helaibuku.blogspot.com/ Hai Sahabat Helai Buku, tak terasa kalian
sudah kelas VI. Tentunya semakin tinggi
tingkatan kelasmu pastinya akan semakin giat belajarnya bukan? O,ya, di bawah
ini Helai Buku petikkan Bahan Ajar Agama Hindu K13 (Kurikulum 2013) dan KTSP
Untuk SD Kelas VI. Selamat belajar!
Kitab Bhagavad Gita
A. Mengenal Kitab
Bhagavad Gita
Kitab Bhagavad Gita merupakan bagian dari Veda Sruti. Bhagavad Gita
melengkapi empat Veda (Catur Veda)
sebelumnya, sehingga Bhagavad Gita
adalah Veda yang kelima sehingga disebut dengan Pancama Veda. Adapun keempat Veda atau Catur Veda yaitu:
Rig Veda, Sama Veda, Yajur Veda, Atharwa Veda.
Kitab Bhagavad Gita ditulis dalam bahasa Sanskerta oleh
Maharsi Vyasa. Bhagvad Gita artinya nyanyian kebahagiaan. Kitab bhagaavad Gita
memuat wahyu Sang Hyang Widhi yang disampaikan oleh Sri Krisna kepada Arjuna menjelang
perang Bharatayudha di Kuruksetra. Waktu itu Arjuna merasa bimbang dan ragu
untuk berperang melawan saudara, paman,kakek dan gurunya. Pada saat itu Sri Krishna
memberikan wejangan kepada Arjuna agar dapat melihat kebenarn sehingga dia dpt
menuaikan tugas dan kewajibannya dengan baik.
B. Isi Kitab Bhagavad
Gita
Kitab Bhagavad Gita terdiri dari 18 Bab. Berikut ini ringkasan isi Kitab Bhagavad Gita sesuai Buku Bhagavad Gita Menurut
Aslinya (2006), sebagai berikut.
1. Bab I Meninjau
Tentara-Tentara di Medan Perang Kuruksetra (47 Sloka)
Barisan tentara-tentara kedua belah pihak sudah
berhadap-hadapan siap sedia bertempur. Arjuna kesatria yang gagah perkasa,
menyaksikan sanak keluarga, guru-guru, dan kawan-kawannya dalam barisan tentara
kedua belah pihak siap untuk bertempur dan mengorbankan nyawa. Rasa kenestapaan
dan kasih sayang Arjuna tergugah sehingga kekuatannya menjadi lemah, pikirannya
bingung, dan dia tidak dapat bertabah hati untuk bertempur.
2. Bab II Ringkasan
Isi Bhagvad Gita (72 Sloka)
Arjuna menyerahkan diri sepenuhnya sebagai murid kepada Sri
Krishna. Sri Krishna kemudian memulaai pelajaran-Nya kepada Arjuna dengan
menjelaskan perbedaan pokok antara badan
jasmani dan sang roh. Badan jasmani bersifat sementara, sedaangkaan sang roh
bersifat kekal. Sri Krisna menjelaskan proses perpindahan sang roh, sifat
pengabdian kepada Yang Mahakuasa tanpa mementingkan diri sendiri dan ciri-ciri
orang yang sudh insaaf akan dirinya.
3. Bab III Karma Yoga
(43 Sloka)
Semua orang harus melakukan kegiatan di dunia material. Akan
tetapi, perbuatan dapat mengikat diri seseorang pada dunia ini atau membebaskan
dirinya dari dunia. Seseorang dapat dibebaskan dari hukum karma (perbuatan dan
reaksi) dan mencapai pengetahuan rohani tentang sang diri dan Yang Mahakuasa
dengan cara bertindak untuk memuaskan Yang Mahakuasa tanpa mementingkan diri
sendiri.
4. Bab IV Pengetahuan
Rohani (42 Sloka)
Pengetahuaan rohani tentang sang roh, Tuhan Yang Maha Esa,
dan hubungan antara sang roh dan Tuhan Yang Maha Esa menyucikan dan membebaskan
diri manusia. Pengetahuan seperti itu adalah hasil perbuatan bhakti tanpa
mementingkan diri sendiri (Karma Yoga). Krishna menjelaskan sejarah Bhagavad
Gita sejak zaman purbakala, tujuan dan makna Beliau sewaktu-waktu turun ke
dunia material, serta pentingnya mendekati seorang guru, seorang guru
kerohanian yang sudah insaf akan dirinya.
5. Bab V Karma Yoga:
Perbuatan dalam Kesadaran Krishna (29 Sloka)
Orang bijaksana yang sudah disucikan oleh api pengetahuan rohani, secara lahiriah melakukan segala
kegiatan, tetapi melepaskan ikatan terhadap hasil perbuatan dalam hatinya.
Dengan cara demikian, orang bijaksana dapat mencapai kedamaian, ketidak
terikatan, kesabaran, penglihatan rohani, dan kebahagiaan.
6. Bab VI Dhyana Yoga
(47 Sloka)
Astangga Yoga, sejenis latihan meditasi lahiriah,
mengendalikan pikiran dan indra-indra serta memusatkan perhatian kepada
Paramatman (Roh Yang Utama, bentuk Tuhan yang bersemayam di dalam hati). Puncak
latihan ini adalah Samadhi. Samadhi artinya sadaar sepenuhnya terhadap Yang
Maha Kuasa.
7. Bab VII
Pengetahuan Tentang Yang Mutlak (30 Sloka)
Sri Krishna adalah kebenaran yang paling utama, penyebab
yang paling utama dan kekuatan yang memelihara segala sesuatu, baik yang
material maupun rohani. Roh-roh yang sudah maju menyerahkan diri kepada Krishna
dalam pengabdian suci bhakti, sedangkan roh yang tidak saleh menglihkan
obyek-obyek sembahyang kepada yang lain.
8. Bab VIII Cara
mencapai kepada Yang Mahakuasa (28 Sloka)
Seseorang dapat dapat mencapai tempat tinggal Krishna Yang
Paling Utama di luar dunia material dengan cara ingat kepada Sri Krishna dalam
bhakti semasa hidupnya, khususnya pada saat meninggal.
9. Bab IX Pengetahuan
yang Paling Rahasia (34 Sloka)
Krishna adalah Tuhan Yang Maha Esa dan tujuan tertinggi
kegiatan sembahyang. Sang roh mempunyai hubungan yang kekal dengan Krishna
melalui pengabdian suci bhakti yang bersifat rohani. Dengan menghidupkan
kembali bhakti yang murni, seseorang dapat kembali kepada Krishna di alam
rohani.
10. Bab X Kehebatan
Tuhan Yang Mutlak (42 Sloka)
Segala fenomena ajaib yang memperlihatkan kekuatan, keindahan,
sifat agung atau mulia, baik di dunia material maupun di dunia rohani, tidak
lain dari perwujudan sebagian tenaga-tenaga dan kehebatan rohani Krishna.
Sebagai sebab utama segala sebab serta sandaran dan hakikat segala sesuatu,
Krishna Tuhan Yang Maha Esa adalah tujuan sembahyang
tertinggi bagi paara mahluk.
11. Bab XI Bentuk
Semesta (55 Sloka)
Sri Krishna menganugerahkan pengelihatan rohani kepada Arjuna. Beliau memperlihatkan bentuk-Nya yang tidak terhingga dan mengagumkan
sebagai alam semesta. Dengan cara demikian, Krishna membuktikan secara
meyakinkan identitas-Nya sebagai Yang
Mahakuasa. Krishna menjelaskan bahwa benntuk-Nya sendiri yang serba tampan dan
dekat dengan bentuk manusia adalah bentuk asli Tuhan Yang Maha Esa. Seseorang
dapat melihat bentuk ini hanya dengan bhakti yang murni.
12. Bab XII
Pengabdian Suci Bhakti (20 Sloka)
Bhakti Yoga, yaitu pengabdian suci yang murni kepada Sri
Krishna merupakan cara tertinggi dan paling manjur untuk mencapai cinta bhakti
yang murni kepada Krishna. Tujuan tertinggi kehidupan rohani. Orang yang
menempuh jalan tertinggi ini dapat mengembangkan sifat-sifat suci.
13. Bab XIII Alam,
keperibadian yang menikmati dan kesadaran
(34 Sloka)
Orang yang mengerti perbedaan antara badan dengan sang roh
dan Roh Yang Utama yang melampaui badan dan roh akan mencapai pembebasan dari
dunia material.
14. Bab XIV Tiga
sifat alam material (27 Sloka)
Semua roh terkurung dalam badan dibawah pengendalian tiga
sifat alam material, yaitu kebaikan (sattvam), nafsu (rajas) dan kebodohan
(tamas). Sri Krishna menjelaskan arti sifat-sifat alam material tersebut,
bagaimana sifat-sifat tersebut mempengaruhi diri kita, bagaimana cara melampaui
sifat-sifat tersebut serta ciri-ciri orang yang sudah mencapai keadaan rohani
(orang yang sudah lepas dari tiga sifat alam).
15. Bab XV Yoga
berhubungan dengan Keperibadian Yang Paling Utama (20 Sloka)
Tujuan utama pengetahuaan Veda adalah melepaskan diri dari
ikatan terhadap dunia material daan mengerti Krishna sebagai Keperibadian Tuhan
Yang Maha Esa. Orang yang mengerti identitas Krishna yang paling utama
menyerahkan diri kepada Krishna dan menekuni pengabdian suci kepada Krishna.
16. Bab XVI Sifat
Rohani dan sifat jahat (24 Sloka)
Orang yang memiliki sifat-sifat jahat daan hidup sesuka
hatinya tanpa mengikuti peraaturan kitab suci, dilahirkan dalam keadaan yang
lebih rendah dan diikat lebih lanjut secara material. Akan tetapi orang yang
memiliki sifat-sift suci dan hidup secara teratur dengan mematuhi kekuasaan
kitab suci, berangsur-angsur mencapai kesempurnaan rohani.
17. Bab XVII
Golongan-golongan Keyakinan (28 Sloka)
Ada tiga jenis keyakinan yang masing-masing berkembang dari
salah satu diantara tiga sifat alam. Perbuatan yang dilakukan oleh orang yang
keyakinannya bersifat nafsu dan kebodohan hanya membuahkan hasil material yang
sifatnya sementara. Akan tetapi perbuatan
yang dilakukan dalam sifat kebaikan menurut kitab suci, menyucikan hati dan
membawa seseorang sampai pada tingkat keyakinan murni terhadap Sri Krishna dan
bhakti kepada Sri Krishna.
18. Bab XVIII
Kesimpulan Kesempurnaan Pelepasan Ikatan (78 Sloka)
Sri Krishna menjelaskan arti pelepasan ikatan dan efek dari
sifat-sifat alam terhadap kesadaran dan kegiatan manusia. Krishna menjelaskan
keinsafan Brahman, kemuliaan Bhagavad Gita, dan kesimpulan Bhagavad Gita ;
jalan kerohanian tertinggi berarti menyerahkan diri sepenuhnya tanpa syarat dalam cinta
bhakti kepada Sri Krishna. Jalan ini
membebaskan seseorang dri segala dosa membwa dirinya sampai pembebasan
sepenuhnya dri kebodohan dan memungkinkan ia kembli ke tempat tinggal Rohani
Sri Krisna yang kekal.
C. Makna Kitab
Bhagavad Gita
Bhagavad Gita disabdakan oleh Tuhan dalam wujud Sri Krishna.
Tujuannya adalah melepaskan manusia dari ikatan duniawi agar bisa bersatu
dengan Tuhan.
Walaupun Atma di dalam tubuh manusia berasal dari Tuhan,
tetapi pengaruh duniawi telah membuat Atma lupa akan jati dirinya. Oleh
karenanya kitab Bhagavad Gita menjadi penuntun manusi untuk mencapai
kebahagiaan kekal. Ajaran Bhagavad Gita memberi kesempatan berbhakti sesuai
kemmpuan dan kesadaran masing-masing
secara tulus. Misalnya melalui Yoga, ilmu pengetahuan, bhakti, dan kerja.
Sebagaimana terdapat dalam seloka 4.11 seperti berikut:
Ye yathā maṁ
prapadyante,
Tā mstathai wabhajā my
aham,
Mama wartmā ‘nuwartate,
Manuşyāh pārtha sarwaśah
Artinya:
Bagaimanapun jalan manusia mendekati-Ku aku terima sma, O
Arjuna manusia mengikuti jalanku dalam segala jalan.
D. Ajaran-Ajaran dalam Kitb Bhagavad Gita
Ajaran-ajaran yang terkandung dalam Bhagavad Gita yaitu:
- Ajaran Ketuhanan
- Ajaran Susila
- Ajaran Yajna
- Ajaran Moksa
1. Ajaran tentang Ketuhanan dapat dilihat dalam Bhagavad
Gita Bab XI Sloka 32 dan Sloka 33.
Bab XI Sloka 32
bunyinya:
Sri-Bhagavan Uvāca
Kālo ‘smi loka-kşaya-krt
pravŗddho
Lokān samāhartum iha
pravŗttaḥ
Rte ‘pi tvām na
bhavisyanti sarve
Ye ‘vasthitāh pratyanikeşu
yodhāh
Artinya:
Sri Bhagavan Bersabda
Aku adalah Sang Kala, Sang Waktu yang datang dan berkembang
tanpa batas, penghancur seluruh alam semesta, dan saat-saat ini aku hadir di
sini dengan tujuan untuk menghancurkan semuanya. Seluruh kesatria yang hadir di sini berada di
pihak musuhmu, tanpa bertempur denganmu pun mereka tidak aka nada yang hidup
lagi.
Sloka di atas menyatakan bahwa Tuhan sebagai Sang Waktu yang
akan datang pada masanya. Ketika dharma (kebenaran) lenyap dan adharma
(ketidakbenaran) merajarela, saat itulah Tuhan turun ke dunia dan
menghancurkannya. Setelah itu Tuhan menciptakan kembali dunia ini. Seperti
itulah yang akan terjadi berulang-ulang hingga datangnyaa zaman Kali Yuga.
Zaman Kali Yuga yaitu zaman pada saat manusia lupa kepada Tuhan dan Veda.
Manusia berperilaku tidak benar dan umur merekapun menjadi pendek.
Sloka tersebut di atas juga menjelaskan bahwa Kaurawa tetap
akan tiada meskipun perang tidak terjadi. Itulah tujuan Tuhan datang ke dunia,
yaitu menghancurkan ketidak benaran.
Bab XI Sloka 33 berbunyi:
Tasmāt Tvam uttistha
yasa labhasva
Jitvā śtrūn bhuñkṣva
rājyaṁ samŗddham
Mayaivaite nihatāh
pārvam eva
Nimitta-mātraṁ bhava
savya-sāsin
Artinya:
Oleh karena itu bangkitlah untuk bertempur dan capailah
kemuliaan, dan setelah mengalahkan musuh nikmatilah kerajaan yang sejahtera.
Mereka semua ini jauh-juh sebelumnya
sudah aku binasakan, wahai Arjuna jadikanlah dirimu sebagai alat di taangan-Ku.
Sloka tersebut memuat Sri Krishna memberikan semangat kepada
Arjuna untuk bangkit dan bertempur demi kemenangan dan kesejahteraan. Tuhan
telah merencanakan bahwa pihak musuh akan kalah dan binasa. Tuhan menjaadikan
Arjuna sebagai alat untuk menghancurkan kejahatan di dunia. Akan tetapi
terlebih dahulu Tuhan menganugerahkan ajaran Veda yang begitu luas dan tanpa
batas.
2. Ajaran Tentang
Susila
Ajaran susila terdapat pada kitab Bhagavad Gita Bab XVII
Sloka 14,15 dan 16.
Bab XVII Sloka 14
berbunyi:
Devadvijaguruprājna
Pūjanaṁ Śaucam ārjavm
Brahmacaryam ahiṁsa ca
Śariram tapa ucyate
Artinya:
Melakukan pemujaan sepantasnya kepada para Dewa, para
Brahmana, guru spiritual (bapak, ibu), menjaga kebersihan, kesederhanaan dan
tidak melakukan kekerasan, semua ini dikatakan sebagai pertapaan badn.
Bab XVII Sloka 15
berbunyi:
Anudvegakaram vākyam
Satyaṁ priyahitaṁ cay at
Svādhyayābhyasanaṁ cai’va
Vaṁṁayaṁ tapa ucyate
Artinya:
Kata-kat yang tidak menyebabkan perasaan orang lain
terganggu, jujur, menyenangkan dan mengandung kebaikan serta kata-kata yang
dipergunakan untuk belajar serta mempraktikkan pembacaan kitab suci Veda, semua
itu dikatakan sebagai pertapaan kata.
Bab XVII Sloka 16
berbunyi:
Manahprsādah saumyatvaṁ
Maunam ātma vinigrahah
Bhāva saṁśuddhir ity
etat
Tapa mānasam ucyate
Artinya:
Pikiran yang puas dalam segala keadaan , kesadaran yang
menyejukkan, suka merenung, suka mengendalikan pikiran, berusaha sepenuhnya
menyucikan pikiran, semua itu dikatakan sebagai pertapan pikiran.
Ketigaa sloka di atas menguraikan tentang ajaran Tri Kaya
Parisudha yaitu: Manacika (berpikir yang baik), Wacika (berkata yang baik), Kayika
(bertingkah laku yang baik). Tri Kaya
Parisudha dapat dicapai melalui “Karma Patha” (pengendalian diri). Pengendalian
diri dalam “manacika” misalnya tidak
menginginkan sesuatu yang tidak satvika, tidak berpikir buruk tentang orang
lain, serta tidak mengingkari hukum Karmaphala. Pengendalian diri dalam
“wacika” misalnya tidak berkata-kata kasar, tidak memaki orang lain, tidak
memfitnah dan tidak mengingkari janji.
Pengendalian diri dalam “Kayika”
misalnya tidak semena-mena terhadap mahluk lain, tidak menyiksa atau
menyakiti, tidak membunuh dan tidak berbuat curang. Tuhan menganugerahkan akal kepada kita agar
kita mampu mengendalikan pikiran, perkataan dan perbuatan kita, karena itulah
kelebihan manusia daripada mahluk
lainnya.
3. Ajaran Tentang Yajna
Kitab Bhagavad Gita
Bab III Sloka 9 berbunyi:
Yajṅārthāt karmaaņo
‘nyatra
Loko’yam
karmabandhanah
Tadarthaṁ karma
kaunteya
Muktasaṅgaḥ samācara
Artinya:
Lakukanlah perbuatan-perbuatan sebagai persembahan suci
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jika tidak, perbuatan-perbuatan tersebut akan
mengakibatkan ikatan karma di dunia ini. Oleh karena itu, wahai Arjuna,
lakukanlah segala perbuatan sebagai persembahan suci kepada Tuhan Yang Maha
Esa, maka engkau akan dibebaskan dari segala ikatan karma.
Sloka tersebut mengutarakan bahwa kita wajib melakukan
perbuatan yang dapat menjadi persembahan
suci kepada Tuhan. Persembahan yang dimaksud yaitu yajna suci yang tulus
iklas tanpaa pamrih. Jika kita tidak mengharafkan imbalan dari suatu perbuatan,
kita akan terbebas dari ikatan duniawi. Sebaliknya jika kita menghaarafkaan
imbalan, kita tidak akan lepas dari ikatan duniawi.
4. Ajaran Tentang
Moksa
Tentang moksaa terdapat dalam kitab Bhagavad Gita Bab XVIII
Sloka 51, 52, dan 53
Bab XVIII Sloka 51
berbunyi:
Buddhyā visuddhayā
yukto
Dhŗtyā tmanam niyamya
ca
Śabdādin vişayāṁas
tyaktvā
Rāgadvesau vyudasya ca
Artinya:
Dilengkapi dengan pengetahuan suci, teguh mengendalikan
jiwa, menghindari suara dan objek panca indriya serta menjauhi segala yang
dicintai dan dibenci.
Bab XVIII Sloka 52
berbunyi:
Viviktasavi laghvāśi
Yatavākkāyamānasa
Dhyānayogaparo nityaṁ
Vairāgyaṁ samupāśritah
Artinya:
Berdiam di tempat suci, maka hanya sekadarnya perkataan, bdn
jsmani dan pikiran terawasi, selalu bermeditasi dan berkosentrasi, serta bernaung
di bawah kedamaian hati.
Bab XVIII Sloka 53
berbunyi:
Ahaṁkāraṁ blaṁ darpam
Kāmaṁ krodhaṁ
parigraham
Vimucya nirmamaḥ çarto
Brahmabhū yāya kalpate
Artinya:
Membuang jauh-jauh egoism, kekerasan, keangkuhan nafsu,
amarah, dan haarta kekayaan, suka bersosialisasi dan memiliki ketenangan
pikiranlah yang patut menjadi satu dengan Brahman.
Sloka-sloka tersebut di atas menjelaskan bahwa kerja harus
dilaksanakan. Kerja dilakukan tanpa terikat oleh hasilnya. Artinya dalam
melakukan suatu pekerjaan, seseorang harus bebas dari ikatan pekerjaan
tersebut. Ia juga harus bebas dari keinginan dan tidak tergerak oleh
keberhasilan atau kegagalan. Selain itu ia harus teguh mengendalikan diri bebas
dari nafsu, bermeditasi dan tidak berbuat curang. Ia tidak melakukan kekerasan
dan wjib menyempurnakn pikiran. Demikian ia pantas menyatu dengan Tuhan.
Setelah menyempurnakan jiwa dan menyatu dengan Tuhan, ia menganggap semua mahluk hidup itu sama. Ia
pun mengabdikan dirinya kepada Tuhan. Setelh berlindung kepada Tuhan, ia mencapai
keabadian dan tidak akan mengalami kehancuran.
2. Panca Sradha
A. Mengenal Panca Sradha
Agama Hindu pertama kali berkembang di sekitar lembah sungai
Sindhu. Agama Hindu merupakan agama yang diwahyukan oleh Sang Hyang Widhi/Tuhan
melalui para Maha Rsi. Agama Hindu dikenal sebagai agama Wahyu yang dikenal
sebagai Sanatana Dharma artinya kebenaran yang abadi. Agama Hindu memiliki
tujuan untuk mencapai kesejahteraan hidup (Jagadhita) dan kebahagiaan rohani
(Moksa). “Moksartham Jagadhita ya ca iti
dharma”. Agama Hindu juga memiliki tiga kerangka yang disebut Tri Kerangka Agama Hindu. Adapun
ketiga kerangka tersebut adalah :
- Tattwa yaitu pengetahuan atau filsafat Agama Hindu
- Susila yaitu perilaku baik atau Etika Agama Hindu
- Acara yaitu Upacara Yajna Agama Hindu
Ketiga kerangka dasar agama Hindu ini merupakan tiga
serangkai artinya ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan
saling melengkapi. Ketiga kerangka dasar tersebut harus wajib dilaksanakan Umat
Hindu untuk mencapai kebahagiaan.
Kenapa ketiga kerangka dasar ini sebagai satu kesatuan yang
tidak terpisahkan dan saling melengkapi,misalnya :
a. Jika kita hanya mempelajari atau mengetahui filsafat
agama saja tanpa mengamalkan ajaran
susila dan upacara tidaklah sempurna kehidupan beragama kita.
b. Demikian juga sebaliknya Jika kita hanya melaksanakan
upacara saja tanpa filsafat dan etika
tentulah upacara itu akan bermakna atau
sia-sia sehingga tidaklah
sempurna kehidupan beragama kita.
Ketiga kerangka dasar itu ibaratnya sebuah telur
- Kuningnya adalah Tattwa atau filsfat Agama Hindu
- Putihnya adalah Susila atau etika Agaama Hindu
- Kulitnya adalah acara atau ritual Yajna Agama Hindu
Demikianlah telur merupakan satu kesatuan yang utuh antara
kuning, putih, dan kulitnya harus baik, jika salah satu dari ketiganya ada yang
rusak maka akan mempengaruhi pula bagian yang lainnya sehingga telur itu menjadi
tidak sempurna. TujuanAgama Hindu akan dapat dicapai dengan mengamalkan Ketiga
Kerangka Dasar Agama Hindu tersebut. Adapun tatwa atau filsafat Agama Hindu
meliputi lima keyakinan yang disebut dengan Panca Sradha
Panca Sradha terdiri dari dua kata yaitu:
Panca artinya 5 (lima)
Sradha artina keyakinan atau Kepercayaan.
Jadi Panca Sradha artinya lima kepercayaan atau keyakinan
dalam Agama Hindu.
B. Bagian-bagian
Panca Sradha
1. Percaya dengan adanya Brahman (Sang Hyang Widhi)
2. Percaya dengan adanya Atma (Asas hidup)
3. Percaya dengan adanya Karmapala (Hukum sebab akibat)
4. Percaya dengan adanya Samsara atau Punarbhava (Kelaahiran yang berulang-ulang)
5. Percaya dengan adanya Moksa (pelepasan)
Arti masing-masing
bagian Panca Sradha yaitu :
1. Brahman yaitu Sang Hyang Widhi yang menciptakan alam beserta isinya. Beliau Maha Kekal, Maha Tahu, Maha Adil, bersifat gaib,
ada di mana-mana dan Maha Sempurna.
2. Atma adalah percikan kecil Paramātma (Sang Hyang Widhi)
yang menghidupi setiap mahluk, baik tumbuhan,
binatang maupun manusia.
3. Karma phala adalah hukum sebab akibat, bahwa setiap
perbuatan akan menyebabkan suatu akibat/hasil.
4. Punarbhawa yang sering disebut Samsara yaitu penjelmaan
yang berulang-ulang. Atau lahir kembali setelah mengalami kematian.
5. Moksa berarti bebasnya Atma dari segala ikatan, sehingga
dapat bersatu kepada Sang Hyang Widhi sebagai pencipta (bersatunya Atman dengan
Brahman )
a. Mengenal Widhi
(Brahman) Sradha
Tujuan Agama Hindu adalah untuk mencapai kesejahteraan
duniawi dan kebahagiaan rohani. Salah satu jalan untuk mencapai tujuan tersebut
adalah dengan sembah bhakti kepada Sang Hyang Widhi. Untuk memantapkan rasa
bhakti kita kepada Sang Hyang Widhi, kita mesti meyakini-Nya dengan sepenuh
hati. Keyakinan terhadap Tuhan disebut
Widhi Sradha atau Brahman Sradha. Hal ini tercantum dalam kitab suci Yajur Veda XIX, 30, sebagai berikut.
Vratena dikşāmāpnoti
diksayā’pnoti
Dakşinām dakşinā
śraddhāmāpnoti
śraddhayā satyamāpyate
Artinya:
Dia mencapai kepercayaan
Dengan kepercayaan
Datang pengetahuan kebenaran
Menumbuhkan keyakinan terhadap Tuhan/Brahman dilakukan dengn
banyak cara, misalny dengan Tri Pramana. Tri Pramana berasal dari kata “Tri”
artinya tiga dan “Pramana” artinya jalan atau cara. Jadi Tri Pramana berarti tiga
cara untuk memperkuat keyakinan terhadap Tuhan/Sang Hyang Widhi
(Brahman).Ketiga cara tersebut yaitu: Agama Pramana, Anumana Pramana dan
Praktyaksa Pramana.
1. Agama Pramana
Agama Pramana adalah keyakinan terhadap Sang Hyang Widhi
melalui cerita atau ucapan orang suci atau orang yang dapat dipercaya seperti
para Maharsi. Dalam hal ini keyakinan itu tumbuh berdasarkan kesaksian yang
dinyatkan dalam Veda.
Veda adalah wahyu Sang Hyang Widhi. Kesaksiaan Veda
sempurna, tetapi kesaksian manusia tidak demikian. Kesaksian manusia dianggap
benar jika orang yang menyaksikannya dapat dipercaya, seperti Maharsi. Adapun
kesaksian tersebut dapat kita jumpai dari beberapa kutipan berikut:
a. Kitab Brahma Sutra 1.1.2 menyebutkan: “Janmadhyasya yatah,” artinya Tuhan ialah
dari mana mula atau asal semua ini.
b. Kitab Brahma Sutra 1.1.3 menyebutkan: “Sastroyonitwat,” artinya hanya kitab
suci cara yang terbaik untuk mengenal Tuhan.
c. Chandogya Upanisad III.14.1 menyebutkan: “Sarvam idam khalu Brahman” artinya segala yang ada ini tidak lain dari
Tuhan.
d. Chandogya Upanisad menyebutkan: “Ekam Eva Advityam Brhman,” artinya Sang Hyang Widhi hanya satu
tidak ada duanya.
e. Narayan Upanisad 2 (Tri sandya bait II) menyebutkan: “Eko Narayanad Na Dvityo’sti Kascit,”
artinya hanya ada satu Tuhan sama sekali tidak ada duanya.
f. Rig Veda menyebutkan: “Ekam Sat Viprah Bahuda vadanti,” artinya Sang Hyang Widhi hanya
satu namun para arif bijaksana menyebutnya dengan banyak nama.
g. Kitab Sutasoma menyebutkan: “Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa,” artinya berbeda-beda
tetapi tetap satu, tidak ada Dharma yang kedua.
h. Kitab Bhagavad Gita, X.8 berbunyi:
Ahaṁ sarvasya prabhavo
Mattaḥ sarvaṁ
pravartate
Iti matvā bhayante māṁ
Bhudā bhāvasamamvițāḥ
Artinya:
Aku adalah asal dari semua
Dari aku mahluk muncul
Mengetahui ini orang bijaksana menyembah aku
Dengan penuh rasa penyatuan diri
Berdasarkan kutipan di atas bahwa sesungguhnya Sang Hyang
Widhi ada dan menjadi asal mula segala sesuatu.
Sang Hyang Widhi memiliki banyak nama. Nama-nama tersebut
memiliki fungsi dan swabawanya masing-masing. Nama-nama Sang Hyang Widhi antara
lain sebagai berikut:
a. Sang Hyang Siwa yaitu nama Tuhan sebagai Maha pelindung
dan termulia.
b. Sang Hyang Maha Dewa artinya Dewa tertinggi.
c. Sang Hyang Tunggal artinya Hyang Widhi Yang Maha Esa,
Maha Tunggal, tidak ada duanya dan tidak terbatas.
d. Sang Hyang Guru artinya Hyang Widhi sebagai Guru Besar
atau Bapak Besar seluruh alam semesta. Alam dan segala isinya semua merupakan
murid atau sisiya dari Hyang Widhi.
e. Sang Hyang Wenang atau Sang Hyang Tuduh artinya Hyang
Widhi yang memegang wewenang atau kekutana yang mutlak dalam bentuk susunan dan
peraturan lam yang juga dianggap memegang untung malang nasib makhluk terutama
manusia sesuai dengan Subha maupun Asubha Karmanya.
f. Sang Hyang Sangkan Paran artinya Hyang Widhi menjadi asal
mula dan tujuan akhir atau kembalinya seluruh alam.
g. Sang Hyang Jagatnatha/Jagat Karana/Praja Patya artinya
Hyang Widhi menjadi raja seluruh alam dengan isinya termasuk makhluk umatnya.
h. Sang Hyang Darma artinya Hyang Widhi yang bersifat dan
berkeadaan benar sejati.
i. Sang Hyang Parama Siwa/Parama Siwa/Parama Wisesa artinya
Sang Hyang Widhi yang Maha Besar, Maha Kuasa dan Maha Mulia.
j. Sang Hyang Adi Bhuda artinya Hyang widhi Maha Tahu dan
Maha Bijaksana.
k. Sang Hyang Paramatma artinya Hyang Widhi sebagai sumber
dari Atma yang menjiwai alam semesta.
l. Sang Hyang Tri Murti/Tri Wisesa artinya Hyang Widhi
sebagai Pencipta, Pemelihara dan Pelebur.
Sebutan Sang Hyang
Widhi sebagai Tri Murti dalam Tri Kona:
Brahma bertugas menciptakan (Utpati) disimbolkan dengan
Aksara A (Ang).
Wisnu bertugas memelihara/pelindung (Sthiti) disimbolkan
dengan Aksara U (Ung)
Siwa bertugas melebur (Pralina) disimbolkan dengan aksara M
(Mang)
Sebutan Sang Hyang
Widhi sebagai Panca Dewata
- Iswara : Menguasai arah Timur
- Brahma : Menguasai arah Selatan
- Mahadewa : Menguasai arah Barat
- Wisnu : Menguasai arah Utara
- Siwa : Menguasai arah Tengah
Sang Hyang Wihi diberi banyak nama sesuai dengan fungsi dan
swabhawanya masing-masing Jadi Hyang Widhi sesungguhnya adalah satu atau
tunggal tetapi memiliki banyak nama.
2. Anumana Pramana
Anumana Pramana artinya keyakinan terhadap Sang Hyang Widhi
dengan cara membuat kesimpulan berdasarkan perhitungan yang logis. Sebagai
contoh:
a. Berbagai benda yang kita jumpai sehari-hari misalnya:
kursi, meja, tas, sepatu dan sebagainya, tidak muncul begitu saja. Semua itu
ada pembuatnya: kursi dan meja dibuat oleh tukang kayu, tas dan sepatu dibuat
oleh tukang jarit pakaian, jadi semua itu adalah buatan manusia.
Bumi, matahari, bintang-bintang, planet-planet dan alam
semesta beserta isinya termasuk maanusia,hewan dan tumbuh-tumbuhan juga tidak
muncul dengan sendirinya, semua pasti ada yang menciptakannya, dan
penciptanya adalah Sang Hyang Widhi.
Sang Hyang Widhi adalah asal mula dari segala yang ada.
b. Seekor kupu-kupu mencari makanannya berupa madu di
setangkai bunga. Pada saat menghisap madu, benang sari bunga jantan yang
melekat di kakinya menempel di putik bunga betina. Proses penyerbukan atau
perkawinan bungapun terjadi. Begitu juga dengan benda-benda angkasa yang tak
terhitung jumlahnya tidak saling bertabrakan. Hal itu membuat kita kagum atas
kebesaran Sang Hyang Widhi sebagai pencipta dan pengatur alam semesta.
c. Bila kita melihat asap yang mengepul disuatu tempat, kita
dapat menyimpulkan bahwa di sana ada api. Kesimpulan itu dinyatakan dengan
ungkapan “Yatra Yatra Dhumah, Tatra Tatra Wahnih” artinya dimana ada asap di
sana pasti ada api. Sama halnya dengan Sang Hyang Widhi/Tuhan. Walaupun belum
mampu melihatnya secara langsung namun kita dapat meyakini keberadan-Nya
melalui berbagai gejala dan tanda-tanda alam.
3. Praktyaksa Pramana
Praktyaksa Pramana artinya keyakinan terhadap Sang Hyang
Widhi/Tuhan melalui pengalaman atau pengamatan langsung. Orang yang dapat
merasakan keberadaan Tuhan akan dilimpahkan ajaran suci untuk membimbing umat
manusia. Akan tetapi orang tersebut harus memiliki kesucian rohani. Hal itu
termuat dalam sloka Arjuna Wiwaha yang
menyatakan bahwa dengan kesucian batin seseorang dapat melihat perwujudan gaib
Tuhan.
b. Memahami Widhi
(Brahman) Sradha Melalui Cerita
Narasinga
Tersebutlah seorang raja raksasa (asura) yang bernama
Hiranyakasipu, ia membenci Dewa Wisnu. Hal itu dikarenakan salah satu Avatara
Dewa Wisnu yaitu “Varaha Avatara” telah
membunuh adiknya. Sejak itu ia sangat membenci Dewa Wisnu dan melarang
rakyatnya untuk memuja Dewa Wisnu.
Pada suatu hari Hiranyakasipu ingin meningkatkan
kesaktiannya. Ia bertapa untuk memohon anugerah dari Dewa Brahma. Permohonannya
dikabulkan dan ia memperoleh kesaktiaan dari
Dewa Brahma,”tidak dapat dibunuh oleh hewan, manusia daan Dewa. Tidak
dapat dibunuh pada saat pagi, siang dan malam. Tidak dapat dibunuh di darat,
air dan udara. Tidak dapat dibunuh di dalam dan luar rumah. Tidak dapat dibunuh
dengan berbagai jenis senjata.”
Ketika Hiranyakasipu sedang bertapa pada saat itu pula Dewa
Indra beserta pasukan Dewa menyerbu kerajaan Hiranyakasipu. Istri Hiranyakasipu yang bernama Lilawati
dalam keadaan hamil. Lilawati diselamatkan oleh Rsi Narada. Kemudian Lilawati
melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Prahlada. Prahlada dididik
oleh Rsi Narada sehingga ia menjadi anak yang budiman dan menjadi pemuja Dewa
Wisnu.
Hiranyakasipu menjadi sangat marah ketika ia tahu istrinya
dilindungi oleh para Dewa, ia semakin membenci Dewa Wisnu juga Prahlada. Dia
berusaha untuk membunuh Prahlada akan tetapi usahanya selalu gagal karena
Prahlada dilindungi oleh kekuatan gaib yang berasal dari Dewa Wisnu. Karena
usahanya untuk membunuh Prahlada selalu gagal, ia semakin jengkel dan
menangtang Prahlada untuk menunjukkan dan membuktikan keberadaan Dewa Wisnu.
Dengan rasa hormat Prahlada menjawab bahwa Dewa Wisnu ada
dimana-mana dan Beliau akan muncul di tempat itu.
Mendengar jawaban seperti itu, Hiranyakasipu sangat marah,
ia mengamuk, lalu menghancurkan pilar istananya. Tiba-tiba Dewa Wisnu muncul
dari dalam pilar yang hancur tersebut dalam wujud Narasinga yaitu manusia
berkepala singa dan bertubuh tinggi besar.
Kehadiran Dewa Wisnu dalam wujud Narasinga membuat kesaktian
Hiranyakasipu tidak berlaku. Narasinga menerkam Hiranyakasipu dalam pangkuannya
mencabik-cabik Hiranyaksipu dengan kuku-kuku dan taringnya yang tajam. Akhirnya
Hiranyakasipu pun tewas di pangkuan Narasinga saat senja hari di gerbang istana
Hinyakasipu.
2. Keyakinan Terhadap
Atma (Atma Sradha)
a. Mengenal Atma Sradha
1. Pengertian Atma
Atma berasal dari kata “An” yang artinya bernafas. Setiap
mahluk yang bernafas memiliki Atma. Atma disebutkan dalam kitab Bhagavad Gita
X.20 sebagai berikut:
Aham ātmā gudākeśa
Sarvabhūtaśyasthitaḥ
Aham ādiś ca madhyaṁ
ca
Bhūtānām anta eva ca
Artinya:
O, Arjuna aku adalah atma, menetap dalam hati semua mahluk,
aku adalah permulaan, pertengahan dan akhir daripada semua mahluk.
Dalam kitab Upanisad disebutkan “Brahman Atman Aikyam,”
artinya Brahman dan Atman itu adalah tunggal. Jadi Atman berasal dari
Brahman/Tuhan. Atman merupakan terkecil dari Brahman/Tuhan, yang berada dalam
setiap tubuh mahluk hidup. Atman yang menghidupi manusia disebut “Jiwatman”,
Atma yang menghidupi hewan disebut. Janggama dan Atma yang menghidupi tumbuhan
disebut Sthawara. Brahman/Sang Hyang Widhi sebagai sumber Atman disebut
Paramatman. Sedangkan kedudukan Sang Hyang Widhi sebagai intisari alam semesta
disebut Adyatman.
2. Fungsi Atma
Atma mempunyai fungsi sebagai berikut:
a.Sebagai sumber hidup citta dan sthula sariranya mahluk.
Citta adalah alam pikiran, yang meliputi: pikiran atau akal, perasaan, kemauan
alat indra, dan intuisi. Adapun Sthula Sarira adalah badan wadag, seperti
daging, tulang, otot, sumsum dan otak.
b.bertanggung jawab terhadap Subha dan Asubha Karma (baik-buruknya
perbuatan) mahluk yang bersangkutan.
c.Menjadi tenaga kehidupan Suksma Sariranya mahluk
bersangkutan.
3. Sifat-Sifat Atma
Sifat-sifat Atma disebutkan dalam Bhagawad Gita bab II sloka 24 dan 25 sebagai
berikut:
Acchedyo ’yam adāhyo
‘yam akledyo ‘śoşya eva ca
Nityah sarva-gatah
sthānur acalo ‘yam sanātanah.
Terjemahannya:
Tak terpisahkan Ia. Tak terbakarkan Ia. Tak terbasahkan dan
terkeringkan Ia. Ia abadi dan hadir di mana saja. Ia selalu konstan dan tak
tergoyahkan. Ia hadir semenjak masa yang amat silam, dan selalu sama
selama-lamanya.
Avyakto ‘yam acintyo
‘yam avikāaryo ‘yam ucyate
Tasmād evam
viditvainam nānuśsocitum arhasi.
Terjemahannya:
Tak terterangkan, tak terpikirkan dan tak dapat diubah-ubah,
begitulah Ia disebut. Setelah mengenal-Nya seperti itu, seharusnya engkau
(Arjuna) tak perlu lagi merisaukan dirimu.
Berdasarkan kedua sloka di atas, adapun sifat-sifat Atma,
yaitu:
- Acchedyaḥ artinya
tidak dapat dipatahkan, tidak dapat dipotong, tidak dapat dilukai.
- Adāhyaḥ artinya
tidak dapat terbakar.
- Akledyaḥ artinya
tidak dapat dilarutkan atau tidak dapat dibasahi.
- Aśoṣyaḥ artinya
tidak dapat dikeringkan
- Nityaḥ artinya
berada untuk selamanya atau kekal abadi.
- Sarvagataḥ
artinya berada dimana-mana.
- Sthānuḥ artinya
tidak berpindah-pindah.
- Acalaḥ artinya
tidak dapat digerakkan.
- Sanātanaḥ artinya
selalu sama untuk selamanya.
- Avyaktaḥ artinya
tidak dapat dilihat, tidak berwujud, atau tidak dilahirkan.
- Acintyaḥ artinya
tidak terpikirkan atau tidak dapat dimengerti.
- Avikāraḥ artinya
tidak dapat berubah.
b. Memahami Atma
Sradha Melalui Cerita
Bhima Swarga
Pada suatu malam Atma Pandu dan Dewi Madri mendatangi Dewi
Kunti Dalam Mimpi. Mereka meminta tolong agar dibebaskan dari neraka. Setelah
Dewi Kunti terjaga dari tidurnya, ia menyampaikan mimpinya kepada para Pandawa.
Mereka kemudian berunding dan menyepakati untuk mengutus Bhima pergi ke
Swargaloka.
Pada suatu malam saat bulan purnama, dan dalam suatu prosesi
yang hening, Dewi Kunti dan keempat saudara Bhima melepas kepergian Bhima
menuju ke Swargaloka. Dalam perjalanan menuju Swargaloka Bhima harus melewati
‘Marga Sanga” (Sembilan persimpangan
jalan). Dari Sembilan jalan tersebut,
hanya empat jalan yang dapat menuju ke Swargaloka.
Singkat cerita tibalah Bhima di “Tegal Panangsaran” (ladang
kesengsaraan yang maha luas). Tempat itu merupakan tempat penyiksaan para Atma/roh yang menunggu giliran untuk menghadap Bhatara
Yama. Bhatara Yama akan menentukan para Atma harus masuk Surga atau Neraka.
Dalam penantian itu para Atma/roh menerima hukuman sesuai karmanya. Ada yang
disebut “Atma lara” (Atma sengsara) dan Atma drwaka (Atma yang serakah). Selain
itu juga ada “Atma sangsaya” (Atma yang pada waktu hidupnya senantiasa curiga),
“Atma babotoh” (Atma penjudi) dan Atma-atma lainnya. Bhima menyaksikan hukuman
yang diberikan kepada para Atma atas kesalahan atau dosa yang dilakukan semasa
hidupnya, itu menjadi pengalaman batin bagi Bhima.
Setelah Bhima menyaksikan pemberian hukuman di Tegal
Penangsaran kemudian ia melihat “Kawah Gohmuka” (kwali besar dengan minyakpanas
dan api yang menyala-nyala di bawahnya ) dimana ia dapat melihat Pandu dan Dewi
Madri di dalamnya. Secepat kilat Bhima membalikkan Kawah Gohmuka untuk
menyelaamatkan Pandu dan Dewi Madri. Selanjutnya Bhima mencari “Tirta Amerta”
untuk membebaskan doya yang membelenggu kedua orang tuanya. Setelah diperciki
Tirta Amerta, Pandu dan Dewi Madri berhasil memperoleh kebahagiaan di Surga.
3. Keyakinan
Terhadaap Karmaphala (Karmaphala Sradha)
a. Mengenal
Karmaphala Sradha
Karmaphala berasal dari bahasa Sanskerta yaitu Karma dan
Phala. Kata Karma menurut Kamus Kecil Sanskerta-Indonesia berarti perbuatan
atau pekerjaan, sedangkan kata Phala artinya buah, biji buah, hasil, akibat,
upah, ganjaran atau pahala. Jadi Karmaphala artinya hasil dari segala perbuatan
dan kegiatan yang kita lakukan. Atau boleh dikatakan hasil dari perbuatan
seseorang.
Perbuatan dibedakan menjadi perbuatan baik dan perbuatan
buruk. Perbuatan baik disebut “Subha Karma” sedangkan perbuatan buruk disebut
“Asubha Karma”. Setiap perbuatan yang kita lakukan baik atau buruk, sadar atau
tidak sadar akan memberikan hasil. Tidak ada perbuatan sekecil apapun yang
luput dari hasil atau phala, langsung maupun tidak langsung phala itu pasti
akan datang.
Setiap karma baik yang kita perbuat atau lakukan akan
menyebabkan kita mendapatkan kebahagiaan yang dapat mengantarkan kita masuk
sorga demikian juga sebaliknya jika karma buruk yang kita perbuat pasti akan
menyebabkan kesengsaraan, tentunya akan menyebabkan masuk neraka.
Dalam sastra agama disebutkan ”Ala ulah ala tinemu, ayu
kinardi ayu pinanggih” artinya buruk yang diperbuat buruk pula hasilnya,baik
yang dikerjakan baik pula yang diperoleh.
Karmaphala dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
a. Sañcita Karmaphala
yaitu Perbuatan kita dalam kehidupan terdahulu yang belum habis dinikmati dan
masih merupakan benih yang menentukan pada kehidupan kita sekarang . Perbuatan
dikehidupan sebelumnya tetapi hasilnya baru dapat dinikmati pada kehidupan
sekarang.
b. Prārabda
Karmaphala yaitu Perbuatan kita pada kehidupan sekarang tanpa ada sisanya
dinikmati pada kehidupan sekarang . Artinya dikehidupan sekarang berbuat
hasilnya dinikmati dalam kehidupan sekarang.
c. Kriyamāņa
Karmaphala Yaitu perbuatan yang tidak dapat dinikmati langsung pada
kehidupan saat berbuat, tetapi akibat dari perbuatan pada kehidupan sekarang
dan diterima pada kehidupan yang akan datang . Artinya perbuatan dikehidupan
sekarang akan tetapi hasilnya baru dapat dinikmati pada kehidupan yang akan
datang,bisa juga diterima oleh anak cucu kita.
Oleh Karena itu ingatlah bahwa setiap perbuatan memiliki
pahala masing-masing. Perbuatan dan pahala merupakan hukum sebab akibat yang
tak terhindarkan sehingga disebut hukum Karmaphala. Perbuatan yang baik
menyebabkan masuk Surga, sedangkan perbuatan yang buruk menyebabkan Atma masuk
Neraka. Sebab segala perbuatan manusia sudah dicatat oleh Sang Hyang Suratma
yang bila manusia sudah meninggal maka catatan itu sebagai dasar Sang Hyang
Yamadipati mengadili Sang Atma. Bila berdosa Atma akan dibawa ke Neraka oleh
Sang Hyang Jogor Manik.
Tempat hukuman Atma bermacam-macam, seperti yang termuat
dalam kitab “Atmaprangsangsa” yaitu:
a. Kawah Tamra
Gohmuka (kawah weci)
Tempat ini diperuntukkan bagi Atma yang semasa hidupnya
selalu berbuat jahat (jenek ring pangan kinum) hingga merugikan orang lain.
b. Batu Macepak
Tempat ini diperuntukkan bagi Atma yang semasa hidupnya
penuh dosa akibat perkataannya yang tidak baik.
c. Tihing Petung
Tempat ini diperuntukkan bagi Atma yang semasa hidupnya suka
menggunakan ilmu hitam
d. Titi Ugal-Agil
Tempat ini diperuntukkan bagi Atma yang semasa hidupnya
doyan “ngerajapisuna” (memfitnah) dan berbohong.
e. Kayu Curiga
Tempat ini diperuntukan bagi Atma yang semasa hidupnya suka
melakukan perbuatan Zina.
f. Tegal Penangsaran
Tempat ini diperuntukkan bagi Atma yang semasa hidupnya
selalu membuat orang lain sengsara atau sakit hati.
Sifat-Sifat Hukum
Karmaphala yaitu:
- Pasti dan tak terbatalkan
- Adil sesuai karma
- Universal atau berlaku bagi semua mahluk di alam semesta.
Manfaat Hukum
Karmaphala yaitu:
- Memotivasi seseorang untuk selalu berbuat baik.
- Memotivasi seseorang untuk selalu bersikap positif, dinamis,
dan tidak mudah putus asa.
- Memotivasi seseorang untuk selalu bekerja tanpa pamrih
Sebagai seorang Bhakta yang berbudi luhur, patutlah kita
menghindarkan diri dari perbuatan yang buruk. Kita harus menyadari bahwasanya
penderitaan dapat diatasi dengan perbuatan baik. Manusia dapat menolong dirinya
dari kesengsaraan dengan cara berbuat yag baik. Hal ini tercantum dalam kitab Sarasamuscaya,2,
yaitu sebagai berikut:
Ri sakwehning sarwa
bhuta, iking janma wwang juga wênang
Gumawayaken ikang
śubhāśubhakarma, kuneng panêntasakêna ring
śubhakarma juga
ikangaśubhakarma phalaning dadi wwang.
Artinya:
Manusia adalah satu-satunya mahluk yang dapat melakukan
kebajikan maupun kejahatan. Terlahir menjadi manusia bertujuan untuk melebur
perbuatan-perbuatan jahat ke dalam perbuatan-perbuatan bajik, sehingga tidak
ada lagi perbuatan-perbuatan jahat yang masih tersisa dalam diri, inilah hakekat
menjadi manusia. Hanya dengan menjadi manusia kejahatan itu dapat dilebur dalam
kebajikan.
b. Memahami
Karmaphala Sradha Melalui Cerita
Matinya Raja Kamsa
Tersebutklah di kerajaan Mathura ada seorang raja bengis
yang bernama Kamsa. Ia mempunyai sepupu bernama Dewaki. Dewaki telah
dianggapnya sebagai adik sendiri. Pada suatu hari Dewaki menikah dengan
Basudewa. Pada saat mengiringi pernikahan Dewaki dan Basudewa ia mendengar
bisikan gaib yang mengatakan bahwa suatu saat nanti, anak Basudewa dan Dewaki
akan membunuh Kamsa.
Kamsa sangat khawatir dengan keselamatan nyawanya, kemudian
ia memenjarakan Dewaki dan Basudewa. Dalam penjara ketika Dewaki melahirkan
anaknya tampa ampun Kamsa membunuh anak Dewaki. Demikian seterusnya setiap
Kamsa tahu Dewaki melahirkan, Kamsa langsung merebutnyaa dari tangan Dewaki
kemudian membunuhnya. Peristiwa itu terjadi berulang-ulang sampai enam kali.
Pada kehamilan yang ketujuh, istri pertama Basudewa yaitu Rohini datang
menjenguk mereka di penjara. Peristiwa ajaib terjadi, kandungan Dewaki
berpindah ke dalam Rahim Rohini.
Ketika kelahiran anak yang kedelapan, datanglah pertolongan
Dewata. Secara tiba-tiba pintu penjara terbuka sementara para penjaga tertidur
lelap. Basudewa segera membawa bayinya ke luar penjara untuk dititipkan kepada
Nanda dan Yasoda, sahabatnya. Bayi laki-laki itu ditukar dengan bayi perempuan
Nanda. Kemudian Basudewa kembali ke penjara dengan membawa bayi perempuan
Nanda.
Begitu matahari terbit, Kamsa bergegas datang ke penjara
untuk membunuh bayi Dewaki yang baru lahir. Begitu melihat bahwa bayi tersebut
adalah seorang perempuan, ia tidak jadi membunuhnya.
Bayi yang dilahirkan Rohini dan Dewaki mulai tumbuh menjadi
pemuda. Anak Rohini bernama Balarama dan anak Dewaki bernama Krishna. Mereka
dibesarkan oleh Nanda dan Yasoda di lingkungan pedesaan. Namun hal itu
diketahui oleh Kamsa. Kemudian Kamsa mengundang mereka untuk menghadiri pesta
di Mathura. Rupanya Kamsa berencana untuk membunuh Krishna. Sesampainya mereka
di sana, Kamsa berusaha untuk membunuh mereka namun usahanya tidak berhasil,
justru Krishna yang berhasil membunuh Kamsa. Ramalan Dewata menjadi kenyataan,
akhirnya Kamsa memperoleh pahala atas karma yang dilakukannya. Ia mati di
tangan Krishna yang merupakan Awatara Wisnu.
4. Keyakinan Terhadap
Punarbhawa (Punarbhawa Sradha)
a. Mengenal
Punarbhawa Sradha
Kata Punarbhawa berasal dari bahasa Sanskerta yaitu dari
kata punar. Kata Punar artinya lagi atau kembali. Sedangkan kata bhawa yang artinya lahir, kelahiran atau menjelma.
Jadi Punarbhawa berarti kelahiran kembali atau Penjelmaan
kembali/lahir berulang-ulang. Kelahiran ini disebabkan karena Atma atau jiwa
manusia masih diliputi oleh keinginan yang berhubungan dengan keduniawian.
Keduniawian yang diinginkan oleh manusia ini sangat berhubungan dengan
karmaphala. Adapun ciri-ciri
penjelmaan menurut perbuatannya
(Karmanya) antara lain :
a. Orang yang suka membunuh mahluk tanpa alasan dan
sewenang-wenang bila ia lahir kembali akan menderita dan umurnya pendek.
b. Orang yang pemarah, lekas panas hati, lekas benci dan
curiga maka ia akan lahir lagi sebagai manusia dengan wajah /rupa yang seram
dan jelek.
c. Orang yang tidak mau belajar sama sekali, tidak pernah
menanyakan tentang dharma/agama kepada orang yang bijaksana, maka ia lahir
sebagai manusia bodoh, tidak mempunyai kecerdasan
d. Orang yang suka menyakiti dan menyiksa mahluk lain maka kehidupan akan menjadi lebih rendah dan selalu sakit-sakitan.
e. Orang yang suka
berdana punia dan menolong orang
yang kesusahan maka ia akan menjelma sebagai orang yang disegani, panjang umur
dan murah rejeki
f. Orang yang taat melaksanakan sembahyang dan selalu
berbuat adil maka akan lahir menjadi
orang yang rupawan dan hidup tentram
g. Ciri-ciri penjelmaan sebagai akibat hukum karma adalah
orang yang lahir dari neraka syuta dalam kehidupannya menderita, miskin dan
terhina.
h. Orang yang lahir dari sorga cyuta hidupnya bahagia,
berkecukupan dan terhormat.
i. Upaya-upaya
meningkatkan diri dalam kehidupan adalah dengan selalu berbuat baik dan menjauhkan
diri dari perbuatan yang menyimpang dari ajaran Dharma (kebenaran).
b. Penyebab
Terjadinya Punarbhawa
Apa yang menyebabkan kita mengalami Punarbhava? Punarbhawa terjadi sebab jiwatman kita masih
dipengaruhi oleh wisaya dan awidya. Atma yang masih diselubungi oleh suksma
sarira yang diperbudak oleh keinginan
dan terikat oleh rasa sayang dan ketergantungan dengan dunia material dan itu
hanyalah nafsu duniawi yang bersifat maya. (ketidak kekalan) sehingga dapat
menodai kesucian Sang Jiwa atau Atma. Kondisi seperti ini membuat Atma belum
bisa bersatu kembali dengan sumbernya, yaitu Sang Hyang Widhi (Brahman). Inilah yang menyebabkan Atma mengalami
kelahiran yang berulang-ulang. Dalam
kitab Bhagavad Gita,IV.5 disebutkan:
Śrī bhagāvan uvācha,
Bahūni me vyatī tāni,
Janmāni tava cā
‘rjuna,
Tāny ahaṁ veda
sarvāni,
Na twaṁ vttha paraṁtapa
Artinya:
Sri Bhagawan bersabda, banyak kelahiran-Ku di masa lalu,
demikian pula kelahiranmu Arjuna semua ini aku tahu, tetapi engkau sendiri
tidak dapat mengetahuinya, O Arjuna.
Setiap perbuatan yang dilakukan pada kehidupan yang lampau
menyebabkan adanya bekas (wasana) pada Jiwatman. Jika bekas keduniawian melekat
pada Jiwatman, Atma akan mengalami kelahiran kembali. Seperti yang tercantum
dalam kitab Sarasamuscaya 7 sebagai berikut:
Karmabhūmiriya
brahman,
Phlabhūmirasau mata
Iha yat kurate karma
tat,
Paratrobhujyate.
Artinya:
Sebab sebagai manusia sekarang ini adalah akibat baik dan
buruknya karma itu juga akhirnya dinikmatilah karmaphala itu. Artinya baik
buruk perbuatan itu sekarang akhirnya terbukti hasilnya. Selesai menikmatinya,
menjelmalah kembali ia, mengikuti sifat karmaphala. Wasana berarti sangskara,
sisa-sisa yang ada dari bau sesuatu yang tinggal bekas-bekasnya saja yang
diikuti hukuman yaitu jatuh dari tingkatan surge maupun dari kawah-kawah
neraka, adapun perbuatan baik ataupun buruk yang dilakukan di akhirat, tidaklah
ia berakibat sesuatu apapun, oleh karena yang sangat menentukan adalah
perbuatan-perbuatan baik atau buruk yang dilakukan sekarang juga.
Berdasarkan kutipan sloka di atas karma dan punarbhawa
saling berhubungan. Karma (perbuatan) meliputi pikiran, perkataan dan
tindakan. Apabila karma dilakukan atas
dorongan Asubha Karma, Atma akan masuk neraka. Punarbhawa yang akan datang akan
mengalami penjelmaan dalam tingkat yang lebih rendah, sengsara atau menderita.
Punarbhawa yang akan datang juga dapat menjadi mahluk yang tingkatannya lebih
rendah.
Tapi sebaliknya apabila karma yang dilakukan atas dorongan
Subha Karma, maka Atma akan masuk Surga. Apabila menjelma kembali, atma akan
mengalami tingkat penjelmaan yang lebih sempurna atau lebih tinggi. Hal itu
tercantum dalam kitab Sarasamuscaya, 48, yaitu:
“Adharmarucayo mandās,
Tiryaggatiparāyaņāh,
Kŗocchrām
yonimanuprāpya,
Na windanti sukham
janāh.
Artinya:
Adapun perbuatan orang yang bodoh, senantiasa tetap berlaku
menyalahi dharma; setelah ia lepas atau lahir dari neraka (neraka cyuta),
menitislah ia menjadi binatang, seperti biri-biri, kerbau dan lain sebagainya;
bila kelahirannya kemudian meningkat, ia menitis menjadi orang yang hina,
sengsara, diombang-ambingkan kesedihan dan kemurungan hati, dan tidak mengalami
kesenangan. Sebaliknya orang yang selalu berbuat baik (subha karma),ia
dikemudian hari akan menjelma dari surge (surge cyuta), menjadi orang yang
tampan atau cantik, berguna, berkedudukkan tinggi, kaya raya dan berderajat
mulia. Itulah hasil yang didapatkannya sebagai hasil (phala) dari berbuatan
yang baik.
Dengan meyakini adanya Punarbhawa kita harus menyadari bahwa
kelahiran kita tergantung dari “karma wasananya” (sisa-sisa perbuataan pada
kehidupan sebelumnya dan hasilnya dinikmati pada kehidupan sekarang). Apabila kita melakukan karma baik, maka kita
akan lahir menjadi orang yang bahagia. Sebaliknya, apabila kita melakukan karma
yang buruk, maka kita akan lahir menjadi orang yang menderita. Oleh karena itu
kelahiran kembali merupakan kesempatan memperbaiki diri sehingga dapat
meningkat ke taraf yang lebih tinggi.
Oleh sebab itu kita
hendaknya menyukuri telah terlahir sebagai manusia. Tentang keutamaan terlahir
sebagai manusia kitab Sarasamuscaya sloka 2-8 menegaskan, sebagai berikut:
“Diantara semua makhluk hidup, hanya yang dilahirkan sebagai
manusia sajalah, yang dapat melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk, leburlah
ke dalam perbuatan baik, segala perbuatan yang buruk itu; demikianlah gunanya
(pahalanya) menjadi manusia”. (Sārasamuccaya, sloka 2)
“Oleh karena itu, janganlah sekali-kali bersedih hati;
sekalipun hidupmutidak makmur; dilahirkan menjadi manusia itu, hendaklah
menjadikan kamu berbesar hati, sebab amat sukar untuk dapat dilahirkan menjadi
manusia, meskipun kelahiran hina sekalipun” (Sarasamuccaya Sloka 3)
“Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama;
sebabnya demikian, karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara
(lahir dan mati berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik; demikianlah
keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia” (Sarasamuccaya Sloka 4)
“Adalah orang yang tidak mau melakukan perbuatan baik,
(orang semacam itu) dianggap sebagai penyakit yang menjadi obat neraka-loka;
apabila ia meninggal dunia, maka ia dianggap sebagai orang sakit yang pergi ke
suatu tempat di mana tidak ada obat-obatan, kenyataannya ia selalu tidak dapat
memperoleh kesenangan dalam segala perbuatannya” (Sarasamuccaya Sloka 5)
“Kesimpulannya, pergunakanlah dengan sebaik-baiknya
kesempatan menjelma sebagai manusia ini, kesempatan yang sungguh sulit
diperoleh, yang merupakan tangga untuk pergi ke sorga; segala sesuatu yang
menyebabkan agar tidak jatuh lagi, itulah hendaknya dilakukan” (Sarasamuccaya
Sloka 6)
Demikian keuntungan terlahir sebagai manusia yang patut kita
syukuri karena ini merupakan kesempatan yang baik untuk selalu berbuat baik
agar hidup kita semakin baik.
c. Memahami
punarbhawa Sradha Melalui Cerita
Reinkarnasi Dewi Amba
menjadi Srikandi
Tersebutlah raja di Kerajaan Kasi sedang mengadakan
sanyembara untuk menemukan jodoh putri-putrinya. Raja Kasi mempunyai tiga putri
cantik-cantik yang sudah menginjak remaja. Ketiga putri itu bernama : Amba,
Ambika dan Ambalika.
Bisma turut serta dalam sayembara itu namun ia datang untuk
mewakili adik tirinya yaitu Wicitrawirya. Dengan perkasa Bisma mampu
mengalahkan para pangeran dari kerajaan lain yang mengikuti sayembara tersebut,
termasuk juga Raja Salwa yang konon amat
tangguh. Bisma memboyong ketiga putri tersebut ke Astina Pura untuk dinikahkan
dengan Wicitrawirya.
Namun sayang Bhisma tidak tahu kalau salah satu dari ketiga
putri tersebut sudah mempunyai kekasih.
Sesampai di Astina
Pura Dewi Amba yang tertua dari ketiga putri tersebut menolak untuk dinikahkan
dengan Wicitrawirya, dengan alasan bahwa ia telah memiliki kekasih dan Ia memilih tambatan hatinya yaitu
Raja Salwa sebagai suaminya.
Wicitrawirya merasa bahwa tidak baik untuk menikahi wanita
yang sudah terlanjur mencintai orang lain. Akhirnya ia mengizinkan Amba pergi
menghadap Salwa.Ketika Amba tiba di istana Salwa, ia ditolak sebab Salwa enggan
menikahi wanita yang telah direbut darinya. Karena Salwa telah dikalahkan oleh
Bisma, maka Salwa merasa bahwa yang pantas menikahi Amba adalah Bisma.
Maka Amba kembali ke Hastinapura untuk menikah dengan Bisma.
Namun Bisma yang bersumpah untuk tidak kawin seumur hidup menolak untuk menikah
dengan Amba. Akhirnya hidup Amba terkatung-katung di hutan. Ia tidak diterima
oleh Salwa, tidak pula oleh Bisma. Dalam hatinya, timbul kebencian terhadap
Bisma, orang yang memisahkannya dari Salwa.
Di dalam hutan, Amba bertemu dengan Rsi Hotrawahana,
kakeknya. Setelah mengetahui masalah yang dihadapi Amba, sang resi meminta
bantuan Rama Bergawa atau Parasurama, guru Bisma. Parasurama membujuk Bisma
agar mau menikahi Amba. Karena Bisma terus-menerus menyatakan penolakan,
Parasurama menjadi marah lalu menantang Bisma untuk bertarung. Pertarungan
antara Parasurama melawan Bisma berlangsung dengan sengit dan diakhiri setelah
para dewa menengahi persoalan tersebut.
Setelah Parasurama gagal membujuk Bisma, Amba pergi
berkelana dan bertapa. Ia memuja para dewa, memohon agar bisa melihat Bisma
mati. Sangmuka, putera dewa Sangkara, muncul di hadapan Amba sambil memberi
kalung bunga. Ia berkata bahwa orang yang memakai kalung bunga tersebut akan
menjadi pembunuh Bisma. Setelah menerima pemberian itu, Amba pergi berkelana
untuk mencari ksatriayang bersedia memakai kalung bunganya. Meski ada peluang keberhasilan
karena kalung tersebut diberikan oleh dewa yang dapat dipercaya, tidak ada
orang yang bersedia memakainya setelah mengetahui bahwa orang yang harus
dihadapi adalah Bisma. Ketika Amba menemui Raja Drupada, permintaannya juga
ditolak karena sang raja takut melawan Bisma. Akhirnya Amba melempar karangan
bunganya ke tiang balai pertemuan Raja Drupada, setelah itu ia pergi dengan
marah. Karangan bunga tersebut dijaga dengan ketat dan tak ada yang berani
menyentuhnya.
Bisma mengembara untuk menjauhi Amba karena menolak menikah,
namun Amba selalu mengikutinya. Akhirnya Bisma menodongkan panah ke arah Amba,
untuk menakut-nakutinya agar ia segera pergi. Tetapi Amba tidak takut dan
berkata, "Dewabrata, saya mendapat kesenangan atau mati, semua karena tanganmu.
Saya malu jika harus pulang ke tempat orang tuaku ataupun kembali ke
Hastinapura. Dimanakah tempat bagiku untuk berlindung?". Bisma terdiam
mendengar perkataan Amba. Lama ia merentangkan panahnya sehingga tangannya
berkeringat. Panah pun terlepas karena tangannya basah dan licin oleh keringat.
Panahnya menembus dada Amba. Dengan segera Bisma membalut lukanya sambil
menangis tersedu-sedu. Sebelum menghembuskan napas terakhirnya, Amba berpesan
kepada Bisma, bahwa ia akan menjelma sebagai anak Raja Drupada, yang ikut serta
dalam pertempuran akbar antara Pandawa
danKorawa. Setelah Amba berpesan kepada Bisma untuk yang terakhir kalinya, ia
pun menghembuskan napas terakhirnya, seperti tidur nampaknya.
Dalam kehidupan selanjutnya, Amba bereinkarnasi menjadi Srikandi,
yang memihak Pandawa saat perang di kurukshetra. Srikandi adalah anak yang istimewa dari Raja Drupada dari kerajaan Pancala. Pada saat
lahir, ia berkelamin wanita, namun setelah dewasa ia berganti kelamin atas
bantuan seorang Yaksa. Srikandi-lah orang yang bersedia memakai kalung Dewa
Sangkara sebagai tanda bahwa ia akan membunuh Bisma. Dan ketika perang Bharata
Yudha terjadi Srikandi berhasil membunuh Bhisma dengan bantuan Arjuna.
5. Keyakinan Terhadap
Moksa (Moksa Sradha)
a. Mengenal Moksa
Sradha
Kata Moksa berasal dari bhasa Sanskerta dari kata “Muc” yang
artinya melepaskan atau membebaskan.
Dalam Jadi Moksa berarti: bebasnya Atma dari ikatan unsur
duniawi dan mencapai kesejahteraan jasmani dan kebahagiaan rohani yang sempurna
yaitu dapat bersatu dengan Brahman.
b. Jenis-jenis Moksa
Moksa dibedakan menjadi empat jenis yaitu sebagai berikut:
1. Samipya adalah
moksa yang dicapai saat masih hidup di dunia ini. Moksa ini bisa dicapai oleh
para Maharsi ketika melaksanakan tapa, brata, yoga dan samadhi. Setelah mencapai moksa, mereka bisa menerima
wahyu dari Tuhan secara langsung.
2. Sarupya
(Sadharmya) adalah moksa yang dicapai saat masih hidup di dunia ini. Moksa ini dicapai ketika Atma
mampu mengatasi hal-hal duniawi. Moksa ini dapat dicapai oleh Awatara-Awatara.
3. Salokya adalah
moksa yang dicapai ketika Atma telah berada pada tingkatan kesadaran yang sama
dengan Tuhan. Atma telah mencapai tingkatan Dewa, tetapi belum bisa bersatu
dengan Tuhan.
4. Sayujya adalah
moksa yang dicapai ketika Atma telah bersatu dengan Tuhan.
Pembagian moksa ini diuraikan dalam sloka Bhāgavata Purāna
3.29.13 yaitu sebagai berikut:
Sālokya-sārṣti-sāmipya
Sārūpyaikatvam apy uta
dīyamānaṁ na gŗhņanti
vinā mat-sevanaṁ janāḥ
Artinya:
Seorang penyembah murni tidak ingin menerima moksa jenis
apapun, Salokya (tinggal di planet yang sama dengan Tuhan), sarşti (memperoleh
kemewahan yang sama dengan kemewahan Tuhan), Samipya (menjadi rekan pribadi
Tuhan), Sarupya (mendapat ciri badan yang sama dengan Tuhan), atau Ekatwa (Jiwanmukti,
menyatu dengan cahaya Brahman). Walaupun semua hal tersebut ditawarkan oleh
Keperibadian Tuhan Yang Maha Esa.
Sloka Bhāgavata Purāna 9.4.67 juga mengatakan:
Mat-sevayā pratītaṁ te
Sālokyādi-catuşţayam
Necchanti sevayā pūrņāḥ
Kuto ‘nyat
kāla-viplutam
Artinya:
Penyembah-Ku selalu puas dalam pelayanan bhakti kepada-Ku
dan tidak tertarik pada empat jenis pembebasan [moksa; salokya, sarupya,
samipya dan sarsti], meskipun secara otomatis hal itu bisa dicapai dengan
pelayanan.
c.
Tingkatan-Tingkatan Moksa
Adapun tingkatan-tingkatan moksa adalah sebagai berikut:
1. Jiwa Mukti
adalah kebebasan yang dicapai seseorang selama hidup di dunia ini. Atma orang
tersebut tidak lagi terpengaruh oleh unsur-unsur duniawi.
2. Wideha Mukti
(Karma Mukti) adalah kebebasan yang dicapai oleh seseorang selama hidup di
dunia ini. Atma orang tersebut telah meninggalkan jasadnya, akan tetapi Atma
belum bisa bersatu dengan Brahman/Tuhan, karena masih ada pengaruh unsur-unsur
duniawi.
3. Purna Mukti
adalah kebebasan yang dicapai seseorang ketika Atmanya telah menyatu dengan
Brahman. Tingkatan moksa ini merupakan tingkatan yang paling tinggi dan
sempurna.
Sedangkan jenis moksa bila dilihat berdasarkan kebebasan
yang dicapai Atma, maka moksa dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan yaitu:
1. Moksa yaitu
seseorang yang telah mencapai moksa akan tetapi masih meningglkn bekas, berupa
badan kasar.
2. Adi Moksa
yaitu seseorang yang telah mencapai moksa dan masih meninggalkan bekas berupa
abu.
3. Parama Moksa
yaitu seseorang yang telah mencapai moksa dan tidak meninggalkan bekas apapun.
d. Cara Mencapai
Moksa
Ada empat jalan untuk mencapi moksa yang disebut “Catur
Marga Yoga” yaitu sebagai berikut:
- Bakti Marga
- Karma Marga
- Jnana Marga
- Raja Marga
1. Bhakti Marga Yoga
Bhakti Marga Yoga adalah cara mencapai moksa dengan sikap
bhakti kepada Sang Hyang Widhi/Tuhan,
seperti yang tercantum dalam sloka Kitab Bhagavad Gita, IX.26, yaitu:
Patraṁ puṣpaṁ phalaṁ
toyaṁ
Yo me bhaktyā
prayacchati
Tad ahaṁ
bhakti-upahŗtam
Aşināmi prayatātmanaḥ
Artinya:
Siapapun yang dengan puja bhakti kepada-Ku mempersembahkan
sehelai daun, setangkai bunga, sebiji buah, setetes air, Aku terima dengan
segala bhakti persembahan.
Sebutan bagi orang yang melakukan Bhakti Marga Yoga adalah
Bhakta. Contoh Bhakti Marga Yoga yaitu sembahyang secara teratur setiap hari dn
melkukan upacara yajna.
2. Karma Marga Yoga
Karma Marga Yoga adalah cara mencapai moksa melalui
perbuatan atau kebajikan tampa pamrih. Ajaran Karma Marga Yoga terdapat dalam
kitab Bhagavad Gita yaitu sebagai berikut:
Bhagavad Gita Bab III.30 yang berbunyi:
Mayi sarvāņi karmāņi
sannyasyādhnyātma-cetesā
Nirāśīr nirmano bhūtvā
yudhyasva vigata-jvaraḥ
Artinya:
Serahkanlah pekerjaanmu kepada-Ku, memiliki pengetahuan
sepenuhnya tentang-Ku, bebas dari keinginan untuk keuntungan, tampa tuntutan
akan hak milik, bebas dari sifat malas, dan bertempurlah ( berkarma melakukann
kewajiban).
Bhagavad Gita Bab III.19 yang berbunyi:
Tasmād asaktaḥ satataṁ
kāryaṁ karma samācara
Asakto hy ācaran karma
param āpnoti pūruṣaḥ
Artinya:
Bekerjalah kamu selalu, yang harus dilakukan dengan tiada
terikat olehnya, karena orang mendapat tujuannya yang tertinggi dengan
melakukan pekerjaan yang tak terikat olehnya.
Orang yang melaksanakan Karma Marga Yoga disebut Karmin.
Contoh Karma Marga Yoga, yaitu melaksanakan “ngayah” dengan tulus dan iklas.
3. Jnana Marga Yoga
Jnana Marga Yoga adalah cara mencapai moksa melalui
pengetahuan. Ajaran Jnana Marga Yoga tercantum dalam kitab Bhagavad Gita II.56,
sebagai berikut:
Duḥkheṣv
anudvigna-manāḥ sukheşu vigata-spŗhaḥ
Vita-rāga-bhaya-krodhaḥ
sthita-dhīr munir ucyate
Artinya:
Ia yang pikirannya tidak tergoyahkan bahkan di tengah-tengah
tiga jenis kesengsaraan, tidak gembira pada saat bahagia, dan bebas dari
ikatan, rasa takut dan amarah, disebut rsi yang maantap dalam pikirannya.
Orang yang melaksanakan Jnana Marga Yoga disebut “Jnanin”.
Contoh Jnana Marga Yoga yaitu melaksanakan nasihat Catur Guru dengan
sebaik-baiknya.
4. Raja Marga Yoga
Raja Marga Yoga adalah cara mencapai moksa melalui jalan
kerohanian, yaitu: tapa, brta, yoga dan Samadhi. Orang yang melaksanakan Raja
Marga Yoga disebut “Raja Yogin”. Raja Yogin melaksanakan Raja Marga Yoga
melalui “Astangga Yoga”. Astangga
Yoga adalah delapan tahapan yoga untuk mencapai moksa.
Astangga Yoga
1. Yama
Yama yaitu larangan yang harus dipatuhi seseorang. Larangan
ini bersifat jasmani, misalnya tidak membunuh atau “Ahimsa”, tidak berbohong
atau “Satya”, dan tidak menginginkan sesuatu yang bukaan miliknya atau
“Asteya”.
2. Nyama
Nyama yaitu pengendalian diri yang bersifat rohani, misalnya
mempelajari kitab keagamaan (Swadhyaya), tetap suci lahir dan batin (sauca),
dan tahan uji (tapa).
3. Asana
Asana yaitu sikap duduk yang menyenangkan, teratur dan
disiplin.
4. Pranayama
Pranayama yaitu mengatur pernapasan agar sempurna melalui 3
cara. Ketiga cara tersebut adalah menarik napas (Puraka), menahan napas
(Kumbhaka), dan mengeluarkan nafas (Recaka).
5. Pratyahara
Pratyahara yaitu mengontrol dan mengendalikan alat indra
dari ikatan objeknya agar seseorang bisa melihat hal-hal suci.
6. Dharana
Dharana yaitu usaha menyatukan pikiran dengan sasaran atau
tujuan yang diinginkan. Sasaran atau tujuan itu adalah Brahman.
7. Dhyana
Dhyana yaitu pemusatan pikiran yang tenang dan tidak
tergoyahkan terhadap suatu objek.
8. Samadhi
Samadhi yaitu penyatuan Atma dengan Brahman.
e. Memahami Moksa
Sradha Melalui Cerita
Pandawa Mencapai
Surga
Beberapa tahun setelah Perang Bharatayudha berakhir, Pandawa
dan Dewi Drupadi melakukan perjalanan suci menuju Gunung Himalaya. Saat sampai
dikaki gunung seekor anjing mengikuti mereka menuju puncak gunung.
Dalam perjalanan suci tersebut mereka melewati berbagai
rintangan. Dewi Drupadi tidak sanggup meneruskan perjalanan, lalu meninggal. Ia
meninggal karena dosanya, yaitu lebih mencintai Arjuna daripada Pandawa
lainnya. Setelah itu Sahadewa meninggal karena ia terlalu percaya diri terhadap
kesaktiannya. Ia meremehkan para Dewa dan orang lain. Tak lama kemudian
Sahadewa meninggal karena merasa keyakinannya yang paling benar. Kemudian
Arjuna meninggal karena terlalu yakin akan kemampuannya mengalahkan
musuh-musuh. Setelah itu Bhima meninggal karena merasa kekuatannya mampu
menghancurkan bumi.
Akhirnya hanya Yudistira dan anjing yang mengikutinya mampu
bertahan sampai pintu gerbang surge. Di sana ia disambut Bhatara Indra dan
dipersilahkan naik kereta kahyangan. Akan tetapi, ia mau naik kereka jika
anjing itu menyertainya. Karena Yudistira teguh pada pendiriannya, maka Bhatara
Indra mengizinkan anjing tersebut turut serta. Ketika naik ke kereta tiba-tiba anjing
itu lenyap.
Sesampainnya di Surga, Yudistira kaget karena melihat para
Kaurawa berada di Surga, sedangkan ia tahu Duryodana banyak berbuat dosa.
Bhatara Indra menawarkan untuk tinggal di Surga, akan tetapi Yudistira
menolaknya. Ia ingin bersama saudara-saudara juga istrinya Dewi Drupadi.
Kemudian Yudistira diantar ke neraka. Di sana ia melihat istri dan
saudara-saudaranya mendapat siksaan. Hatinya sedih dan ia memilih untuk tinggal
bersama mereka. Pada hari yang ketigabelas, Bhatara Indra dan Bhatara Yama
datang ke neraka untuk membebaskan Dewi Drupadi beserta para Pandawa. Mereka
diangkat ke Surga, sedangkan para Kaurawa diturunkan ke neraka.
3. Tat Twam Asi
A. Mengenal Tat Twam
Asi
1. Pengertian Tat Twam Asi
Kata Tat Twam Asi berasal dari
Bahasa Sanskerta, dari kata Tat artinya itu, Twam artinya engkau dan Asi
artinya adalah. Jadi Tat Twam Asi artinya itu adalah engkau.
Tat Twam Asi mempunyai makna
bahwa setiap orang adalah sama, setiap mahluk hidup berasal dari sumber yang
sama yaitu Sang Hyang Widhi. Dalam Upanisad disebutkan “Brahman Atman Aikyam”
yang artinya Brahman dan Atma adalah tunggal. Jiwatman yang ada dalam setiap
mahluk adalah berasal dari satu sumber dan menyatu dengan Brahman. Kita
sama-sama mahluk ciptaan Tuhan. Jika kita menghinaa orang lain sama artinya
menghina ciptaan tuhan yang sama seperti kita. Bila kita menyakiti mahluk lain
itu sama artinya dengan menyakiti mahluk ciptaan Tuhan yang sama dengan kita.
Jika kita membantu orang lain itu sama artinya dengan membantu diri sendiri. Jika
kita menghormati atau menghargai orang lain itu sama dengan menghargai diri
sendiri tapi bila sebaliknya merendahkan orang lain sama artinya dengan
merendahkan diri sendiri. Maka dari itu kalau ingin dihargai hargailah orang
lain dan lakukan kebaikan kepada orang lain karena itu akan bermanfaat bagi
diri sendiri.
2. Fungsi Tat Twam Asi
a. Penuntun Untuk Hidup Saling Membantu
Manusia adalah mahluk social yang hidupnya berkelompok. Jadi
manusia tidak dapat hidup sendiri, karena setiap orang akan selalu membutuhkan
orang lain dlam hidupnya. Dalam menjaga
hubungan atara satu dengan yang lainnya
agar harmonis dibutuhkan sikap keiklasan untuk bisa saling memberi dan
menerima. Juga kesadaran untuk saling membantu dalam bentuk harta benda maupun
perbuatan atau kemampuan.
Kesediaan untuk mendermakan kelebihan kepada orang lain yang
membutuhkan bantuan tersurat dalam kitab Sarasamuscaya 178, yaitu sebagai
berikut:
Ndya kari doning
dhana, yan tan dānākkêna, tan tan bhutin, Mangkanang kasaktian, tan padan ika
yan tan sādhana ning mangalahanang musuh, mangkanang aji, tan padan ika yan tan
suluha aring dharmasādhana, mangkanang buddhi kaprajnān, tan padan ika yan tan
suluha aring dharmasādhana, mangkanang buddhi kaprajñān, tan padon ika yan tan
pangalahakenendriya, tan pangawacākênang rajah tamah.
Artinya:
Apa gerangan gunanya kekayaan
bila tidak untuk disedekahkan dan untuk dinikmati. Demikian pula kesaktian,
tidak ada gunanya bila tidak untuk suluh dalam pelaksanaan Dharma. Demikian
pula budi yang arif bijaksana tidak ada gunanya bila tidak untuk menaklukkan
hawa nafsu, agar tidak dikuasai rajah tamah.
b. Penuntun Untuk Hidup Saling Menghormati
Setiap orang punya harga diri,
tak seorangpun suka direndahkan atau diremehkan. Dengan demikian diperlukaan
pemahaman dan kesadaran sikap saling menghormati satu sama lain. Dengan saling
menghormati maka kerukunan bisa terwujud. Dengaan kerukunaan maka kita akan
dapat merasakan kedamaian dan ketentraman di dalam hidup ini.
B. Melaksanakan Tat Twam Asi
1. Menghormati dan Mengasihi Anggota Keluarga
a. Menghormati Orang Tua
Penerapan Tat Twam Asi dalam
keluarga dapat dilakukan dengan selalu menghormati orang tua dan orang yang
lebih tua dari kita. Contohnya patuh dan taat dengan nasehat orang tua. Dengan
menghormati orang tua kita ikut mewujudkan kedamaian dalam keluarga.
b. Mengasihi Saudara
Selain menghormati orang tua dan
orang yang lebih tua dari kita, juga diperlukan sikap mengasihi saudara juga
anggota keluarga lainnya. Hal itu dapat diwujudkan dengan saling mengerti,
saling mendengarkan, saling menolong dan mampu mengendalikan diri sehingga
kerukunan dalam keluaarga bisa terwujud.
2. Menghormati Guru dan Mengasihi Teman
a. Menghormati Guru
Di sekolah tempat kita menuntut
ilmu agar menjadi orang yang pintar dan mempunyai Budhi yang luhur. Semua Itu
dapat terwujud atas bimbingan dan didikan guru pengajian. Kita mesti
menghormati guru dengan bersikap sopan dan rajin belajar. Jika kita kasar dan
merendahkan guru, konon Sang Hyang Aji Saraswati akan mengutuk, sehingga kita
akan menjadi orang yang tidak berguna dan selalu mendapat kemalangan dalam
kehidupan ini. Jika kita memperlakukan guru dengan semestinya kelak hidup kita
akan penuh keberuntungan dan kebahagiaan.
b. Mengasihi Teman
Dalam menciptakan suasana belajar
yang kondusip diperlukan sikap saling mengasihi antara sesama teman. Misalnya
dengan cara menghargai perbedaan, saling menolong antar teman dan sebagainya.
3. Menghormati Warga Sekitar
Menghormati Warga Sekitar
dengan aktif ikut dalam kegiatan warga, misalnya gotong-royong, dan kegiatan
agama (ngayah), peduli terhadap warga, serta mematuhi aturan bersama. Membantu
warga yang kesusahan, menjenguk tetangga yang sakit dan sebagainya.
4. Menjaga Lingkungan Sekitar
dengan membuang sampah pada
tempatnya, merawat dan menjaga kebersihan dan kesucian tempat suci dan
sebagainya. Menanam, memelihara: menyiangi, menyiram dan memupuk tanaman,
merawat hewan peliharaan dengan baik dan tidak membiarkanya merusak linggkungan
ataupun mengganggu ketentraman orang lain.
C. Memahami Tat Twam Asi Melalui Cerita
Rama Diasingkan ke Hutan
Di Kerajaan Kosala, raja Dasarata
memiliki tiga orang permaisuri, yaitu yang tertua bernama Dewi Kosalya, Dewi
Sumitra, dan yang paling muda bernama Dewi Kekayi. Dewi Kosalya berputra Rama,
Dewi Sumitra mempunyai putra kembar bernama Laksamana dan Satrugna, sedangkan
Dewi Kekayi berputra Bharata.
Pada suatu hari Raja Dasarata
ingin memberikan takhtanya kepada putra sulungnya, yaitu Rama. Namun rencana
itu ditentang oleh Dewi Kekayi. Dewi Kekayi ingin Bharata yang menjadi raja.
Selain itu Dewi Kekayi memohon agar Rama diasingkan ke hutan. Raja Dasarata tak
berdaya menolak permohonan itu.
Raja Dasarata kemudian memanggil
Rama. Dengan hati yang sangat berat ia menyampaikan janjinya yang harus
dipenuhi kepada Dewi Kekayi. Mendengar hal itu, Rama memutuskan untuk memenuhi
janji ayahnya, karena ia tidak ingin ayahnya ingkar janji.
Kemudian Rama berpamitan kepada
ayah dan ibunya yaitu Raja Dasarata dan Dewi Kosalya serta kepada seluruh
penghuni istana. Ia juga berpamitan kepada istrinya, namun istrinya yang
bernama Dewi Sita bersikeras untuk mengikuti Rama ke hutan. Dewi Sita
menyatakan bahwa seorang istri harus selalu berada di samping suaminya dalam
suka maupun duka.
Salah satu adik Rama yang bernama
Laksamana juga bersikukuh untuk mengikuti Rama ke dalam hutan. Laksamana ingin
bersama kakaknya Rama menghadapi segala sesuatu di hutan. Akhirnya mereka
bertiga yakni Rama, Dewi Sita dan Laksamana berangkat ke hutan untuk memenuhi
janji Raja Dasarata.
2. Tat Twam Asi dalam Cerita Mahabharata
Matinya Bakasura
Diceritakan dalam pengembaraan
Pandawa tiba di kota Ekacakra. Pandawa melakukan penyamaran sebagai keluarga
brahmana dan menumpang di rumah seorang brahmana di kota tersebut.
Di pinggir kota Ekacakra terdapat
gua yang dihuni oleh seorang raksasa yang sangat buas bernama Bakasura. Selama
13 tahun Bakasura menguasai kota Ekacakra. Raksasa tersebut memperlakukan
penduduk kota dengan sangat kejam. Bila ia sedang lapar maka dengan
sewenang-wenang menagkapi dan memangsa penduduk kapan saja.
Maka dari itu penduduk kota
melakukan perjanjian dengan Bakasura, bahwa setiap minggu penduduk akan
mengirimkan sebuah kereta yang penuh dengan makanan. Kereta tersebut akan ditarik oleh dua ekor
kerbau dan seorang manusia sebagai kusirnya. Bila kereta sudah sampai di depan
mulut gua, bakasura boleh memakn dan menghabiskan seluruh makanan di kereta
tersebut beserta dua ekor kerbau dengan kusirnya. Dengan demikian raksasa
Bakasura tidak lagi sewenang-wenang menangkapi penduduk kota.
Sekarang tibalah giliran keluarga
brahmana tempat Pandawa menumpang. Keluarga itu sangat sedih karena mereka harus
menyerahkan diri kepada Bakasura. Dewi
Kunti mengetahui hal itu lalu menanyakan kepada mereka prihal kesedihannya.
Keluarga brahmana itupun menceritakan penyebab kesedihannya tentang pengorbanan
diri sebagai santapan Bakasura.
Sebagai balas budi kepada
keluarga brahmana tersebut yang telas memberinya tumpangan tempat tinggal, Dewi
Kunti kemudian menawarkan diri untuk membantunya. Lalu mengutus Bhima untuk
berpura-pura dikorbankan kepada raksasa Bakasura.
Akhirnya pada waktu yang
ditentukan, penduduk kota mengumpulkan makanan dan minuman. Makanan dan minuman
itu ditaruh di kereta yang ditarik oleh dua ekor kerbau yang gemuk-gemuk. Bhima
menjadi kusir kereta tersebut menuju gua tempat tinggal Bakasura.
Setibanya di mulut gua Bhima
menghabiskan semua makanan di kereta tersebut, tentu saja membuat marah Raksasa
Bakasura. Bakasura melompat menerkam Bhima, akan tetapi Bhima memberikan
perlawanan dengan garang. Maka terjadilah perkelahian yang sangat sengit
diantara keduanya. Akhirnya Bhima dapat
mengalahkan Bakasura. Setelah Bakasura mati, penduduk kota Ekacakra dapat
terbebas dari raksasa yang jahat dan kejam itu.
4. Sad Ripu
A. Mengenal Sad Ripu
Sad
Ripu. Kata Sad Ripu berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari kata Sad
berarti enam, dan Ripu berarti musuh. Jadi Sad Ripu artinya enam musuh yang ada dalam diri setiap
orang, Semua itu perlu dikendalikan. Bila kita tidak dapat mengendalikanya maka
akan berdampak buruk terhadap kehidupan
dan kita akan jatuh ke dalam kesengsaraan.
Dalam
kekawin Ramayana 1.4, ada disebutkan
sebagai berikut :
Rāgādi musuh maparē,
riati ya tonggwania tan madoh ri awak.
Yeka tan hana ri sira
Prawira wihikan sireng nīti
Artinya
:
Musuh
itu sangat dekat dengan badan kita, dihati tempatnya tidak jauh dari badan
kita. Yang semacam itu tidak ada dalam diri beliau (Dasarata) sifat kesatria
yang dimilikinya, serta pintar dalam menjalankan pemerintahan. Jadi dengan
demikian musuh dari dalam hatilah yang harus kita taklukkan terlebih dahulu,
karena sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan kita di dunia ini.
2. Bagian-Bagian Sad Ripu
Adapun
ke enam musuh-musuh itu yaitu :
- Kama,
artinya keinginan, nafsu, hasrat, kepuasan dan kesenangan
- Lobha,
artinya tamak
- Krodha,
artinya kemarahan
- Moha;
artinya bingung, kusut, nanar, tak ingat, menyasar, ngawur, membabi buta,
tolol, kebodohan, kesesatan, dan kegilaan
- Mada,
artinya mabuk, gila, congkak, dan sombong
- Matsarya,
artinya suka membenci dan irihati.
a. Kama
Kama
berarti keinginan atau hawa nafsu yang dimiliki oleh manusia. Setiap manusia
memiliki keinginan. Keinginan yang terkendali dapat memberikan dampak yang
positif. Akan tetapi bila tidak terkendali dapat menimbulkan perbuatan yang
negative sehingga dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Contoh keinginan
yang tidak terkendali misalnya menginginkan sesuatu diluar batas kemampuan,
menginginkan milik orang lain, atau ingin menyakiti mahluk hidup lain. Hal ini
tersurat dalam Kitab Bhagavad Gita, Bab III.37, yaitu sebagai berikut:
Śri-bhagavān uvāca
Kāma esa krodha esa
Rajo-guna-samudbhavah
Mahāśano mahā-pāpmā
Viddhy enam iha vairinam
Artinya:
Sri
Bhagvan (Tuhan) bersabda
Itu
adalah nafsu, amarah yang lahir dari rājaguna; sangat merusak, penuh dosa
ketahuilah bahwa keduanya ini adalah musuh yang ada di bumi.
Oleh
karena itu Kama, keinginan yang dapat diredam/dikendalikan (bersifat positif),
dengan kesadaran bahwa keinginan sesungguhnya memperbudak pikiran, agar pikiran
tidak diperbudak arahkanlah pada hal yang positif, antara lain.
a.
Sadari kemampuan diri sendiri
b.
Sesuaikan keperluan dan kebutuhan.
c.
Rajin sembahyang
d.
Hidup sederhana
b. Lobha
Lobha
sama dengan tamak, serakah, atau rakus, artinya selalu ingin mendapatkan lebih.
Apa bila terkendali, sifat ini dapat memberikan dampak positif. Misalnya
semakin kuatnya rasa kepedulian, Tattwamasi,dan satya. Akan tetapi bila tidak
terkendali, seseorang dapat melakukan hal-hal yang negative. Misalnya mengambil
hak orang lain, memeras orang lain, selalu menuntut hak, makan secara
berlebihan, dan lebih mementingkan diri sendiri. Sikap tamak atau lobha
menyebabkan kesengsaraan atau penderitaan. Pikiran yang dikuasai oleh sifat
tamak akan selalu gelisah, bergelora bagaikan gelombang samudra. Untuk itu
perilaku lobha harus dikendalikan dengan selalu bersikap positif. Sesungguhnya
setiap orang memiliki sifat tamak. Sifat
tamak perlu dikendalikan agar tidak menimbulkan penderitaan bagi dirinya
dan juga bagi orang lain. Dalam kitab Sarasamuscaya disebutkan sebagai berikut
:
Jatasya hi kule mukhye paravitteṣu grhdyatah lobhaṣça
Prajñāmāhanti prajñā hanti hatā çriyam (Sarasamuscaya, sloka 267)
Artinya:
Biarpun
orang keturunan mulia, jika berkeinginan merampas kepunyaan orang lain,
hilanglah kearifannya karena kelobhaannya: apabila telah hilang kearifannya
itu, itulah yang menghilangkan kemuliaannya dan seluruh kemegahannya.
Yawat metung kalobhan, niyata tan santosanikang wwang,
tan santosa
owa ya ta, niyata ta ya amngguh lara prihati, lawan
mangkin wrddhi
pangawecanikang indriya dening kalobhan, mangaweca
pwang indriya,
hilang tang kaprajnan, mwang salwirning aji
pangangawruh nikang wwang,
kadi kramaning aji tan sinwadhyaya. (Sarasamuscaya, sloka 461)
Artinya:
Semakin
besar keluarnya kelobaan itu, pasti semakin besar ketidak puasan orang itu, jika orang tidak puas, tak dapat
tiada ia mengalami kesedihan dan kedukaan yang semakin hebat pengaruh indria
itu oleh kelobaan, jika indria itu mengacaukan pikiran, maka lenyaplah
kebjaksanaan dan segala ilmu pengetahuan orang itu, sebagai halnya ilmu
pengetahuan yang tidak diamalkan. (Kajeng 1997:360)
Sifat
tamak atau lobha itu membuat orang benci
kepada kita, maka itu Hindarilah ia, dan menjadilah orang darmawan, pengasih
dan penyayang
c. Krodha
Krodha
artinya kemarahan, ibarat api yang ada dalam diri yang bisa menghanguskan
segalanya. . Sifat marah dimiliki oleh semua orang, oleh karena itu perlu dikendalikan.
Kemarahan menyebabkan kita berkelahi, bertengkar, meyebabkan kita membunuh dan
berbuat kejam kepada orang lain dan makhluk lainnya. Kemarahan juga menyebabkan
pikiran kita bingung, sehingga sulit membedakan mana yang baik, mana yang
buruk, dan akhirnya mengakibatkan penderitaan. Dalam kitab suci Sarasamuscaya
disebutkan :
Na catravah ksayam yānti yāvajjāvamapi ghnatah,
Krodham niyantum yo veda tasya dveṣtā na vidyate. (Sarasamuscaya sloka 96).
Artinya:
Sebenarnya
meskipun orang itu selalu jaya terhadap seterunya, serta tak terbilang jumlah
musuh yang dibunuhnya, asal yang dibencinya musnah, selama hidupnya pun, jika
ia hanya menuruti kemarahan hatinya belaka, tentu saja tidak akan habis-habis
musuhnya itu. Akan tetapi orang yang benar-benar tidak mempunyai musuh adalah
orang yang berhasil mengekang kemarahan hatinya.
Lawan lwierning kakawaca dening krodha, tan wruh juga
ya ri salah
kenaning ujar, tatan wruh ya ring ulah larangan, lawan
adharma, wenang
uumajaraken ikang tan yukti wuwusakena” (Sarasamuscaya ,106)
Artinya:
Selain
dari pada itu, orang yang dikuasai oleh nafsu amarah, tidaklah dia mengetahui
salah benarnya perkataan, tidak mengetahui tentang perbuatan terlarang dan yang
bertentangan dengan dharma, sanggup mengatakan kata-kata yang tidak benar untuk
dikatakan (Kajeng, 1997:92).
d. Mada
Mada
artinya mabuk. Penyebab mabuk itu banyak. Mabuk bisa disebabkan oleh minuman
keras, oleh kepandaian, oleh kekayaan, kecantikan, semua itu menyebabkan orang
menjadi lupa diri. Seseorang yang mabuk pikirannya menjadi gelap, dan cenderung
berbuat yang bersifat negatif, yang mengakibatkan penderitaan bagi dirinya secara lahir dan batin. Oleh
karena itu patut dihindari dengan cara selalu mengikuti petunjuk-petunjuk
agama. Dalam kitab Sarasamuscaya disebutkan :
samkliṣṭakarmānamatipramādam bhūyo’nṛtam cadṛ
dabhaktikaṁ ca, viciṣṭaragaṁ bahumāyinaṁ ca naitān niṣeveta
narādhamān ṣaṭ.
(Sarasamuscaya sloka 325).
Artinya:
Inilah
misalnya orang yang tidak patut dijadikan kawan bergaul, orang yang mengusahakan
penyakit dan kesedihan kepada orang lain, serta buruk laku, orang yang lupa,
orang berbohong atau dusta, orang yang terikat hatinya kepada minuman keras,
keenam orang yang sangat keji itulah yang patut dihindarkan.
Tuwi pwa yan pamangun mada, apan tiga
prasiddhaning amangun mada,
ikang amuhara wulangun ring apunggung, pratyekanya,
stri, annapanadi
bhoga, aicwarya, nahan tang amangun, hana pwa jenek
irika, ya tika aturu
tan wring rat ngaranya (Sarasamuscaya, 468)
Artinya:
Sesungguhnya
itu membuat kebingungan, sebab ketiga itu yang sesungguhnya membuat pikiran
bingung, yang mengakibatkan kebingungan meskipun kepada orang yang bodoh,
masing-masingnya yaitu, makanan, dan minuman yang lezat, kekuasaan, itulah yang
menimbulkan mabuknya pikiran, jika ada orang yang suka dan terikat hatinya pada
ke tiga itu, orang yang demikian disebut tidur nyenyak, tak sadar akan diri
(Kajeng, 1997:366).
Ada
tujuh kemabukan yang disebut dengan Sapta Timira
Pengertian Sapta Timira.
Kata
Sapta Timira berasal dari bahasa Sansekerta dari kata “ Sapta” yang berarti
tujuh dan kata “ Timira “ berarti gelap,
suram, kemabukan (Awidya ). Sapta Timira berarti Tujuh Kegelapan atau kemabukkan . Yang
dimaksud tujuh kegelapan adalah tujuh
unsur atau sifat yang menyebabkan pikiran
orang menjadi gelap yaitu:
1. Surupa adalah merasa diri paling
rupawan (cantik/ganteng) karena mabuk akan kerupawanan wajahnya ia seringkali
menghina atau melecehkan orang lain. Wajah cantik dan tampan sering disalah
gunakan , sehingga kita menjadi sombong dan tinggi hati. Hal itu bisa menjadi
sumber kehancuran.
2. Dana adalah merasa diri kaya raya
karena banyak memiliki harta benda dan uang. Ia selalu menggunakan uang dan
harta sekehendak hatinya untuk menghina, mengejek, dan menghancurkan orang
lain. Karena memiliki banyak harta, ia merasa paling mampu dan lupa bahwa semua
harta hanyalah titipan sementara. Jika kekayaan didapat dan digunakan diluar
dharma maka menyebabkan orang menjadi sombong, angkuh, menghina orang lain dan
mengumbar hawa nafsu.
3. Guna adalah Merasa diri paling pintar selalu
menganggap orang lain bodoh dan tidak mampu. Mereka yang meras pintar biasanya
akan menjadi sombong. Apalagi jika kepandaian berada pada orang yang
bermoral buruk, maka dunia dan isinya akan menjadi hancur.
4. Kulina adalah merasa diri punya jabatan
atau merasa diri seorang bangsawan sehingga membuat dirinya menjadi sombong,
seolah-olah dialah yang dapat mengatur segala-segalanya. Karena kemabukan ia
menjadi lupa bahwa ia sesungguhnya berasal dari rakyat biasa, jabatan itu
sifatnya sementara dan kebangsawanan tiada arti tanpa orang lain yang
menghormati kebangsawanan seseorang.Sepatutnya berbahagia berada dalam
keturunan orang terhormat, bangsawan . Namun juga karena keturunan orang menjadi besar kepala, angkuh , menghina
orang, dan orang lain dianggap rendah tidak berguna maka akan terjerumuslah dirinya , yang
menyebabkan linkungan masyarakat menjadi antipati, mencela, sehingga tersisih
dari pergaulan dan akibatnya menderita.
5. Yowana adalah merasa diri muda/remaja
dengan tenaga yang kuat. Ia lupa bahwa sastra agama menyebutkan “masa kecil
akan menunggu masa remaja, dan remaja, tua lah yang dinanti. Sedangkan masa tua
hanya kematian lah yang menunggu. Maka dari itu janganlah mabuk masa remaja,
manfaatkanlah keremajaan untuk mengisi diri mempersiapkan masa tua dengan
sebaik-baiknya berdasarkan dharma.
6. Sura
adalah merasa selalu percaya diri akibat pengaruh minuman berakohol atau
minuman keras yang akan merusak syaraf, merusak ingatan, merusak kesehatan
pencernaan, ginjal, hati, dan jantung. Akibat minum minuman keras yang paling
sering terjadi adalah timbulnya kecelakaan lalu-lintas, kekerasan atau tindak
criminal.
7. Kasuran adalah merasa diri selalu
menang dan berani. Sering kali mereka yang menang dalam seuatu peristiwa merasa
sombong, mabuk akan kemenangan dan keberanian yang bertentangan dengan Dharma.
e. Moha
Moha
artinya kebingungan. Kebingungan menyebabkan seseorang tidak bisa menggunakan
akal sehatnya sehingga pikirannya menjadi kacau dan gelap, sehingga seseorang
tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Sesorang yang
pikirannya kebingungan, maka dia akan cenderung berbuat negatif, dia tidak akan
segan membunuh orang lain bahkan membunuh dirinya sendiri. Penyebab kebingungan
itu banyak ditimpa kesusahan yang berat, kehilangan sesuatu yang dicintai, ada
sesuatu yang menekan perasan, atau karena tidak dapat memecahkan masalah yang
sedang dihadapinya. Kebingungan juga disebabkan oleh kemarahan. Maka hindarilah
diri dari kebingungan, hendaknya seseorang mengendalikan pikirannya kearah yang
positif. Dalam kitab Bhagawadgita
disebutkan:
anubhandhaṁ kṣhayaṁ hiṁsām
anapekṣhya ca paurusam
mohād ārabhyate karma
yat tat tāmasam ucyate. (Bhagavad Gītā XVIII. 25).
Artinya:
Kegiatan
kerja yang dilakukan karena kebingungan tanpa menghiraukan akibatnya, menyakiti
hati dan tak peduli akan kemampuan, yang demikian itu disebut tamasa.
krodhād bhavati saṁmohah,
sammohat smrtivibhramah,
smṛtibharaṁśad buddhināso,
buddhināśāt pranaśyati (Bhagawadgita, II, 63)
Artinya:
Dari
kemarahan muncullah di dalam diri sendiri, dari kebingungan lalu kehilangan
ingatan, dari kehilangan ingatan muncul kehancuran dari kebijaksanaan, dan dari
kehancuran kebijaksanaan, ia akan hancur sendiri (I.B Mantra 1992; 36).
f. Matsarya
Matsarya,
artinya dengki dan iri hati. Apabila tidak terkendali, seseorang akan mudah
melakukan tindakan yang merugikan orang lain. Sikap iri hati dan membenci pada
diri seseorang disebabkan oleh pandangan yang dangkal dan sempit. Sifat iri
hati dan membenci mengakibatkan diri
sengsara dan menderita dalam hidup ini. Dalam kitab Sarasamuscaya disebutkan :
Ikang wwwang irsya ri padanya janma tumon masnya,
rupanya,
wiryanya,
kasujanmanya,, sukhanya, kasubhaganya, kalemanya,
ya ta amuhara irsya iriya, ikang wwang mangkana
kramanya, yatika
prasiddhaning sangsara ngaranya, karaket laranya tan
patamban”
(Sarasamuscaya,
91)
Artinya:
Orang
yang iri hati kepada sesama manusia, melihat emasnya, melihat wajahnya, melihat
kelahiran yang utama, kesenangannya, keberuntungannya, dan keadaan yang
terpuji, bila itu yang menyebabkan timbulnya iri hati, orang yang demikian itu
sifatnya, sesungguhnya orang itu menderita namanya, terikat oleh derita yang
tidak terobati.
Abhādhyāluh parasvesu
Neha nāmutra nandati,
Tasmādabhidhyā santyājyā sarvadābhāpsatā sukham.
Artinya:
Adalah
orang yang tabiatnya menginginkan atau menghendaki milik orang lain, menaruh
iri hati akan kebahagiaan orang lain; orang yang demikian tabiatnya,
sekali-kali tidak akan mendapat kebahagiaan di dunia ini, ataupun di dunia yang
lain; oleh karena itu patut ditinggalkan tabiat itu oleh orang yang ingin
mengalami kebahagiaan abadi.
3. Akibat Prilaku Sad Ripu
a. Akibat Prilaku Kama
1.
Tidak dapat hidup dengan tenang, dikarenakan memiliki keinginan diluar batas
kemampuan.
2.
Mudah terdorong untuk melakukan hal-hal yang tidak baik demi memenuhi
keinginan.
3.
Setelah meninggal, Atma akan msuk neraka. Hal itu tersurat dalam kitab
Sarasamuscaya, yaitu:
Indriyāņyeva tat sarvam yat svarganarakāvubhau, nirgṛhī
tanissṛşțāni
Svargaya narakāya ca.
Nyang pajara waneh, indriya ikang sinanggah
swarganaraka,
Kramanya, yan kawaṣa kahṛtanya, ya ika sākṣāt swarga
ngaranya,
Yapwan tan kawaṣa kahṛtanya sākṣāt naraka ika
(Sarasamuscaya
71).
Artinya:
Sesungguhnya
surga adalah kesuksesan dalam pengendalian nafsu, sedangkan neraka adalah
kegagalan dalam mengendalikan nafsu.
b. Akib at Prilaki Lobha
1.
Dijauhi oleh orang lain karena bersikap lebih mementingkan diri sendiri.
2.
Selalu merasa tidak puas karena tidak dapat mengendalikan sifat tamak.
3.
Sifat rakus terhadap milik orang lain membuat lupa diri dan menjadi tidak
bijaksana. Hal ini tersurat dalam Kitab Sarasamuscaya, sebagai berikut:
Jatasya hi kule mukhye paravitteṣu gṛhdyatah lobhasca
prajñāmahanti prajñā hanti hatā ṣriyam.
Yadyapin kulaja ikang wwang, yan engine ring
pradryabaharana, hilang kaprajnan ika dening kalobhanya, hilangning
kaprajñānya, ya ta humilangkên ṣrīnya, halêp nya salwirning wibhawanya. (Sarasamuscaya 267)
Artinya:
Biarpun
orang keturunan mulia, jika berkeinginan merampas kepunyaan orang lain,
hilanglah kearifannya karena kelobhaannya: apabila telah hilang kearifannya
itu, itulah yang menghilangkan kemuliaannya dan seluruh kemegahannya.
4.
Pada kehidupan yang akan datang akan miskin apabila mengambil kekayaan orang
lain. Hal ini tersurat dalam Kitab Sarasamuscaya yaitu sebagai berikut:
Musnam daridratyabhihanyate ghnan pujyunamasampujya
bhavatyapujyah, yat karmavijam vapate manusyah tasyanurupani phalani bhumkte.
Ikang akelit ring paradrwya nguni ring purwajanma,
daridra janma nika ring dlaka, ikang amati nguni pinatyan ika dlaha,
sangksepanya, salwining karma wija inipuk nguni,ya ika kabhukti phalanya dlaha. (Sarasamuscaya 360).
Artinya:
Yang
menyerobot kepunyaan orang lain waktu hidupnya dahulu, dilahirkan menjadi orang
miskin dikemudian hari; yang membunuh pada waktu hidupnya dahulu akan dibunuh
dalam hidupnya kemudian; singkatny, semua benih perbuatan yang ditabur dan
dibiakkan dahulu, buahnya itulah yang dinikmati kemudian.
5.
Prilaku Lobha dapat menyebabkan kebodohan yang membuat hidup menjadi sengsara,
dan sulit membedakan antara yang baik dan yang buruk. Dalam Kitab Sarasamuscaya
disebutkan:
Ajnāphrabhavaṁ hīdṁ yadduhkhmupalabhyate lobhādeva
tadajñānamjñānallobha eva ca
Apan Ikang sukhadukha kabhukti, punggung sankanika,
ikang punggung, kalobhan sangkanika, ikang kalobhan, punggung sangkanika,
matangyan punggung sangkaning sangsara
(Sarasamuscaya 400).
Artinya:
Sebab
suka duka yang dialami, pangkalnya adalah kebodohan; kebodohan yang ditimbulkan
oleh lobha, sedang loka (keinginan hati) itu kebodohan asalnya; oleh karena itu
kebodohanlah asal mula kesengsaraan itu.
c. Akibat Prilaku Krodha
1.
Dijauhi oleh orang lain karena kita mudah marh dan berkata kasar.
2.
Sulit bergaul dengan orang lain karena tidak mampu mengendalikan kemarahan.
3.
Prilaku krodha dapat membuat kita menjadi sengsara. Dalam kitab Sarasamuscaya
disebutkan:
Na catravah kṣayam yānti yāvajjīvamapi ghnatah,
krodham niyantuṁ yo veda tasya dveṣțā na vidyate
Katuhwan, apan yadyapi wenanga ikang wwang ri
musuhnya, ta kawadhan patyana ṣatrunya, asing kakrodhanya, sadawāni huripnya
tah yang tūtakêna gêlêngnya tuwi, yaya juga tan hêntya ni musuh nika, kunêng
prasiddha ning tan pamusuh, sang wênang humrt krodhnira juga. (Sarasamuscaya 96)
Artinya:
Meskipun
seseorang selalu menang dalam pertempuran, selalu mengalahkan musuh-musuhnya,
jika ia tetap tertungkung dalam watak pemarahnya dan sering mengumbar amarahnya
pada orang lain, mereka akan selalu kedatangan musuh-musuh baru; sedangkan bagi
yang mampu mengekang nafsu amarahnya, tidak akan pernah ada musuh dalam
hidupnya.
4.
Persembahan kita kepada Sang Hyang Widhi akan sia-sia bila prilaku krodha tidak
dapat dikendalikan. Dalam Kitaab Sarasamuscaya disebutkan:
Yat krodhano yajati yaddadāti yadvvā tapstapati
yadjjuhoti,
Vaivasvatastaddharatyasa sarvaṁ vṛthā ṣramo bhavati
krodhanasya
Apan ikang wwang kakawacā dening krodhanya, salwiring
pinūjākenya, sāwakaning pawehnya dāna, salwiring tapanya, salwiring
hinomākênya, ika ta kabeh bḥātara yama sia umalap phalanika, tanpaphala iriya,
twas nghel, matangnyat kawaṣākêna tang krodha (Sarasamuscaya 102).
Artinya:
Ketahuilah
bahwa orang yang dikuasai oleh kemarahan dan angkara murka apapun yang dipersembahkannya,
apapun yang disumbang dan dipuniakannya, apapun jenis puasa dan pantangan yang
dilakukannya, apapun yang dikurbankannya, semua itu menjadi tanpa pahala,
mereka hanya mendapatkan rasa lelah yang dilakukannya, apapun yang
dikurbankannya, semua itu menjadi tanpa pahala, mereka hanya mendapatkan rasa
lelah dan kepayahan, oleh karenanya kuasailah kemarahan dan nafsu angkara itu.
d. Akibat Perilaku Mada
1.
Prilaku Mada dapat menjerumuskan ke hal-hal yang negative, seperti
minum-minuman keras dan angkuh.
2.
Prilaku mada dapat membawa kita pada kehidupan yang melarat. Dalam Arjuna
Wiwaha XXXV,7 pada saat itu Bhatara Indra memberi nasehat kepada Arjuna sebelum
ia meninggalkan Kahyangan sebagai berikut:
Lwambektanaku haywa tang wwang asalin manah i tekaning
anugraha Kadyambekta rika n sedeng tapa jugambekta, tan alupa ring samadhita
Sang Yogiswara towi sang tumemu ng astaguna kajennekan
pwa ring sukha
Yan tamtamana ng indriya puhara murdha patita niyata
makal muwah
Artinya:
Perluaslah
wawasan pemikiran ananda, jangan sampai ananda berganti haluan setelah
mendapatkan anugerah.
Hendaklah
pikiran ananda tetap sebagai waktu sedang bertapa dahulu, tidak pula sampai
melupakan puja Samadhi.
Sebagai
halnya pendeta besar, walaupun telah mencapai asta guna (delapan kebijaksanaan)
namun hati beliau tetap gembira dalam kesederhanaan hidup sehari-hari.
Kalau
nafsu yang memabukkan diumbar, akibatnya ananda akan jatuh ke derajat orang
bodoh sehingga ananda harus mulai lagi dari permulaan.
e. Akibat Perilaku Moha
1.
Perilaku moha membuat kita tidak punya kepercayaan diri sehingga selalu
tergantung kepada orang lain.
2.
Prilaku moha juga membuat hidup tidak bahagia, sebagaimana yang tercantum dalam
Kitab Sarasamuscaya sebagai berikut:
Dūragam bahudhāgāmi prāthanāsamṣ ayātmakam manah
suniyatama yasya sa sukhī pretya veha ca
Nihan ta kramaningkang manah, bhrānta lunghā
swābhawanya, akweh inangênangênya, dadi prāthana, dadi sangsaya, pinakāwakya,
hana pwa wwang’ikang wenang humṛt manah, sira tika manggêh amanggih sukha,
mangke ring paraloka waneh.
(Sarasamuscaya 81).
Artinya:
Keadaan
pikiran itu demikianlah; tidak berketentuan jalannya, banyak yang
dicita-citakan, terkadang berkeinginan, terkadang penuh kesangsian; demikianlah
kenyataannya; jika ada orang yang dapat mengendalikan pikiran pasti orang itu
memperoleh kebahagiaan, baik dikehidupan sekarang maupun di dunia yang lain.
f. Akibat Perilaku Matsarya
1.
Perilaku matsarya menyebabkan menjadi orang yang penuh dengki dan iri hati
kepada orang lain.
2.
Perilaku matsarya juga membuat kehidupan menjadi tidak tenang dan tidak nyaman.
Dalam Kitab Sarasamuscaya disebutkan sebagai berikut:
Abhīdhyāluh parasvesu neha nāmutra nandati,
tasmādabhidhyā santyājyā sarvadābhīpstā sukham.
Hana ta mangke kramanya,engine ring drbyaning len,
madêngki ing suhkanya, ikang wwang mangkana, yatika pisaningun, têmwang sukha
mangke, ring paraloka tuwi, matangyan aryakêna ika, sang mahyun langgêng
anêmwang sukha. (Sarasamuscaya 88)
Artinya:
Adalah
orang yang tabiatnya menginginkan atau menghendaki milik orang lain, menaruh
dengki iri hati akan kebaahagiaannya; orang yang demikiaan tabiatnya,
sekali-sekali tidak akan mendapat kebahagiaan di dunia ini, ataupun di dunia
yang lain; oleh karena itu patut ditinggalkan tabiat itu oleh orang yang ingin
mengalami kebahagiaan abadi.
4. Cara Mengendalikan Sad Ripu
a. Cara Mengendalikan Kama
Cara
mengendalikan Kama misalnya sebagai berikut:
1.
mengendalikan pikiran dan hawa nafsu. Pikiran yang tidak terkendali menjadi
liar, pikiran menggerakkan perbuatan baik dan buruk. Dengan mengendalikan
pikiran kita dapat membatasi diri dan senantiasa berperilaku menurut ajaran
Dharma. Dalam Kitab Sarasamuscaya disebutkan:
Mritye janmanor’thāya jāyante maranāya ca, na dharmātam
na kārmatham tṛṅāniva pṛthagjanāh.
Apan purih nikang prthagjana, tan dharma, tan kāma,
kasiddha denya, nghing mātya donyan ahurip, doning patiya, nghing hanma muwah,
ika tang pṛthagjana mangkana kramanya, tan hana patinya ide nika, tahā pih, tan
hana pahinya lawan dukut, ring kapwa pāti doning jānmanya, janma doning
pātinya. (Sarasamuscaya 46).
Artinya:
Sebab
keadaan orang kebanyakan (orang yang belum mencapai tingkat filsafat) ia tidak
mengerti akan hakikat dharma, serta tidak tahu bagaimana cara mengendalikan
nafsu; yang dapat dicapainya hanyalah untuk mati tujuan mereka hidup, maksud
matinya adalah hanya untuk lahir lagi; orang kebanyakan demikian keadaannya
itu, bukan mati yang dipikirkanya, cobalah pikirkan, kehidupan serupa itu tiada
bedanya dengan rumput yang mati untuk tumbuh kembali, dan tubuhnya hanya untuk
menunggu matinya.
Manohi mūlam sarvesāmindrāyanam pravartate, ṣubhāśubhasvavashtāsu
kāryam tat suvyavasthitam.
Apan ikang manah ngaranya, ya ika witning indriya,
maprawṛtti ta ya ring śubhāśubhakarma, matangnyan ikang manah juga prihen kahṛtanya
sakareng.(Sarasamuscaya 80).
Artinya:
Sebab
yang disebut pikiran itu, adalah sumbernya nafsu, ialah yang menggerakkan
perbuatan yang baik ataupun buruk; oleh karena itu pikirkanlah yang segera patut
diusahakan pengekangannya atau pengendaliannya.
2.
Mengutamakan kesabaran. Sifat sabar membuat kita mampu melawan keinginan yang
tidak baik. Dalam kitab Sarasamuscaya disebutkan:
Nātah ṣrīmattara kincidanyat pathyatara tathā prabhaviṣnorythā
tātā kṣamā sarvatra sarpvadā.
Sangksepanya, kṣamā ikang paramārthaning pinakadrbya,
pinaka mās mānik nika sang wênang lumage ṣaktining indriya, noralumewihana
halepnya; anghing ya wekasning pathya, pathya ngaraning pathādānapêtah, tan
panasar sangke mārga yukti, manggêh sādhana asing parana, tan apilih ring kāla.(Sarasamuscaya 93).
Artinya:
Kesimpulannya
kesabaran hati itulah yang merupakan kekayaan yang utama; itu adalah sebagai
emas dan permata orang yang mampu memerangi kekuatan hawa nafsunya, yang tidak
ada melebihi kemuliaannya. Akan tetapi ia juga pada puncaknya pathya; pathya
disebut patandanapeta, yang tidak sasar, sesat dari jalan yang benar, melainkan
tetap selalu merupakan pedoman untuk mencapai setiap apa yang akan ditempuh
sepanjang waktu.
b. Cara Mengendalikan Lobha
1.
Dengan melaksanakan upawasa. Upawasa merupakan cara mendekatkan diri kepada
Sang Hyang Widhi/Tuhan. Kebanyakan orang berpikir bahwa uang dan harta adalah
satu-satunya cara untuk mencapai kebahagiaan. Dengan serakah manusia berlomba
mengumpulkan uang dan harta benda yang sebanyak-banyaknya. Sehingga tak jarang
yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Dharma, misalnya makan
berlebihan, menipu,korupsi dan sebagainya. Dengan melakukan upawasa tindakan
seperti itu dapat diminimalisir.
2.
Melakukan dana punia. Dana punia merupakan pemberian yang baik dan suci serta
dilakukan dengan tulus dan iklas. Dana punia yang bersifat “satvika” artinya
dana punia yang didasari rasa tulus iklas, diberikan kepada orang yang berhak
menerimanya. Dana punia dilaksanakan sesuai dengan kemampuan ,tidak boleh
berlebihan hanya untuk tujuan pamer. Selain itu uang untuk dana punia diperoleh
melalui jalan dharma.
c. Cara Mengendalikan Krodha
1.
Selalu mengingat Sang Hyang Widhi
2.
Melakukan Pranayama untuk menenangkan diri
3.
Mengendalikan kata-kata atau diam
4.
Pergi ketempat yang menyejukkan seperti merajan, pura, mata air atau melihat
pemandangan alam yang indah.
5.
Menenangkan diri dengan minum air putih
d. Cara Mengendalikan Mada
1.
Menjauhi minuman keras
2.
Menjauhi narkoba
3.
Menghindari pergaulan dengan orang yang suka mabuk dan pengguna narkoba
4.
Mematuhi nasehat yang disampaikan oleh Catur Guru.
5.
Melaksanakan bratha upawasa pada hari-hari suci.
e. Cara Mengendalikan Moha
1.
Melaksanakan Tri Sandya dan sembahyang setiap hari dan menyerahkan diri
sepenuhnya kepada Sang Hyang widhi
2.
Menenangkan pikiran melalui meditasi. Meditasi dapat dilakukan dimana saja dan
kapan saja.
f. Cara Mengendalikan Matsarya
1.
Selalu besyukur kepada Sang Hyang Widhi atas segala anugerah-Nya.
2.
Peduli, mengasihi dan menyayangi, mengasihi dan menyayangi sesame dengan tulus.
B. Memahami Sad Ripu Melalui Cerita
1. Contoh Kama Dalam Cerita
Rahwana Menculik Dewi Sita
Diceritakan
raja yang memerintah di Alengka Pura yang bernama Raja Rahwana. Ia memiliki
seorang adik yang bernama Surpanaka. Surpanaka menceritakan kecantikan seorang
dewi yang bernama Dewi Sita yang
merupakan istri dari Sang Rama. Rahwana sangat tertarik dengan Dewi Sita.
Akhirnya Rahwana perge kehutan Dandaka mencari Dewi Sita. Sebelum berangkat,
Rahwana meminta tolong kepada Detya Marica. Pada mulanya Ditya Marica tidak mau
menerima usul Raja Rahwana, karena mengikuti hawa nafsu hanya akan mendatangkan
permusuhan dengan Sang Rama. Rahwana tidak mendengarkan nasehat tersebut.
Rahwana menculik Dewi Sita dengan bantuan Detya Marica yang menyamar menjadi
kijang mas. Setelah Dewi Sita diculik, terjadi perang antara Rahwana dengan
Sang Rama yang dibantu oleh adiknya Sang Laksmana. Pada akhirnya matilah Sang
Rahwana. Sang Rahwana meninggal karena sang raja selalu menuruti hawa nafsunya
atau keinginannya. Setelah rahwana meninggal kerajaan alengka pura diperintah
oleh Wibhisana.
Raja Santanu dan Dewi Gangga
Pada
suatu hari yang indah, Raja Santanu bertemu dengan seorang Dewi di tepian
sungai Gangga. Ia terpesona dengan kecantikan Dewi tersebut yang melebihi
kecantikan manusia biasa. Sang raja berkeinginan intuk memperistri Sang Dewi,
sang Dewi bersedia menerima pinangan Sang Raja dengan sarat Raja Santanu tidak
boleh menanyakan siapa dia dan darimana asal-usulnya. Raja juga tidak boleh
melarang atau marah atas apa yang diperbuat oleh Sang Dewi. Jika raja melanggar
dan membuat Sang Dewi bersedih maka sat itu juga Sang Dewi akan pergi.
Raja
Santanu menyanggupi syarat tersebut dan merekapun akhirnya menikah. Pada saat
sang Dewi hendak melahirkan ia memohon untuk diantarkan ke tepi Sungai Gangga
di sana ia melahirkan bayinya. Namun kejadian aneh terjadi saat bayinya lahir
Dewi itu langsung membuangnya ke sungai Gangga. Raja Santanu hanya dapat
menyaksikan itu tanpa bisa berkata-kata. Hal itu terjadi sampai tujuh kali,
namun pada kelahiran yang kedelapan akhirnya Raja Santanu tak sanggup lagi
untuk melihatnya ia mencegah Sang Dewi untuk membuang bayinya.
Tanpa
disadari ia telah melanggar janjinya kepada Sang Dewi, maka sudah tiba saatnya
Sang Dewi untuk pergi meninggalkan Raja Santanu. Sebelum pergi Sang Dewi
menceritakan siapa sebenarnya dirinya. Ia adalah Dewi Gangga. Rsi Wasista telah
menimpakan kutukan kepada delapan Wasu agar lahir ke bumi. Dewi Gangga telah
menyanggupi untuk menjadi ibu bagi kedelapan Wasi tersebut, dan melahirkannya
bersama Raja Santanu sebagai Ayahnya.
Anak
yang kedelapan tidak jadi dibuang ke sungai Gangga tetapi dibawa pergi oleh
Dewi Gangga. Bila sudah besar nanti akan diserahkan kembali kepada Raja
Santanu. Anak tersebut akan dikenal sebagai Bhisma.
2. Contoh Lobha Dlam Cerita
Keserakahan Duryodana
Duryodana
sangat berambisi ingin menjadi raja Kuru, padahal Yudistira dipandang lebih
pantas duduk di atas singasana sebagai raja Kuru.
Untuk
mewujudkan ambisinya, Duryodana menggunakan berbagai cara untuk menyingkirkan
Yudistira dan para Pandawa. Namun usahanya selalu gagal, hal ini disebabkan
karena pertolongan Widura dan Krishna yang selalu menyelamatkannya.
Dalam
permainan dadu Kaurawa bermain dengan curang sehingga Pandawa kalah.
Kekalahannya menyebabkan Pandawa harus meninggalkan kerajaannya untuk
mengasingkan diri kedalam hutan selama 13 tahun.
Setelah
pulang dari pengasingan Pandawa berhak meminta kembali kerajaannya akan tetapi
Duryodana menolak permintaan Pandawa. Ketamakan dn keserakahan membuat
Duryodana enggan mengembalikan kerajaan Pandawa.
Pandawa
lalu meminta hanya lima desa saja akan tetapi Duryodana tetap menolaknya.
Duryodana mengatakan bahwa ia tidak akan memberikan sejengkal tanahpun kepada
Padawa. Hal itu akhirnya memicu perang besar Bharatayudha di Kuruksetra.
3. Contoh Krodha dalam Cerita
Kemarahan Raja Parikeshit
Pada
suatu hari Raja Parikeshit dari kerajaan Kuru sedang berburu di hutan. Ia
adalah putra Abimayu cucu dari Pandawa. Di hutan ia kehilngan jejak buruannya
hingga tibalah ia di pertapaan Bagawan Samiti. Pada saat itu Bagawan Samiti
sedang bertapa dan melakukan Mona Brata yaitu berpantang bicara. Raja Parikeshit
menanyakan arah lari binatng buruannya kepada Sang Bagawan. Oleh karena beliau
sedang bertapa maka beliau terdiam tidak dapat menjawab pertanyaan Raja
Prikeshit. Hal ini membuat Raja Parikeshit murka, ia lalu mengambil bangkai
ular dengan anak panahnya kemudian mengalungkannya di leher Bagawan Samiti.
Hal
itu diketahui oleh Sang Srenggi putra dari Bagawan samiti. Sang Srenggi sangat
mrah melihat ayahnya dikalungi bangkai ular yang sudah membusuk. Sang Srenggi
pun mengutuk Rja Parikeshit agar mati digigit ular tujuh hari setelah kutukan
itu diucapkan.
Mendengar
kutukan itu, Bagawan Samiti sangat kecewa, bagaimanapun juga Raja parikesit
sudah memberikan tempat tinggal dan perlindungan yang baik di wilayah kerajaan
Kuru. Bagawan Samiti mengutus murudnya untuk menemui Raja Parikeshit dan
memberitahukan prihal kutukan tersebut.
Raja
Parikeshit merasa malu memohon agar kutukan itu dibatalkan ia lebih memilih
untuk membuat perlindungan sendiri. Ia tinggal di dalam sebuah menara yang
tinggi yang dijaga ketat oleh banyak prajurit,brahmana dan ahli bisa.
Kutukan
Sang Srenggi dilakukan oleh Naga Taksaka. Karena penjagaan terlalu ketat, ia
berubah wujud menjadi seekor ulat yang berada di dalam buah jambu yang akan
dipersembahkan kepada Raja Parikeshit. Ketika Sang Raja Parikeshit hendak
memakan buah jambu itu, ulat itu berubah menjadi naga Taksaka lalu menggigit
leher Raja Parikeshit, beliau pun meninggal saat itu juga. dan kutukaan Bagawan
Samiti jadi kenyataan.
4. Contoh Mada dalam Cerita
Kutukan Terhadap Duryodana
Pada
suatu hari Rsi Maitreya mengunjungi Raja Dritarastra di Astina Pura. Raja
sangat senang menerima kedatangannya, karena itu merupakan berkah baginya.
Raja
Dritarastra menanyakan kabar Pandawa di hutan. Rsi Maitreya menyampaikan kabar
bahwa Pandawa baik-baik saja. Sang Rsi justru terkejut ketika mengetahui
Pandawa diasingkan ke hutan padahal masih ada raja Dritarastra dan Bhisma yang
bisa mencegah hal itu agar tidak terjadi.
Raja
Dritarastra hanya terdiam, kemudian Rsi Maitreya menasehati Duryodana agar tidak
bermusuhan dengan Pandawa yang merupakaan saudara sepupunya.
Duryodana
enggan mendengaar nasehat Rsi Maitreya, ia malah tertawa terbahak-bahak sambil
menepuk-nepuk pahanya kemudian meludah dengan angkuh.
Melihat
tingkah Duryodana seperti itu Rsi Maitreya merasa terhina dengan marah ia
mengutuk Duryodana bahwaa ia akan terbunuh dalam pertempuran karena pahanya
akan terbelah menjadi dua karena tombak Bhima.
Menyaksikan
hal itu raja Dritarastra segera menyembah Rsi Maitreya agar mencabut
kutukannya. Rsi Maitreya pun mengatakan kutukan tersebut tidak akan berlaku
jika Kaurawa mau berdamai dengan Pandawa. Setelah mengucapkan itu, Sang Rsi pun
meninggalkan istana Raja Dritarastra.
5. Contoh Moha Dalam Cerita
Kebingungan Arjuna Menjelang Perang
Bharatayudha
Ribuan
pasukan Paandawa dan Kaurawa sudah saling berhadap-hadapan dan siap bertempur.
Arjuna meminta Krishna untuk membawa keretanya berada di antara kedua pasukan
tersebut. Dengan demikian Arjuna dapat dengan leluasa melihat wajah para
ksatriya yang ikut ambil bagian dalam perang besar itu. Disanalah ia melihat
teman-temannya, paman, kakek, guru dan saudara-saudaranya berada diantara
mereka.
Hati
Arjuna sangat kecut dan sedih
menyaksikan sanak keluarganya akan saling membunuh satu sama lain.
Arjuna terduduk lemas hatinya diliputi kebimbangan dan kebingungan.
Melihaat
haal itu Krishna tergerak untuk menyadarkan Arjuna. Krishna memberikan wejangan
kepada Arjuna untuk menghilangkan kebingungan dan kebimbangan hatinya. Wejangan
tersebut dikenal sebaagai Bhagavad Gita.
6. Contoh Matsarya Dalam Cerita
Terbunuhnya Sisupala
Pandawa
mengundang para raja untuk menyaksikan upcara Rajasuya yaitu upacara penobatan
gelar Maharajadiraja kepada Yudistira. Sesuai tradisi dalam upacara Rajasuya
harus memberikan penghormatan yang utama kepada salah satu tamu atau raja yang
paaling layak menerimanya. Kemudian tamu-tamu lain akan menerima penghormatan
sesuai keagungan, kekuasaan, dan kebijaksanaan masing-masing.
Dalam
musyawaarah Yudistira dan Bhisma memilih Krishna untuk mendapatkan penghormatan
utama itu. Para peserta musyawarah setuju akan tetapi raja Cedi yang bernama
Sisupaala menolak keputusan tersebut. Sisupala beranggapan bahwa Krishna tidak
layak untuk mendapatkan kehormatan itu, ia mengatakan bhwa masih banyak para
ada kesatria yang lebih pantas untuk itu.
Dengan
kebencian yang membara Sisupala menghina Krishna. Krisna tidak terima dihina
dan dipermalukan di depan para tamu undangan. Mereka pun bertarung. Dalam
pertarungan, Sisupala tewas.
Akhirnya
upaacara Rajasuya berjalaan meriah. Dalam upacara itu Krishnya mendapat penghormatan yang utama dan Yudistira pun
diberi gelar Maharajadiraja.
5. Tri Rna
A. Mengenal Tri Rna
1. Pengertian Tri Rna
Setiap
manusia memiliki hutang yang di bawa sejak lahir. Agama kita menyebutnya dengan
“Tri Rna”.
Kata
Tri Rna berasal dari bahasa Sanskerta dari kata “Tri” artinya tiga dan “Rna”
artinya hutang. Jadi yang dimaksud dengan Tri Rna adalah tiga hutang yang di
bawa manusia sejak lahir ke dunia. Hutang tersebut yaitu: Dewa Rna, Pitra Rna
dan Rsi Rna. Dalam Kitab Manawa Dharmasastra disebutkan sebagai berikut:
Rinani trinyapakritya manomok-
Se niwecayet
Anapakritya moksam tu sewama-
No wrajatyadhah
(Manawa
Dharmasastra VI.35)
Artinya:
Kalau ia telah membayar tiga macam hutangnya ( kepada Tuhan, kepada Leluhur
dan kepada Orangtua), hendaknya ia menunjukkan pikirannya untuk memcapai
kebebasan terakhir, ia yang mengejar kebebasan terakhir itu tanpa menyelesaikan
tiga macam hutangnya akan tenggelam ke bawah.
2. Bagian-Bagian Tri Rna
a. Dewa Rna
Dewa
Rna yaitu hutang kepada Sang Hyang Widhi yang telah menciptakan kita,
menciptakan alam semesta beserta isinya. Dalam Kitab Bhagavad Gita disebutkan:
sahayajñāḥ prajāḥ sṛṣțvā
purovācaa prajāpatiḥ
anena prasaviṣhya dhvam
eṣa vo ‘stv iṣța kāmadhuk
Artinya:
Dahulu
kala Sang Hyang widhi (Prajapati) menciptakan manusia dengan jalan yajna, dan
bersabda: “Dengan ini (yajna) engkau akan berkembang dan mendapatkan
kebahagiaan (kamadhuk) sesuai dengan keinginanmu”.
Dengan
demikian manusia yang merupakan Ciptaan Sang Hyang Widhi mempunyai hutang
kepada-Nya. Hutang itu adalah hutang urip atau nyama dan tempat tinggal.
b. Rsi Rna
Rsi
Rna adalah hutang kepada para Rsi. Jnana Sankalini Tantra, 94 menyebutkan:
Ekamapyâksharam
yastu guruh sisyât prabhodhayet
Prthivyâm
nâsti tat dravyam yat dattvâ amim bhavet
Artinya:
Meski
satu huruf pun pengetahuan yang diberikan kepada murid oleh seorang guru itu
tak ternilai hrganya, dan tidak ada apa pun yang ada di seluruh dunia yang
mampu membayarnya.
Berdasarkan
sloka di atas Rsi atau guru telah mendedikasikan hidupnya dengn memberi pencerahan
kepada manusia melalui jaran-ajarannya. Tujuannya agar manusia dapat hidup
dengan lebih baik.
c. Pitra Rna
Pitra
Rna adalah hutang kepada orang tua dan leluhur. Menurut kakawin Nitisastra, ada
lima hutang kepada leluhur dan orang tua yang disebut “Panca wida” yaitu:
Panca Wida
1. Matulung Urip rikalaning baya,
artinya menolong tatkala menghadapi bahaya.
2. Sang Maweh Binojana, artinya
orang yang memberikan makan.
3. Sang Mangupadyaya, artinya
orang yang memberikan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
4. Sang Menyangaskara, artinya
orang yang menyucikan dan mengupacarai.
5. Sang Ametuaken, artinya orang
yang menyebabkan lahir.
Menurut Kitab Sarasamuscaya, ada
tiga hutang kepada orang tua yaitu:
1. Anadatha, yaitu orang yang
memberikan makan
2. Pranadatha, yaitu orang
memberi hidup atau jiwa
3. Sarira Krta, yaitu orang yang
membangun dan membentuk badan jasmani.
Dalam Kitab Taittiriya Upanisad
disebutkan:
Matri Deva bhava, pitri deva bhava, athiti deva bhava
Artinya:
Ibu, ayah, pandita dan tamu adalah
Dewa. Dewa adalah sinar suci dalam kelurga.
Berdasarkan sloka di atas bahwa
orang tua dan leluhur memiliki kedudukan yang mulia. Mereka berperan penting
dalam kehidupan kita. Karma leluhur dan orang tua berpengaruh terhadap
keberadaan setiap orng. Oleh karena itu setiap Umat Hindu wajib menghormati dan
berbhakti kepada orang tua masing-masing.
B. Memahami Tri Rna Melalui Cerita
1. Cerita Tentang Dewa Rna
Budhi sadar bahwa Tuhan
menciptakan manusia sebagai mahluk yang tertinggi karena memiliki Tri Pramana
yaitu Sabda, bayu dan idep yakni kemampuan untuk berbicara, bergerak dan
berpikir. Dengan pikiran manusia bisa berbuat lebih banyak. Maka dari itu
manusia harus bersyukur telah diciptakan sebagai manusia. Dengan jalan puja
bhakti atau sembahyang kehdapan Sang Hyang Widhi/ Tuhan Yang Maha Esa.
Sejak kecil Budhi diajari untuk
bersyukur dengan Puja Bhakti kepada Sang Hyang Widhi melalui sembahyang. Budhi
rajin sembahyang di Sanggah Kamulan di rumahnya. Setiap rerahinan Budhi bersama
orang tuanya akan sembahyang ke Pura Dadya atau pura yang ada di dekat
lingkungan tempat tinggalnya. Di hari-hari tertentu Budhi selalu menyempatkan
diri untuk sembahyang di Kahyangan tiga atau pura-pura lainnya.
Kini budhi sudah semakin dewasaa,
ia menjadi sangat yakin bahwa dengan semkin dekat kepada Sang Hyang Widhi maka
kesejahteraan dan kebahaagiaanpun akan semakin dekat.
Kini ia Sudah berumah tangga
tidak hanya sembahyang tetapi ia juga kerap melakukan yajna. Karena dengan
yajna hidup ini tidak akan sia-sia. Ia semakin yakin bahwa dengan yajna jawaban
akan kehidupan ini semakin ia mengerti.
2. Cerita Tentang Rsi Rna
Bhima adalah anak yang
berbhakti. Ia sangat patuh terhadap
perintah gurunya. Pada suatu hari ia diutus oleh gurunya yakni Guru Drona untuk
mencari “Tirtha Prawidhi” atau air suci kehidupan. Sebagai murid yang berbhakti
ia pun pamit untuk mencari Tirta Prawidhi yang dimaksud.
Bhima menjelajahi hutan rimba,
gunung, lembah-lembah dan gua-gua ia datangi. Berbagai binatang buas juga jin
dan setan ia jumpai namun semua dapat ia kalahkan. Kemudian dia bertemu dengan
dua raksasa sakti yang bernama Rukmukha dan Rukmakhala. Mereka pun bertarung,
dalam pertarungan itu kedua raksasa tersebut dapat dikalahkan oleh Bhima. Kedua
raksasa tersebut menjelma menjadi Bhatara Indra dan Bhtara Bayu. Bhatara Indra
menghadiahkan mantra Jalasengara sedangkan Bhatara Bayu menghadiahkan satu ikat
pinggang sakti.
Kemudian Bhima melanjutkan
perjalanan ke hutan Palasara. Di dalam hutan itu terdapat telaga Gumuling yang
dihuni oleh Naga Anantaboga. Bhima mengira Tirtha Prawidhi berada di dalam
telaga tersebut. Bhima dihadang oleh Naga Anantaboga maka pertarunganpun
terjadi dan Naga Anantaboga dapat dikalahkan oleh Bhima. Naga tersebut
merupakan penjelmaan dari Dewi Maheswari. Dewi Maheswari memberi tahu Bhimaa
bahwa Tirtha Prawidhi itu berada di dasar samudra raya.
Bhima melanjutkan perjalanan
menuju dasar samudra raya. Disana ia dihadang oleh Naga Nawatnawa. Dalam
pertarungan Naga Nawatnawa dpat dikalahkan oleh Bhima. Namun setelah mengalahkan
Naga Nawatnawa, Bhima kelelahan. Ia akhirnya ditolong oleh Dewa Ruci. Bhima
mendapat pelajaran dari Dewa Ruci mengenai hakekat manusia dan alam semesta.
Saat itulah Bhima sadar bahwa ia telah menemukan Tirtha Prawidhi. Dalam hal
ini, Tirtha Prawidhi melambangkan hakikat diri dan alam semesta. Demikianlah
Bhima telah berhasil menunjukkan bhakti kepaada gurunya,Drona.
3. Cerita Tentang Pitra Rna
Sang Jaratkaru
Tersebutlah seorang pertapa yang
sangat sakti bernama Sang Jaratkaru. Sang Jaratkaru memiliki budi pekerti yang
baik. Setiap hari Sang Jaratkaru mengumpulkan biji-biji padi yang berserakan di
jalan. Butir-butir padi itu kemudian dicuci, dimasak lalu dipersembahkan kepada
Para Dewa.
Sang Jaratkaru mengaabdikan
hidupnya untuk bertapa dan memuja Para Dewa. Karena rajin bertapa maka ia dapat
menguasai berbagai macam mantra. Ia dapat memasuki tempat-tempat yang ia
kehendaki.
Pada suatu hari Sang Jaratkaaru
mengunjungi Ayatanasthana yang berada diantara dunia Surga dan dunia Neraka. Di
tempat tersebut para Atma menunggu keputusan pengadilan akhirat apakah nanti
masuk surga atau masuk neraka.
Tanpa sengaja ia melihat seorang
Atma yang tergantung di buluh petung. Kondisinya sangat memperihatinkan. Kepalanya terayun di bawah
dan kakinyaa terikat di atas menggelayut di ujung buluh petung. Di bawahnya terdapat jurang neraka. Di
pinggir jurang tampak seekor tikus besar
sedang mengerat pangkal buluh petung tersebut. Jika petung itu sampai patah
maka atma tersebut akan langsung jatuh ke jurang neraka.
Merasa kasian, Sang Jaratkaru
bertanya kepada atma itu prihal kenapa ia sampai dalam kondisi seperti itu.
Atma tersebut kemudiaan menceritakan bahwa hal itu terjadi karena keturunannya
putus. Lanjutnya, bahwa ia mempunyai seorang keturunan yang bernama Jaratkaru, akan
tetapi tidak mau menikah dan memutuskan untuk menjadi seorng Brahmacari.
Mendengar pengakuan Atma tersebut
Sang Jaratkaru terperanjat, karena ternyata atma malang yang ditemuinya itu
adalah leluhurnya. Atma itu melanjutkan kembali ucapannya, “jika engkau
berbelas kasih kepada saya, pintakan kepada Sang Jaratkaru supaya menikah dan
mempunyai keturunan. Dengan demikian saya akan terbebas dari hukuman ini dan
dapat kembali pulang ketempat para leluhur.”
Mendengar apa yang disampaikan
oleh atma tersebut, Sang Jagatkaru menjadi sedih. Kemudian dia mengatakan
kepada Atma tersebut bahwa ia adalah Jaratkaru yang dimaksud. Ia adalah
keturunannya. Dan Atma tersebut adalah
leluhurnya. Sang Jaratkaru bejanji untu menikah dan mempunyai keturunan agar
leluhurnya terbebas dari hukuman dan tidak terjatuh ke neraka. Tetapi Sang
Jaratkaru mau menikah asalkan calon istrinya mempunyai nama yang sama dengan
dirinya.
Mencari nama istri yang sama
dengan dirinya tidklah mudah ia harus memohon kepada Yang Maha Kuasa agar menemukan
istri yang didambakannya. Permohonan Sang Jaratkaru rupanya didengar oleh Sang
Naga Basuki. Naga Basuki mempunyai adik yang bernama Jaratkaru. Naga Basuki
memberikan adiknya untuk dijadikan istri. Maka kedua Jaratkaru itu pun menikah
dan mempunyai anak yang bernama Sang Astika.
Dengan lahirnya Sang Astika
membuat Atma leluhurnya tidak lagi tergantung di buluh petung sehingga
leluhurnya tersebut tidak jatuh ke neraaka. Demikianlah Sang Jaratkaru membayar
hutang kepada leluhurnya agar terbebas dari penderitaan.
C. Hubungan Antara Tri Rna dengan Panca Yadnya
Kata Yajna beraasal dari bahsa
Sanskerta yang artinya memuja, mempersembahkan, atau korban. Menurut Kitab
Bhagavad Gita, yajna merupakan suatu perbuatan yang dilakukan dengan penuh
ketulusan dan kesadaran untuk melaksanakan persembahan.
Yajna juga berarti upacara
persembahan korban suci. Pemujaan yang dilakukan dengan korban suci harus
dilandasi pikiran dan sikap yang suci yang tulus daan iklas. Dalam Kitab
Atharwa Weda disebutkan:
Satyaṁ bṛhadṛtamugraṁ dīkṣā tapo brahma yajñaḥ pṛthivīṁ dhārayanti,
Sā no bhūtasya bhavyasya patnyuruṁ lokaṁ pṛthivī naḥ kṛņotu
(Atharwa Weda XII.I.I)
Artinya:
Kebenaran, kejujuran yang agung,
hukum-hukum alam yang tidak bisa diubah, pengabdian diri, tapa (pengekangan
diri), pengetahuan persembahan (yajna) yang menopang bumi.
Berdasaarkan dari seloka tersebut
di atas, yajna merupakan salah satu penopang bumi. Oleh karena itu kita harus
terus memelihra kehidupan di dunia dengan terus melaksanakan yajna.
Menurut kitab Agastya Parwa,
Panca Yadnya terdiri dari :
- Dewa Yajna
- Rsi Yajna
- Pitra Yajna
- Manusa Yajna
- Bhuta Yajna
Pelaksanaan Panca Yajna merupakan
cara untuk membayar Rna atau hutang. Hubungan antara Tri Rna dengan Panca Yajna
adalah sebagai berikut:
1. Dewa Rna yaitu hutang kepada Sang Hyang Widhi/Tuhan dapt ditebus
dengan:
- a. Dewa Yajna adalah korban suci yang ditunjukkan kepada Sang Hyang
Widhi beserta Para Dewa.
- b. Bhuta Yajna yaitu korban suci yang bertujuan sebagai berikut:
- 1. Menyucikan alam beserta isinya
dari pengaruh atau gangguan paraa bhutakala dan mahluk lain yang lebih rendah
dari manusia.
- 2. Menyucikan bhutakala dan
mahluk yang lebih rendah dari manusia dengan cara menghilangkan sifat-sifat
buruknya. Sehingga dengan demikian mahluk-mahluk tersebut dapat memberikan
kesejahteraan bagi manusia dan bagi alam.
2. Pitra Rna yaitu hutang kepada leluhur dan orang tua. Hutang ini
dapat ditebus dengan melakukan:
- a. Pitra Yajna yaitu korban suci yang tulus iklas bagi para leluhur
dan orang tua. Pitra Yajna wajib dilakukan untuk membayar hutang hidup kepada
leluhur dan orang tua. Tampa leluhur dan orang tua kita tidak mungkin lahir ke
dunia, oleh sebab itu utang itu harus kita bayar dengan melaksanakan upacara
Pitra Yajna.
- b. Manusia Yajna yaitu korban suci yang dilaksanakan demi kesempurnaan
hidup manusia. Yajna ini bertujuan untuk memelihara hidup dan membersihkan
manusia secara jasmani dan rohani sejak dalam kandungan hingga meninggal.
Pembersihan secara jasmani dan rohani sangat penting agar manusia dapat menerima
petunjuk suci Sang Hyang Widhi. Sehingga
manusia dapat berbuat baik selama hidupnya.Demikian juga pada kehidupan
berikutnya lahir sebagai manusia yang lebih baik.
3. Rsi Rna yaitu hutang kepada para Rsi atau orang suci. Hutang ini
dapat ditebus dengaan melakukan Rsi
Yajna, yaitu korbn suci atau persembahan yang tulus iklas kepada para Rsi
atau orang suci.
Sumber : Buku Pendidikan Agama
Hindu dan Budi Pekerti untuk SD Kelas VI (Kreatif)
Bahan Ajar Agama Hindu KTSP (kurikulum tingkat satuan
pendidikan) Sd Kelas VI
CADHU SAKTI
Pengertian Cadhu
Sakti
Cadhu Sakti terdiri dari dua kata yaitu; kata “Cadhu” dan “Sakti”. Cadhu
saama artinya dengan kata ”Catur” yang
berarti empat. Sedangkan Sakti berati kesaktian, kekuatan, kehebatan,
kemahakuasaan. Jadi Cadhu Sakti berarti empat kesaktian atau kekuatan atau
kemahakuasaan Ida Sang Hyang Widhi.
Bagian-bagian Cadhu
Sakti
Cadhu Sakti terdiri dari empat bagian, yaitu:
1. Wibhu Sakti,
2. Prabhu Sakti,
3. Jnana Sakti ,dan
4. Krya Sakti.
Pengertian bagian-bagian
Cadhu Sakti
1. Wibhu Sakti :
adalah sifat Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi Maha Ada, meresap memenuhi Bhuana
atau Wyapi Wyapaka/berada
dimana-mana, tiada tempat yang tidak dipenuhi oleh wujud-Nya. Wyapi Wyapaka Nirwikara artinya selalu
ada di mana-mana tidak terpengaruh dan tidak berubah. Eko Dewah Sarwa Bhutesu Cittah artinya Sang Hyang Widhi Tunggal
namun terasa pada seluruh ciptaan-Nya. Sarwam
Idham Khalu Brahman artinya segala
sesuatu di dunia ini berasal dari Ida Sang Hyang Widhi dan pada waktu tertentu
akan kembali ke asalnya yaitu Tuhan itu sendiri.
2 . Prabhu Sakti.
Prabhu : artinya Raja. Ida Sang Hyang Widhi adalah Rajadiraja. Prabhu Sakti
berarti sifat Ida Sang Hyang Widhi Maha Raja atau Maha Kuasa, menguasai alam
semesta sebagai pencipta (Utpti),
pemelihara (Sthiti) dan pelebur (Pralina)
atas ciptaan-Nya.
3. Jnana Sakti:
adalah sifat Ida Sang Hyang Widhi Maha Tahu. Ida Sang Hyang Widhi mengetahui
segala kejadian dan segala yang ada di alam baik yang nyata/kelihatan maupun
yang tidak nyata. Tuhan mampu mengetahui kejadian masa lampau (Atita), kejadian sekarang (Nagata) dan mampu mengetahui kejadian
yang akan datang ( Wartamana), Karena
Tuhan memiliki Tiga Kemampuan yang yang serba tembus, meliputi:
- a. Dura Adnyana/Dura
Sarwajnana, yaitu Tuhan berpengetahuan serba tembus,
- b. Dura Srawana,
artinya Tuhan memiliki pendengaran tembus yaitu mampu mendengar suara baik yang
dekat maupun yang jauh, dan
- c. Dura Darsana yaitu, Tuhan penglihatan serba tembus
artinya Tuhan mampu melihat kejadian dahulu, sekarang dan yang akan datang.
4. Krya Sakti:
artinya sifat Ida Sang Hyang Widhi sebagai Maha Karya. Sang Hyang Widhi dapat
berbuat apa saja yang dikehendakinya.Ida Sang Hyang Widhi menciptakan alam ini
dengan Kemahakuasaan-Nya dan kembali kepada-Nya pada saat Pralaya (kiamat).
Sebelum dunia ini di ciptakan pada mulanya adalah kosong tidak ada apa-apa (duk tan hana paran-paran) yang ada hanya
Ida Sang Hyang Widhi. Sebenarnya setiap saat terjadi penciptaan dan peleburan (pralina). Ida Sang Hyang Widhi tidak pernah
berhenti bekerja.
Contoh Kemahakuasaan
Ida Sang Hyang Widhi dalam Cadhu Sakti
1. Wibhu Sakti:
adalah sifat Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi Maha Ada, meresap memenuhi Bhuana
atau Wyapi Wyapaka/berada
dimana-mana, tiada tempat yang tidak dipenuhi oleh wujud-Nya.
Contohnya:
a. Matahari selalu bersinar,
b. Bintang dan bulan selalu bersinar,
c. Tuhan ada pada air,
d. Tuhan ada pada setiap makhluk
2. Prabhu Sakti:
berarti sifat Ida Sang Hyang Widhi Maha Raja atau Maha Kuasa, menguasai alam
semesta sebagai; pencipta (Utpti), pemelihara (Sthiti) dan pelebur (Pralina)
atas ciptaan-Nya.
Contohnya:
a. Matahari selalu terbit dari Timur dan tenggelam di Barat.
b. Adanya siang dan malam.
c. Adanya kelahiran, kehidupan dan kematian.
d. Adanya kesembuhan .
e. Adanya Penyakit, .
f. Seorang dokter pintar mengobati orang sakit, tetapi dia
tidak kuasa menahan hukuman Tuhan pada akhirnya ia akan mati.
g. Betapa cerdasnya
otak manusia yang membidangi meteorologi dan geofisika untuk mendeteksi bencana
alam seperti gempa, tsunami, gunung meletus, tetapi bila Hyang Widhi
berkehendak manusia tidak dapat menghindari dan menolaknya.
3. Jnana Sakti :
adalah sifat Ida Sang Hyang Widhi Wasa Maha Tahu. Ida Sang Hyang Widhi
mengetahui segala kejadian dan segala yang ada di alam baik yang
nyata/kelihatan maupun yang tidak nyata.
Contoh-contohnya:
- -Ketika seseorang akan meninggal tidak pada waktunya biasanya
akan menampakkan tanda-tanda seperti firasat. Firasat yang ditunjukkan itu
adalah tanda-tanda yang diperlihatkan Tuhan kepada manusia.
- -Sang Hyang Widhi mengetahui apa yang akan terjadi .
- -Tuhan lebih tahu tentang nasib ciptaan-Nya sendiri.
4. Krya Sakti :
adalah sifat Ida Sang Hyang Widhi sebagai Maha Karya. Sang Hyang Widhi dapat
berbuat apa saja yang dikehendakinya,
contohnya:
- -Sang Hyang Widhi menciptakan keindahan alam
- -Ida Sang Hyang Widhi dapat menggerakkan matahari, bumi,
bintang dan planet-planetnya,
- -Ida Sang Hnyang Widhi menciptakan segalanya, dan segala
ciptaanya pasti berguna.
Sejarah Perkembangan
Agama Hindu
Sejarah Agama Hindu
sebelum Kemerdekaan
Abad ke-4 atau
sekitar tahun 400 sudah berkembang agama Hindu yaitu di Kutai tepatnya ditepi sungai Mahakam dengan bukti
diketemukannya 7 buah Yupa dengan
nama Kerajaan Kutai. Yang menjadi
rajanya pertama kali adalah Kudungga yang memiliki putra bernama Aswawarman.
Aswawarman selanjutnya berputra Mulawarman. Mulawarmanlah yang menjadikan Kerajaan
Kutai menjadi sangat terkenal.
Pada abad ke-5
atau sekitar tahun 500 Masehi perkembangan agama Hindu di Indonesia berkembang
ke Pulau Jawa yakni di Jawa Barat dengan munculnya Kerajaan Taruma Negara dengan rajanya yang
sangat terkenal bernama Purnawarman. Raja Purnawarman adalah raja yang sangat
gagah berani bagaikan Dewa Wisnu.
Abad Ketujuh ( 7 ) atau sekitar tahun 700 Masehi, perkembangan
agama Hindu muncul di Jawa Tengah yakni Kerajaan
Mataram dengan rajanya yang beragama Hindu bernama Raja Sanjaya. Raja
Sanjaya pada masa pemerintahannya memuja Dewa Tri Murti.
Agama Hindu terus berkembang. Pada pertengahan abad ke delapan atau sekitar tahun 750 Masehi , Agama Hindu berkembang di Jawa Timur dengan
munculnya Kerajaan Kanjuruhan dengan
Rajanya bernama Dewa Simha yang memuja Dewa Siwa. Selanjutnya berkembang lagi
di Jawa Timur dengan munculnya sebuah kerajaan yang menjadi cikal bakal agama
Hindu di Bali yaitu Kerajaan Majapahit.
Kejayaan Majapahit dibuktikan dengan bersatunya Nusantara di bawah panji-panji
Majapahit. Rajanya yang sangat terkenal adalah Hayam Wuruk dengan Maha Patihnya
bernama Maha Patih Gajah Mada. Gajah Madalah yang bersumpah untuk menyatukan
Nusantara dengan sumpahnya yang bernama Sumpah
Palapa. Namun akhirnya pada tahun 1400
(sirna hilang kertaning gumi) runtuhlah kerajaan Majapahit karena masuknya
pengaruh Islam ke Majapahit.
Perkembangan selanjutnya setelah runtuhnya Majapahit oleh
pengaruh Islam, sebagian masyarakat Majapahit ada yang mengungsi ke daerah
Tengger dan ke Bali. Di Bali pada abad
ke-8 agama Hindu berkembang di Bali
dengan bukti diketemukannya Prasasti Blanjong di daerah Sanur yang mana isi
Prasasti Blanjong menyebutkan bahwa pusat pemerintahan kerajaan yang beragama
Hindu berpusat di Singhamandawa dengan rajanya bergelar Sri Kesari Warmadewa.
Perkembangan agama Hindu semakin pesat di Bali sampai sekarang.
Sejarah Perkembangan
Agama Hindu Menjelang Kemerdekaan Indonesia
Menjelang kemerdekaan Indonesia perkembangan agama Hindu
lebih pesat atau sebagian besar perkembangannya di Pulau Bali. Berkembangnya
agama Hindu di Bali diawali dari kedatangan Dang Hyang Markandeya, Mpu Kuturan, Dang Hyang Nirartha. Pada masa
sebelum kemerdekaan, di Bali masih diperintah oleh Raja-raja seperti ada
kerajaan Karangasem, Kerajaan Kelungkung, Kerajaan Gianyar, Kerajaan Badung,
Kerajaan Denpasar, Kerajaan Tabanan, Kerajaan Jembrana, dan kerajaan-kerajaan
kecil lainnya. Pada masa itu setiap Raja selalu didampingi oleh seorang pendeta
istana yang dinamakan Purohita. Oleh purohita inilah kehidupan beragama Hindu
di setiap kerajaan diperhatikan.
Perkembangan selanjutnya karena Bali masih menjadi Jajahan
Belanda pada masa itu, Belanda banyak mendirikan sekolah di Bali. Lalu
mendirikan organisasi-organisasi yang bernuansakan Hindu seperti:
a. di Gianyar ada oranisasi yang bernama Sara Poestaka,
b. di Singaraja/Buleleng ada perkumpulan yang bernam Surya Kanta dan Suita Gama Tirtha,
c. di Kelungkung juga berdiri organisasi yang bernuansakan
agama Hindu bernama Catur Wangsa Dirga
Gama Hindu Bali,
d. di Denpasar berkembang juga organisasi yang bernuansakan
agama Hindu bernama Bali Dharma Laksana.
e. Di tahun 1939 pemerintah menggalakkan program Bali Sering dengan tujuan menjaga
kehidupan Agama Hindu dan Budaya Bali dari pengaruh budaya dan kepercayaan di
luar Bali.
Perkembangan Agama Hindu Setelah Kemerdekaan
Indonesia Merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh
Proklamator kita yaitu Soekerno dan Muhhamad Hatta. Dengan merdekanya negara
kita maka negara mulai mengatur kehidupan bernegaranya sendiri termasuk menata
kehidupan beragama. Salah satu yang diatur keseragamannya adalah tentang
perayaan Nyepi yang sebelum Kemerdekaan terdapat perbedaan pelaksanaan
dikarenakan masing-masing kerajaan mengatur pelaksanaan perayaan Nyepi.
Setelah Indonesia merdeka, perkembangan selanjutnya pada
tanggal 3 januari 1946 berdiri sebuah Departemen yang khusus mengatur, menata
dan mengayomi kehidupan beragama bernama Departemen Agama. Namun pada tahun
tersebut Agama Hindu belum diakui sebagai sebuah agama yang resmi di Indonesia.
Agama Hindu di Bali terus berjuang untuk mendapatkan pengakuan, sampai akhirnya
di Bali dibentuk Dinas Agama Otonom Daerah Bali. Agama Hindu baru bisa diakui
oleh Pemerintah Indonesia secara Nasional pada tahun 1963 atau 18 tahun dari
sejak Indonesia merdeka dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 100 tahun 1962.
Sebelum diakui sebagai Agama Resmi secara Nasional di
Indonesia ada usaha-usaha untuk mendapat pengakuan diantaranya:
Pada tanggal 21
sampai 23 Februari 1959 diadakan pertemuan agung (mahasabha)
di gedung Fakultas Sastra Universitas Udayana oleh Pejabat Pemerintah Privinsi
dan Kabupaten, Kepala Kantor Kabupaten, serta Pimpinan Organisasi dan Yayasan
yang bercorak kehinduan dengan
menghasilkan sebuah keputusan/kesepakatan membentuk suatu Dewan yang diberi
nama Parisadha Hindu Dharma Bali.
Atas keputusan itu, dibuatlah Akte Pendirian Parisadha Hindu Dharma Bali dengan
Akte Notaris no. 50 tanggal 4 September 1959. Pada awal pendiriannya susunan
pengurusnya terdiri dari 11 orang sulinggih dan 22 orang paruman walaka dengan
tugas mengatur, memupuk dan mengembangkan kehidupan beragama di Bali. Adapun
susunan pengurus hariannya adalah:
- - Ketua : Ida Pedanda
Wayan Sidemen
- - Wakil Ketua : I Gusti Bagus Oka
- - Sekretaris : DR. Ida Bagus Mantra
Pada tanggal 4 Juli
1959 atas dukungan Yayasan Dwijendra maka didirikan Sekolah Pendidikan Guru
Agama Hindu Bali (PGAH Bali) sampai akhirnya dirubah statusnya menjadi sekolah
Negeri oleh Pemerintah pada tahun 1968. Tujuan didirikannya PGAH adalah untuk
mendidik generasi muda Hindu Bali untuk menjadi guru agama Hindu yang nantinya
bertugas di sekolah-sekolah di Bali.
Perkembangan agama Hindu selanjutnya pada tanggal 3 Oktober 1959 diadakan Pesamuhan Agung
I Parisadha Hindu Dharma Bali yang bertempat di SMP Dwijendara Denpasar. Hasil dari Mahasabha I tersebut
menghasilkan beberapa hasil seperti: menerbitkan buku Agama Hindu untuk
sekolah-sekolah di Bali yang berjudul Dharma
Prawerti Sastra yang memuat tentang ajaran Widhi Tatwa, Atma Tattwa, Karmaphala Tattwa, Samsara Tattwa dan Moksa Tattwa serta pengertian tentang
Dharma.
Pada tanggal 19 Maret
1960 diadakan Pesamuhan Agung II yang dilaksanakan di Balai Masyarakat Kota
Denpasar. Dengan keputusan tentang pelaksanaan Hari Raya Nyepi ( tahun Baru
Saka) secara serempak, Busana Sulinggih (pendeta )serta pemakaian buku
pelajaran agama terbitan Parisada. Dan pada tahun yang sama di Denpasar juga
dilaksanakan Pasamuan Agung III dan IV.
Pada tanggal 21
Oktober 1961 dilaksanakan Pesamuan Agung V bertempat di SMP Dwijendra
Denpasar. Hasil dari Pesamuan Agung V adalah rencana melaksanakan Karya Agung Eka Dasa Rudra yang akan
dilaksanakan tahun 1963.
Akhirnya pada tanggal 17
- 23 Nopember 1961 Pesamuan Agung
diselenggarakan di Campuahan Ubud Kabuapten Gianyar tepatnya di Pura Gunung
Lebah. Yang dibahas dalam Pesamuan Agung di Campuahan Ubud adalah tentang
pengasraman para Pendeta/Sulinggih yang disebut Dharma Asrama. Dan hasil yang
terpenting dari Pesamuan Agung Campuan Ubud adalah Piagam Campuhan Ubud yang berisi tentang keputusan penting bagi
perkembangan agama Hindu selanjutnya.
Isi Piagam Campuan
Ubud:
1.Mengenai Dharma
Agama yang terdiri dari 10 butir meliputi tentang :
a. Pengakuan Weda Sruti sebagai inti ajaranAgama Hindu
b. Dharma Sastra Smerti sebagai ajaran Susila.
c. Tentang pendirian Perguruan Tinggi Agama,
d. Pendirian Padmasana atau Sanggar Agung pada setiap
Kahyangan Tiga sebagai Stana Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
e. Tentang dasar Pengalantaka,
f. Tentang pelaksanaan Pitra Yadnya,
g. Tentang Metatah,
h. Tentang Cuntaka, dll.
2. Mengenai Dharma
Negara yang terdiri dari 7 butir
meliputi tentang:
a. kemerdekaan,
b. percobaan senjata nuklir,
c. menjungjung tinggi Pancasila,
d. memperjuangkan agama Hindu agar menjadi bagian dari
Departemen Agama,
e. memupuk semangat gotong royong ,
f. membenarkan petugas dengan pakaian dinas masuk dan
melakukan persembahyangan di pura-pura.
Sebagai wujud isi Piagam Campuan Ubud yang khusus mengenai
Dharma Agama diwujudkan dengan:
a. Pendirian Perguruan Tinggi Agama, maka tanggal 3 Oktober
1963 didirikanlah Mahawidya Bhawana Institut Hindu Darma ( IHD ) dan sekarang
telah menjadi Universitas Hindu Indonesia ( UNHI ),
b. Disetiap Provinsi dan Kabupaten seluruh wilayah Indonesia
berdiri Parisada.
c. Dengan telah terbentuknya Parisadha di seluruh Indonesia,
maka untuk menyamakan maksud dan tujuan diadakanlah Mahasabha, seperti:
1. Mahasabha I
dilaksanakan tanggal 7 –10 Otober 1964 dihadiri oleh utusan Parisadha seluruh
Indonesia. Hasil keputusannya adalah menyempurnakan Lembaga Hindu Parisadha
Hindu Dharma Bali menjadi Parisadha Hindu Dharma,
2. Mahasabha II
dilaksanakan di Denpasar dari tanggal 2-5 Desember 1968.
3. Pesamuan Agung
dilaksanakan di Yogyakarta dari tanggal 21 - 24 Februari 1971. Hasil Pesamuan
Agung di Yogyakarta menghasilkan rumusan dibidang Dharma Agama dan Dharma
Negara, yaitu berupa pengajuan usul kepada Pemerintah Pusat agar Perayaan Hari
Raya Nyepi menjadi libur Nasional.
4. Mahasabha III
diselenggarakan tanggal 27 - 29 Desember 1973 bertempat di Denpasar.
5. Mahasabha IV
diselenggarakan pada tanggal 24 - 27 Desember 1980 di Denpasar. Hasil
keputusannya yakni tentang tempat suci dan kepanditaan.
6. Diakuinya Hari
Raya Nyepi sebagai Hari Libur Nasional oleh Pemerintah Pusat berdasarkan Keputusan Pemerintah Nomor 3
Tahun 1983 setelah 12 tahun dari pengajuannya ( diajukan tahun 1971) 7. Mahasabha V dilaksanakan dari tanggal
24 - 27 Februari 1986, memutuskan tentang:
a. Ajaran agama
b. Pesantian Hindu atau Widyalaya
c. Perubahan nama dari Parisadha Hindu Dharma Bali menjadi
Parisadha Hindu Dharma Indonesia.
8. Mahasabha VI
diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 9-14 September 1991. Hasil
keputusannya, seperti:
a. Pemilihan tempat kerja Pengurus yaitu pengurus PHDI yang
melaksanakan Dharma Negara berkedudukan di Jakarta,
b. Kedudukan tempat kerja pengurus yaitu pengurus PHDI yang
melaksanakan Dharma Negara berkedudukan di Bali.
9. Pada Mahasabha VII dan Mahasabha VIII terjadi perubahan
struktur kepengurusan PHDI.
Fungsi dan Peran
Parisadha
Parisadha memberikan pemahaman ajaran agama Hindu kepada
Umat. Parisadha adalah lembaga tertinggi Umat Hindu yang berfungsi:
a. Menata kehidupan beragama Hindu,
b. merumuskan ajaran dan mengembangkan kehidupan beragama
Hindu sehingga terus dapat berkembang sejalan dengan perkembangan jaman,
c. memberikan pemahaman ajaran Agama Hindu kepada Umat Hindu
melalui ceramah dan Dharma Tula.
Hasil Kerja Parisadha
Dalam perjalanan perkembangan kehidupan beragama Hindu terus
mengalami perubahan sesuai perkembangan kehidupan dalam masyarakat. Dalam menghadapi
perubahan-perubahan dipandang perlu mengkaji ulang sastra-sastra Hindu yang ada
untuk dapat disesuaikan dengan pola kehidupan masyarakat. Pengkajiannya
dilakukan dalam bentuk seminar yang diberi nama Seminar Kesatuan Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu. Selain itu hasil
kerja Parisadha yang lain adalah diadakannya pesamuan Sulinggih untuk
menyamakan kewajiban, persepsi menyangkut Padewasan dan kewajiban serta
kewenangan Sulinggih.
Hasil-hasil
Pembangunan yang bernuansa agama Hindu setelah Kemerdekaan Indonesia
Untuk mengenal hasil-hasil pembangnunan yang bernuansa Hindu
kita akan pilah-pilah menjadi beberapa bidang diantaranya:
A. Bidang Pendidikan :
bidang pendidikan formal dan pendidikan non formal.
A.1 Bidang Pendidikan
Formal seperti:
1. Tahun 1959
Yayasan Dwijendra Denpasar mendirikan Pendidikan Guru Atas Hindu Bali (PGAH
Bali)
2. Tahun 1968
PGAH Bali dinegerikan menjadi Pendidikan
Guru Agama Hindu (PGAH) Negeri Denpasar. Kemudian diikuti dengan pendirian PGAH
di: Singaraja, Tabanan, Jembrana, Mataram Lombok, Klaten Jawa Tengah, Blitar
Jawa Timur.
3. Tahun 1963
didirikan Perguruan Tinggi Maha Widya Bhawana Institut Hindu Dharma Denpasar (
IHD ) yang sekarang bernama Universitas Hindu Indonesia ( UNHI )
4. Menyusul lagi pendirian Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH)
di beberapa daerah di Indonesia baik negeri maupun swasta dan juga didirikan
IHD di Bangli dan Denpasar.
B.2. Bidang
Pendidikan Non Formal seperti:
1. Mengadakan Pangasraman Kilat di sekolah setiap libur
akhir tahun ajaran bagi siswa SD, SMP, SMA untuk memberikan pendalaman Agama,
2. Pemerintah Daerah Bali atas Keputusan Gubernur mewajibkan
setiap Desa Pakraman mengadakan Pangasraman untuk mendalami ajaran Agama
seperti praktek membuat sarana upacara, budi pakerti, Dharmagita, dan Yoga Asana,
3. Bagi Umat Hindu di Bali mengadakan sekolah minggu
bertempat di Pura untuk memperdalam ajaran agama Hindu
4. Pemerintah terus menerus mengadakan perbaikan Kurikulum
dan memberikan penataran-penataran kepada Guru-guru Agama Hindu
5. Pemerintah melalui Kantor Wilayah Agama Provinsi Bali
memberikan penyuluhan kemasyarakat oleh tenaga Penyuluh di masing-masing
Kabupaten.
B. Bidang Pembangunan
Tempat Suci
Dengan semakin tersebarnya keberadaan umat Hindu di
Indonesia, pembangunan tempat suci yang bersifat umum seperti Pura Jagatnatha
banyak didirikan di daerah-daerah yang penduduknya masih mempertahankan Agama
Hindu. Terutama di luar Bali seperti:
a. Pura Mandara Giri Semeru Agung di Lumajang Jawa Timur,
b. Pura Payogan Agung Kutai di Kalimantan Timur di tempat
bekas Kerajaan Hindu Pertama ( Kutai)
c. Pura Jagatkarta atau lebih dikenal dengan nama Pura
Gunung Salak di Bogor Jawa Barat,
d. Pura Blambangan di Jawa Timur, Pura Alas Purwa di
Banyuwangi,
e. Pura Pancaka di Mataram Lombok Barat.
f. Candi-candi peninggalan Agama Hindu yang dulunya tidak
terurus sekarang mendapat perhatian dan dimanfaatkan sebagai tempat
persembahyangan, seperti: Candi Ceto, Candi Prambanan, Candi Kidal, Candi
Tikus, Candi Panataran, dll.
C. Bidang
Kesusastraan
Hasil pembangunan yang bernuansakan Hindu pada bidang
Kesusastraan, seperti:
a. Diterbitkannya buku pedoman hidup beragama dengan judul Dharma Prawerti Sastra dan Upadesa,
b. Selanjutnya banyak generasi muda Hindu mulai menulis
buku-buku yang bernafaskan ajaran agama Hindu baik yang bersifat umum maupun
ilmiah.
c. Munculnya penerbit-penerbit yang menerbitkan hasil karya
tulisan agama Hindu seperti: Penerbit
Dharma Bakti di Denpasar, Penerbit
Upada Sastra di Denpasar, Penerbit
Pustaka Manik Geni di Denpasar, Penerbit
Paramita di Surabaya,
d. Mulai banyak dialihaksarakan naskah-naskah lontar yang
mengandung ajaran agama Hindu sehingga mudah dibaca dan dipahami oleh Umat Hindu,
e. Diterjemahkannya kitab-kitab Parwa seperti Adi Parwa,
Sabha Parwa ( Asta Dasa Parwa), Kekawin, Kidung
untuk memudahkan generasi berikutnya mempelajari atau mempedomani
ajarannya yang bersumber dari Itihasa, Tantri, dll
f. Mulai diterbitkannya Majalah, Tabloid maupun karya tulis
lainnya yang bertujuan memberikan pemahaman kepada umat Hindu.
D. Hasil Bidang Seni
Budaya
Mengenai seni budaya yang mendukung kegiatan keagamaan
seperti seni lukis, seni tabuh, seni pahat, dan seni suara sangatlah
mengairahkan generasi muda kita untuk mempelajarinya. Dibidang seni suara
dikenal istilah Dharmagita. Secara
rutin umat Hindu mempelajari Dharmagita untuk menyiapkan diri mengikuti
perlombaan yang diadakan setiap tahun yang disebut Utsawa Dharma Gita.
Dalam Utsawa Dharmagita yang dilombakan, seperti:
- a. Pembacaan Sloka,
- b. Pembacaan Kekawin,
- c. Kidung,
- d. Macepat/Sekar Alit,
- e. Palawakya.
E. Hasil pada bidang
Organisasi
Di bidang Organisasi, banyak kita lihat organisasi yang
bernuansakan Hindu, seperti:
- a. Forum Pemuda Hindu,
- b. Prajaniti,
- c. Hindu Center
- d. Forum Cendikian Hindu Indonesia,
- e. Himpunan Mahasiswa Hindu,
- f. Peradah,
- g. Yayasan-yayasan Hindu yang mendukung keberadaan Agama
Hindu di Indonesia.
Nitya Karma Dan
Naimitika Karma
Yadnya berasal
dari Bahasa Sanskerta dari urat kata ”Yaj “ yang artinya memuja,
mempersembahkan atau memberi pengorabanan. Sehingga Yadnya berarti korban suci
yang tulus ikhlas tanpa pamerih.
Sumber sastra Hindu yang menyebutkan tentang Yadnya adalah Kitab Bhagavadgita Bab II Sloka 10, yang berbunyi sebagai berikut:
Saha-yajnah prajah
srstva purovaca prajapatih
Anena prasavisyadhvam
esa vo ‘stv ista-kama-dhuk.
Artinya:
Pada masa yang lalu, Prajapati. Dewa dari para
makhluk-makhluk menciptakan manusia dengan suatu etikad yang penuh dengan
pengorbanan dan berkatalah Dewa ini “ Dengan pengorbanan ini engkau akan
sejahtera, Dan pengorbanan ini adalah ibarat Kamadhuk (sapi kemakmuran) yang
beranak-pinak yang akan menghasilkan kemauan-kemauanmu.
Dalam beryadnya diperlukan minimal tiga unsur yang disebut Tri Manggalaning Yadnya, yang terdiri
dari:
a. Orang yang memimpin Upacara Yadnya seperti; Sulinggih, Pendeta, Pemangku, Sang Wiku.
b. Orang yang membuat sesajen (tukang
banten/Tapini),
c. Orang yang melaksanakan Yadnya disebut Sang Yajamana
Tujuan Yadnya adalah:
a. Untuk menghubungkan diri ke hadapan Ida Sang Hyang
Widhi/Tuhan Yang Maha Esa,
b. Untuk mencapai kesucian, membebaskan diri dari segala
dosa dan mencapai kesempurnaan hidup lahir batin,
c. Sebagai tanda terima kasih atas segala anugrah yang telah
dilimpahkan oleh Tuhan.
Berdasarkan tujuan pelaksanaan Yadnya dapat dibedakan
menjadi lima jenis yang disebut Panca
Yadnya, meliputi:
- Dewa Yadnya,
- Pitra Yadnya,
- Rsi yadnya,
- Manusa Yadnya,
- Bhuta Yadnya.
Berdasarkan atas waktu untuk beryadnya dapat dibedakan
menjadi dua yaitu yadnya dilakukan setiap hari disebut Nitya Karma dan yadnya yang dilakukan pada hari-hari tertentu yang
disebut Naimitika Karma.
Pengertian Nitya
Karma dan Naimitika Karma
Kata Nitya Karma dan
Naimitika Karma berasal dari Bahasa Sanskerta. Nitya Karma terdiri dari dua kata yaitu kata Nitya dan kata Karma, kata Nitya
adalah tergolong adjective yang berarti; batin, tetap, abadi, kekal sedangkan
kata Karma tergolong neuter yang
artinya perbuatan, pekerjaan. Sehingga Nitya
Karma berarti pelaksanaan yadnya yang dilakukan setiap hari.
Kata Naimitika Karma
terdiri dari dua kata yaitu kata Naimitika
dan Karma. Naimitika artinya; waktu tertentu atau
berkala atau periodik, sedangkan kata Karma berarti perbuatan, pekerjaan. Jadi
Naimitika Karma berarti pelaksanaan yadnya yang dilakukan pada waktu tertentu
atau secara berkala/periodik.
Contoh Pelaksanaan
Yadnya secara Nitya Karma dan Naimitika Karma
Contoh Pelaksanaan
Yadnya secara Nitya Karma:
Di bidang Dewa Yadnya
seperti:
Melaksanakan Yadnya
Sesa, yaitu melaksanakan yadnya
setiap selesai memasak nasi. Yadnya sesa atau ngejot ini ditujukan kepada; Ida
Sang Hyang Widhi beserta manifestasinya dipersembahkan pada pelinggih, di atas
tempat tidur. Kepada Sang Hyang Brahma karena telah membantu memasak,
dipersembahkan di tungku/jalikan/kompor. Ditujukan kepada Sang Hyang Pertiwi
dan Bhuta-bhuti dan Penunggun Karang dipersembahkan di halaman sanggah, halaman
rumah dan pintu keluar pekarangan dan tempat-tempat lain.
Melaksanakan Tri Sandya setiap hari, baik di Sekolah maupun
di Rumah,
Di bidang Resi
Yadnya, seperti:
- Mengormati guru di sekolah
- Mentaati tata tertib sekolah,
- Tekun belajar
- Tidak lalai terhadap tugas yang diberikan oleh guru
Pitra Yadnya,
misalnya:
- Menghormati orangtua
- Rukun dengan saudara
Manusa Yadnya,
seperti:
- Memelihara dan merawat badan dengan baik,
- Mengasihi sesama,
- Menolong orang kesusahan
Bhuta Yadnya,
misalnya:
- Mememlihara dan menyayangi hewan peliharaan
- Merawat dan menjaga kelestarian tanaman
- Menjaga kebersihan lingkungan.
Contoh Pelaksanaan
Yadnya secara Naimitika Karma,
Dewa Yadnya yang dapat dilakukan secara Naimitika Karma:
- Purnama dan Tilem yang dirayakan setiap satu bulan sekali,
- Budha Kliwon, Tumpek, Buda Wage, Anggara Kasih dilaksanakan
setiap 35 hari sekali,
- Hari besar Umat Hindu seperti; Saraswati, Pagerwesi,
Galungan, Kuningan dilaksanakan setiap enam bulan sekali,
- Hari Raya Siwaratri, Hari Raya Nyepi dilaksanakan setiap
satu tahun sekali,
- Kajeng Kliwon dilaksanakan setiap 15 hari sekali,
- Piodalan di pura/sanggah/merajan dapat dilaksanakan setiap
enam bulan atau satu tahun sekali.
Pitra Yadnya yang dapat dilakukan secara Naimitika Karma,
seperti:
- Upacara Ngaben,
- Upacara Ngeroras,
- Upacara Ngelungah
Resi Yadnya yang dapat dilakukan secara Naimitika Karma,
seperti:
- Pada saat sulinggih, wiku atau pinandita selesai muput
upacara yadnya kita wajib menghaturkan punia kepada beliau
- Menghaturkan punia pada saat perayaan Siwaratri.
Manusa Yadnya yang dapat dilakukan secara Naimitika
Karma, meliputi:
- otonan,
- upacara tutug kambuhan,
- potong gigi/metatah/mepandes,
- pawiwahan,
- magedong-gedongan
Bhuta Yadnya yang dapat dilakukan secara Naimitika Karma,
seperti:
- melaksanakan upacara Tawur Agung setiap hari Pengrupukan
atau sehari sebelum hari Raya Nyepi,
- melaksanakan Upacara Panca Wali Krama setiap 10 tahun
sekali di Pura Agung Besakih,
- melaksanakan Upacara Eka Dasa Rudra setiap 100 tahun sekali di Pura Agung Besakih,
- melaksanakan upacara Rsighana, dll
Penerapan Pelaksanaan
Yadnya Secara Nitya Karma dan Naimitika Karma
1. Lakukan Tri Sandya 3 kali sehari,
2. Lakukan sembahyang di rumah sebelum berangkat ke sekolah,
3. Lakukan persembahyangan di Padmasana sekolah dengan
tertib dan hikmat,
4. Bantulah ibu membuat dan menghaturkan banten saiban
setiap hari,
5. Rajinlah membersihkan tempat suci; sanggah, padmasana,
paibon,
6. Jagalah kerukunan dengan saudara,
7. Hormatilah orangtua dan turuti nasehatnya
8. Hormati gurumu, laksanakan apa yang diajarkan dan yang
diperintahkan,
9. Peliharalah hewan peliharaanmu yang ada di rumah dengan
baik,
10. Rajinlah membantu orangtua mejejahitan, metanding,
membuat penjor,
11. Lakukanlah persembahyangan pada hari-hari suci baik di
sekolah maupun di rumah,
12. Rawatlah orangtua, nenek, kakek bila beliau sakit atau
memerlukan pertolongan.
Dasa Yama Brata Dan
Dasa Nyama Brata
Arti Dasa Yama dan
Dasa Nyama Brata
Ajaran Dasa Yama dan Dasa Nyama adalah ajaran susila Hindu
yang dapat menuntun umatnya untuk berbuat susila agar menjadi orang yang
memiliki budi pakerti luhur. Ajaran Susila sangat erat kaitannya dengan ajaran
lain dalam agama Hindu yakni; ajaran Tattwa dan Upakara. Ajaran Tattwa, Susila
dan Upakara dalam agam Hindu disebut Tri Kerangka Agama Hindu. Ketiga ajaran
ini tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Ketiga ajaran ini
diibaratkan sebagai sebutir telur. Kulit telur adalah Upacara Hindu, Putih
telur adalah ajaran Susila Hindu, sedangkan Kuning Telur/sarinya adalah ajaran
Tattwa. Demikian juga ketiga ajaran ini diibaratkan seperti tubuh manusia.
Tattwa adalah kepala manusia, Susila adalah badan manusia dan Upacara adalah
kaki manusia.
Pengertian Dasa Yama
Brata
Kata ”Dasa Yama Brata” berasal dari Bahasa Sanskerta yang
terdiri dari tiga kata yaitu: Dasa, Yama dan Brata.
Dasa berarti sepuluh,
Yama berarti Pengendalian,
Brata sama artinya dengan Wrata berarti keinginan atau
kemauan.
Jadi arti dari Dasa Yama Brata adalah sepuluh pengendalian
keinginan untuk mendapatkan kesempurnaan hidup.
Pengertian Dasa Nyama
Brata
Dasa Nyama Brata juga berasal dari Bahasa Sanskerta, yang
terdiri dari tiga kata, yaitu:
Dasa berarti sepuluh,
Nyama berarti pengendalian dalam tahap mental,
Brata/Wrata berarti keinginan atau kemauan.
Jadi Dasa Nyama Brata
berarti sepuluh macam pengendalian keinginan dalam tingkat mental untuk
mencapai kesempurnaan hidup.
Bagian-bagian Dasa
Yama Brata dan artinya
1. Anresangsya artinya tidak mementingkan diri sendiri,
2. Ksama artinya
suka mengampuni dan tahan uji dalam kehidupan,
3. Satya berarti
setia dengan ucapan sehingga menyenangkan hidup,
4. Ahimsa berarti
tidak membunuh dan tidak menyakiti atau menyiksa,
5. Dama artinya
dapat menasehati diri sendiri,
6. Arjawa artinya jujur mempertahankan kebenaran,
7. Priti artinya
cinta kasih saying terhadap sesama makhluk,
8. Prasada
berarti berpikir dan berhati suci tanpa pamerih,
9. Madurya
artinya ramah tamah, lemah lembut, sopan santun,
10. Madarwa
artinya rendah hati.
Bagian-bagian Dasa
Nyama Brata dan artinya
1. Dana berarti
pemberian sedekah,
2. Ijya artinya
pemujaan terhadap Ida Sang Hyang Widhi da leluhur,
3. Tapa artinya
menggembleng diri,
4. Dhyana artinya
tekun memusatkan pikiran terhadap Ida Sang Hyang Widhi,
5. Swadyaya
berarti mempelajari dan memahami ajaran-ajaran suci,
6. Upasthanigraha
adalah mengendalikan hawa nafsu kelamin,
7. Brata adalah
taat akan sumpah,
8. Upawasa adalah
berpuasa,
9. Mona berarti
membatasi perkataan,
10. Snana artinya
melakukan penyucian diri sendiri setiap hari dengan jalan membersihkan badan
dan bersembahyang.
Contoh-contoh
Pelaksanaan Dasa Yama Brata
Tujuannya agar kita dapat mengikutinya untuk meningkatkan
kesempurnaan hidup.
1. Anresangsya :
artinya tidak mementingkan diri sendiri. Contoh-contoh pelaksanaan ajaran Anresangsya:
- Membatalkan janji pribadi untuk melaksanakan kepentingan
warga masyarakat,
- Mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi,
- Memberi kesempatan kepada penyebrang jalan dengan
memperlambat kecepatan sepeda motor/mobil,
- Memberikan tempat duduk kita di dalam bus/angkutan kepada
orang tua atau orang hamil,
- Membiasakan antre atau menunggu giliran di SPBU, Puskesmas,
rumah sakit atau kantor.
2. Ksama :
artinya suka mengampuni dan tahan uji dalam kehidupan.
Contoh-contoh pelaksanaa
ajaran Ksama, seperti:
- Memaafkan kesalahan teman,
- Tidak marah atau tersinggung bila dijelek-jelekkan teman,
- Tetap melanjutkan sekolah walaupun tidak naik kelas,
- Tidak merasa minder/berkecil hati walaupun merasa diri ada
kekurangan,dll.
3. Satya :
berarti setia dengan ucapan sehingga menyenangkan hidup. Satya berarti juga
kejujuran atau kebenaran. Contoh-contoh pelaksanaan ajaran Satya, seperti:
- Mengatakan dengan sebenarnya apa yang dilihat, di dengar.
- Bertanggung jawab terhadap yang telah diperbuat,
- Menepati janji,
- Jujur terhadap kata hati,
- Melaksanakan Panca Satya
Panca Satya
1. Satya Wacana :
setia terhadap ucapan,
2. Satya Laksana
: setia terhadap perbuatan,
3. Satya Mitra
setia terhadap teman, berteman dalam keadaan senang maupun susah,
4. Satya Semaya :
selalu menepati janji yang diucapkan, dan
5. Satya Hredaya
: jujur terhadap kata hati
4. Ahimsa : artinya tidak membunuh, tidak menyiksa atau
menyakiti makhluk. Contoh pelaksanaan ajaran Ahimsa, seperti:
- Tidak membunuh binatang sembarangan,
- Tidak meracuni hewan,
- Tidak mengganggu hewan yang sedang tidur,
- Tidak memfitnah,
- Tidak menghina teman yang memiliki kekurangan.
Agama Hindu juga membenarkan melakukan pembunuhan/Himsa
Karma tetapi hendaknya dilandasi cinta kasih dan dharma, seperti:
- Untuk Dewa Puja
yaitu untuk persembahan kepada para Dewa dan manifestasi Ida Sang Hyang Widhi,
- Pitra Puja
yaitu membunuh untuk persembahan kepada leluhur,
- Athiti Puja
yaitu membunuh untuk dipersembahkan atau dihaturkan kepada tamu.
- Dharma Wigata
yaitu membunuh di dalam peperangan/pertempuran.
5. Dama : artinya
sabar dan dapat menasehati diri sendiri. Contoh-contoh pelaksanaan ajaran Dama,
seperti:
- Menyadari perbuatan, perkataan dan perbuatan kita yang
keliru,
- Memikirkan terlebih dahulu akan perkataan yang akan
diucapkan,
- Sebelum tidur renungkanlah perbuatan yang telah kita
lakukan sebagai evaluasi harian untuk meningkatkan kwalitas diri,
- Biasakan tidak terlalu repot membicarakan kelemahan orang,
masih lebih baik jika rajin melihat kelemahan diri sendiri,
- Untuk menghindari adanya penyesalan yang datangnya selalu
di belakang, sebelum berkata dan berbuat pikirkan secara matang akibatnya.
Orang yang penyabar tidak mudah tersinggung, orang sabar
disayang Tuhan. Orang sabar dapat menasehati dirinya sendiri.
6. Arjawa :
artinya jujur mempertahankan kebenaran bersifat terbuka dan berterus terang.
Sifat terbuka dan berterus terang menghindarkan kita dari kesalahpahaman.
Kesalahpahaman dapat menimbulkan masalah. Contoh-contoh pelaksanaan ajaran
Arjawa, seperti:
- Jangan mengaku dan merasa diri selalu paling benar,
- Katakan yang benar adalah benar yang salah adalah salah,
- Berpijaklah pada kebenaran walaupun banyak godaan,
- Orang yang mempertahankan kebenaran akhirnya akan menang.
- Jadilah ksatria pembela kebenaran seperti peribahasa Berani karena benar Takut karena Salah.
7. Priti : artinya cinta kasih sayang terhadap sesama
Makhluk .Contoh-contoh pelaksanaan ajaran Priti, seperti:
- Hiduplah rukun saling mengasihi sesama teman di sekolah,
bersama keluarga, begitu juga dengan tetangga sekitar,
- Memelihara hewan peliharaan dengan baik,
- Rajin merawat dan memupuk tanaman, dll
8.Prasada :
artinya bertpikir dan berhati suci tanpa pamerih. Contoh-contoh pelaksanaan
ajaran Prasada, misalnya:
- Jujur dan tulus pada setiap tindakan untuk memupuk dan
menumbuhkan kesucian hati,
- Berpikir jernih, cermat dan masuk akal jangan mengembangkan
pikiran buruk atau berburuk sangka
(negatif thinking) kepada orang
lain,
- Rajin sembahyang,
- Jujur dan setia terhadap setiap tindakan,
- Berbuat yang iklas tanpa pamerih,
- Jagalah pikiran kita agar tetap jernih dan suci. Hindarikan
pikiran dari hal-kal kotor dan bodoh, karena pikiran yang diliputi oleh niat
yang kotor dan bodoh menyebabkan manusia lebih rendah dari binatang, dll
9. Madurya :
artinya ramah tamah, lemah lembut dan sopan santun. Contoh-contoh pelaksanaan
ajaran Madurya, seperti:
- Bersikap ramah tamah terhadap semua orang, menghindari
sikap judes dan cuek,
- Bersikap lemah lembut terhadap semua orang, menghindari
sikap kasar, emosional dan mudah tersinggung,
- Bersikap sopan santun terhadap siapa saja dan di manapun
berada,
- Selalu menjaga sikap santun ketika berhadapan dengan orang
lain baik dengan teman sejawat, orang yang lebih tua, guru ataupun siapa saja,
- Selalu berbicara yang sopan kepada lawan bicara,
- Menumbuhkan sikap saling menghormati dan menghargai
terhadap orang lain,
- Tidak memperlihatkan wajah masam, cemberut dan kusam,
10. Mardawa :
artinya rendah hati tidak sombong. Contoh-contoh pelaksanaan ajaran Mardawa,
misalnya:
- Selalu ringan tangan suka membantu orang yang membutuhkan
pertolongan,
- Menghargai orang lain,
- Menghormati orang lain,
- Tidak mementingkan diri sendiri,
- Peduli terhadap orang lain,
- Bersikap empati terhadap penderitaan orang lain sehingga
memiliki keinginan untuk memberi pertolongan,
- Menyadari diri memiliki kelebihan dan kekurangan,
- Menghindarkan diri dari perbuatan merendahkan harga diri
orang lain,
- Selalu bersikap sabar dan tidak membalas dendam,
- Dapat menerima kelebihan dan kekurangan orang lain.
Contoh-contoh
Pelaksanaan Dasa Nyama Brata
1.Dana : artinya
berderma dan beramal tanpa pamerih. Contoh-contoh pelaksanaan ajaran Dana,
seperti:
- Membiasakan berderma kepada orang yang sedang menderita
mengalami kesusahan dalam hidupnya,
- Kekayaan berupa harta benda bersifat tidak kekal dan tidak
dibawa mati, maka sisihkanlah sebagian harta kita untuk berderma/beramal,
- Berikanlah sedekah kepada orang yang membutuhkan,
- Lakukan sedekah pada waktu yang tepat, misalnya pada waktu
orang kesusahan, pada waktu orang tertimpa bencana,
- Berikanlah sedekah kepada orang miskin atau orang sakit,
- Berikanlah sedekah kepada pengemis dengan ikhlas. Janganlah
marah kepada pengemis, jangan mengusirnya dan janganlah mencela.
Pemberian sedekah atau dana menurut waktu pemberiannya ada 4
tingkatan menurut Slokantara 17, sebagai berikut:
- Dana yang diberikan di bulan Purnama dan bulan Mati (Tilem)
menyebabkan 10 kali kebaikan yang diterima,
- Dana yang diberikan pada bulan Gerhana membawa phahala
(100) seratus kali,
- Dana yang diberikan pada hari suci Sraddha menjadi 1000
kali lipat,
- Sedekah/Dana yang diberikan diakhir Yuga phahala
kebaikannya akan tidak terbatas.
Pemberian sedekah atau dana menurut Tingkatannya ada 4
menurut Slokantara 21, sebagai berikut:
- Pemberian berupa makanan itu mutunya kecil, disebut Kanista
Dana
- Pemebrian berupa Uang/pakaian mutunya menengah, disebut Madyama Dana
- Pemberian berupa gadis itulah yang dianggap tinggi, disebut
Utama Dana
- Pemberian sedekah/dana berupa Ilmu Pengetahuan itu
mengatasi semuanya dan membawakan kebajikan besar, disebut Ananta Dana.
2. Ijya : artinya
pemujaan terhadap Ida Sang Hyang Widhi. Contoh-contoh pelaksanaan ajaran Ijya,
seperti:
- Rajin melakukan Tri Sandya setiap hari ( pagi, siang, sore
)
- Rajin berdoa setiap saat,
- Rajin melakukan persembahyangan pada hari raya,
- Rajin melakukan meditasi dan berjapa, dll
3. Tapa : artinya
menggembleng diri untuk menimbulkan daya tahan. Contoh-contoh pelaksanaan
ajaran Tapa, seperti:
- Berlatih diri mengendalikan pikiran seperti berusaha untuk
berpikir jernih, berpikir yang baik agar tahan uji terhadap masalah yang
mengganggu pikiran,
- Berlatih mengendalikan keinginan, misalnya memenuhi
keinginan sesuai kebutuhan, memenuhi keinginan sesuai kemampuan, menghindari
keinginan yang menimbulkan kerugian baik bagi diri sendiri maupun orang lain
agar tahan uji terhadap pengaruh buruk keinginan itu,
- Berlatih hidup sederhana agar tahan uji terhadap
penderitaan,
- Berlatih mengendalikan perkataan agar tahan uji untuk tidak
berkata yang menyakitkan misalnya berkata kasar, mengancam, menghardik, dan
mengeluarkan kata-kata ejekan dan hinaan,
Berlatih mengendalikan perbuatan, misalnya tidak melakukan
perbuatan curang, mencuri, suka berkelahi, suka memancing keributan, suka
berbuat onar, dll.
4. Dhyana :
artinya tekun memusatkan pikiran terhadap Ida Sang Hyang Widhi. Contoh-contoh
pelaksanaan ajaran Dhyana, seperti:
- Saat belajar di kelas perlu memusatkan pikiran tentang
pelajaran yang sedang diajarkan,
- Memusatkan pikiran pada saat mengendarai sepeda motor/mobil,
- Berlatih melakukan pemusatan pikiran dengan melakukan
Pranayama,
- Berlatih melakukan pemusatan pikiran dengan sembahyang,
- Berlatih melakukan pemusatan pikiran kepada Ida Sang Hyang
Widhi dengan meakukan yoga, tapa dan semadi, dll
5. Swadhyaya :
artinya tekun mempelajari dan memahami ajaran suci. Contoh-contoh pelaksanaan
ajaran Swadhyaya, seperti:
- Tekun belajar jangan cepat putus asa,
- Berusaha belajar secara mandiri artinya belajar tanpa
diperintah dan belajar menemukan jawaban sendiri,
- Jangan malu bertanya kepada orang lain tentang suatu masalah
yang tidak dimengerti atau tidak diketahui,
- Rajin membaca buku kerohanian dan buku-buku lain yang
berguna dalam kehidupan,
- Mengamalkan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari,
dll
6. Upasthanigraha
: artinya mengendalikan hawa nafsu kelamin. Contoh-contoh pelaksanaan ajaran
Upasthanigraha, misalnya:
- Menghindari berduaan dengan lawan jenis di tempat yang
sepi,
- Menghindari berpakaian yang ketat atau seksi bahkan
berpakaian yang merangsang,
- Mengindarkan diri dari pikiran kosong agar tidak berpeluang
menghayal terhadap hal-hal yang porno,
- Tidak menonton tayangan televisi yang menyiarkan film-film
Dewasa,
- Tidak membuka HP yang berisi film-film porno,
- Hindari membaca komik atau menonton VCD Porno,
- Sibukkanlah diri dengan kegiatan-kegiatan positif, seperti
olahraga, kursus, ekstra kulikuler, belajar menari, Pramuka, megambel
- Menghindari berprilaku genit terhadap lawan jenis, dll
7. Brata :
artinya taat akan sumpah. Contoh-contoh pelaksanaan ajaran Brata, seperti:
- Berjanjilah dari lubuk hati yang paling dalam,
- Taatilah apa yang menjadi janjimu, seperti; saya ingin
menjadi orang yang berguna, saya ingin menjadi orang yang berbakti kepada orang
tua, saya ingin menjadi orang yang berguna dalam keluarga,
- Janji dalam hati bukan untuk diingkari tetapi untuk
ditaati, dll
8. Upawasa :
artinya berpuasa mengekang nafsu terhadap makanan dan minuman. Contoh-contoh
pelaksanaan ajaran Upawasa, misalnya:
- Hindari memakan makanan yang berlebihan karena nafsu
belaka,
- Hindarkan diri untuk memakan makanan yang sudah basi atau
kedaluwasa,
- Hindari makan makanan yang kotor,
- Hindari memakan makanan yang tidak jelas asal usulnya,
- Aturlah jadwal makan, misalnya makan teratur yaitu sarapan
pagi, makan siang dan makan sore secara teratus,
- Mengendalikan nafsu makan, misalnya makanlah secukupnya
sesuai kebutuhan tubuh, jangan makan yang berlebihan,
- Menghindari sikap rakus,
- Mencoba untuk berpuasa pada hari Raya Nyepi, Siwaratri atau pada hari Raya
Hindu sesuai kemampuan, dll
9. Mona : artinya
membatasi perkataan. Mona juga berarti pantang atau tidak berkata-kata dalam
kurun waktu tertentu atau membatasi perkataan. Contoh-contoh pelaksanaan ajaran
Mona, seperti:
- Hindari berkata kasar,
- Hindari perkataan mencaci maki,
- Hindari perkataan bohong,
- Hindari mengeluarkan tata-kata hinaan maupun ejekan,
- Jangan mengeluarkan perkataan mengancam,
- Hindarkan diri untuk tidak berkata yang kotor dan jorok,
- Belajar melakukan mona brata pada hari Raya Nyepi sesuai
kemampuan, dll
10. Snana :
artinya tekun melakukan penyucian diri dengan jalan mandi atau sembahyang.
Contoh-contoh pelaksanaan ajaran Snana, misalnya:
- Rajin mandi 2 kali sehari yaitu pagi hari sebelum sekolah
dan sore hari,
- Rajin merawat badan, misalnya: memotong rambut yang
panjang, memotong kuku, menyikat gigi, mencuci pakaian sendiri, mandi dengan
menggunakan air bersih dan memakai sabun,
- Rajin sembahyang baik di sekolah dengan Tri Sandya dan di
rumah di sore hari melaksanakan Tri Sandya dan Kramaning Sembah,
- Rajin melakukan Pranayama untuk menyucikan pikiran,
- Jujur dalam hidup, dll
Sumber Buku Semara Ratih Kls.VI dan sumber lainnya
Komentar
Posting Komentar