggah Kamulan sesuai dengan

kadar kesucian Atma itu sendiri. atma yang belum suci yang hanya baru mendapat tirta pangentas pendem atau upacara sementara (ngurug) juga dapat tempat pada

Sanggah Kamulan sampai pada tingkat batur kamulan. Seperti yang disebutkan dalam kutipan berikut:

Mwah tingkahing wong mati mapendem,
Wenang mapangentas wak mapendem,
phalanya polih lungguh Sang Atma munggwing batur kamulan.

(Rontal tattwa Kapatian,la,1b).

Artinya:

Dan prihalnya orang mati yang dikubur boleh menggunakan tirta pangentas kubur,pahalanya Sang Atma mendapat tempat pada batur Sanggah Kamulan.

Dari kutipan-kutipan diatas dapatlah kiranya disimpulkan bahwa yang dimaksudkan dengan pengertian kamulan dalam Sanggah Kamulan adalah: Ida Sanghyang Widhi Wasa

dalam manifestasinya sebagai Sanghyang Tri Atma,Sebagai Dewa Tri Murti,Tri Purusa,Tri Lingga atau Bhatara Guru. dan juga roh suci lelujur yang telah menyatu dengan

Sanghyang Triatma/Sanghyang Tuduh/Sang Pencipta yaitu Ida Sanghyang Widi Wasa.

Taksu

Di area sanggah kamulan ada sebuah palinggih yang disebut dengan Taksu. Dalam kosa kata Bali,istilah Taksu diartikan sebagai daya magis yang menjadikan

keberhasilan (kesidhian) dalam segala aspek kerja,misalnya oleh para seniman,seperti pragina,dalang,balian dan sebagainya.Bila mereka berhasil maka disebut mataksu

Dalam ajaran Tantrayana,taksu itu diartikan sama dengan sakti atau Wisesa. Yang dimaksudkan dengan sakti adalah simbul dari Bala atau kekuatan.

Dalam sisi lain sakti juga disamakan dengan energi atau kekuatan.

Dalam tattwa,daya atau sakti itu tergolong maya tattwa. Sedangkan Energi dalam bahasa Sanskrit disebut Prana adalah bentuk ciptaan yang pertama dari Brahman

(Tuhan). Dengan mempergunakan prana barulah muncul ciptaan berikutnya (Panca Mahabhuta). Dari Panca Mahabhuta yang digerakkan oleh prana,maka terbentuklah alam semesta

secara evolusi kemudian mahluk seisi semesta tercipta.

Tuhan dalam sifatnya sebagai Nirguna Brahman (Parama Siwa),memanfaatkan energi atau sakti itu sehingga beliau menjadi Maha Kuasa,memiliki Cadu Sakti dengan Asta Aisvaryanya.

Dalam keadaan demikianlah beliau mempunyai sifat Saguna Brahman (Tuhan beraktivitas) sehingga beliau adalah Maha Pencipta,Maha Pemelihara,dan Maha Pelebur .

Berbeda halnya dengan Sanggah Kamulan (rong tiga) yang dipuja adalah Sang Hyang Tri Purusa atau Sang Hyang Triatma,maka Sakti atau Maya-Nya dipuja melalui Taksu

Dalam upacara nyekah, disamping ada sekah sebagai perwujudan Atma yang akan disucikan ,juga ada yang disebut Sangge. Menurut penjelasan Ida Pedanda

Putra Manuaba (almarhum),sangge adalah simbul dari Dewi Mayasih yang mewakili unsur Maya Tattwa.Ada kemungkinan pada saat ngunggahang Dewa Pitara ,unsur maya (sakti)

yang telah ikut disucikan distanakan pada palinggih taksu.

Dalam ajaran kanda Pat/saudara empat yang telah melalui proses penyucian dikenal dengan sebutan: Ratu Wayan Tangkeb Langit,Ratu Ngurah Teba,Ratu Gede jalawung,dan

Ratu Nyoman Sakti pangadangan Beliau inilah yang dianggap sebagai Dewaning Taksu.

Jenis-jenis  Sanggah Kamulan Yang Ada Di Bali

Dipetik dari,Wikarman Singgih Inyoman,Sanggah Kamulan Fungsi dan pengertiannya Sanggah Kamulan berdasarkan kondisinya dapat dibedakan menjadi:

  • A. Turus Lumbung : adalah Sanggah Kamulan darurat,karena satu dan lain hal belum mampu membuatyang permanen. Bahannya dari turus (batang) kayu dapdap (kayu sakti). Fungsinya hanyalah untuk ngalumbung atau ngayeng Hyang kamulan/Hyang Kamimitan. Satu tahun setelah membuka karang baru diharafkan sudah membangun Kamulan yang permanen.
  • B. Sanggah Panegtegan : adalah kamulan yang berfungsi hanya sebagai tempat negtegang (membuat ketentraman) dengan memuja Hyang Kawitan bagi mereka yang baru berumah tangga.Kamulan sejenis ini banyak dijumpai di daerah Kabupaten Bangli bagian atas. Setiap mereka yang baru kawin,diwajibkan membangun sebuah Sanggah Rong Tiga,sehingga dalam satu pekarangan akan  berdiri beberapa Sanggah Rong Tiga
  • C. Kamulan Jajar : sesuai dengan namanya Sanggah kamulan ini memiliki dua saka (tiang) yang berjajar di muka menancap langsung pada bebaturan (paling batur). Selain itu mempunyai ruang tiga berjajar,juga terdiri dari tiga bagian yaitu: bebaturan,ruang lepitan,dan ruang gedong sampai atapnya. Ruang lepitan letaknya di bawah rong tiga yang berjajar.Bila dicermati Sanggah ini terdiri dari jajar horisontal dan jajar vertikal,sebagai simbolisasi Hyang Tri Murti dan Hyang Tri Purusa.

Mengenai apa fungsi dari ruang lepitan itu,belum diketahui secara pasti,

karena belum ada sumber yang dijadikan acuan. namun ada pendapat yang mengatakan,bila dilihat fungsi  Kamulan sebagai palinggih Atma,dapat dijelaskan sebagai berikut:

Batur Kamulan sthana Atma yang masih kotor,yang baru mendapat tirta pangentas pendem (Rontal Tattwa Kapatian)

 Rong Tiga terutama kanan dan kiri adalah tempat Atma Suci yang telah dilinggihkan. Kemungkinan menurut perkiraan beberapa orang sujana bahwa ruang lepitan adalah tempat yang dapat dicapai oleh Atma yangsudah diabenkan. Dengan demikian dapat dikatakan,Sanggah Kamulan terdiri dari tiga bagian kosmos yakni bebaturan,sebagai Bhurlokha,atau Pitraloka alamnya para pitara,ruang lepitan sebagai Bwahloka,alamnya para pitara yang sudahdiabenkan,dan rong tiga sebagai Swahloka,alamnya Para Dewa yang dapat dicapai oleh Atma suci (Dewa Pitara)yang telah melalui proses upacara mamukur.

Fungsi Sanggah Kamulan

Berdasarkan dari kutipan beberapa sumber maka dapat disimpulkan bahwa

fungsi dari Sanggah Kamulan adalah sebagai berikut:

  1. Berdasarkan letaknya sebagai Penghulun karang,posisi huluan berdasarkan konsep Rwabhineda dan Uttama mandala dari konsepsi Trihitakarana
  2. Sebagai sthana dan tempat memuja Ida Sanghyang Widhi Wasa dalam wujud-Nya sebagai Sanghyang Tri Atma (Atma,Sivatma,Paratma) sebagai asal-muasal kehidupan,khususnya di Bumi.
  3. Sebagai sthana Ida Sanghyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Sanghyang Tri Murti (Brahma,Wisnu,Iswara) sebagai Jiwatman (roh) Bhuana Agung (Alam Semesta) dan Sanghyang Tri Purusa, yakni Siwa,Sadasiwa,Paramasiwa yang juga sebagai Bhatara Guru.
  4. Berfungsi sebagai tempat menstanakan roh suci leluhur (Dewa Pitara) yang dianggap manunggal dengan sumbernya,untuk selalu dipuja oleh keturunannya,guna memohon perlindungan,bimbingan dan waranugrahanya
  5. Sebagai tempat pemujaan leluhur dalam rumah tangga di Bali. Diperkirakan ada hubungannya dengan Vastosvati yakni tempat pemujaan leluhur pada setiap rumah tangga Hindu di India.

Tata Cara Mendirikan Sanggah Kamulan

Ini adalah tata cara dalam mendirikan Sanggah Kamulan:

I. Memilih Palemahan

Sebelum mendiriakn Sanggah Kamulan ,yang pertama dilakukan adalah memilih palemahan yang akan dijadikan lokasi untuk membangun Sanggah Kamulan. Karena letaknya yang di hulu maka Sanggah Kamulan disebut pula penghulun karang. Sehingga didalam mendirikannya selalu dipilihlah lokasi yang dianggap hulu yakni  Timur Laut (Kaja Kangin).Sesuai dengan konsep Tri Angga lokasi Sanggah Kamulan adalah Uttama Angga,demikian juga dalam konsep Rwa Bhineda, pendirian Sanggah kamulan harus terletak di hulu (udik) pekarangan.

Perlu dicatat, ada perbedaan pengertian kaja antara Bali Selatan dengan Bali utara. Kalau Bali selatan Kaja adalah Utara,sedangkan bagi Bali Utara (Denbukit) Kaja adalah Selatan. Hal ini disebakan oleh letak Gunung Agung yang berada ditengah-tengah Pulau Bali (dimana letak Gunung Agung disanalah Utara). Sehingga orang yang berada disebelah Utara Gunung Agung menganggap gunung Agung yang diselatan sebagai Kaja.

II. Ukuran Menempatkan Tempat Palinggih

Pada jaman dahulu,sesuai tradisi Orang Bali membuat pekarangan sesuai dengan sikut satak,sikut domas (nista,madya,utama). Pada Waktu itu situasinya memungkinkan.Pada jaman dahulu mengukurnya menggunakan ukuran depa,depa agung maupun depa alit.  Untuk ukuran Sanggah Kamulan sesuai dengan Rontal Astakosali,yakni ukuran 14 depa lawan 13 depa,pangeretnya dwajangaran. Tapi mengingat jaman sekarang lahan semakin sempit,lebih banyak kaplingan maka pembuatan pekarangan disesuaikan dengan kondisi yang ada. Demikian juga ukuran pekarangan Sanggah Kamulan bisa diperkecil menjadi 3 atau 5 depa dengan penghurip 1 hasta musti.

Sedangkan jarak antara palemahan Sanggah Kamulan dengan bangunan bale bedaja,menggunakan tapak kaki si pemilik. Dengan perhitungan jatuhnya di Guru atau Indra dari Astawara dengan penghurip 1 tampak ngandang. Jadi jarak antara rumah badaja dengan Sanggah Kamulan adalah 3 atau 4 tampak ditambah 1 tampak ngandang.

Sedangkan letak palinggih Kamulan adalah mengambil jarak 3 tampak kaki ditambah 1 tampak ngandang dari tembok timur.

Untuk mendapatkan letak bagi Palinggih Taksu adalah dengan jalan mengukur luas halaman antara bataran Kamulan dengan Piyasan (kalau ada). Letak Piyasan juga mempergunakan perhitungan Guru atau Indra dari bataran Kamulan,selanjutnya dari tengah-tengah jarak antara Piyasan dengan Kamulan ditarik garis Kaja dan bertemu dengan hitungan Guru dari tembok Kaja,itulah tempat Taksu.

Kalau Palemahan sempit,yang tidak memungkinkan untuk membangun Bale Piyasan,maka untuk mencari tempat Taksu diukur dari tengah-tengah  natar/halaman antara bataran kamulan dengan tembok Barat,kemudian ditarik Kaja dipertemukan dengan titik hitungan Guru (3 tapak + 1 tampak ngandang) dari tembok Kaja.

Setelah selesai mengukur tempat,diadakanlah upacara bebanten. sarananya canang genten buratwangi 5 tanding,masing-masing ditempatkan pada Kaja,Kelod,Kangin,Kauh,dan tengah-tengah masing-masing sebuah. Dilengkapi segehan mancawarna dan sebuah segehan agung.

III. Penempatan Paduraksa dan Pamedal

Setelah palemahan Sanggah Kamulan diukur berdasarkan bilangan 14 depa lawan 13 depa dengan penghurip hasta musti,atau ukurannya bisa disesuaikan menjadi 3 atau 5,maka

selanjutnya Sanggah Kamulan diberi panyengker untuk memberikan batasan palemahan Sanggah Kamulan dengan pekarangan rumah. Tiap-tiap sudup panyengker Kamulan

dibangun Paduraksa yang secara fisik berfungsi untuk menguatkan tembok itu sendiri. Namun secara niskala Paduraksa itu dibuat karena mempunyai makna tertentu sesuai

dengan yang termuat dalam rontal Astabhumi yakni: pada masing-masing sudut ukuran empat persegi namanya paduraksa,yang di Kajakangin namanya Sri Raksa,yang

di Kelodkangin namanya Sang Aji Raksa,sedangkan yang di Kajakauh namanya Kala Raksa. Bangunan paduraksa ini sangat penting sekali,jika tidak menggunakan paduraksa  rumah Bhuta Dengen namanya.

Selain menentukan tempat membangun paduraksa, selanjutnya adalah menentukan letak Pamedal. Pamedal dengan Apit Lawangnya adalah juga merupakan Palinggih

Cara menentukan pamedal adalah dengan mengukur panjang atau lebar palemahan itu dengan tali. Tali sepanjang itu dibagi sembilan. Pamedal boleh menghadap ke Barat (Kauh) atau boleh juga menghadap ke Selatan (Kelod)

Kalau menghadap Selatan carilah lipatan 6 (enam) dari Timur,Dhana Wredhi namanya.

Kalau menghadap Barat carilah lipatan 3 dari Selatan Wredhi Emas  namanya,atau carilah lipatan 4 dari Selatan Wredhi Guna namanya.

Lipatan tersebut merupakan titik tengah-tengah. Sedangkan lebar Pamedal adalah abelah dada (setengah depa),baik depa agung maupun depa alit.

IV. Caru Pangeruwak Bhuana atau Menanam Dasar Bangunan.

Jika proses pengukuran palemahan dan menentukan tempat bangunan sudah selesai,selanjutnya diadakan upacara Caru Pangrwak Bhuana yang lazim disebut caru Ayam Brunbun

dengan sarana: Ayam brunbun diolah,dibuat jatah calon menurut urip tengah (8). Kulit kulit,sayap,kepala dan kakinya dijadikan bayang-bayang,diletakan di atas Sengkui delapan lembar pula.

Peneknya,penek dananan,nasi mancawarna,di bawah maupun pada Sanggah Cukcuk,digantungi Sujang,berisi tuak dan arak. Yang dipanggil pada caru tersebut adalah: Sang Bhuta Rwakbhuana,Sang Bhuta Kala Dengen,bala nya semua. Sang Bhuta Rwakbhuana adalah nama lain dari Sang Bhuta Manca Warnadan juga beliau bergelar Sang Bhuta Angga Sakti.

Setelah selesai caru Pangrwakbhuana,barulah dilaksanakan pengukuran menurut ucap Asta Kosal. Kalau sudah benar ukurannya lalu tempat bebaturan dari palinggih-palinggih Kamulan,Taksu,Apit Lawang,Panglurah diberikan berupa patok-patok. Tanah dalam patok-patok digali Amusti dalamnya. Kemudian dalam galian tersebut dibuatkan lobang sehasta dalamnya. Lubang itu tempat memendem dasar yang dibersihkan terlebih dahulu.

Lobang tempat menanam pendeman dasar digambari Padma Astadala lengkap dengan Dasaksaranya. Lalu dipersembahkan Pabyakalan,pangreresikan,isuh-isuh,tepung tawar,lengkap dengan Lis buu. Akan lebih baik juga dipersembahkan Prayascita. Setelah itu dilukat dan bersihkan lubang itu.

V. Aturan Meletakkan Pendeman Dasar:

1.Tumpeng Bang gde adharman 2 (bungkul) atau pras barak,dagingnya ayam biing (merah) atau ayam hitam dipanggang,raka-raka,penyeneng,tatrag,tatebus,canang gagempolan canang geti-geti.

2.Letakkan bata merah dengan lukisan Badawangnala,tengah-tengah badawangnala ditulisi aksara “Ang” (menggunakan aksara Bali) dan letakkan batu bulitan dengan ditulisi aksara “Ang,Ung,Mang”(menggunakan Aksara Bali)

3.Di atas bata dan batu bulitan letakkan bungkak nyuh gading dikasturi airnya dibuang.Di dalamnya ditulisi “Ong” (aksara Bali) diisi serta wangi-wangian,seperti dedes lenga wangi,burat wangi,air kumkuman,bunga serba harum,dan sebuah kwangen kraras dengan uang kepeng 11 keping. Setelah lengkap isinya dibungkus dengan kain putih,diikat dengan benang putih,dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai cili diisi bunga dan sebuah kwangen sebagai muka (prerai)

4.Disamping klungah nyuh gading tersebut,di atas bata dan batu bulitan,letakkan sebuah kwangen besar dengan uang kepeng 33 keping.

5.Disekeliling lubang,persembahkan segehan cacahan,sege bang 9 tanding,lauknya darah mentah,bawang jahe,dengan tetabuhan tuak-arak. Pada hulu lubang tancapkan sebuah sanggah,dengan bantennya: sebuah daksina,pras ajuman,sodaan putih kuning,dagingnya ayam putih betutu,peras dagingnya ayam panggang,canang raka,geti-geti,canang lengawangi,penyeneng,lis,ketipat kelanan,dengan daging telur sebutir.

6.Banten dihadapan yang memuja: sesantun,di bawah sanggah,gelar sanga,bayuan,jahitan lis angiyu

segehan agung,tetabuhan tuak-arak,biyakawonan,prayascita 1.

Dipetik dari Rontal Bhomakertih

Caru Pangrwak Bhuana dan menanam dasar bangunan adalah upacara peletakan batu pertama sebagai pertanda dimulainya pembangunan suci Kamulan tersebut.

VI. Makuh,Melaspas dan Nuntun Ngenteg Linggih

Bila bangunan suci Sanggah kamulan sudah selesai dikerjakan,maka dilaksanakan upacara makuh,melaspas,dan ngenteg linggih menurut nista,madya dan utama. Melaksanakan upacara tersebut harus mencari hari yang dipandang baik,menurut petunjuk yang akan muput (pendeta).Adapun hari baik untuk upacara tersebut adalah:

  1. Menurut Tri Wara: Beteng
  2. Menurut Saptawara: Soma,Budha,Wrespati,dan Sukra.
  3. Menurut Sangawara: Tulus dan Dadi
  4. Menurut Sasih: Kapat,Kalima,dan Kadasa.
  5. Menurut penggabungan hari dan tanggal panglong: Mertadewa,Dewa ngelayang,Ayu nulus,Dewa mentas,dan bila Purnama sangat baik.

Upacara makuh yang dimaksudkan adalah upacara untuk memohon agar bangunan menjadi kokoh. Makuh berasal dari kata bakuh,yang berarti kokoh.Adapun sarana bebantenannya terdiri dari: satu soroh genap,menurut nista,madya,utama. Penghurip-urip yang terdiri dari darah,areng kayu yang baunya harum seperti: cendana,majagau,serta kapur/pamor.

Upacara makuh mendahului upacara melaspas,tepatnya bila bangunan telah berdiri. Sedangkan upacara melaspas bertujuan untuk menyucikan/sakralisasi bangunan yang baru selesai tersebut.

VII. Upakara Bebantenan Untuk Melaspas Sanggah Kamulan Terdiri dari:

 Melaspas Alit atau Nista

Cukup dipuput oleh Pemangku/Pinandita.Upacaranya:

  1. Di Sanggah Pasaksi atau sanggah Surya:  Peras,Ajuman,Suci satu soroh beserta runtutannya.
  2. Diepan bangunan yang baru selesai disediakan dua kelompok upakara: Banten pemelaspas beserta runtutannya. Banten Ayaban tumpeng 7 beserta runtutannya.
  3. Pada dasar bangunan yang baru selesai diisi Pedagingan/Panca datu,dan canang pendeman.
  4. Pada Janggawari dalam gedong bantennya sama dengan dipesaksi dengan dilengkapi tikar,kasur ,bantal/suci kecil an pesuciannya  dilengkapi engan cermin dan sisir.
  5. Pada atap puncak bangunan/Murdha itancapi beberapa buah orti dari rontal.
  6. Nasi undagi, jenis banten ini diperuntukkan bagi perabot/alat-alat para undagi,misalnya: serut,timpas,siku-siku,an sebagainya.
  7. Pada halaman/natar,upakaranya terdiri dari: Byakala,Prayascita,durmangala,segehan agung, an caru ayam brunbun beserta runtutannya.
  8. Sedangkan di depan Sang muput: Upakaranya untuk menyucikan dan untuk menghaturkan sesajen: prayascita,pengresikan,dilengkapi pras lis,cecepan,penastaan,tigasan,tetabuhan yaitu tuak,arak,berem,serta pasepan/padupan.
  9. Banten Arepan terdiri dari: peras,ajuman,daksina,rayunan,tipat kelanan,punia,dan sesari.

Melaspas yang tergolong Madya:

Bila mengambil melaspas Maya maka yang muput semestinya seorang Sulinggih/Pendeta. Bila tingkat ini diambil maka terdapat penambahan-penambahan dari tingkat nista seperti berikut:

Di Sanggah Pasaksi/tutuan,ditambah : dewa-dewi,suci dua soroh beserta runtutannya atau satu soroh pebangkit beserta runtutannya.

Pedagingannya ditaruh pada sebuah cawan tertutup/repetan engan menambah sebuah permata yang bagus.

Pada Jagarawi ditambah suci 2 soroh beserta runtutannya.

Dihadapan Sang Amuja: ditambah eteh-eteh panglukatan,peras ayuman dengan daksina gede dan suci masing-masing satu soroh.

Di Natar,carunya: pancasanak,dan baik sekali bila ditambah pangeresiganaan.

Ditambah upacara ngenteg linggih,untuk keperluan upacara ini upakaranya terdiri dari: satu penuntun,dan satu soroh segehan agung.

VIII. Bahan Kayu Yang Digunakan Untuk Sanggah Kamulan

Dalam Rontal Astakosala-kosali diuraikan kayu yang baik untuk bahan Sanggah Kamulan adalah:

  1. Cendana tergolong kayu prabhu/utama.
  2. Menengen tergolong kayu patih/madya.
  3. Cempaka tergolong kayu arya/utama.
  4. Majagau tergolong kayu demung/madya.
  5. Suren tergolong kayu demung/nista

Tetapi dewasa ini kebanyakan orang menggunakan kayu ketewel saja. Cendana,Cempaka atau Menengen hanya sisipan saja,misalnya tugeh,iga-iga,atau yang lainnya.

Banten Pamelaspas di Sanggah Kamulan

Sesuai dengan petunjuk sastra agama bahwa palinggih yang baru saja selesai dibangun mesti di inisiasi dengan mengadakan upacara pamelaspasan . Sebagai upaya memohon kepada Hyang Widhi agar bangunan yang baru selesai dibangun terkondisi menjadi suci juga nantinya dapat berfungsi sebagaimana mestinya.  Adapun banten pamlaspas  tersebut adalah:

1. Tumpeng putih kuning masing-masing satu buah,ayam sapalaken,lauk pauk,jajan,raka-raka,tebu,sampian tangga,canang burat wangi atau canang lain,alasnya taledan

2. Tumpeng guru: yaitu tumpeng yang puncaknya diganti dengan sebuah telur rebus (telur itik),dialasi sebuah kulit sayut,dilengkapi dengan rerasmen,lauk dengan dagingnya,

3. guling itik putih,jajan,raka-raka,tebu,sampian nagasan,canang genten,pangreresikan dan suci satu soroh dengan runtutannya (pras,daksina,dan ajuman).

4. Panghurip-hurip terdiri dari: arang bunga,darah ayam dan bebek mentah masing-masing dialasi dengan takir,disertai beberapa buah sapsap,pangreresikan,ulap-ulap dari

5. kain putih bergambar padma atau yang lain.

6. Panyugjug : adalah sepotong carang dap-dap yang bercabang tiga digantungi uang kepeng 225 diikat dengan benang tridatu. akan lebih sempurna bila dilengkapi dengan

7. keris,cincin bermata mirah,dan sebuah mangkuk kecil untuk mengeruk tacar secara simbolis

8. Banten Ayaban Tumpeng 7 (tujuh:  Banten ini disebut satu soroh dengan memakai 7 buah tumpeng yang diatur menjadi 4 tempat dan beberapa perlengkapan lainnya,antara lain:

9. Pangulapan Pengambeyan,sebuah sesajen yang terdiri dari 2 buah tumpeng,sebuah tulung pengambeyan,sebuah tipat pengambeyan dilengkapi rerasmen,iwak ayam,buah-buahan,jajan,sampian tangga

10. canang genten,alasnya taledan.

11. Peras,adalah sebuah sesajen yang mempergunakan 2 buah tumpeng,alasnya taledan dan kulit peras,dilengkapi base tampel dan beras,iwaknya ayam panggang.

12. Pangiring: adalah sejenis sesajen yang terdiri dari 2 buah tumpeng pula,dilengkapi dengan rerasmen,buah-buahan,jajan,sampian tangga dan canang genten,alasnya sebuah taledan.

13. Dapetan,adalah seperti pangiring tapi mempergunakan sampeyan jahet (jahet kokokan).

14. Sesayut: sebuah sesajen yang bentuk alasnya berbentuk useran,nasinya ada yang berbentuk tumpeng,penek,nasi cacah atau bentuk lain,disusuni rerasmen,diisi 5 buah

15. cacenger dilengkapi dengan jajan,buah-buahan,sampiyan naga sari,dan sebuah canang genten.

16. Penyeneng: adalah sebuah jejahitan yang bentuknya terbagi 3 (tiga),yang diisi dengan nasi segau,tepung tawar,bija,di atasnya diisi benang tatebus,dialasi dengan

17. bokoran yang dilengkapi dengan beras,base tampel,benang putih,dan uang kepeng 2 biji.

18. Pedagingan : Pedagingan terdiri dari: sebuah kwangen berisi uang kepeng 66 (enam puluh enam)keping,kepingan tembaga,emas,dan perak yang panjangnya 1 cm...

Ngunggahang Dewapitara Di Sanggah Kamulan

Selain tempat memuja Ida Sanghyang Widhi Wasa,Sanggah kamulan adalah tempat memuja dan menstanakan roh suci leluhur.

Agar leluhur dapat berstana di Sanggah Kamulan tentunya melalui proses upacara yang disebut dengan Ngunggahang Dewapitara

Tata cara mengenai ngunggahang Dewapitara diuraikan dalam Rontal Purwabhumi Kamulan, dan juga pada Rontal Lebur Gangsa. Berikut adalah kutipan Rontal Purwabhumi Kamulan:

Iti kramaning angunggahaken pitra ring kamulan,ring wusing anyekah kurung mwang mukur,

ring tutug rwawlas dinanya,sawulan pitung dinya,kunang wenang magawe bebanteng mangunggahaken pitra agung alit,

lwir pabanten kadi piodalan dewa,maduluran,saji dewa putih kuning mwang jarimpen agung.pesayutan,pengambeyan,

pangulapan,lawerti warna pada matukel,jinah 225,iniketan ring tulup,matatakan beruk misi beras,saha satsat gegantungan,riwus pinuja,

terpana,kinabhaktine dening swagotranira,ring wus mangkana,ikang daksina pangadegan Sang Dewapitara,tinuntunakena maring tengen,

yan wadon unggahaken ring kiwa,irika mapisan lawan dwa hyangnia nguni,winastu jaya-jaya depandhita kinabhaktenana

mwah dening sawargania mwang santananira. Telas mangkana tutug saparikramania,puja simpen pralina kadi lagi.

Ikang adegan wenang lukar saprakarania,wenang gesengakena juga,pushadika winadahan nyuh gading saha wangi,

pendem ring ulwaning Sanggah kamulan,saha raramyania,dening kidung kakawin sakawruhan nira.

 (Rontal Purwabhumi Kamulan,lembar 53

Adapun tata cara dalam ngunggahang Dewapitara adalah sebagai berikut:

1.Dewapitara mula-mula dipuja  tarpana  melalui daksina pangadegan,sebagai simbolik daripada Dewapitara.

2.Setelah puja tarpana,lalu warganya menyembah kepada Dewapitaranya

3.Berikutnya daksina pangadegan Dewapitara itu dituntun ke Sanggah Kamulan.

4.Kemudian dinaikan dan disthanakan.Kalau laki-laki ditempatkan disebelah kanan,sedangkan kalau perempuan ditempatkan disebelah kiri dari ruang kamulan tersebut.

5.Setelah itu kembali dijaya-jaya oleh pendeta sekali lagi pula persebahan dilakukan oleh keluarga dan keturunannya.

6.Terakhir dilaksanakan puja Pralina yang artinya menyimpan dan mengembalikan kepada asal Dewapitara tersebut. Daksina pangadegan dilukar lalu dibakar. Abunya dikumpulkan dan ditaruh di dalam nyuh gading, disertai wangi-wangian,kemudian ditanam pada hulu sanggah kamulan tersebut

Mengenai upakara atau bebantenan yang digunakan dalam ngunggahang Dewapitara menurut Rontal Purwabhumi Kamulan adalah bebantenan yang sama seperti bebantenan hari pawedalan dewa dengan disertai:

1.Saji dewa agung

2.Jarimpen agung

3.Sesayut

4.Pengambeyan

5.Pangulapan

6.Panuntunan,yang peralatannya terdiri dari:

  • a.Tulup yang dialasi dengan beruk berisi beras
  • b.Uang kepeng 225
  • c.Benang Tridatu 3 tukel (warna merah,putih,hitam).Uang kepeng dan benang dikaitkan pada tulup.

7.Daksina pangadegan Dewapitara.

Dari uraian di atas ada beberapa hal yang perlu digaris bawahi yaitu:

Kalimat “irika mapisanan lawan Dewahyangnia nguni dapat diartikan menunggalnya Atman individu yang telah disucikan dengan Sumbernya (Hyang Kamulan)

Upacara ngunggahang Dewapitara adalah tergolong Dewa Yadnya. Sehingga bebantenannya yang diperlukan sama seperti hari pawedalan dewa,banten apasarean (apemereman). Tentang upacara ngunggahang Dewapitara juga diuraikan dalam Rontal Tutur Plebur Gangsa berikut beberapa baris petikannya:

Iki pebantennia pesakapan Nilapati pangunakarahaken pitra,angunggahaken pitra ring ibu dengen ring kamulan..Yadnya nawur denda kalepasan pitrane sane sampun liwar yadnya lara tan karuwat dening tamba,mwang panglukatan ika wenang tawurin ring pasakapan Nilapati.Yan sira angunggahaken pitra gawenen daksina makadi linggan Sanghyang Atma,sang pandita wenang ngwastonin ring sampune puput raris muspa sami-sami matur ring Dewapitara mangda jenek malinggih ring kamulan.

 (Drs.I Ketut Winaya,1989:22)

Dari kutipan di atas perlu digaris bawahi bahwa:

1.Ngunggahang Dewapitara di Sanggah Kamulan disebut sebagai  Pesakapan Nilapati

2.Tempat ngunggahang Dewapitara adalah Ibu dengen kamulan

3.Pada upacara ini diperlukan nawur denda kelepasan pitra. Yang maksudnya adalah penebusan dosa-dosa pitra tersebut yang pernah diperbuat semasa hidupnya

4.Adanya perwujudan Dewapitara berupa daksina palinggan sanghyang Atma

5.adanya suatu harapan agar Dewapitara abadi bersthana pada Sanggah Kamulan Demikianlah tata cara ngunggahang Dewapitara menurut Rontal Purwabhumi Kamulan dan Rontal Lebur Tutur Lebur gangsa.

 

Dipetik dari,Wikarman Singgih Inyoman,Sanggah Kamulan Fungsi dan pengertiannya     

 

Mantra Ngantebang Bebantenan di Sanggah Kamulan

1. Kekosok :  Om terrena terulata keberetan, kelinusan angin angampehang mala wigena, Om sidi restu ye namah suaha.

2. Puja Segan dan Tepung Tawar :

Mantra :

Om sajnya sastra empu sarining wisesa
tepung tawar amunah aken,
segau angeluaraken, sakuwehing
sebel kandel lora roga batanmu
sebel kandel lora roga batanmu

Dibawah punggung         : Anangarepaken phala-bhgoga

Wija/sesarik       : Om seri-seri riya nama namah suaha.

Di bahu kanan :  Anengen bhagia puwa kerti asesangon

Di bahu kiri          :  Angiwekaken panca baya

Di puinggung : Angundura.en sa ru musuh

Dihati    :              

Angati-ati rahayu

Pada kedua beah tangan : Anganggapana seri sedana

Dikaki :  Menandungana mas perak, OM rang-ringsah perana siwaditya ya namah suaha

Puja tetebus      :

Om raga wentan, angapusaken balung pila-pilu den kadi langgenganing sang hyang Surya Mangkana langgening angapisaken tinebes tebas, Om sampurneya namah suaha.

Mengaturaken air (yeh coblong) : 

Om gangga pawitrani suaha.

Puja Isuh-Isuh :                

Om sang hyang Taya tan penetra, tan pecangkem, tan pakarna, sang hyang Taya jate sukla  nirmala, siere angisuh-isuhing, sarwa dewata, angilangaken sarwa buta, dangen, kala ring sarwaqta kabeh, ring pada betara kabeh, aja kati maseneten ring manusa kabeh, nyah te kita saking kulit, ring daging, ring balung, ring sumsum, mantukta  kita ring janur jipang sebrang melay. Om-Am-Mam-nama siwaya suaha.

Mantra Telur pada Isuh-isu          :

Om antiganing sawung,
pengawaking sang hyang Sala,
candu sagilinganm kalisakena lara-roga,
mala petaka kabeh,
Om sah osat namah.
Om Bang Bhamadewaya betara,
angiberaken lara roga papa kalesa,
mala weigena, sarwa dewa dewi ne kabeh.
Om seri yewe nama namah suaha.

Mantram Lis       :

Pukulun ngaadeg sire sang janur kuning tumu run betara siwa, ulun angaturaken, busung reko, busung ringgit, ron sarwa laluwes, mas kawerana kumala winten, angilanga na sakuwehing desa mala, sebel kandel, awigena gena sudha tutuga ring sapta werdah  Om seri ye we nama-namo suaha.

Ngetisan Tierta Pabiyakaonan :

Pakulun hyang betara kali, betara hyang sakti, sang kala putih, sang kala bang, sang kala pita, sang kala ireng, sang kala amanca warna, sang kala anggapati, sang kala karogan-igan sang kala pepedan, sanga kala seri, sang kala pati, sang kala sedaankala, aja sira menyengkelen manusanira ngastuti hyang dewa batara ring paryangan sakti, reh ingsun angaturaken tandah sajinira. Betara Kala puniki buktinen rudan nira kabeh. Om kala-kali biyo bhukteya namah. Om kesama sampurnaya namah. Om sarwa kala laksana kesamaya namah suaha.

Mantram Banten Perayascita :

Om hrim-srim-ram-man-wan-yam-sarwa roga wigene winasaya. Rang om-pat, om Rim-Srim-Am-Tam-Sam-Bam-Im, sarwa danda malapapa kalesa winasaya. Jah Um pat, Rim-Srim-Am-Um-Man sarwa pape petaka wina saya Rah Um pat. Om sidiguru Srom, sah osat. Om sarwa wigena wina saya, sarwa kelesa wina saya, sarwa roga wina saya, sarwa satru winasaya, sarwa dusta wina saya, sarpapa winasaya, astuya namah suaha.

Tebasan Durmanggala :

Sebagai alanya kulit sesayut, lantas diisi sebuah tumpeng, yang disisipi, bawang, jae, sere bengumatah, lantas dilengkapi dengan lauk-pauk, ikannya telur bekasem (telur asin) rujak satu tangkir, kacang tiga tangkih, dilengkapi dengan jaja raka-raka magenjepan, sampian naga sari, pasucian pengeresikan, penyeneng, canang genten, burat wangi, canang sari, lis dari janur kelapa ijo, padma dan daksina berisi benang satu tukel, wang 225 (duaratus dua puluh lima) dan lain-lain  (duwegannya, bungkak kelapa ijo).

Mantram Tebasan Durmangala :

Pakuun sang kala purwa, sang kala sakti, sang kala berajumuka, sang kala petra, sang kala ngulanvang, sang kala suksema, aja sira pati pajingan, aja sira pati paprotongi, iti tadah sajinira, penek lawan bawang jae, muang terasi bang, iwak antiga jinah satak lima likur, lawe satukel, minawi kirang tadahan nira, ayua sire usil silih gawe, tukunen sira sira ring pasar agung, iki jinah satak lima likur, lawe satukel, wehana sanak rabinira, muang putunira ndah sira lunga amanah  desa aja miring kene den pada sidi  restu, Om kala bhokta namah suaha.

Prayas Cita Sakti :               

jejaitan dari banten ini sedapat mungkin mempergunakan busung nyuh gading, setidak-tidaknya lis sejatanyam danpadmanya. Sebagai alasnya adalah kulit sesayut, dan kadang-kadang berbentuk tamas, kemudian diatasnya berturut-turut diisi kulit peras dari janur (busung), mungkin dapat diganti dengan daun tabya lombok 8, delapanlembar, yang dijait menjadi saru serta dibentuknya bundarseperti padma, lalu diatasnya diisi nasi yang bentuknya juga bundar di atas nasi itu diisi lauk pauk, serta lima iris telur dadar, yang diletakkan sedemikian rupa, sehingga menunjukkan kelima arah mata angin. Dan juga dilegkapi dengan kesune 8, delapan biji yang dialasi dengan kuku kambing (sejenis anyam-anyaman dari busung). Selanjutnya banten ini dilengkapi pula dengan jajan raka-raka magenepan sampian naga sari, canang genten, canang burat wangi, penyeneng pesucian, pengersikan (simbul ) senjata nawa dewata, seperti bajra, dada, angkus, naga pasah, mksala, cakra, tri sula, padma-dupa.

Banten ini dapat dipergunakan sebagai pembersihan bangunan, bangunan yang baru selesai.

 

Sumber dari buku Tetandingan banten yang disusun oleh I Made Gambar

Komentar