helaibuku.blogspot.com/
Sahabat Helai
Buku selamat bertemu kembali berikut ini Helai Buku petikkan Pelajaran Agama
Hindu untuk Anak Sekolah Dasar kelas V (lima) K13 (Kurikulum 13) dan KTSP untuk
kalian pelajari. Oke selamat belajar!
1. Kitab Suci Veda
A. Mengenal Veda Sebagai Kitab Suci Agama
Hindu
Veda adalah
sabda suci atau wahyu Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa. Ajaran Agama
Hindu bersumber dari Kitab Suci Veda. Kitab Suci Veda memuat ajaran kesucian yang diwahyukan oleh
Hyang Widhi Wasa melalui para Maha Rsi.
Veda dibaca
“Weda” merupakan jiwa yang meresapi
seluruh ajaran Hindu, laksana mata air yang mengalir terus-menerus melalui sungai-sungai yang amat panjang dan
dalam waktu berabad-abad lamanya. Veda juga merupakan sumber hukum tertulis
bagi Umat Hindu yang digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan
upacara keaagamaan dan pedoman dalam bertingkah laku yang baik didalam
kehidupan bermasyarakat.
Secara
ethimologi Veda berasal dari kata “Vid” (bahasa sansekerta), yang artinya mengetahui
atau pengetahuan suci. Veda adalah ilmu pengetahuan suci atau kebenaran sejati
yang maha sempurna dan kekal abadi yang berasal dari Hyang Widhi Wasa. Kitab
Suci Veda dikenal pula dengan “Sruti”, yang artinya bahwa kitab suci Veda
adalah wahyu yang diterima melalui pendengaran suci dengan kemekaran intuisi
para Maha Rsi. Selain itu juga disebut kitab mantra, sebab memuat
nyanyian-nyanyian pujaan Kepada Sang Hyang Widhi/Tuhan. Orang yang menghayati
dan mengamalkan ajaran Veda akan mendapatkan kebahagiaan dan ketenangan sekala
dan niskala (lahir dan batin).
Veda
menggunakan bahasa Sansekerta, Nama sansekerta dipopulerkan oleh Maharsi
Panini, sekaligus tokoh yang merintis penggunaan tatabahasa Sanskerta. Maharsi
Panini juga seorang penulis Tata Bahasa Sensekerta yang berjudul Astadhyayi
yang hingga kini masih menjadi buku pedoman pokok dalam mempelajari Sansekerta.
Kemudian dilanjutkan oleh Rsi Patanjali dengan karyanya adalah kitab Bhasa.
Jejak Patanjali diikuti pula oleh Rsi Wararuci.
Sebelum bahasa Sansekerta
menjadi populer, maka bahasa yang dipergunakan dalam Veda dikenal dengan nama
Daiwi Wak (bahasa/sabda Dewata).
B. Awal Kemunculan Kitab Suci Veda Hingga
Mengalami Kodifikasi
1. Para Rsi Penerima Wahyu
Veda diturunkan
Sang Hyang Widhi melalui sabda suci atau wahyu kepada Para Maha Rsi. Ada 7
(tujuh) Maha Rsi penerima wahyu sehingga disebut Sapta Rsi (tujuh Rsi). Selain
terpelajar dan berbudi yang luhur, Sapta Rsi dikenal akan kedisiplinannya
melakukan tapa, brata, yoga dan Samadhi.
Hal itu menjadikan para Maha Rsi tersebut mempunyai kesucian lahir dan batin
yang tinggi maka dapat menghubungkan diri dengan Sang Hyang Widhi sehingga mempunyai kemampuan untuk dapat
menerima Wahyu Sang Hyang Widhi/Tuhan.
Ketujuh Maha
Rsi penerima wahyu tersebut yaitu:
- Maha Rsi
Gretsmada
- Maha Rsi
Wiswamitra
- Maha Rsi
Wamadewa
- Maha Rsi Atri
- Maha Rsi
Bharadwaja
- Maha Rsi
Wasistha
- Maha Rsi Kanwa
1. Maha Rsi Grtsamada
Maha Rsi
Grtsamada adalah Maha Rsi menerima wahyua sloka-sloka Veda, terutama Rg. Veda mandala II. Dari beberapa
literasi diketahui bahwa beliau adalah keturunan dari Sunahotra dari keluarga
Angira. Dalam catatan lainnya disebutkan bahwa Grtsamada lahir dari keluarga Bhrgu. Apakah Angira adalah nama
lain dari Bhrgu? Belum diketahui denngan pasti. Beliau dikatakan putra Senaka,
salah seorang Maha Resi terkenal pula pada zaman itu. Bahkan didalam kitab
Mahabharata terdapat cerita yang menyebutkan bagaimana Maha Resi Senaka
merupakan Maha Resi terhormat dalam sejarah Hindu.
Adapun
Sunahotra dikatakan juga merupakan kelompok keluarga Bharadwaja yang juga
terkenal sebagai Maha Resi penerima Wahyu.
Dari beberpa
catatan di atas kiranya ada tanda-tanda yang membuktikan bahwa Grtsamada adalah
anggota keluarga yang sama dengan Maha Resi Bharadwaja yang kemudian banyak
dihubungkan dengan nama-nama Bhagawan Bhrgu. Keluarga Bhrgu ini adalah keluarga
yang namanya banyak disebut-sebut. Dari Grtsamada lahir putra bernama Kurma.
Lebih dari pada itu tentang cerita keluarga ini tidak banyak diketahui kecuali
dikatakan bahwa ada pula terdapat sloka-sloka yang diturunkan melalui
Putra-putra beliau.
2. Maha Rsi Viswamitra
Maha Rsi
Viswamitra adalah Maha Resi yang kedua yang banyak disebut-sebut. Beliau
sebagai menerima wahyu yang kemudian dihimpun dalam Rg Veda. Seluruh mandala III
diduga berasal dari keluarga Maha Resi Wiswamitra.
Kitab mandala
III ini terdiri atas beberapa pasal. Ada pula yang mengatakan bahwa diantara
pasal-pasal itu diturunkan melalui Kusika putra dan Maha Rsi Isiratha. Cerita
lain menyebutkan bahwa Wiswamitra adalah putra Musika. Karena itu dapat diduga
bahwa sloka-sloka Veda mandala III ini ada yang diturunkan sebelum Viswamitra
yang kemudian oleh Viswamitra menggabungkannya dengan sloka-sloka yang diterima
olehnya dalam satu mandala.Hubungan antara ketiga nama ini menunjukkan bahwa
antara Isiratha dan Wiswamitra adalah satu keluarga.
Ada pembuktian
lain yang menunjukkan adanya sloka-sloka yang telah diturunkan melalui
Prajapati sedangkan Prajapati dikatakan putra dan Wiswamitra. Sayangnya seluruh
sloka-sloka keluarga Wiswamitra tidak banyak diketahui. Kalau kita perhatikan
dua sukta terakhir ada petunjuk yang menunjukkan bahwa mantra-mantra itu
diturunkan melalui Maha Resi Yamadagni, sedangkan hubungan antara Maha Resi
Yamadagni dengan maha Resi Wiswamitra tidak banyak diketahui, sehingga sulit
untuk memastikannya. Hal lain yang perlu diketahui tentang Wiswamitra ialah
sehubungan dengan kedudukan Wiswamitra bukan sebagai Brahmana, tetapi sebagài
Kesatria atau golongan penguaasa yang kemudian terkenal sebagai Maha Rsi.
3. Maha Rsi Vamadeva
Maha Rsi
Vamadeva dibca “Wamadewa” dihubungkan dengan sloka-sloka dalam Rg Veda Mandala
IV. Hanya sayang riwayat hidup Vamadeva
tak banyak diketahui. Hampir semua mantra-mantra yang terdapat dimandala IV
dikatakan diterin oleh Vamadeva. Hanya dinyatakan salah satu dari pada mantra
yang terpenting yaitu Gayatri tidak terdapat didalam mandala IV tetapi
diletakkan di Mandala III.
Didalam cerita
Mahabharata dikatakan bahwa Mah Resi Vamadeva telah mencapai penerangan
sempurna sejak masih berada dalam kandungan ibunya. Diceriterakan bahwa semasih
dalam kandungan Vamadeva berdialog dengan Deva Indra dan Aditi. Rupanya
ceritera tentang dialog ini dihubungkan dengan kedudukan Vamadeva yang telah
dianggap mencapai kesucian, sehingga Vamadeva dilahirkan tidak melalui saluran
biasa. Hanya itulah ceritera yang kita peroleh tentang Vamadeva sebagai Maha
Resi.
4. Maha Rsi Atri
Maha Resi Atri
banyak dikaitkan dengan turunnya sloka-sloka Reg Veda yang dihimpun dalam
Mandala V. Tetapi sebagai Maha Resi, Maha Rsi Atri tidak banyak dikenal. Ada
banyak dugaan yang membuktikan bahwa nama Atri dan keluarganya banyak dikaitkan
dengan turunnya wahyu-wahyu. Nama Atri juga dihubungkan dengan keluarga Angira.
Nama-nama yang
banyak disebutkan didalam Mandala ini adalah, Dharuna, Prabhuwasu, Samwarana,
Ghaurawiti. Putra Sakti dan Samwarana, putra Prájapati. Didalam mandala ini
terdapat 87 Sukta. Däri 87 ini 14 sukta diturunkan melalui Atri sedangkan
Lainnya diturunkan melalui keluara Atri Dalam catatan yang ada, anggota
keluarga Atri yang dianggap sebagai penerima Wahyu.
5. Maha Rsi Bharadwaja
Reg Veda
Mandala VI diturunkan melalui Maha Resi Bharadavaja. Kitab ini memuat 75 sukta.
Berdasarkan otensitasnya tampaknya mandala ini lebih tua dari buku yang ke V,
tetapi dalam urutan ditetapkan sesudah buku ke V.
Hampir seluruh
isi mandala VI ini dikatakan kumpulan dari Bharadwaja, hanya sedikit saja yang
diduga turun dari keluarganya, antara lain disebut nama Sahotra dan Sarahotra.
Nama-nama
lainnya seperti Nara, Gargarjiswa, yang merupakan keluarga dari Bharadvaja
termasuk pula sebagai penerima wahyu. Diceriterakan Bharadvaja adalah putra
Brhaspati. Akan tetapi kebenaran tentang cerita ini belum dapat dipastikan,
karena disamping nama Bharadvaja terdapat pula nama Samyu yang dianggap sebagai
putra Brhaspati, sedangkan hubungan antara Samyu dan Bharadvaja tidak
diketahui.
6. Maha Rsi Wasista
Reg Veda
mndaala VII dianggap merupakan himpunan yang diturunkan melalui Maha Resi
Wasista, atau keluarganya. Putra Maha Resi Wasista bernama Sakti. Dari catatan
yang ada seperempat dari mandala VII diturunkan melalui putranya. Tentang
keluarga Wasista tidak banyak kita kenal. Didalam Mahabharata nama Wasista sama
terkenalnya dengan Viswamitra. Didalam ceritera Mahabharata itu Maha Resi
Wasista bertempat tinggal di hutan Kamyaka ditepi sungai Saraswati.
7. Maha Rsi Kanva
Maha Resi Kanva
dibaaca “Kanwa” merupakan Maha Resi
penerima wahyu terutama Reg Veda mandala VIII. Mandala ke VIII ini sebagian
besar memuat sloka-sloka yang diturunkan melalui keluarga Kanwa sedangkan Maha
Resi Kanwa sendiri menerima sebagian kecil saja. Maha Resi Kanwa inilah yang
ceriteranya hanyak disebut-sebut didalam kisah cintanya Sakuntala, sebagaimana
diceriterakan sastrawan Kalidasa. Disamping nama Kanwa terdapat pula Bhagawan
Kasyapa putra Maha Resi Marici. Maha Resi Kanwa sendiri berputra Praskanwa.
Disamping sloka-sloka yang seolah-olah tiap-tiap mandala itu merupakan kelompok
sendiri, yang sulit ditentukan adalah mandala-mandalanya. Disamping itu masih
ada banyak nama-nama yang dihubungkan dengan Mandala VIII ini seperti Gosukti,
Aswasukti, Pustigu, Bhrgu, Manu Waiwasa Nipatithi dan sebagainya.
2. Kodifikasi Veda
Veda merupakan
kitab suci yang mencakup berbagai aspek kehidupan yang diperlukan oleh umat
manusia. Karena jenis kitab Veda yang berdasarkan materi, isi dan luas
lingkupnya banyak, maka. Maha Rsi Manu membagi jenis isi Weda itu ke dalam dua
kelompok besar yaitu “Veda Sruti” dan “Veda Smerti”.
Kelompok Veda
Sruti isinya hanya memuat “wahyu”, sedangkan kelompok Veda Smerti isinya
bersumber dari Weda Sruti, jadi merupakan “manual”, yakni buku pedoman yang
sisinya tidak bertentangan dengan Sruti. Baik Sruti maupun Smerti, keduanya
adalah sumber ajaran agama Hindu yang tidak boleh diragukan kebenarannya. Ada
beberapa sloka berikut ini mempertegas pernyataan di atas.
Srutistu wedo wijneyo dharma
sastram tu wai smerth,
te sarrtheswamimamsye tab
hyam dharmohi nirbabhau.
(M. Dh.11.1o).
Artinya:
Sesungguhnya
Sruti adalah Weda, demikian pula Smrti itu adalah dharma sastra, keduanya harus
tidak boleh diragukan dalam hal apapun juga karena keduanya adalah kitab suci
yang menjadi sumber ajaran agama Hindu. (Dharma)
Weda khilo dharma mulam
smrti sile ca tad widam,
acarasca iwa sadhunam
atmanastustireqaca.
(M. Dh. II.6).
Artinya:
Seluruh Weda
merupakan sumber utama dari pada agama Hindu (Dharma), kemudian barulah Smerti
di samping Sila (kebiasaan- kebiasaan yang baik dari orang-orang yang
menghayati Weda). dan kemudian acara yaitu tradisi dari orang-orang suci serta
akhirnya Atmasturi (rasa puas diri sendiri).
Srutir wedah samakhyato
dharmasastram tu wai smrth,
te sarwatheswam imamsye
tabhyam dharmo winir bhrtah.
(S.S.37).
Artinya:
Ketahuilah
olehmu Sruti itu adalah Weda (dan) Smerti itu sesungguhnya adalah dharmasastra;
keduanya harus diyakini kebenarannya dan dijadikan jalan serta dituruti agar
sempurnalah dalam dharma itu.
Berdasarkan
sloka-sloka di atas, maka jelaslah bahwa Sruti dan Smerti merupakan dasar
utama ajaran Hindu yang kebenarannya
tidak boleh dibantah. Sruti dan Smerti merupakan dasar yang harus dipegang
teguh, supaya dituruti ajarannya dalam mendekatkan diri dengan Yang Maha Kuasa
dan juga dalam menjalankan kehidupan yang lebih baik di dunia ini.
C. Veda Sruti dan Veda Smerti
1. Veda Sruti
Veda Sruti
adalah kitab wahyu yang diturunkan secara langsung oleh Tuhan (Hyang Widhi
Wasa) melalui para maha Rsi. Sruti adalah Weda yang sebenarnya (originair) yang
diterima melalui pendengaran, yang diturunkan sesuai periodesasinya dalam empat
kelompok atau himpunan. Oleh karena itu Weda Sruti disebut juga Catur Weda atau
Catur Weda Samhita (Samhita artinya himpunan). Catur Veda Samhita yaitu:
- Rg Veda
Samhita,
- Sama Veda
Samhita,
- Yajur Veda Samhita
- Atharva Veda
Samhita.
Kodefikasi Veda
Menurut Jenis
dan sifatnya Veda Sruti dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) yaitu:
1. Bagian Mantram (Catur Veda)
1. Reg. Veda Samhita.
Adalah wahyu
yang paling pertama diturunkan sehingga merupakan Weda yang tertua. Reg Veda Samhita berasal dari kata “rcas”
yang artinya memuja. Rg Weda berisikan doa-doa pujaan, terdiri dari 10.552
mantra dan seluruhnya terbagi dalam 10 mandala. Mandala II sampai dengan VIII,
disamping menguraikan tentang wahyu juga menyebutkan Sapta Rsi sebagai penerima
wahyu. Wahyu Rg Weda dikumpulkan atau dihimpun oleh Rsi Pulaha.
2. Sama Veda Samhita.
Adalah Weda
yang merupakan kumpulan mantra dan memuat ajaran mengenai lagu-lagu pujaan.
Sama Weda terdiri dari 1.875 mantra. Wahyu Sama Weda dihimpun oleh Rsi Jaimini.
3. Yajur Veda Samhita.
Adalah Weda
yang terdiri atas mantra-mantra dan sebagian besar berasal dari Rg. Weda. Yajur
Weda memuat ajaran mengenai pokok-pokok yajus. Keseluruhan mantranya berjumlah
1.975 mantra. Yajur Weda terdiri atas dua aliran, yaitu Yayur Weda Putih dan
Yayur Weda Hitam. Wahyu Yayur Weda dihimpun oleh Rsi Waisampayana.
4. Atharwa Veda Samhita
Adalah kumpulan
mantra-mantra yang memuat ajaran yang bersifat magis. Atharwa Weda terdiri dari
5.987 mantra, yang juga banyak berasal dari Rg. Weda. Isinya adalah doa-doa
untuk kehidupan sehari-hari seperti mohon kesembuhan dan lain-lain. Wahyu
Atharwa Weda dihimpun oleh Rsi Sumantu.
Sebagaimana
nama-nama tempat yang disebutkan dalam Rg. Weda maka dapat diperkirakan bahwa
wahyu Rg Weda dikodifikasikan di daerah Punjab. Sedangkan ketiga Weda yang lain
(Sama, Yayur, dan Atharwa Weda), dikodifikasikan di daerah Doab (daerah dua
sungai yakni lembah sungai Gangga dan Yamuna.
2. Bagian Brahmana (Karma Kanda)
Masing-masing
bagian Catur Weda memiliki kitab-kitab Brahmana yang isinya adalah penjelasan
tentang bagaimana mempergunakan mantra dalam rangkain upacara Yajna.
Kitab-KitabBbrahmana digolongkan ke dalam Karma Kandha
3. Bagian Upanisad ( Aranyaka Kanda)
Disamping kitab
Brahmana, Kitab-kitab Catur Weda juga memiliki Aranyaka dan Upanisad.
Kitab Aranyaka
isinya adalah penjelasan-penjelasan terhadap bagian mantra dan Brahmana.
Sedangkan kitab Upanisad mengandung ajaran filsafat, yang berisikan mengenai
bagaimana cara melenyapkan awidya (kebodohan), menguraikan tentang hubungan
Atman dengan Brahman serta mengupas tentang tabir rahasia alam semesta dengan
segala isinya. Kitab-kitab Upanishad digolonglan ke dalam Jnana Kanda. Kitab
ini sering pula disebut Kitab Vedanta (Veda yang terakhir)
2. Veda Smerti
Veda Smerti
adalah Veda yang disusun kembali berdasarkan ingatan. Veda Smerti merupakan kitab suci yang membuat penjelasan
Veda Sruti. Penyusunan ini didasarkan atas pengelompokan isi materi secara
sistematis menurut bidang profesi. Secara garis besarnya Smerti dapat
digolongkan ke dalam 3 (tiga) kelompok besar, yakni kelompok Vedangga
(Sadangga), kelompok Upaweda dan kelompok Nibandha.
a. Kelompok Vedangga:
Kelompok ini
disebut juga Sadangga. Vedangga terdiri dari enam bidang Veda yaitu:
1. Siksa (Phonetika)
Siksa adalah
ilmu phonetic (bunyi) Veda, yang isinya memuat petunjuk-petunjuk tentang cara
yang tepat dalam pengucapan mantra serta tinggi rendahnya tekanan suara.
2. Wyakarana (Tata Bahasa)
Wyakarana
adalah ilmu tata bahasa yang merupakan suplemen batang tubuh Veda dan dianggap
sangat penting serta menentukan, karena untuk mengerti dan menghayati Veda
Sruti, tidak mungkin tanpa bantuan pengertian dan bahasa yang benar.
3. Chanda (Lagu)
Chanda adalah
ilmu tentang irama Veda merupakan cabang Veda yang khusus membahas aspek ikatan
bahasa yang disebut lagu. Sejak dari sejarah penulisan Weda, peranan Chanda
sangat penting. Karena dengan Chanda itu, semua ayat-ayat itu dapat dipelihara
turun temurun seperti nyanyian yang mudah diingat.
4. Nirukta
Nirukta dalaah
ilmu tentang etimologi (arti kata) yang memuat berbagai penafsiran otentik
mengenai kata-kata yang terdapat di dalam Veda.
5. Jyotisa (Astronomi)
Jyotisa adalah
ilmu tentang astronomi, astrologi (ilmu perbintangan) yang merupakan pelengkap
Veda. Isinya memuat pokok-pokok ajaran astronomi yang diperlukan untuk pedoman
dalam melakukan yadnya, isinya adalah membahas tata surya, bulan dan badan
angkasa lainnya yang dianggap mempunyai pengaruh di dalam pelaksanaan yadnya.
6. Kalpa
Merupakan
kelompok Wedangga (Sadangga) yang terbesar dan penting. Menurut jenis isinya,
Kalpa terbagi atas beberapa bidang, yaitu bidang Srauta, bidang Grhya, bidang
Dharma, dan bidang Sulwa. Srauta memuat berbagai ajaran mengenai tata cara
melakukan yajna, penebusan dosa dan lain-lain, terutama yang berhubungan dengan
upacara keagamaan. Sedangkan kitab Grhyasutra, memuat berbagai ajaran mengenai
peraturan pelaksanaan yajna yang harus dilakukan oleh orang-orang yang berumah
tangga. Lebih lanjut, bagian Dharmasutra adalah membahas berbagai aspek tentang
peraturan hidup bermasyarakat dan bernegara. Dan Sulwasutra, adalah memuat
peraturan-peraturan mengenai tata cara membuat tempat peribadatan, misalnya
Pura, Candi dan bangunan-bangunan suci lainnya yang berhubungan dengan ilmu
arsitektur.
b. Kelompok Upaveda:
Adalah kelompok
kedua yang sama pentingnya dengan Wedangga. Kelompok Upaweda terdiri dari
beberapa jenis, yaitu:
1. Itihasa
Itihasa memuat
dua epos besar Ramayana dan Mahabharata. Kitab Ramayana ditulis oleh Rsi
Walmiki. Isi ceritanya dibagi kedalam tujuh Kanda dan dalam bentuk syair.
Jumlah syairnya sekitar 24.000 syair.
Adapun ketujuh
kanda tersebut adalah : Ayodhya Kanda, Bala Kanda, Kiskinda Kanda, Sundara
Kanda, Yudha Kanda dan Utara Kanda. Maasing-masing Kanda menceritakan suaatu kejadian dengan
penggambaran ceritra yang menarik. Di Indonesia cerita Ramayana sangat populer
yang digubah ke dalam bentuk Kekawin dalam bahasa Jawa Kuno. Kekawin Ramayana
merupakan kakawin tertua yang disusun sekitar abad ke-8.
Disamping
Ramayana, epos besar lainnya adalah Mahabharata. Kitab Mahabharata disusun oleh
Maharsi Wyasa. Isinya menceritakan tentang kehidupan keluarga Bharata serta menggambarkan pecahnya
perang saudara diantara bangsa Arya sendiri. Ditinjau dari arti kata, Itihasa
(berasal dari kata “Iti”, “ha” dan “asa” artinya adalah “sesungguhnya kejadian
itu begitulah nyatanya”) maka Mahabharata itu adalah gambaran sejarah, yang
memuat mengenai kehidupan keagamaan, sosial dan politik menurut ajaran Hindu.
Kitab Mahabharata meliputi 18 Parwa, yang terdiri dari: Adiparwa, Sabhaparwa,
Wanaparwa, Wirataparwa, Udyogaparwa, Bhismaparwa, Dronaparwa, Karnaparwa,
Salyaparwa, Sauptikaparwa, Santiparwa, Anusasanaparwa, Aswamedhikaparwa,
Asramawasikaparwa, Mausalaparwa, Mahaprastanikaparwa, dan Swargarohanaparwa.
Didalam salah
satu parwa tersebut, yaitu dalam Bhismaparwa terdapatlah kitab Bhagavad Gita,
yang amat masyur isinya adalah wejangan Sri Krsna kepada Arjuna tentang ajaran
filsafat yang amat tinggi.
2. Purana
Purana
merupakan kumpulan cerita-cerita kuno yang menyangkut penciptaan dunia dan
silsilah para raja yang memerintah di dunia, juga mengenai silsilah Dewa-Dewa
dan Bhatara, cerita mengenai silsilah keturunaan dan perkembangan dinasti
Suryawangsa dan Candrawangsa serta memuat ceitra-ceritra yang menggambarkan
pembuktian-pembuktian hukum yang pernah di jalankan.
Selain itu
Kitab Purana juga memuat pokok-pokok pemikiran yang menguraikan tentang ceritra
kejadian alam semesta, doa-doa dan mantra untuk sembahyang, cara melakukan
puasa, tatacara upacara keagamaan dan petunjuk-petunjuk mengenai cara
bertirtayatra atau berziarah ke tempat-tempat suci.
Dan yang
terpenting dari kitab-kitab Purana adalah memuat pokok-pokok ajaran mengenai
Theisme (Ketuhanan) yang dianut menurut berbagai madzab Hindu. Adapun
kitab-kitab Purana itu terdiri dari 18 buah, yaitu Purana, Bhawisya Purana,
Wamana Purana, Brahma Purana, Wisnu Purana, Narada Purana, Bhagawata Purana,
Garuda Purana, Padma Purana, Waraha Purana, Matsya Purana, Kurma Purana, Lingga
Purana, Siwa Purana, Skanda Purana dan Agni Purana.
3. Arthasastra
Artasastra
adalah ilmu pemerintahan negara. Isinya merupakan pokok-pokok pemikiran ilmu
politik. Sebagai cabang ilmu, jenis ilmu ini disebut Nitisastra atau Rajadharma
atau pula Dandaniti. Ada beberapa buku yang dikodifikasikan ke dalam jenis ini
adalah kitab Usana, Nitisara, Sukraniti dan Arthasastra. Ada beberapa Acarya
terkenal di bidang Nitisastra adalah Bhagawan Brhaspati, Bhagawan Usana,
Bhagawan Parasara dan Rsi Canakya.
4. Ayur Weda
Ayur Veda
adalah kitab yang menyangkut bidang kesehatan jasmani dan rohani dengan
berbagai sistem sifatnya. Ayur Weda adalah filsafat kehidupan, baik etis maupun
medis. Oleh karena demikian, maka luas lingkup ajaran yang dikodifikasikan di
dalam Ayur Weda meliputi bidang yang amat luas dan merupakan hal-hal yang
menyangkut hidup. Menurut isinya, Ayur Weda meliptui delapan bidang ilmu, yaitu
ilmu bedah, ilmu penyakit, ilmu obat-obatan, ilmu psikotherapy, ilmu
pendindikan anak-anak (ilmu jiwa anak), ilmu toksikologi, ilmu mujizat dan ilmu
jiwa remaja.
Disamping Ayur
Weda, ada pula kitab Caraka Samhita yang ditulis oleh Maharsi Punarwasu. Kitab
inipun memuat delapan bidang ajaran (ilmu), yakni Ilmu pengobatan, Ilmu
mengenai berbagai jenis penyakit yang umum, ilmu pathologi, ilmu anatomi dan
embriologi, ilmu diagnosis dan pragnosis, pokok-pokok ilmu therapy, Kalpasthana
dan Siddhistana. Kitab yang sejenis pula dengan Ayurweda, adalah kitab Yogasara
dan Yogasastra. Kitab ini ditulis oleh Bhagawan Nagaryuna. isinya memuat
pokok-pokok ilmu yoga yang dirangkaikan dengan sistem anatomi yang penting
artinya dalam pembinaan kesehatan jasmani dan rohani.
5. Gandharwaweda
Gandharwaweda
adalah kitab yang memuat berbagai aspek cabang ilmu seni. Ada beberapa buku
penting yang termasuk Gandharwaweda ini adalah Natyasastra (yang meliputi
Natyawedagama dan Dewadasasahasri), Rasarnawa, Rasaratnasamuscaya dan lain-lain.
6. Dhanurveda
Dhanurveda adalah
kitab yang memuat tentang ilmu perang.
c. Kelompok Nibandha
Kitab Nibandha adalah kelompok yang memuat aturan
serta system atau cara pemujaan terhadap Sang Hyang Widhi/Tuhan. Juga memuat
filsafat agama dan tuntunan tentang penggunaan mantra. Yang termasuk kitb
Nibandha yaitu:
Sarasamuscaya
oleh Rsi Vararuci
- Purva Mimamsaa
- Bhasya
- Brhastika
- Tantra
- Vahya
- Uttaramimamsa
- Wangsa
- Puja Mantra
Dari uraian di
atas, maka jelaslah bahwa kelompok Weda Smerti meliptui banyak kitab dan
kodifikasinya menurut jenis bidang-bidang tertentu. Ditambah lagi kitab-kitab
agama misalnya Saiwa Agama, Vaisnawa Agama dan Sakta Agama dan kitab-kitab
Darsana yaitu Nyaya, Waisesika, Samkhya, Yoga, Mimamsa dan Wedanta.
Kedua terakhir
ini termasuk golongan filsafat yang mengakui otoritas kitab Veda dan
mendasarkan ajarannya pada Upanisad. Dengan uraian ini kiranya dapat
diperkirakan betapa luasnya Veda itu, mencakup seluruh aspek kehidupan manusia.
Di dalam ajaran Veda, yang perlu adalah disiplin ilmu, karena tiap ilmu akan
menunjuk pada satu aspek dengan sumber-sumber yang pasti pula. Hal inilah yang
perlu diperhatikan dan dihayati untuk dapat mengenal isi Veda secara sempurna.
d. Contoh Kutipan Kitab Suci Veda
Orang yang
disebut baik dan berbudi luhur adalah orang yang dalam bertingkah laku sesuai
atau mencerminkan kebenaran hukum (dharma). Artinya tidak bertentangan
peraturan dan undang-undang yang mengaturnya. Kita sebagai warga Negara harus
tunduk kepada dua kekuasaan hukum yaitu yang bersumber dari perundang-udangan
Negara dan hukum yang bersumber pada kitab suci agamanya. Dalam hal ini adalah
Veda, seperti kutipan berikut ini:
Vedakhila dharma mūlam, smerti çila cetad
vidhām,
Acāraçca iva sadhunamat, atmanāstuti rewaca
Terjemahannya:
“Seluruh Veda
merupakan sumber utama dan dharma (Agama Hindu) kemudian barulah Smerti
disamping Sila (Kebiasaan-kebiasaan yang baik dan orang-orang yang menghayati
Veda) dan kemudian acara tradisi-tradisi daan orang-orang yang suci serta
akhirnya amanastuti (rasa puas akan diri sendiri).
Sebenarnya
masih banyak lagi sloka selain dalam Manavadharmasastra yang menekankan
pentingnya Veda, baik sebagai ilmu maupun sebagai alat didalam membina
masyarakat. Sebab Veda bersifat obligator baik untuk dihayati, diaamalkn, daan juga
sebagai ilmu. Kebijakan dn kebahaagiaan karena Dharma berfungsi sebagaimana
mestinyaa. Inilah yng menjadi hakekat dan tujuan dari Veda.
Sumber hukum
menurut Kitab Manu Smerti ada lima yaitu:
- Sruti artinya
wahyu langsung yang diterima oleh para Maha Rsi.
- Smerti adalah
kitab suci yang disusun berdasarkan atas ingatan para Maha Rsi.
- Sila adlah
tingkah laku yang baik bagi orang yang mendalami Veda.
- Sadacara adalah
peraturan adat istiadat setempat.
- Atmaanstuti
adalah puas atau senang pada diri sendiri.
e. Kitab Suci Veda Dalam Implementasinya
Adapun
pengimplementasian kitab suci Veda yaitu sebagai berikut:
1. Salam “Om Swastyastu”
Om Swastyastu
artinya Oh Hyang Widhi semoga selamat dalam lindungan-Mu. Salam ini digunakan
pada saat:
- Bertemu dengan
teman, saudara, orang tua, bapak dan ibu guru
- Memasuki rumah
orang lain, tempat bertamu dan perkantoran
- Melakukan suatu
kegiatan agar selalu mendapat tuntunan dan petunjuk dari Sang Hyang Widhi
Wasa/Tuhan Yang Maha Esa.
- Membuka acara
pertemuan dan lain sebagainya
2. Salam “Om Santih, Santih, Santih, Om”
Salam ini
sebagai salam penutup setelah mengucapkan salam “Om Swastyastu” . Salam penutup
ini mempunyai makna kedamaian.
3. Tri Sandya
Tri Sandya
beraasal dari kata “Tri” yang artinya 3 (tiga) dan “Sandya” artinya waktu juga
berarti hubungan. Jadi Tri Sandya artinya tiga kali atau tiga waktu dalam
sehari untuk menghubungkan diri dengan Sang Hyang Widhi/Tuhan. Adapun tiga
waktu tersebut adalah : pagi hari pukul 06.00 waktu setempat, siang hari pukul
12.00 waktu setempat, dan sore hari pukul 14.00 waktu setempat.
Tata Urutan
Melakukan Tri Sandya:
1. Asana
Asana adalah
mengambil sikap sempurna disesuaikan dengan kondisi fisik atau lingkungan. Bisa
menggunakan sikap Padmasana,Silasana,bajrasana,padasana,ataupun Sawasana.
Ucapkan mantra
sesuai sikap duduk,jika sikap Padmasana ucapkan mantra:
Om Padmasana ya namah swaha
Dilanjutkan
dengan mengucapkan mantra:
Om prasadha sthiti sarira Siwa suci nirmala
ya namah swaha
2. Pranayama
Pranayama
adalah sikap mengatur nafas agar sirkulasi nafas dalam tubuhberjalan baik sehingga dapat
menenangkan pikiran sehingga meningkatkan daya kosentrasi. Cara melakukan
pranayama:
a.Menarik nafas
disebut Puraka sambil menarik nafas lafalkanlah (ucapkan dalam hati)
mantra: Om Ang namah
Bayangkanlah
Sang Hyang Widhi sebagai Maha Pencipta yang penuh anugerah.
b. Menahan
nafas disebut Kumbaka sambil menahan nafas lafalkanlah (ucapkan dalam hati)
mantra: Om Ung namah
Bayangkanlah
Sang Hyang Widhi sebagai pemelihara yang penuh cinta kasih.
c. Mengeluarkan
nafas disebut Recaka sambil mengeluarkan nafas lafalkanlah (ucapkan dalam hati)
mantra: Om Mang namah
Bayangkanlah
Sang Hyang Widhi sebagai Sang Maha Suci dan Maha pengampun, mohonlah
pengampunan kepada-Nya.
3. Karasudhana
Karasudhana adalah
sikap menyucikan tangan dengan mengucapkan matra.
a.Posisi
telapak tangan menengadah ke atas lalu letakkan di atas tangan kiri, ucapkan
mantra: Om sudhamam swaha
b.Posisi
telapak tangan kiri menengadah ke atas lalu letakkan di atas tangan kanan, ucapkan
mantra: Om ati sudhamam swaha
4. Amustikarana
Posisi tangan
di hulu hati tangan kiri mengepal tangan kanan, sedangkan kedua ibu jari
berdiri saling bersentuhan. Sikap ini digunakan saat melaksanakan Puja Tri
Sandya:
Mantram Puja Tri Sandya:
Bait I:
Om Om Om
bhûr bhuvah svah
tat savitur warenyam
bhargo devasya dhîmahi
dhiyo yo nah pracodayât
Artinya:
Oh Tuhan
penguasa alam bawah, tengaah dan alam atas. Hamba memusatkan pikiran pada
kecemerlangan dan kemuliaan Sang Hyang Widhi Wasa, semoga Tuhan memberikan
semangat pikiran hamba.
Bait II:
Om Nârâyana evedam sarvam
yad bhûtam yacca bhâvyam,
niskalanko Nirañjano nirvikalpo
nirâkhyâtah suddho devo eko
nârâyanah na dvityo asti kascit.
Artinya:
Oh Tuhan yang
disebut Narayana adalah semua ini apa yang telah ada dan apa yang aka nada,
bebas daari noda, bebas dari kotoran, bebas dari perubahan tak dapat
digambarkan, sucilah Deva Narayana, Ia hanya satu tidak ada yang kedua.
Bait III:
Om tvam sivas tvam mahadevah
isvarah paramesvarah
brahma visnus ca rudras ca
purusah parikirtitah.
Artinya:
Oh Tuhan Engkau
dipanggil Siwa, Mahadewa, Iswara, Parameswara,Brahma,Wisnu,Rudra, dan Purusa.
Bait IV:
Om Pâpo ‘ham pâpakarmâham
pâpâtma pâpasambhavah
trâhi mâm pundarîkâksa
sabâhyâbhyanyarah sucih.
Artinya :
Oh Tuhan hamba
ini papa, perbuatan hamba, diri hamba papa, kelahiran hamba papa, lindungilah
hamba Sang Hyang Widhi Wasa. Sucikanlah jiwa dan raga hamba.
Bait V:
Om Ksamasva mâm mahâdevah
sarvapâni hitankara
mâm moca sarva pâpebhyaj
pâlayasva sadâsiva.
Artinya:
Oh Tuhan ampunilah
hamba Sang Hyang Widhi Wasa, yang memberikan keselamatan kepada semua mahluk,
bebaskanlah hamba dari segala dosa, lindungilah Oh Sang Hyang Widhi Wasa.
Bait VI:
Om Ksântavyah kayiko dosâh
ksantavyo vâciko mama
ksântavyo mânaso dosâh tat
pramâdât ksamasva mâm
Artinya:
Oh Tuhan
ampunilah dosa anggota badan hamba, ampunilah dosa perkataan hamba, ampunilah
dosa pikiran hamba, ampunilah hamba dari kelalaian hamba, Oh Tuhan damai di
hati, damai di dunia, dan damai selamanya, Oh Tuhan.
Sikap Dalam Melakukan Tri Sandya
Ada empat sikap
daalam melakukan puja Tri Sandya yaitu:
- Padmasana/Silasana
adalah sikap duduk bersila dengan sikap tangan amustikarana dan posisi tangan
tepat di huluhati. Sikap ini untuk laki-laki.
- Bajrasana adalah sikap duduk bersimpuh menyerupai
genta dengan sikap tangan amustikarana
dan posisi tangan tepat di huluhati. Sikap ini untuk perempuan.
- Padasana adalah sikap berdiri sempurna dengan sikap
tangan amustikarana dan posisi tangan tepat di huluhati. Posisi ini bagi semua
jenis kelamin.
- Sawasana
adalah sikap tidur sempurna menghadap ke atas dengan sikap tangan amustikarana
dan posisi tangan tepat di huluhati. Posisi ini untuk semua jenis kelamin.
Tri Sandya Berikut Maknanya
Mantra Tri
Sandya terdiri dari 6 bait dan memiliki makna sebagai berikut:
a. bait pertama
sebagai sandhya Vandanam (awal) diambil dari Gayatri atau Savitri Mantra (Reg
Veda dan Yajur Veda) dengan tiga unsur
mantra yaitu:
- Pranawa “Om” adalah lambang kesucian dan
kemahakuasaan Sang Hyang Widhi Wasa.
- Vyahrti (Bhur,
Bhuvah, Svah), untuk pencerahan lahir dan batin yang mana pengucapan “Bhur”
bermakna sebagai “Atma Sakti” yang
memproses sari-sari makanan bagi kekuatan tubuh. Pengucapan “Bhuvah” bermakna
sebagai prana sakti yaitu menggunakan kekuatan tubuh bagi kesehatan jasmani dan
rohani. Sedangkan pengucapan ‘swah”
bermakna sebagai jnana sakti yaitu memberikan kecerhan dan kecemerlangn
kepaada pikiran dan pengetahuan.
- Tripada (Tat
Savitur Warenyam,Bhargo Dewasya Dimahi, Dyoyonah Pracodayat)
b.Bait kedua
diambil dari Narayna Upanisad (Sruti)
bertujuan untuk memuja Narayana sebagai manifestasi Sang Hyang Widhi Wasa agar manusia senantiasa
dibimbing menuju jln Dhrma.
c.Bait ketiga
diambil dari Siwa Stawa (Smerti) yang menytakan Tuhan dengan berbaagai sebutan
yaitu: Siwa, Mahadewa, Iswara, Parameswara, Brahma, Wisnu, Rudra dan Purusa.
d.Bait keempat
, kelima, daan keenam diambil dari Veda Parikrama berisi pernyatan bahwa keadaan manusia di bumi disebabkan oleh
kepapaan dan kehinaan dari sudut pandang spiritual,oleh karena itu manusia
mohon pengampunan gar terhindar dari perbuatan-perbutan negative dengan Tri
Kaya Parisudha.
e. Ucapan Om
Santih, Santih, Santih, Om mempunyai makna :
- Santih pertama
mohon kedamaian untuk diri sendiri agar terhindar dari Awidya.
- Santih yang
kedua memohon kedamaian kepada semua mahluk ciptaan Tuhan (Adi Bhautika)
- Santih yang
ketiga memohon kedamaian seisi alam semesta /jagat raya sehingga manusia
terhindaar dari bencana alam sehingg terjadi keseimbangan hidup (Adi Dhaiwika)
Waktu
pelaksanaan Tri Sandya dalah Pagi Hari pukul 06.00 waktu setempat, Siang Hari
pukul 12.00 waktu setempat dan Sore hari pukul
18.00 waktu setempat. Diluar waktu tersebut Tri Sandya tetap bisa
dilaksanakan sesuai dengan keinginan kita asal dilandasi pikiran yang tulus,
tenang dan damai.
Tempat
pelaksanan Tri Sandya bisa dilakukn
dimana saja sesuai dengan situasi dan kondisi asalkan tempat tersebut
memungkinkan untuk dapat melaksanakan Tri Sandya dengan tenang dan nyaman.
Mantram Doa Sehari-Hari Hindu
1. Doa Bangun Tidur
Om jagrasca prabhata kalasca ya namah swaha
Terjemahannya:
Om Hyang Widhi
Wasa, hamba telah bangun pagi dalam keadaan selamat. Semoga hari ini menjadi
anugerah bagi hamba.
2. Doa
Mandi
Om Gangga amrta sarira suddhamam swaha
Om sarira parisudhamam swha
Terjemhannya:
Om Hyang Widhi
Wasa, engkau adalah sumber kehidupan abadi dan kesucian, semoga diri hamba
menjadi bersih dan suci.
3. Doa Makan
Om anugraha amrtadi sanjiwani ya namah swaha
Terjemahannya:
Om Hyang widhi
Wasa, anugerahkanlah hamba agar makanan ini menjadi penghidupan yang suci lahir
batin.
4. Doa Memulai Pekerjaan atau Beraktivitas
Om awighnam astu namo sidham
Om sidhirastu tad astu swaha
Terjemahannya:
Om Hyang Widhi
Wasa, semogaa atas perkenan-Mu tiada suatu halangan dalam memulai pekerjaan ini
dan semoga berhasil.
5. Doa Menjelang Tidur
Om asato ma sat gamaya
Tamaso ma jyotir gamaya
Mrityor mamritam gamaya
Terjemahannya:
Om Hyang Widhi
Wasa, tuntunlah kami dari jalan sesat menuju jalan yang benar. Dari jalan yang
gelap menuju jalan yang terang. Hindarkanlah kami dari kematian menuju
kehidupan yang sejati.
6. Doa Memohon Perlindungan
Om tryam bhakam yajamahe
Sughandim pusthi wardhanam
Urwaruk ham iwa bhandhanat
Mrtyor mukhsya mamrtat
Terjemahannya:
Om Hyang Widhi
Wasa, yang Maha Mulia Penyebar Keharuman, hamba memuja-Mu, hindarkanlah hamba
dari keraguan ini. Bebaskanlah hamba dari belenggu dosa, bagaikan mentimun
terlepas dari tangkainya, sehingga hamba dapat bersatu dengan-Mu.
2. Catur Marga Yoga
A. Pengertian Catur Marga Yoga
Catur Marga
berasal dari dua kata yaitu:Catur artinya
empat dan Marga artinya jalan/cara atau usaha. Jadi arti dari Catur Marga
adalah empat cara atau jalan menuju ke jalan Sang Hyang Widhi/Tuhan untuk
mencapai moksa. Catur Marga atau Catur Marga Yoga juga sering disebut dengan
Catur Yoga Marga. Sumber ajaran Catur Marga ini adalah kitab suci Bhagavad Gita
Dengan
mempelajari dan mengamalkan ajaran Catur Marga diharafkan nantinya kita dapat
mencapai tujuan Agama Hindu yaitu Mokshatam Jagadhitaya Ca Iti Dharma yang
artinya kebahagiaan jasmani/lahir dan
rohani/bathin atau sekala dan niskala.
B. Bagian-bagian Catur Marga Yoga:
- Karma Marga
- Bakti Marga
- Jnana Marga
- Raja Marga
1. Bhakti Marga
Bhakti artinya
hormat, taat, menyembah atau mempersembahkan dan marga artinya cara atau
jalan.jadi Bhakti Marga artinya cara atau jalan menuju atau mendekatkan diri
kepada Tuhan untuk mencapai moksha dengan jalan cinta kasih dan berbhakti
Kepada Tuhan/Sang Hyang Widhi dan segla ciptaan-Nya. Contohnya adalah dengan
rajin melaksanakan sembahyang dan melakukan Yajna. Mengasihi, menghormati dan
berbhakti kepada orang tua. Menghormati orang yang lebih tua dari kita, mengasihi
dan menghargai orang lain. Serta mengasihi mahluk hidup lainnya. Bhakta adalah
sebutan untuk orang yang melakukan Bhakti Marga.
2. Karma Marga
Karma artinya
aktivitas atau perbuatan, dan marga artinya cara atau jalan. Jadi Karma Marga
artinya jalan menuju atau mendekatkan diri kepada Tuhan dengan cara perbuatan
yang mulia atau berbuat baik kepada orang lain dan sesama mahluk hidup dn semua
ciptaan Tuhan . Melakukan pekerjaan atau kemajiban dengan tulus dan iklas. Contohnya rajin membantu pekerjaan orang tua
dengan kesungguhan hati. Melaksanakan
pekerjaan dengan sungguh-sungguh dan
penuh rasa tanggung jawab. Karmin adalah sebutan untuk orang yang melakukan
karma yoga.
3. Jnana Marga
Jnana artinya
ilmu pengetahuan, dan Marga artinya cara atau jalan. Jadi Jnana Marga artinya
cara atau jalan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan atau mencapai kesempurnaan
hidup lahir dan batin dengan cara mempelajari dan mengamalkan ilmu pengetahuan.
Contohnya sebagai seorang siswa harus rajin belajar dan mengerjakan tugas-tugas
sekolah agar kelak menjadi anak yang berguna bagi orang tua, keluarga, agama
juga bangi bangsa dan Negara. Jnanin adalah sebutan bagi orang yang melakukan
Jnana Yoga.
4. Raja Marga
Raja dalam hal
ini berarti yang tertinggi atau yang mulia, marga artinya cara atau jalan. Jadi
Raja Marga artinya cara atau jalan mendekatkan diri kepada Tuhan tau mencapai
Moksha dengan jalan yang paling mulia yaitu dengan cara pengendalian dan
penggemblengan diri yaitu mengamalkan :
Tapa,Bratha,Yoga dan Samadhi. Yogin adalah sebutan bagi orang yang melakukan
Yoga Marga.
Ada delapan
tahapan yang dinamakan Astangga Yoga yaitu:
Astangga Yoga
Tahap 1
Yama yaitu
pengendalian diri tahap awal, meliputi:
- Ahimsa artinya
tidak membunuh atau menyakiti.
- Satya artinya
menjungjung tinggi kebenaran, kejujuran, dan kesetiaan.
- Asteya artinya
tidak mencuri.
- Brahmacari
artinya menuntut ilmu pengetahuan suci.
- Awyahara
artinya tidak terikat dengan keduniawian.
Tahap 2
Niyama yaitu
pengendalian diri tahap lanjutan, meliputi:
- Akroda aartinyaa
tidak marah
- Guru Susrusa
artinya hormat kepada guru.
- Sauca artinya
bersih dan suci.
- Aharalaghawa
artinya hidup secara sederhana
- Apramadha
artinya tidak mengabaikan kewajiban
Tahap 3
Asana yaitu
mengatur sikap duduk dengan baik dan tenang agar tidak terjadi gerakan-gerakan
badan yang tidak diinginkan yang dapat mengganggu kosentrasi, sehingga kita
dapat mengendalikan jalannya nafas dan pikiran dengan baik.
Tahap 4
Pranayama yaitu
pengendalian pernafasan atau mengatur pernafasan dengan cara menarik nafas,
menahan nafas, dan mengeluarkan nafas secara perlahan-lahan dan teratur
sehingga dapat menarik sebanyk mungkin tenga hidup atau energy daari alam
semesta. Pranayama atau pengendlian nafas juga dapat menenangkan pikiran.
Tahap 5
Pratyahara
yaitu pengosongan pikiran dengan cara duduk tenang sambil mengendalikan pikiran
agar tidak liar dengan cara melepaskan segala keterikatan dengan berbagai macam
benda atau kejadian.
Tahap 6
Dharana yaitu
pemusatan pikiran dengan cara mengarahkan pikiran hanya kepada satu objek yakni
Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa.
Tahap 7
Dhayana yaitu
meditasi dengan cara memusatkan pikiran pada satu objek yaitu Sang Hyang Widhi
sampai menglir suatu energy atau kekuatan yang terkonsentrasi.
Tahap 8
Samadhi yaitu
bersatunya pikiran dengan Atman, akan terjadi setelah dilewatinya tahap 6 dan 7
dimana akan secara otomatis terjadi ketidak terikatan pada keduniawian,
sehingga yang bersangkutan seolah-olah lupa kan badannya sendiri.
C. Implementasi Catur Marga Yoga dalam Ajaran
Ahimsa, Satya daan Tat Twam Asi
1. Ahimsa
Kata Ahimsa
berasal dari kata “a + himsa”. “a” artinya tidak dan “himsa” artinya
menyiksa/menyakiti,membunuh atau melakukan kekerasan. Jadi Ahimsa artinya tidak
menyiksa/menyakiti, membunuh atau melakukan kekerasan. Ahimsa merupakan bagian dari Panca Yama Bratha, yang
mengjarkan manusia agar dapat mengendalikan diri sehingga dapat memiliki rasa
kasih sayang terhadap mahluk ciptaan Tuhan. Pengecualian hanya diberikan membunuh
binatang untuk keperluan Yajna.
2. Satya
Satya artinya
setia atau jujur. Satya juga berarti pengendalian pikiran tentang kesetiaan dan
kejujuran. Ada lima kesetiaan yang harus kita jalankan selama hidup yang
disebut Panca Satya yaitu:
- Satya Hradaya
artinya setia/jujur terhadap pikiran atau kata hati. Orang yang memiliki kata
hati adalaah orang yang teguh terhadap pendirian berdasarkan kebenaran.
- Satya Wacana
artinya setia terhadap kata-kata juga artinya jujur terhadap kata-kata.
- Satya Mitra
artinya setia terhdp teman atau keluarga.
- Satya Semaya
artiya setia terhadap janji
- Satya laksana
artinya setia terhadap perbuatan
3. Tat Twam Asi
Tat Twam Asi
berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri dari kata “tat” artinya itu, “Twam”
artinya engkau dan “Asi” artinya adalah. Jadi Tat Twam Asi artinya “itu adalah
engkau”. Tattwam Asi mengingatkan kita bahwa kita adalah mahluk social yang
tidak bisa hidup sendirian, karena kita akan selalu membutuhkan orang lain.
Dalam berhubungan dengan orang lain tentunya diperlukan kesadaran untuk menjaga
rasa empati dan toleransi didalam memandang diri sendiri dan orang lain. Menempatkan dan memperlakukan
orang lain sama dengan diri sendiri. Secara sederhana bila kita menghina orang
lain itu sama artinya dengan menghina diri sendiri. Demikian juga sebaliknya
bila kita menghormati orang lain itu sama artinya dengan menghormati diri
sendiri. Intinya sebagai mahluk ciptaan Tuhan kita adalah sama.
D. Penerapan Ajaran Catur Marga Yoga
Moksha sebagai
tujuan akhir dalam ajaran Agama Hindu akan mustahil dapat tercapai bila
pengendalian diri ini tidak diwujudkan. Pengendalian diri itu bisa diwujudkan
dengan mengamalkan Tri Kaya Parisudha.
Tri Kaya
Parisudha artinya tiga prilaku yang suci atau baik dan benar.
Bagian-bagian
Tri Kaya Parisudha:
- Manacika
artinya berfikir yang suci atau baik dan benar.
- Wacika artinya
berbicara yang suci atau baik dan benar.
- Kayika artinya
berbuat yang suci atau baik dan benar.
Ajaran Tri Kaya
Parisudha digunakan untuk memerangi atau meredam Tri Mala.
Tri Mala
artinya tiga prilaku yang tercela, kotor dan buruk yaitu:
- Moha artinya
berfikir yang tercela,kotor dan buruk. Misalnya: irihati atau
dengki,berprasangka buruk terhadap orang lain, mempunyai rencana yang jahat dan
kotor.
- Mada artinya
berbicara yang tidak sopan,buruk dan tercela misalnya: menjelek-jelekkan orang
atau memfitnh orang, berbohong dan mengingkari perkataan, berkata kasar kepada orng tua,orang yang lebih
tua,teman,saudara, guru dan masyarakat.
- Kasmala
artinya berprilaku yang buruk,kasar dan semena-mena, menyakiti/menyiksa,
memperkosa,merampok,membunuh dan tindakan kekerasan lainnya. Tri Mala inilah
yang harus diperangi dan disingkirkan dari kehidupan kita agar kedamain bisa
terwujud.
3. Cadhu Sakti
A. Pengertian Cadhu Sakti
Cadhu Sakti
berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri dari 2 kata, yaitu “Cadhu” artinya
empat dan “Sakti” atinya kekuatan atau kemahakuasaan Sang Hyang Widhi/Tuhan.
Jadi Cadhu Sakti artinya empat kekuatan/kemahakuasaan Sang Hyang Widhi.
B. Bagian-bagian Cadhu Sakti
- Wibhu Sakti
- Prabhu sakti
- Jnana Sakti
- Kriya Sakti
a. Wibhu Sakti
Wibhu Sakti
artinya sifat Sang Hyang Widhi/Tuhan Maha Ada.
Beliau berada di mana-mana meresapi dan memenuhi semua ruang dan
waktu. Beliau ada diseluruh alam
semesta, tiada tempat tampa kehadiran-Nya. Kekuasaan beliau sebagai Wibhu Sakti
disebut Wyapi Wyapaka Nirwikara. Wyapi Wyapaka artinya Beliau berada di
mana-mana, Nirwikara artinya Sang Hyang Widhi tidak terpengaruh, tidak berubah
atau mengatasi segalanya dan meresap kesemua ciptaan-Nya. Sang Hyang Widhi juga
ada pada setiap benda. Semua mahluk hidup baik manusia hewan dan
tumbuh-tumbuhan bisa hidup karena Sang Hyang Widhi yang menghidupinya. Sang
Hyang Widhi ada dan menjiwai seluruh mahluk hidup disebut Atma.
Oleh karena itu
kita sebagai Umat Hindu kita wajib Sembah bhakti kepada Beliau melalui
sembahyang baik di pura, di sekolah ataupun di tempat-tempat yang dianggap
suci, dan dimana saja ditempat-tempat yang memungkinkan..
b. Prabhu Sakti
Prabhu Sakti
artinya Sang Hyang Widhi bersifat Maha Kuasa yang disebut Raja Diraja dan
menguasai segala yang ada. Lahir, hidup matinya mahluk hidup adalah kuasa dari
Sang Hyang Widhi. Tuhan berkuasa menjalankan Tri Kona Yaitu :
- Utpatti :
Pencipta
- Sthiti :
Pemelihara
- Pralina :
Pelebur
Tri Kona ini diatur oleh Sang Hyang Tri Murti yakni:
- Dewa Brahma
sebagai pencipta/utpatti
- Dewa Wisnu
sebagai pemelihara /sthiti
- Dewa Siwa
sebagai pelebur/ pralina
Di samping
berfungsi sebagai Tri Kona, Beliau juga
mengatur alam semesta beserta segala isinya secara harmonis sesuai dengan hukum
alam atau “Rta”. Kita sebagai manusia hendaknya selalu berusaha berbuat baik
dan menghindari perbuatan yang tidak baik agar kita selamat dan selalu berada
di bawah lindungan-Nya.
c. Jnana Sakti
Jnana Sakti
artinya Sang Hyang Widhi bersifat Maha Tahu. Sang Hyang Widhi mengetahui segala
kejadian dan segala yang ada di dunia ini baik yang kelihatan maupun yang tidak
kelihatan (sekala dan niskala) Beliau mengetahui kejadian masa lampau atau
atita, Beliau mengetahui kejadian masa sekarang atau wartamana dan mengetahui
kejadian masa akan datang atau anagata. Tidak ada satupun pikiran, perkataan
maupun perbuatan atau perilaku, mahluk hidup yang tidak diketahui oleh Beliau.
Oleh karena itu Sang Hyang Widhi disebut saksi agung di alam semesta ini
sehingga manusia tidak bisa menghindari perbuatannya. Jika berbuat baik akan
mendapat pahala yang baik demikian pula sebaliknya perbuatan tidak baik akan
mendapat pahala yang tidak baik.
Itulah sebabnya
manusia tidak bisa menghindari dari hasil perbuatanya karena Sang Hyang Widhi
memiliki guna yaitu :
Dura Darsana
artinya Sang Hyang Widhi mampu
melihat cara langsung dan tembus kejadian-kejadian yang ada di dunia ini.
Walaupun ditempat-tempat paling rahasia atau paling tersembunyi Sang Hyang
Widhi/Tuhan dapat melihatnya.
Dura
srawana: Ida Sang Hyang Widhi mampu mendengar secara langsung dan tembus segala bentuk suara baik suara yang dapat
didengar maupun yang tak dapat didengar
oleh manusia maupun binatang tapi Tuhan
mampu mendengarnya.
Dura Jnana yang artinya
Sang Hyang Widhi memiliki pengetahun
yang langsung dan tembus, sehingg Beliau dapat mengetahui suatu kejadian
di masa lampau (atitta), masa akan datang (anagata) dan masa sekarang
(wartamana).
Itulah sebabnya
kita tidak dapat menyembunyikan apapun dari Sang HyangWidhi. Karena
Beliau mengetahui segala kejadian yang ada di dunia ini. Apapun yang kita lakukan Beliau dapat mengetahuinya.
d. Kriya Sakti
Kriya Sakti
artinya Sang Hyang Widhi Maha
Karya. Beliau dapat menciptakan apa saja
yang Beliau kehendaki dan selalu berhasil tanpa ada yang mampu menghalanginya.
Bahkan Beliau selalu bekerja tanpa pernah berhenti. Bila saja Beliau berhenti
bekerja maka dunia ini akan hancur. Dengan kemahakuasaan-Nya Beliau menciptakan
alam semesta ini (Bhuwna Agung) beserta
seluruh isinya (bhuwana alit) dan pada
saatnya nanti akan kembali lagi kepada-Nya pada saat Pralaya (kiamat)
Oleh karena
demikian janganlah kita terlalu
menyombongkan diri kita bila punya kelebihan dan kepandain dalam ilmu
pengetahuan dan tehnologi. Mampu membuat sesuatu yang mengagumkan namun hasil
karya tersebut malah dipergunakan untuk hal yang bersifat menghancurkan alam
dan kehidupan. Sebab bagaimanapun juga kemampuan yang seperti itu tidak ada
apanya dan tidak dapat menyamai
Kemahakusaan dari Sang Hyang Widhi yang Maha Karya. Pergunakanlah kepandaian
dan kemampuan kita untuk hal-hal yang bermanfaat bagi kehidupan,kedamaian, dan
kelestrian alam. Demikian pula kita sebagai Umat Hindu hendaknya selalu
berusaha dan bekerja atau berkarya untuk menjalani swadarma (kewajiban) kita di
kehidupan ini dengan sebik-baiknya dalam jalan
Dharma.
C. Contoh-contoh Kemahakuasaan Sang Hyang
Widhi Sebagai Cadhu Sakti.
1. Contoh Wibhu Sakti
Dalam kitab
suci Veda tertulis sebuah sloka “Eko
dewah sarwa bhutesu cittah” yang artinya
Ida Sang Hyang Widhi yang tunggal berada pada seluruh ciptaan-Nya. Hal
ini menunjukkan bahwa Hyang Widhi ada di seluruh ciptaan-Nya di alam semesta ini. Yaitu ada di setiap tubuh manusia, di
setiap tubuh hewan maupun binatang.
Setiap tumbuh-tumbuhan bahkan ada di setiap benda ciptaan-Nya. Wyapi wyapaka
(berada di mana-mana).
Kemampuan
manusia sangat terbatas sehingga tidak dapat melihat keberadaan Sang Hyang
Widhi dengan mata telanjang, namun kita
dapat merasakan keberadaannya. Keberadaan Sang Hyang Widhi/Tuhan diibaratkan
seperti minyak yang ada dalam santan, minyak itu baru kelihatan setelah melalui
proses yang baik dan benar. Maksudnya Tuhan akan tampak wujudnya apabila kita
tekun melakukan menyucian diri, dengan menyembah Beliau secara khusuk dan tulus iklas dan
tanpa pamerih.
Ketahuilah
bahwa Tuhan ada bersama kita, karena itu kita tidak bisa bersembunyi dari-Nya dan berbohong kepada-Nya,
apa yang ada dipikiran kita Beliau dapat mengetahuinya, karena Beliau juga
berada dalam diri kita, Tuhan yang berada pada diri kita itu disebut Sang Hyang
Jiwatman yang mejadi saksi semua perbuatan kita.
Itulah sebabnya
Ida Sang Hyang Widhi disebut juga Hana tan hana yang artinya ada namun tidak tampak. Keberadaan
Beliau ada di setiap ciptaan-Nya namun tidak tampak oleh indra penglihatan
namun dapat dirasakan diumpamakan seperti garam
dan gula yang larut dalam air.
Garam dan gula tidak tampak dalam air hanya kita dapat merasakannya apabila kita telah meminumnya. Demikianlah
keberadaan Tuhan yang meresap ke segala ciptaan-Nya
2. Contoh Prabhu Sakti (Sifat Tuhan Maha
Kuasa )
Sang Hyang Widhi/Tuhan
sebagai penentu setiap kejadian
yang telah terjadi, yang sedang terjadi bahkan yang akan terjadi tanpa
ada yang mampu menghalanginya. Karena
Beliaulah menjadi raja dari segala raja
yang berkuasa di alam semesta ini.
Kita sebagai
manusia juga wajib bekerja dan berusaha dengan sebaik-baiknya untuk memenuhi
kebutuhan hidup namun terkadanng hasil yang kita dapatkan tidak sesuai harapan,
tidak sebanding dengan jerih payah atau usaha yang sudah kita lakukan. Hal ini
menunjukan bahwa manusia boleh berharaf manusia mesti berusaha namun berhasil
atau tidaknya Tuhanlah yang menentukan. Seperti yang tercantum dalam
Bhagavadgita lakukanlah pekerjaann dengan sungguh-sungguh tampa memperhitungkan
hasilnya. Jadi inilah maksudnya, karena hasilnya Tuhanlah yang menentukan.
Tuhan dapat mengukur keseriusan, kesungguhan dan sebesar apa usaha yang sudah
kita lakukan, sebesar itulah nanti hasilnya.
Suatu
contoh Ni Ketut baru membuka warung
makan kecil-kecilan. Warung itu sudah berjalan satu bulan tetapi masih sepi
pembeli. Jangankan dapat untung, orang yang mampir ke warungnyapun sangat
jarang,sehingga Ni Ketut selalu merugi.
Apakah Ni Ketut
kecewa? Tentu saja kecewa, akan tetapi ia tidak putus asa. Tiap hari ia tekun
belajar memasak, mengasah kemampuannya dalam mengolah masakan. Dia juga banyak
mencari informasi tentang makanan yang banyak disukai orang-orang. Akhirnya
dengan kerja keras dan banyak berdoa serta taat melaksanakan sembahyang,
akhirnya lambat laun warungnyapun mennjadi
ramai oleh pembeli.
Demikianlah
sesungguhnya kekuasaan Tuhan yang tanpa batas, tanpa ada yang mampu menolak dan
menghalanginya, dan kita hanya bisa bekerja dan berusaha dengan sebaik-baiknya
masalah hasil kita serahkan kepada-Nya.
3. Contoh Jnana Sakti ( sifat Tuhan Maha
Tahu)
Sekecil apapun
kesalahanmu dan selihai apaun manusi menyembunyikan kesalahannya Tuhan selalu
dapat mengetahuinya. Karena apapun perbuatan manusia di dunia ini baik kecil
maupunn besar Tuhan dapat mengetahuinya, karena sifat Tuhan Maha tahu. Seperti
yang tercantum dalam Atharwa weda yaitu
:
“Siapapun berdiri, berjalan, bergerak dengan
sembunyi-sembunyi, siapapun yang membaringkan diri atau bangun, apapun yang dua
orang bisikkan satu dengan orang lain Sang Hyang Widhi hadir di sana dan
mengetahuinya “.
Kutipan di atas
menegaskan bahwa sifat Kemahatahuan Tuhan mutlak dan tak terbantahkan. Jadi
percuma kita mengingkari dosa atau kesalahan kita karena bagaimanapun Tuhan
dapat mengetahuinnya. Oleh sebab itu didalam segala tindak-tanduk kita mesti
berpedoman kepada Dharma.
4. Contoh Kriya Sakti (sifat Tuhan Maha
Karya)
Sahabat Helai
Buku tentunya kalian sangat suka melihat hamparan pemandangan alam yang indah,
ada gunung atau pegunungan serta barisan perbukitan yang berselimut kabut, ada
sungai dan lautan yang membiru, ada burung-burung yang beterbangan atau hinggap
di dahan atau ranting pohon serta bermacam hewan mencari makan di padang
rumput, ada matahari yang terbit dipagi hari lalu terbenam disore hari,
kemudian bintang dan rembulan menghiasi malam dan sebagainya. Pernahkah sahabat
bertanya siapakah yng menciptakaan semua keindahan tersebut?
Ternyata alam
tak selamanya indah untuk dilihat, tetapi terkadang menakutkan. Pernahkan
sahabat melihat banjir bandang, angin topan atau putting beliung, tsunami,
tanah longsor, gunung meletus dan bencana alam lainnya?
Siapakah yang
menciptakan semua itu? Benar, yang menciptakannya adalah Sang Hyang
Widhi/Tuhan. Tuhan dapat menciptakan yang baik dan dapat menciptakan yang
buruk. Tetapi tuhan tidak pernah semena-mena dalam menciptakan semua
ciptaan-Nya, karena semua mengacu kepada “Rta” (hukum alam) Tuhaan memegang
kendali atas Rta. Penciptaan adalah proses dan proses merupakan siklus
perubahan. Tuhan menciptakan kemudian memelihara lalu meleburnya. Menciptakan
kembali, memelihara lalu meleburnya kembali,demikian seterusnya. Tuhan
mempunyai kekuatan untuk mencipta yang disebut Brahma, kekuatan memelihra
disebut Wisnu dan kekuatan melebur disebut Siwa. Kita sebagai Umat Hindu
menyebut kekuatan-kekuatan tersebut dengan “Deva” dibaca Dewa. Ketiga kekuatan
Sang Hyang Widhi itu disebut Tri Murti.
Oleh sebab Sang
Hyang Widhi menciptakan segala yang ada di Bumi maka kita sebagai Umat Hindu
khususnya dan Umat Manusia umumnya mesti menghormati dan menjaga ciptaan Sang
Hyang Widhi serta mempenggunakannya dengan bijaksana.
Kenapa kita
tidaak bisa melihat Sang Hyang Widhi dalam mencipta segala hal di dunia ini?
Karena Sang Hyang Widhi itu bersifat gaib. Ada tetapi tidak dapat dilihat oleh
mata hanya dapat dirasakan di dalam diri. Sepertihalnya gula yang larut dalam
air. Gula itu tidak dapat dilihat namun dapat dirasakan setelah meminum air
tersebut. Tuhan tak dapat dipikirkan (achintya), tidak terwujud dan tidak
laki-laki tidak juga perempuan (awikara), kekal dan abadi disebut nitya.
Sang Hyang
Widhi adalah tunggal (monotheisme). Namun akibat pengaruh maya Beliau memiliki
kwalitas, sifat dan pungsi yang berbeda yang di sebut Tri Purusa yaitu
Paramasiwa, Sadasiwa dan Siwatma.
Tri Purusa
a. Paramasiwa
Paramasiwa artinya
Sang Hyang Widhi yang tanpa sifat, tak terbatas, tanpa pribadi, tidak berawal
dan berakhir (anadi ananta), tidak terpengaruh maya, tidak bergerak, dan
memenuhi kesemestaan. Beliau dalam hal ini tanpa aktifitas namun tetap memenuhi
alam semesta yang pada tingkatan ini di sebut Nirguna Brahman.
b. Sadasiwa
Sadasiwa artinya
Sang Hyang Widhi yang sudah dipengaruhi oleh maya sehingga mulai beraktivitas,
maka terjadilah srsti yaitu penciptaan alam semesta. Namun perlu diingat
walaupun tuhan menyatu dengan maya, Tuhan itu menguasai maya itu sendiri.
Kekuasaan Tuhan yang tak terbatas pada saat ini disebut apara brahma. Beliau
akan menjadi Pencipta, pemelihara dan pelebur. Masa peleburan disebut dengan
Pralaya. Pada saat beraktifitas inilah beliau disebut Sadasiwa (saguna Brahman)
c. Siwatma
Siwa tau
Siwatma artinya Sang Hyang Widhi yang telah diliputi oleh maya menjadi jiwa
semua mahluk yang disebut Sang Hyang Sangkan Paraning Dumadi, yaitu tebalnya
pengaruh maya tanpa kesadaran (awidya). Beliau bercirikan utaprotta sebagai
permata bening jernihnya dilekati warna, sehingga kejernihannya hilang tidak
dikenali lagi. Maka pada saat ini Beliau disebut dengan Siwatma/Atmika
Selain
melmiliki empat kemhkuasaan ( Cadhu Sakti) Sang Hyang Widhi juga memiliki 8
(delapan) kemahakuasaan lainnya yang disebut Asta Aiswarya. Asta Aiswarya
berasal dari kata Asta dan Aiswarya, Asta artinya delapan dan Aiswarya artinya
kemahakuasaan Sang Hyang Widhi (Tuhan). Jadi Asta Aiswarya artinya delapan
sifat kemahakuasaan Sang Hyang Widhi.
Adapun delapan
sifat kemahakuasaan-Nya tersebut yaitu :
- Anima berasal
dari kata Anu artinya atom atau kecil. Jadi sifat Tuhan sangat kecil lebih
kecil dari atom
- Lagima berasal
dari kata lagu artinya ringan. Jadi sifat Tuhan sangat ringan lebih ringan dari
pada kapas.
- Mahima berasal
dari kata maha artinya besar. Jadi sifat Tuhan sangat besar bisa memenuhi alam
semesta.
- Prapti artinya
Tuhan/Sang Hyang Widhi dapat meraih segala tujuannya seketika.
- Prakamya
artinya Sang Hyang Widhi/Tuhan dapat mencapai segala keinginannya.
- Isitwa artinya
Sang Hyang Widhi/Tuhan bersifat raja diraja atau merajai segala segala yang ada
didunia ini.
- Wasitwa artinya
Sang Hyang Widhi/Tuhan bersifat maha kuasa, menguasai semua yang ada dialam
semesta ini.
- Yatra
Kamavasayitva artinya tidak ada yang dapat menentang apa yang dikehendaki.
D. Cadhu Sakti dalam Ajaran Tri Hita Karana
Tri Hita Karana
artinya tiga penyebab hubungan yang harmonis untuk mencapai kebahagiaan. Jadi
ada tiga penyebab untuk mencapai kebhagiaan didalam hidup yaitu dengan membina
hubungan yang harmonis. Adapun tiga penyebab hubungan yang harmonis tersebut
terdiri dari:
- Prahyangan
- Pawongan
- Palemahan
1. Parhyangan
Prahyangan
artinya hubungan yang harmonis antara manusia dengan Sang Hyang Widhi. Untuk
membinaa hubungaan yang hrmonis tersebut tentunya kitaa sebagai Umat Hindu
wajib selalu menghubunghan diri dengan Sang Hyang Widhi dengan jalan
menghaturkan Sembah Bhakti (Sembahyang) juga dengan melaksanakan Yajna. Sebagai
penunjang pelaksanaan sembahyaang dan yajna
maka Umat Hindu mendirikan tempat suci (Prahyangan). Di tiap rumah
mendirikan Sanggah Kamulan, di tiap desa mendirikan Kahyangan Tiga dan
sebagainya.
2. Pawongan
Pawongan adalah
hubungan yang harmonis antara sesama manusia, hubungan antara diri dengan
masyarakat, hubungan antara individu. Sebagai mahluk social hubungan yang
harmonis itu harus dijaga, sebab manusia tidak akan bisa hidup sendiri tetapi
akan selalu berhubungaan dengan orang lain. Perlu disadari setiap orang
mempunyai karater, sifat, pembawaan atau pribadi yang berbed-beda tentunya
tidak untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Untuk itulah kita perlu
mengamalkan ajaran Tri Kaya Parisudha dan Tattwamasi. Dengan mengamalkan ajaran
itu maka kita dapat menjalin hubungan atau berinteraksi dengan oraang lain
menjadi jauh lebih baik. Misalnya hubungan dengan orang tua, dengan
saudara,teman, dengan guru dana masyarakat akan menjadi harmonis.
3. Palemahan
Palemahan
artinya hubungan yang harmonis antara manusia dengan lingkungannya. Manusia sangat tergantung dengan
lingkungannya dimana ia dapat hidup dengan baik. Untuk itulah alam lingkungan
harus dijaga agar tidak rusak. Mislanya menjaga kebersihan lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan sekitar dengan tidak membuang sampaah sembarangan.
Tidak merusak alam dan biota dan hayati yang ada didalamnya.
Contoh Prilaku Tri Hita Karana
Dalam
masyarakat khususnya di Bali Tri Hita Karana dapat dilihat misalnya:
- Parhyangan
dengan mendirikaan Pura Kahyangan Tiga
- Pawongan dengan
mendirikan balai banjar, balai desa
- Palemahan
dengan membuat kuburan dan lingkungan atau wilayah desa
- Orang yang
berprofesi sebagai petani
- Parhyangan
dengan mendirikaan Pura Subak
- Pawongan dengan
mendirikan organisasi subak daan balai subak
- Palemahannya
adalah area persawahan.
Dan sebagainya.
4. Catur Guru
A. Pengertian Catur Guru
Catur Guru
berasal dari bahasa Sanskerta dari kata “Catur” artinya 4 (empat) dan “Guru”
artinya “berat”. Jadi Catur Guru artinya empat guru yang mengemban tugas dan
tanggung jawab berat dalam memberikan tuntunan menuju kesempurnaan hidup.
B. Bagian-Bagian Catur Guru
- Guru Rupaka
- Guru Pengajian
- Guru Wisesa
- Guru Swadhyaya
1. Guru Rupaka
Guru Rupaka
adalah orang tua yang melahirkan kita. Guru Rupaka merupakan guru kita yang
pertama dan yang utama. Orang tualah yang pertama mengajarkan kita untuk
berjalan, mengajarkan kita berbicara, memberi makan dan minum, serta hal-hal
lainnya. Semua itu dilakukan atas dasar kasih sayang yang begitu tulus.
Kewajiban orang tua untuk membesarkan kita sangatlah berat. Oleh sebab itu
orang tua patut kita hormati dan jungjung tinggi segala petuahnya.
2. Guru Pengajian
Guru pengajian
adalah bapak/ibu guru yang memberikan kita ilmu dan pendidikan secara formal
maupun non formal, di sekolah maupun di pasraman-pasraman.
Tugas guru
sangatlah berat, untuk mencerdaskan bangsa, mengajari anak didiknya agar bisa
membaca, menulis dan berhitung. Serta memberikan pendidikaan moral dan budi
perkerti yang mulia agar nantinya menjadi generasi yang mempunyai kompetensi
dan berguna bagi bangsa dan Negara. Guru di sekolah patut kita hormati dengan
bertegur sapa yang sopan dan santun, rajin belajar dan mengerjakan tugas-tugas
sekolah.
3. Guru Wisesa
Guru Wisesa
adalah Pemerintah, pemerintah merupakan guru yang mempunyai tugas dan tanggung
jawab yang berat serta mempunyai wewenang terhadap masyarakat, bangsa dan
Negara. Guru Wisesa berjenjang, dari tingkat
lingkungan atau RT dan RW, tingkat desa, tingkat kecamataan ada yang
disebut Tripika yaitu: Camat, Polsek, Koramil, tingkat kabupaten ada Bupati,
Polres,Kodim, tingkat Provinsi ada Gubernur, Polda, dan Kodam, kemudian di
tingkat pusat ada Presiden, TNI, POLRI dan lain-lain.
Kita sebagai
warga Negara patut mencintai bangsa dan Negara dengan menghormati simbul-simbul
Negara, mentaati peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, ikut serta
menjaga pasilitas umum dan menjaga ketertiban, ketentraman, kedamaian,
persatuan dan kesatuan bangsa serta taat membayar pajak.
4. Guru Swadhyaya
Guru Swadhyaya
adalah Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa. Sang Hyang Widhi adalah Guru Alam Semesta.
Guru Swadhyaya mempunyai tanggung jawab yang paling berat untuk menciptakan,
mengatur, menjaga dan melebur seisi alam semesta ini. Kita Sebagai Umat Hindu
harus selalu Sembah Bhakti kepada Sang Hyang Widhi, dengan rajin sembahyang dan
beryajna. Sebelum melakukan suatu kegiatan terlebih dahulu kita mengucapkan doa
mantra untuk memohon anugrah-Nya agar apa yang kita kerjakan dapat berjalan
dengan baik seperti yang kita harafkan. Terkait dengan di atas ada tatanan
upacara yajna sebelum melaksanakan kegiatan misalnya:
- Upacara
Upanayana yaitu suatu upacara penyucian rohani sebelum belajar ilmu
pengetahuan, terutama ilmu Agama Hindu.
- Upacara
Penjaya-jaya yaitu upacara yang dilakukan seseorang jika terpilih sebagai
peminpin dalam sebuah instansi atau
lembaga baik formal maupun non formal.
Demikianlah
kita harus memberikan penghormtan yang setinggi-tingginya kepada Catur Guru.
Dalam Buku
Dainika Upasana disebutkan salah satu pemujaan
terhadap Guru Swadhyaya:
“Om Guru Brahman, Guru Wisnu, Guru Dewa
Maheswaram, Guru Saksat Param Brahman, Tasmai Sri Guruwe Namah”
Terjemahannya:
Oh Tuhan Guru
Brahman, Guru Wisnu dan Guru Maheswara, Semua Guru bagaikan Tuhan, Kami hormat
kepada semua Guru Mulya.
5. Tempat Suci
A. Tempat Suci Dalam Agama Hindu
Tempat suci
Agama Hindu di Bali disebut Pura. Pura adalah tempat yang disucikan,
dikeramatkan atau disakralkan, sebagai tempat memuja Sang Hyang Widhi/Tuhan
dalam segala manifestasinya atau tempat melaksanakan upacara yadnya yang
disesuaikan dengan Desa, Kala dan Patra. Di jawa tempat suci Agama Hindu juga
dikenal dengan sebutan Candi seperti Candi Prambanan,Candi Penataran Candi
Dieng dll. Puraa berasal dari kata “Pur” yang berarti Benteng atau tempat
berlindung. Pura sebagai tempat berlindung oleh sebab itu Umat Hindu wajib
untuk melakukan pemujaan di Pura, untuk memohon keselamatan kehadapan Sang
Hyang Widhi Wasa. Untuk itu Pura patut di jaga dan dipelihara kebersihan dan
keindahannya.
B. Konsep Pembangunan Tempat Suci Pura
Sebelum membuat
Pura terlebih dahulu ditentukan tempat yang cocok atau sesuai untuk mendirikan
Pura, ditinju dri sekala dan niskala (secara kasat mata dan tak kasat mata).
Setelah itu dilakukaan upacara pembersihan atau penyucian tempat, dilanjutkan
dengan pendirian pura yang waktunya disesuaikaan dengan perhitungan hari
baik.Setelah selesai pembangunan dilanjutkann kembali dengan upacara penyucian
berupa pamelaspasan, demikian seterusnya ada lagi beberapa tahapan atau proses
yang harus dilalui. Namun pada intinya pembangunan pura mengacu pada konsep Tri
Mandala atau pembagian area pura menjdi tiga bagian atau wilayah.
Tri Mandala
berasal dari kata Tri dan Mandala. Tri artinya tiga dan Mandala artinya
tempat,areal atau wilayah. Jadi Tri Mandala artinya tiga tempat untuk melakukan
kegiatan pada saat pelaksanaan upacara di pura. Pembagian tiga tempat/wilayah
tersebut terdiri dari :
- Utama Mandala
- Madya Mandala
- Kanista Mandala
1. Utama Mandala
Utama Mandala
adalah tempat yang paling utama atau paling suci pusat dari segala kegiatan
yajna, tempat untuk melakukan pemujaan kepada Ista Dewata/ manifestasi Sang
Hyang Widhi Wasa. Umumnya pintu masuk ke
Utama Mandala biasanya berupa candi gelung. Ketika kita memasuki Utama
Mandala melalui Candi Gelung ini maka pikiran dan hati kita menjadi focus
menuju-Nya karena Candi Gelung ini mempunyai fungsi untuk musatankan pikiran
para Bhakta yang melaluinya.. Dalam Utama Mandala terdapat bangunan suci berupa
: padmasana, meru, gedong dan sebagainya sesuai dengan Ista Dewata yang di puja
di sana.
2. Madya Mandala
Madya Mandala
adalah tempat atau areaa yang berada di tengah setelah Nista Mandala dan
sebelum Utama Mandala. Umumnya pintu masuk ke
Madya Mandala adalah berupa Candi Bentar (Apit Surang). Ketika kita
melewatinya, bangunan ini berfungsi sebagai pemutus pikiran-pikiran kotor atau
cuntaka yang mungkin masih melekat pada saat kita pergi ke pura. Di Madya
Mandala merupakan tempat pementasan tarian yang bersifat sakral seperti tari
baris gede, tari rejang dewa, tari topeng sidhakarya, wayang sudha mala. Di
Madya Mandala biasanya terdapat bangunan: bale pesandekan, perantenan,bale gong
dn sebgainya.
3. Nista Mandala
Nista Mandala
atau Kanista Mandala adalah areal paling luar pada areal pura. Nista Mandala
sebagai tempat melakukan upacara Bhuta Yajna
yang dipersembahkan kepada Bhuta Kala. Bangunan yang terdapat di Nista
Mandala adalah Bale Kulkul, Wantilan dan Kamar Mandi. Nista Mandala sama dengan
kaki.
C. Jenis-Jenis Tempat Suci Agama Hindu
Ada bermacam
nama dan jenis pura di Bali. Namun secara umum Pura di Bali dapat digolongkan
menjadi 2 (dua) yaitu Pura Khusus dan Pura Umum.
Yang Tergolong
Pura Khusus adalah:
1. Pura Keluarga
Pura Keluarga
adalah pura yang sifatnya merupakan pura khusus yang penyungsungnya adalah dari
keluarga tertentu. Fungsinya selain memuja Tuhan dengan segala Manifestasinya
juga sebagai tempat untuk memuja Roh Leluhur keluarga bersangkutan. Jenis Pura
ini antara lain:
- Sanggah
Kamulan,
- Pura Paibon,
- Pura Padarman dan sebagainya.
2. Pura Swagina
Pura Swagina
adalah pura yang bersifat atau berhubungan dengan profesi tertentu. Misalnya penyungsungnya
berprofesi sebagai,petanni,nelayan,pedagang,undagi,guru dan sebagainya. Pura
Swagina berfungsi sebagai tempat
pemujaan Ista Dewata, manifestasi Tuhan dalam profesi tertentu. Jenis Pura ini antara lain:
a. Pura Ulun Danu/Pura Bedugul/Ulun Suwi/Pura
Subak
Pura ini untuk
yang berprofesi sebagai petani fungsinya sebagai tempat pemujaan Ista Dewata
dalam manifestasi Tuhan sebagai Dewi Sri atau Dewi Danuh yitu Dewi kesuburan
dan kemakmuran.Pura ini di bangun di hulu sawah.
b. Pura Melanting
Pura Melanting
untuk yang berprofesi sebagai pedagang fungsinya sebagai tempat pemujaan Ista
Dewata dalam manifestasi Tuhan sebagai Dewa Kuwera yang menganugrahkan
kesejahteraan bagi para pedagang. Pura ini di bangun di tengah pasar.
c. Pura Segara
Pura Segara
untuk yang berprofesi sebagai nelayan fungsinya sebagai tempat pemujaan Ista
Dewata dalam manifestasi Tuhan sebagai Dewa Baruna yang menganugrahkan
keselamatann dan kesejahteraan bagi para nelayan. Pura ini dibangun di pinggir
pantai.
II. Pura Yang Bersifat Umum
Yang dimaksud
dengan pura umum yaitu pura sebagai tempat pemujaan yang dimanfaatkan oleh
masyarakat umum tanpa membedakan golongan, suku, dan profesi. Yang termasuk
pura umum antaara lain:
1. Pura Kahyangan Tiga
Walaupun Pura
Kahyangan Tiga merupakan pura yang bersifat territorial atau pura dalam lingkup
desa akan tetapi bisa digolongkan sebagai pura umum. Pura Kahyangan tiga
terdapat di setiap desa adat di Bali, yang di emong oleh warga desa disekitar
desa adat tersebut. Pura Kahyangan Tiga sebagai tempat pemujaan tiga
manifestasi Tuhan yaitu:
a. Pura Desa (Pura Bale Agung)
Pura Desa atau
Pura Bale Agung adalah tempat memuja manifestasi Tuhan sebagai Dewa Brahma
(Dewa Penncipta alam semesta) dengan saktinya Dewi Saraswati.
b. Pura Puseh
Pura Puseh
adalah tempat memuja manifestasi Tuhan sebagai Dewa Wisnu (Dewa pelinngdung
atau Pemelihara alam semesta) dengan saktinya Dewi
c. Pura Dalem
Pura Dalem
adalah tempat memuja manifestasi Tuhan sebagai Dewa Siwa (Dewa pelebur untuk
menjaga siklus penciptaan) dengan saktinya Dewi Durga.
2. Pura Dang kahyangan
Pura Dang
Kahyangan merupakan pura peninggalan dari Dang Hyang Nirartha pada saat datang
ke Bali. Beliau membuat tempat pemujaan antara lain Pura Pulaki, Pura Batu
Bolong, Pura Tanah Lot, Pura Peti Tenget dan Pura Uluwatu.
3. Pura Sad Kahyangan
Pura Sad
kahyangan yang ada di Bali adalah enam buah kahyangan besar tempat memuja Ista
Dewata yang terdapat di Bali diantaranya :
- Pura Besakih
terletak di Kabupaaten Karangasem
- Pura Batur
terletak di Kintamani, Kabupaten Bangli
- Pura Lempuyang
terletak di Kabupaten Karangasem
- Pura Goalawah
terletaak di Kabupaten Klungkung
- Pura Uluwatu
terletak di Kabupaten Badung
- Pura Batukaru
terletak di Kabupten Tabanan
- Pura Puncak
Mangu terletak di Kabupaten Badung
D. Mengenal Tempat Suci Hindu di Nusantara
Tempaat suci
Pura yang terdapat di luar Bali diantaranya:
Di Jawa Barat
yaitu di Bogor terdapat Pura Agung Jagadkarta.
Di Jawa Timur
terdapat Pura Alas Purwa, Pura Blambangan, Pura Semeru, Pura Gunung Bromo, dan
Pura Amerta Jati.
Di Jawa Tengah
terdapat tempat suci berupa Candi-candi diantaranya: Candi Prambanan.
Di Lombok Barat
terdapat Pura Batu Bolong, Pura Cakra, Pura Lingsar, Candi Narmada dan
sebagainya.
E. Bentuk Dan Struktur Tempat Suci Agama
Hindu
Bentuk dan
struktur tempat suci Umat Hindu beraneka ragam bentuknya disesuaikan dengan
fungsinya masing-masing.
1. Bentuk Candi
Bentuk candi
masih banyak dijumpai di Pulau Jawa, seperti Candi Prambanan, Candi Arjuna,
Candi Dieng, Candi Jago dan sebagainya. Sedangkan di Bali tempat suci berbentuk
candi diantaranya berada di Penataran Agung Pura Luhur Batukaru, yaitu sebagai
salah satu Sad Kahyangan Jagat Bali. Pura Luhur Batukaru terletak di Desa
Wangaya Gede, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan Bali. Pura lainnya yang
berbentuk candi adalah Pura Mengening
yang terletak di Kecamatan Tampak Siring, Kabupten Giayar Bali.
2. Berbentuk Padmasana
Menurut
sejarah, tempat suci berbentuk Padmasana mulai dikembangkan sejak kedatangan
Dang Hyang Nirartha pada pemerintahan Dalem Waturenggong. Pusat pemerintahan
Dalem Waturenggong terletak di Gelgel Kabupaten Kelungkung Bali. Dang Hyang
Nirartha sebagai Purohito di kerajaan Gelgel. Beliau mengembangkan konsep
tempat suci berbentuk Padmasana sebagai tempat pemujaan terhadap Sang Hyang
Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa. Struktur Padmasana terdiri dari 3 (tiga) bagian
yakni: bagian bawah disebut Brahma Bhaga, bagian tengah disebut Wisnu Bhaga dan
baagian atas disebut Siwa Bhaga.
3. Berbentuk Gedong
Tempat suci
berbentuk Gedong umumnya sebagai pemujan Dewi Durga sakti dari Dewa Siwa yang
dipuja di Pura Dalem. Sedangkan bentuk gedong lainnya terdapat di pura keluarga
yang disebut Gedong Kawitan.
4. Tempat Suci Berbentuk Meru
Tempat suci
berbentuk “meru” di Bali dikembangkan sejak kedatangan Empu Kuturan. Empu
kuturan membawa konsep Kahyangan Tiga di Bali yaitu: Pura Desa (Bale Agung),
Pura Puseh dan Pura Dalem. Pura Puseh secara umum bentuknya berupa bangunan
Meru yang bertingkat 7 (tujuh) namun tidak semua Pura Puseh berbentuk Meru
walaupun fungsinya sama-sama sebagai tempat pemujaan Dewa Wisnu.
5. Tempat Suci Dalam Bentuk Bale Agung
Tempat suci
berbentuk Bale Agung (Bale Besar) umumnya terdapat di Pura Desa (Bale Agung)
tempat pemujaan Dewa Brahma dengan saktinya Dewi Saraswati.
E. Syarat-sayarat Memasuki Tempat Suci
Pura sebagai
tempat suci merupakan tempat yang wajib disucikan oleh Umat Hindu. Sebagai
Bhakta kita mesti memiliki rasa tanggungjawab untuk menjaga dan melestarikan
setiap tempat suci yang dibangun dan telah dimanfaatkan sebagai tempat untuk
melakukan upacara Yajna sesuai dengan situasi dan kondisi dimana tempat suci di
bangun.
- Syarat-syarat
memasuki tempat suci:
- Sehat jasmani
dan rohani
- Berpakain yang
sopan, bersih dan rapi
- Tidak dalam
keadaan cuntaka/kotor dan datang bulan.
Sumber dari buku Pendidikan Agama Hindu dan budi Pekerti Untuk SD Kelas V
Pelajaran Agama Hindu Untuk Anak Sekolah Dasar Kelas V KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
TRI
SARIRA
A.Pengertian Tri
Sarira
Tri Sarira berasal dari kata Tri yang artinya 3 (tiga) dan
Sarira yang artinya badan. Jadi Tri Sarira adalah tiga lapis badan yang
terbentuk dari unsur dan memiliki fungsi serta kualitas yang berbeda.
B. Bagian-bagian Tri
Sarira:
- Stula Sarira/Raga Sarira: adalah badan kasar yaitu jasmani
yang terbentuk dari unsur Panca Maha Bhuta.
- Suksma Sarira/Lingga Sarira: adalah badan halus yang terdiri
dari unsur Budhi,Manah,Ahamkara,dan Indriya.
- Anta Karana Sarira: adalah badan penyebab yaitu Jiwatman
sebagai hidupnya hidup.
Stula Sarira dibentuk dari Panca Maha Bhuta (lima elemen
dasar),yang terdiri dari:
1.Perthiwi (unsur padat) membentuk tulang,otot,dan daging.
2.Apah (unsur cair) membentuk darah,lendir,enzim,kelenjar
keringat,dan cairan tubuh lainnya.
3.Teja (unsur panas) membentuk suhu tubuh.
4.Bayu (unsur udara/angin) membentuk tenaga,nafas,dan
udara-udara lainnya dalam tubuh.
5.Akasa/Ether (unsur kosong) membentuk rongga-rongga dalam
tubuh.
Panca Maha Bhuta berasal dari unsur Panca Tan Matra
Bagian-bagian Panca Tan Matra:
1.Sabda Tan Matra = benih suara
2.Sparsa Tan Matra = benih rasa sentuhan
3.Rupa Tan Matra = benih pengelihatan
4.Rasa Tan Matra = benih rasa
5.Gandha Tan Matra = benih penciuman
Stula Sarira juga dibentuk oleh Sad Kosa yaitu enam lapisan pembungkus.
Bagian-bagian Sad Kosa:
- Asti/Taulan = tulang
- Adwad = otot
- Sumsum = sumsum
- Mamsa = daging
- Rudhira = darah
- Carma = kulit
Suksma Sarira dibentuk oleh Tri Antakarana atau Tiga Penyebab Akhir.Yang terdiri dari:
1.Budhi, fungsinya untuk menentukan keputusan.
2.Manah,fungsinya untuk berpikir.
3.Ahamkara,fungsinya untuk merasakan dan bertindak.
Selain itu juga dibentuk oleh Panca Budhindrya yaitu lima indrya pengenal.
dan juga dibentuk oleh Panca Kamendrya yaitu lima indrya penggerak.
Ini dikenal dengan Dasendrya
Panca Budhindrya terdiri dari:
1.Cakswindrya,adalah indra pengenal melalui
penglihatan,terletak pada mata.
2.Srotendrya,adalah indra pengenal melalui pendengaran,terletak
pada telinga.
3.Ghranendrya adalah indra pengenal melalui penciuman,
terletak pada hidung.
4.Jihwendrya adalah indra pengenal melalui pengecap,terletak
pada lidah.
5.Twakindrya adalah indra pengenal melalui sentuhan,terletak
pada kulit.
Panca Kamendrya
terdiri dari:
1.Panindrya,adalah indra penggerak pada tangan.
2.Padendrya adalah indra penggerak pada kaki.
3.Garhendrya adalah indra penggerak pada perut.
4.Upasthendrya adalah indra penggerak pada kemaluan
laki-laki dan
Bhagendrya pada kemaluan perempuan.
5.Pagwindrya,adalah indra penggerak pada dubur.
Antakarana Sarira adalah lapisan yang paling halus yaitu
Atman
Fungsi dari
masing-masing bagian dari Tri Sarira adalah mempunyai fungsi
yang berbeda-beda,namun dalam satu-kesatuan. Stula Sarira dan
Suksma Sarira merupakan
alat dari Antakarana Sarira (Jiwatman).
Sejarah Agama Hindu
di Indonesia
Agama Hindu pertama kali muncul di lembah sungai Sindhu.
Diwahyukan oleh Tuhan kepada Para Maharesi. Kata Hindu berasal dari kata
Sindhu,tetapi oleh orang Persia melapalkan S dengan H. Jadi mereka mengucapkan
Sindhu dengan Hindu.
Agama Hindu juga disebut
Sanatana Dharma artinya agama
yang kekal dan abadi.
Masuknya pengaruh Hindu ke Indonesia adalah melalui jalur
pedagangan. Sebelum masuknya pengaruh Hindu,di Indonesia belum mengenal sistim
kerajaan ,yang ada hanya desa-desa yang dipinpin oleh kepala-kepala suku.
Setelah masuknya pengaruh Hindu,barulah berdiri kerajaan yang mana kerajaan
Hindu yang pertama adalah Kerajaan Kutai
Kerajaan Hindu di
Kutai
Kerajaan Kutai merupakan kerajaan Hindu yang pertama dan
tertua di Indonesia. Berdiri pada sekitar tahun 400 Masehi. Terletak di
Muarakaman,di tepi sungai Mahakam,Kalimantan Timur.
Kerajaan Kutai dapat diketahui dari peninggalan berupa 7
(tujuh) buah prasasti (batu tulis) di Muarakaman. Prasasti itu berbentuk yupa
(yaitu tugu peringatan upacara kurban). Prasasti itu berbahasa Sanskerta dan
berhuruf Pallawa dari India Selatan. Diperkirakan pembuatannya pada sekitar
tahun 400 Masehi.
Pada salah satu Prasasti disebutkan bahwa raja Kutai yang
pertama bernama Kudungga. Kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Aswawarman.
Kemudian Raja Aswawarman digantikan oleh putranya yang bernama
Mulawarman.
Diceritakan juga bahwa
Raja Mulawarman adalah raja yang sangat mulia dan baik budinya. Beliau
memerintah dengan arif dan bijaksana.
Dalam salah satu prasasti juga diceritakan bahwa Raja Mulawarman
pernah memberi sedekah 20.000 ekor
lembu kepada para Brahmana bertempat di lapangan suci Waprakeswara. Tempat ini
adalah untuk memuliakan Dewa Siwa. Hal ini menunjukan bahwa Raja Mulawarman mempunyai hubungan yang
baik dengan para Pendeta Hindu. Raja Mulawarman inilah yang memerintahkan untuk
membuat tujuh prasasti tersebut.
Kerajaan Hindu di
jawa barat
Perkembangan Agama Hindu di Jawa Barat mulai sekitar abad V
(lima) Masehi. Kerajaan Hindu pertama di Jawa Barat adalah Kerajaan Tarumanegara dengan rajanya yang bernama
Purnawarman .
Disini ditemukan 7 (tujuh) buah prasasti batu yang disebut Saila Prasasti yaitu: Prasasti Ciaruteun,Kebonkopi,Jambu,Pasirawi,Muara
Cianter (ditemukan di Bogor),Prasasti Tugu (ditemukan di Jakarta),dan Prasasti
Lebak (ditemukan di Banten Selatan).
Pada prasasti Ciaruteun yang ditemukan didekat
bogor,menyebutkan bahwa Purnawarman adalah raja yang gagah berani bagaikan Dewa
Wisnu. Prasasti tersebut berbentuk syair,berhurup Pallawa dan berbahasa
Sanskerta.
Demi kemakmuran rakyatnya,raja Purnawarman membangun sungai
gomati,yang panjangnya 12 km dalam waktu 21 hari. Sungai itu terletak di
samping sungai Candrabaga (Bekasi).
Pekerjaan itu ditutup dengan memberikan hadiah 2000 ekor lembu kepada para
brahmana.
Selain kerajaan Tarumanegara,di Jawa Barat juga pernah
berdiri Kerajaan Pajajaran,yang mencapai puncak kejayaan pada jaman
pemerintahan Prabu Siliwangi. Bedasarkan kepercayaan Prabu Siliwangi diyakini moksa di Gunung Salak.,Desa Taman
Sari,Bogor,Jawa Barat. Di lokasi moksanya Prabu Siliwangi didirikan palinggih khusus untuk memuja Prabu
Siliwangi. Sekarang setelah dipugar bernama Pura Jagatkarta.
Kerajaan Hindu di
Jawa Tengah
Setelah Kerajaan Tarumanegara tenggelam,munculah kerajaan di
Jawa Tengah sekitar tahun 650 Masehi atau sekitar abad ke 7 Masehi.
hal ini dibuktikan dengan penemuan Prasasti Tukmas di lereng
Gunung Merbabu. Prasasti itu berhurup Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Isinya
tentang pujian kepada Sungai Gangga,dan berisi gambar atribut Dewa Tri Murti
berupa : tri sula,kendi,cakra,kapak,dan bunga teratai.
Setelah Prasasti Tukmas,kemudian muncullah Prasasti Canggal
yang dikeluarkan oleh Raja Sanjaya,dari Kerajaan Mataram Kuno/Kerajaan Medang
Kemulan. Prasasti ini menggunakan tahun Candra
Sangkala yang berbunyi,"Sruti Indra Rasa" yang bermakna tahun 654
Saka,atau 732 Masehi. Prasasti ini memuat 3 (tiga) bait syair pemujaan terhadap
Dewa Siwa,satu bait untuk Dewa Brahma dan satu bait untuk Dewa Wisnu. Jadi Raja
Sanjaya memuja Dewa Tri Murti dengan menonjolkan Dewa Siwa. Kerajaan Mataram Kuno yang disebut juga
Medang Kemulan diperintah oleh keluarga Sanjaya yang beragama Hindu dan
keluarga Syailendra yang beragama Bhuda. Sebelumnya yang menjadi raja di Medang
kemulan adalah Sanna,kemudian beliau digantikan oleh keponakannya yaitu sanjaya
yang merupakan anak dari saudara perempuan Sanna. Kerajaan Mataram Kuno
mencapai puncak kejayaan saat diperintah oleh Rakai Pikatan,putra dari Raja
Sanjaya,ibunya bernama Pramowardani adalah putri dari Raja Samaratungga. Pada
Pemerintahan Rakai Pikatan inilah banyak didirikan bangunan-bangunan suci
seperti: Candi Prambanan,Candi Bima,Candi Arjuna,Candi Sinta,Candi Srikandi,dan
candi-candi lain di Pegunungan Dieng.
Kerajaan Hindu di
Jawa Timur
Kanjuruhan
Awal perkembangan Agama Hindu di Jawa Timur dimulai dari
Kota Malang Jawa Timur dengan diketemukannya sebuah Prasasti yang bernama
Prasasti Dinoyo. Prasasti Dinoyo bertuliskan angka tahun 760 Masehi. Isi Prasasti Dinoyo adalah:
1.Terdapat kerajaan yang berpusat di Kanjuruhan dengan
rajanya bernama Dewa Simha, Dewa Simha adalah Raja yang menganut agama Hindu
dengan memusatkan pemujaan kepada Dewa Siwa.<br>
2.Tentang pembuatan arca Maharsi Agastya yaitu sebuah arca
yang berwujud Resi Agastya sebagai penghormatan atas jasanya menyebarkan dan
mengajarkan Agama Hindu dari India ke Indonesia ( Nusantara ).
Dewa Simha berputra seorang yang bernama Liswa. Setelah
dilantik menjadi raja, Liswa bergelar Gajayana. Liswa mempunyai seorang putri
yang bernama Uttejana. Raja Gajayana mendirikan sebuah tempat pemujaan untuk
Rsi Agastya yang terbuat dari kayu cendana kemudian diganti dengan arca dari
Batu Hitam. Arca Agastya diresmikan tahun 760 Masehi.
Isana Wangsa/Empu
Sendok
Stelah Raja Dewa Simha yang menganut agama Hindu,
perkembangan Agama Hindu selanjutnya di Jawa Timur disusul dengan munculnya
Dinasti Isana Wamsa. Yang menjadi pendiri adalah Empu Sendok. Empu Sendok
sangat memuliakan Dewa Siwa. Mpu Sendok memerintah pada tahun 929-974 Masehi
dengan gelar “Sri Isana Tunggadewa Wijaya”
Dharmawangsa Teguh
Raja Darmawangsa Teguh dalam masa pemerintahannya sangat
memperhatikan perkembangan karya-karya sastra. Pada masa pemerintahan Darmawangsa
Teguh, karya sastra besar dari India yaitu Ramayana dan Mahabharata dikaji oleh
ahli-ahli sastra (pengawi) di Indonesia selanjutnya digubah dari yang dahulunya
berbahasa Sanskerta digubah menggunakan Bahasa Jawa Kuno. Yang memprakarsai
kegiatan menggubah karya sastra hasil karya Bhagawan Byasa menjadi karya yang
berbahasa Jawa Kuno diistilahkan dengan “ Mangjawaken Byasa Katha” yang artinya
mermbahasa Jawakan karya-karya Bhagawan Byasa dan karya Bhagawan Walmiki yang
dulunya berbahasa Sanskerta.
Prabhu Airlangga
Setelah Raja Darmawangsa Teguh berkuasa dilanjutkan lagi
perkembangan agama Hindu di Jawa Timur dengan munculnya Prabhu Airlangga. Pada
masa pemerintahan Prabhu Airlangga di Jawa Timur selalu memberikan kemakmuran
kepada dunia. Atas jasa yang dilakukan oleh Prabhu Airlangga maka Prabhu
Airlangga diarcakan (dibuatkan arca yang menggambarkan Prabhu Airlangga) dalam
wujud Garuda Wisnu yaitu Wisnu mengendarai Garuda.
Kerajaan Kediri
Pada masa kerajaan Kediri yang juga menganut agama Hindu, banyak
muncul karya sastra pada masa itu. Pengawi/pengarang yang sangat terkenal pada
masa jayanya Kerajaan Kediri adalah Empu Sedah dan Empu Panuluh yang mengarang
karya besar yang berjudul Kakawin Bharatayudha.
Kerajaan Singosari
Setelah Kerajaan Kediri runtuh, muncul lagi Kerajaan yang
bercorak Hindu adalah Kerajaan Singosari pada tahun 1222 Masehi . Kerajaan
Singosari didirikan oleh Ken Arok. Ken
Arok sebagai Raja di Kerajaan Singosari pada masa pemerintahannya didampingi
oleh para Purohita. Purohita berarti pendeta penasehat Raja.
Pada jaman Kerajaan Singosari banyak dibangun bangunan suci
Hindu berupa candi seperti:
- Candi Kidal,
- Candi Jago, dan
- Candi Singosari.
Kerajaan Majapahit
Setelah runtuhnya Kerajaan Singosari, pada tahun 1293
muncullah kerajaan Majapahit. Pada jaman Kerajaan Majapahit, kehidupan beragama
Hindu sangat mantap berkat pembinaan dari pendeta yang mendampingi raja dalam
menjalankan pemerintahan. Masa kejayaan Kerajaan Majapahit yakni pada masa
pemerintahan Raja Hayam Wuruk. Pada masa itu wilayah kekuasaan Kerajaan
Majapahit mencakup seluruh Nusantara bahkan sampai ke Brunei Darussalam,
Serawak, Kamboja dan Malaysya. Raja Hayam Wuruk pada masa pemerintahannya
didampingi oleh Maha Patih Gajah Mada. Gajah Mada adalah Maha Patih yang gagah
berani dan kuat yang terkenal dengan Sumpah Palapa yang bertujuan untuk
menaklukkan kerajaan-kerajaan lain agar mau tunduk kepada kekuasan Raja
Majapahit. Sumpah Palapa dilaksanakan oleh Gajah Mada selama 21 tahun yakni
antara tahun Saka 1258 sampai 1279 Saka.
Isi Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Maha Patih Gajah
Mada, sebagai berikut:
Lamun huwus kalah Nusantara insun amukti palapa, lamun kalah
ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, Ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali,
Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti Palapa.
Artinya:
Kalau sudah kalah Nusantara Hamba memakan Kelapa, kalau
kalah di Gurun=Lombok, di Seran=Seram, Tanjung Pura=Kalimantan, di Haru=Sumatra
Utara, di Pahang=Malaya, Dompo=Dompu/Sumbawa, di Bali, di Sunda, Palembang
(Sriwijaya), Tumasik=Singapura semuanya itu baru Hamba akan memakan Kelapa.
Hasil dari Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Maha Patih
Gajah Mada terbukti yaitu Bali dapat ditaklukkan pada tahun 1265, Dompu dan
Pasunda dapat ditaklukkan pada tahun 1279 Saka atau 1375 Masehi.
Selain dapat menaklukkan kerajaan-kerajaan di Nusantara
bahkan sampai ke Malaysya, Singapura, pada masa kejayaan Raja Hayam Wuruk
banyak karya sastra Hindu yang fundamental digubah pada masa itu, misalnya:
- Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular,
- Kakawin Arjuna Wiwaha karya Mpu Kanwa,
- Kitab Nagara Kertagama karya Mpu Prapanca, dan
- Didirikannya Candi Besar yaitu Candi Penataran di Blitar
Kerajaan Hindu di
Bali
Sri Kesari Warmadewa
Di Bali terdapat sebuah kerajaan yang menganut agama Hindu
yang diperkiran sudah muncul pada abad ke-8. . Hal ini dapat diketahui dengan
diketemukannya sebuah Prasasti Blanjong. Prasasti Blanjong tersimpan di sebuah
Pura yang bernama Pura Blanjong yang terletak di Blanjong daerah Sanur.
Prasasti Blanjong berbentuk Silinder ( bulat panjang ) yang berisi tulisan Bali
Kuno dan berbahasa Sanskerta. Dalam Prasasti Blanjong dijelaskan bahwa nama
Raja Bali waktu itu bergelar Warmadewa. Rajanya bernama Sri Kesari Warmadewa
dengan pusat pemerintahannya berada di Singhamandawa. Nama Warmadewa mulai
muncul pada tahun 835 Saka.
Selain itu diketemukan juga cap-cap kecil yang tersimpan di
dalam stupa yang terbuat dari tanah liat bertuliskan mantra Budha yang disebut
Ye Te Mantra.
Sri Maharaja
Sriwijaya Mahadewi
Setelah raja Sri Kesari Warmadewa, di Bali pada tahun 905
Saka atau 983 Masehi muncul seorang raja yang menganut agama Hindu. Raja
tersebut adalah raja perempuan (ratu) yang bernama Sri Maharaja Sriwijaya
Mahadewi.
Udayana Mahadewa
Setelah pemerintahan Sriwijaya Mahadewi muncul nama raja
Udayana Warmadewa yang didampingi oleh permaisurinya bernama Sri Gunapriya
Dharmapatni.
Raja Udayana memiliki putra bernama Marakata dan Anak
Wungsu. Marakata menggantikan Udayana Warmadewa sebagai raja di Bali.
Anak Wungsu
Anak Wungsu adalah anak dari raja Udayana Warmadewa. Anak
Wungsu adalah raja yang paling aktif mencatat peristiwa penting dalam
pemerintahannya sehingga Raja Anak Wungsulah yang paling banyak mengeluarkan
prasasti. Raja Anak Wungsu memerintah di Bali pada tahun 971-999 Saka atau 1049
–1077 Masehi.
Salah satu prasasti yang dikeluarkan oleh Raja Anak Wungsu
berangka tahun 944 Saka atau 1022 Masehi, dalam prasasti itu memuat Sapata atau
kata-kata sumpah yang menyebut nama-nama Dewa Hindu. Adapun isi Sapata itu,
seperti: bahwa rakyat Bali percaya dengan Dewa-dewa dan Maharsi seperti percaya
dengan Maharsi Agastya.
Selanjutnya ada sebuah prasasti lagi yang dikeluarkan oleh
Raja Anak Wungsu yang berangka tahun 993 Saka atau 1070 Masehi memuat Sapata
yang berbunyi “ untuk Hyang Angasti Maharsi dan Para Dewa yang lainnya”. Yang
dimaksud Angasti Maharsi dalam prasasti yang dikeluarkan oleh raja Anak Wungsu
adalah Maharsi Agastya.
Raja Bedahulu
Perkembangan agama Hindu di Bali selanjutnya dipengaruhi
dengan munculnya Raja Bedahulu. Raja Bedahulu sangat melegenda di Bali sebagai
raja yang ditakuti rakyatnya. Pada masa pemerintahan Raja Bedahulu, rakyat
tidak boleh memandang muka atau kepala raja. Sehingga apabila menghadap harus
menunduk.
Raja Bedahulu adalah raja Bali yang terakhir memerintah
Bali. Dan pada tahun 1259 Saka atau 1337
Masehi raja Bedahulu bergelar Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten.
Setelah enam tahun memerintah Bali, pada tahun 1265 Saka
atau 1343 Masehi, Raja Bedahulu dapat ditaklukkan oleh Gajah Mada sebagai wujud
Sumpah Palapanya. Dan mulai saat itu Bali menjadi daerah kekuasaan kerajaan
Majapahit di Jawa Timur.
Sri Kresna Kepakisan
Setelah Raja Bedahulu dapat ditaklukkan oleh Gajah Mada dan
Bali menjadi daerah kekuasaan Majapahit, pemerintahan di Bali dilanjutkan oleh
Sri Kresna Kepakisan. Oleh raja Sri Kresna Kepakisan pusat pemerintahan atau
kerajaan yang dulunya berada di Samprangan Gianyar dipindahkan ke Gelgel dekat
Pura Gelgel Kelungkung.
Dalem Waturenggong
Setelah pemerintahan Sri Kresna Kepakisan, dilanjutkan oleh
Raja Dalem Waturenggong. Pusat pemerintahan masih di Gelgel. Pada masa
pemerintahan Dalem Waturenggong, Bali mengalami masa keemasan. Agama Hindu
berkembang dengan pesat karena aspek keagamaan ditata kembali oleh Dang Hyang
Nirartha sebagai Purohita.
Peninggalan Hindu terbesar pada jaman Dalem Waturenggong
adalah dengan ditatanya kembali Pura Besakih yang merupakan tempat pemujaan
umat Hindu di seluruh Dunia. Peninggalan-peninggalan Kerajaan Hindu di
Indonesia Sebelum Kemerdekaan Peninggalan Kerajaan Hindu sebelum Kemerdekaan
akan diklasifikasikan sebagai berikut:
a.Masa Pemerintahan Kerajaan Kutai:
- diketemukannya Yupa sebanyak 7 buah.
b. Masa Pemerintahan
Kerajaan Taruma Negara di Jawa Barat, berupa:
- diketemukannya 7 buah prasati batu yang disebut Saila Prasasti, yang terdiri dari:
a. Prasasti Ciaruteun,
b. Prasasti Tugu,
c. Prasasti Kebon Kopi,
d. Prasasti Pasir Awi,
e. Prasasti Muara Cianten,
f. Prasasti Lebak, dan
g. Prasasti Jambu.
a. Peninggalan
Kerajaan Hindu di Jawa Tengah, meliputi:
1. Prasasti, yang meliputi Prasasti Tuk Mas dan Prasasti
Canggal,
2. Bangunan Suci, meliputi: Candi Prambanan atau Candi Loro
Jonggrang.
b. Peninggalan
Kerajaan Hindu di Jawa Timur, meliputi:
1. Arca, seperti arca Garuda Wisnu, Arca Rsi Agastya dan
Patung Kepala Gajah Mada,
2. Bangunan Suci berupa Candi Penataran
3. Karya Sastra, meliputi:
- a. Kakawin Bharatayuda karya Empu Sedah dan Empu Panuluh,
- b. Kakawin Sutasoma karya Empu Tantular,
- c. Kakawin Arjuna Wiwaha karya Empu Kanwa.
c. Peninggalan
Kerajaan Hindu di Bali, meliputi:
5. Arca berupa perwujudan Maharsi Agastya,
6.Prasasti yaitu Prasasti Blanjong Sanur,
7.Cap-cap kecil yang berisi mantra-mantra Budha,
8. Prasasti yang dikeluarkan oleh Raja Marakata dan Anak
Wungsu yang berisi sapata yang menyebutkan Dewa-dewa Hindu dan Maharsi Agastya,
9. Bangunan Suci seperti: Pura Sad Kahyangan, Pura Dang
Kahyangan dan Pura Besakih,
10. Peninggalan berupa Candi yakni Candi tebing yang bernama
Candi Gunung Kawi.
PANCA YADNYA
Arti Panca Yadnya
Kata Panca Yadnya terdiri dari dua kata, yaitu kata Panca
dan Yadnya. Panca berarti Lima, Yadnya berarti persembahan suci. Kata Yadnya
berasal dari Bahasa Sanskerta dari urat kata Yaj dan masuk dalam kelas kata
maskulinum yang berarti orang yang berkorban. Jadi Panca Yadnya berarti lima
persembahan suci dengan tulus ikhlas.
Dalam melaksanakan sebuah Yadnya hendaknya diketahui
syarat-syarat Yadnya. Adapun syarat-syarat sebuah yadnya, meliputi:
a. Harus dilandasi dengan keikhlasan yang disertai kesucian
hati,
b. Didasari dengan cinta kasih yang diwujudkan dengan rasa
bhakti yang tulus, cinta kepada sesama, cinta kepada binatang dan cinta kepada
lingkungan,
c. Yang harus dilakukan sesuai kemampuan agar tidak menjadi
beban bgi kita,
d. Beryadnya harus dilandasi perasaan beryadnya sebagai
sebuah kewajiban.
Jenis-jenis Panca
Yadnya
Sebelum membahas jenis-jenis Panca Yadnya dan penjelasannya,
akan dijelaskan terlebih dahulu latar belakang munculnya Yadnya. Pada setiap
manusia yang terlahir ke dunia ini sudah membawa hutang yang jumlahnya tiga
yang disebut Tri Rna. Tentang Tri
Rna dimuat dalam Kitab Manawa
Dharmasastra VI.35, sebagai berikut:
Rinani trinyapakritya
manomok
Se niwecayet
Anapakritya moksam tu
sewama
No wrajatyadhah
Artinya:
Kalau ia telah membayar tiga macam hutangnya ( kepada Tuhan,
kepada Leluhur dan kepada Orangtua), hendaknya ia menunjukkan pikirannya untuk
memcapai kebebasan terakhir, ia yang mengejar kebebasan terakhir itu tanpa
menyelesaikan tiga macam hutangnya akan tenggelam ke bawah.
Tri Rna
Adalah tiga macam hutang yang dibawa sejak lahir, meliputi:
a. Dewa Rna yaitu hutang kepada para Dewa/Ida Sang Hyang
Widhi karena telah menciptakan dan
memberikan kita hidup.
b. Pitra Rna yaitu hutang kepada Leluhur baik yang sudah
meninggal maupun orangtua yang masih hidup. Kita berhutang kepada leluhur
karena Beliau telah menghidupi kita, merawat, mendidik, mengasuh dari sejak
dalam kandungan sampai menjadi manusia dewasa.
c. Rsi Rna yaitu hutang kepada para Resi pendahulu kita yang
telah menerima wahyu Tuhan berupa Weda sehingga kita memahami ajaran agama
maupun kepada para sulinggih yang telah menyucikan hidup kita.
Karena adanya hutang inilah dalam ajaran agama Hindu
diharapkan dapat dibayar dengan melaksanakan Panca Yadnya. Bagian Panca Yadnya
terdiri dari Dewa Yadnya, Pitra Yadnya, Rsi Yadnya, Manusa yadnya dan Bhuta
Yadnya.
Maka Dewa Rna dibayar dengan Dewa yadnya dan Bhuta yadnya,
Pitra Rna dibayar dengan Pitra yadnya dan Manusa yadnya, terakhir Rsi Yadnya
digunakan untuk membayar Rsi Rna.
Untuk lebih memahami Tri Rna dan Panca Yadnya, disajikan 2
Pupuh Kumambang seperti di bawah ini:
Pupuh Kumambang
1.
Teri Rena tetiga utange sami,
Siki Dewa Rena,
Pitra Rena kaping kalih,
Resi Rena nomer tiga.
2.
Ngiring taur utange
punika sami,
Srana Panca Yadnya,
Ring Dewa Pitara Resi,
Ring Manusa Miwah Bhuta.
Dari pupuh di atas dapat kita rinci bagian Panca Yadnya
meliputi:
1. Dewa Yadnya
Dewa Yadnya adalah persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi
dan para Dewa. Yadnya kepada Ida Sang Hyang Widhi dapat dilakukan setiap hari nitya karma engan Tri Sandhya setiap
hari, juga dapat dilakukan dengan cara berkala
naimitika karma. Seperti
dengan melaksanakan: melaksanakan upacara pada hari Purnama, Tilem, piodalan di
Pura, Siwaratri, Saraswati, Galungan, Kuningan.
Tujuan melaksanakan
Dewa Yadnya adalah:
- untuk mengucapkan terima kasih,
- memohon agar dijauhkan dari mara bahaya,
- memohon pengampunan,
- memohon anugrah kepada Ida Sang Hyang Widhi dan
manifestasi-Nya.
2. Pitra yadnya
adalah persembahan kepada para leluhur dan Bhetara-bhetari.
Pelaksanaan Pitra Yadnya dapat dilakukan dengan:
a.menunjukkan prilaku yang luhur dalam kehidupan sehari-hari
sebagai wujud bakti kepada leluhur yang masih hidup,
b.melakukan upacara kematian terhadap leluhur yang telah
meninggal dapat dilakukan dengan dua cara, meliputi; upacara penguburan mayat
dan upacara pembakaran mayat. Upacara penguburan dan pembakaran mayat disebut
dengan nama Upacara Ngaben.
Upacara Ngaben dalam pelaksanaannya terdiri dari dua tahap
yaitu:
a. Sawa Wedana yaitu upacara pembakaran/penguburan badan
kasar sebagai simbul atau makna mengembalikan unsur Panca Maha Bhuta ke
asalnya.
b. Atma Wedana yaitu upacara pembakaran/penguburan tahap
kedua yaitu pembakaran badan halus (Suksma Sarira) yang disimbulkan dengan
Sekah atau Puspa. Upacara ini lebih dikenal dengan nama Nyekah, Mamaukur,
Ngasti, Maligia dan Ngeroras.
Tujuan Upacara Atma Wedana adalah untuk meningkatkan status
roh leluhur menjadi Dewa Hyang.
3. Rsi Yadnya adalah
persembahan kepada para Resi atau guru yang telah memberikan penyucian. Yang
tergolong ke dalam Rsi Yadnya adalah:
a. Upacara Eka Jati atau Mewinten yaitu upacara pengukuhan
seseorang menjadi Pinandita atau Pemangku. Tugas dan kewenangan Eka Jati
seperti:
- -bertanggung jawab pada pura dimana tempat orang di winten,
- -menyelesaikan upacara di lingkungan masyarakat sekitar.
b.Upacara Dwi Jati
atau Mediksa yaitu upacara pengukuhan seseorang menjadi Pendeta atau
sulinggih dengan kewenangan Ngloka pala sraya yang berarti tempat bagi
masyarakat untuk memohon bantuan petunjuk agama.
Kewenangan seseorang yang sudah Dwi Jati, adalah:
- -menyelesaikan/muput suatu upacara yang dilaksanakan oleh
masyarakat,
- -memberikan pencerahan, pembinaan tentang ajaran agama dan
bagaimana mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari kepada umat,
- -berhak mendapatkan Daksina,
- -berhak mendapatkan punia dan menerima Resi Bojana.
4.Manusa Yadnya: adalah persembahan untuk kesucian lahir
batin Manusia. Contoh-contoh pelaksanaan yadnya yang termasuk Manusa Yadnya,
seperti:
- a. Upacara Bayi dalam kandungan (Garbha Wadana/pagedong-gedongan).
- b. Upacara bayi baru lahir,
- c. Upacara kepus puser,
- d. Upacara bayi berumur 42 hari (tutug kambuhan),
- e. Upacara bayi berumur 105 hari (Nyambutin)
- f. Upacara bayi satu oton ( otonan),
- g. Upacara meningkat remaja ( yang laki disebut Ngraja Singa,
yang wanita disebut Ngraja Sewala),
- h. Upacara potong gigi ( matatah, mapandes, masangih
- i. Upacara perkawinan (wiwaha)
5.Bhuta Yadnya : adalah persembahan kepada para Bhuta kala dan makhluk bawahan. Yang
termasuk pelaksanaan Bhuta Yadnya, seperti:
- Upacara Mecaru,
- Ngaturang Segehan,
- Upacara Taur
- Upacara Panca Wali Krama (dilaksanakan setiap 10 tahun
sekali di Pura Agung Besakih)
- Upacara Eka Dasa Rudra (dilaksanakan setiap 100 tahun sekali
di Pura Agung Besakih).
Pelaksanaan Panca
Yadnya dalam Kehidupan Sehari-hari
Dalam pelaksanaan sebuah Yadnya tidak dapat
dipisah-pisahkan. Artinya dalam melaksanakan satu Yadnya pasti yadnya yang lain
dilaksanakan juga. Contohnya kita melaksanakan Dewa Yadnya seperti odalan di
Pura. Odalan di Pura termasuk Dewa
Yadnya. Dalam rangkaian upacara odalan di Pura diisi juga dengan upacara
mecaru. Mecaru adalah pelaksanaan Bhuta Yadnya.
Jadi dalam Upacara Dewa Yadnya diisi juga dengan
melaksanakan Bhuta Yadnya. Demikian juga
yadnya yang lainnya.
1. Contoh-contoh
pelaksanaan Dewa yadnya dalam kehidupan sehari-hari, seperti:
- Melakukan Tri Sandya tiga kali dalam sehari,
- Selalu berdoa sebelum melakukan kegiatan,
- Memelihara kebersihan tempat suci,
- Mempelajari dan mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan
sehari-hari,
- Melaksanakaan persembahyangan pada hari-hari suci seperti
Purnama, Tilem, Galungan, Kuningan, dll.
2.Contoh-contoh
pelaksanaan Pitra Yadnya dalam kehidupan sehari-hari:
- Berpamitan kepada orangtua kita sebelum berangkat kemanapun,
- Menghormati orangtua dan melaksanakan perintahnya,
- Menuruti nasehat orangtua,
- Membantu dengan suka rela pekerjaan yang sedang dilakukan
oleh orangtua,
- Merawat orangtua yang sedang sakit, dll
3. Contoh-contoh
pelaksanaan Rsi Yadnya dalam kehidupan sehari-hari, seperti:
- Rajin belajar,
- Belajar yang tekun,
- Menghormati Guru,
- Menuruti peritah guru,
- Mentaati dan mengamalkan ajarannya,
- Memelihara kesehatan dan kesejahteraan orang suci seperti
sulinggih, pemangku, dll.
4. Contoh-contoh
pelaksanaan Manusa Yadnya dalam kehidupan sehari-hari, misalnya:
- Tolong menolong antar sesama,
- Belas kasihan
terhadap orang yang menderita,
- Saling menghormati dan menghargai sesama,
- Rajin merawat diri,
- Melaksanakan upacara untuk meningkatkan kesucian diri,
seperti; metatah, mewinten, meotonan, dll.
5. Contoh-contoh
pelaksanaan Bhuta yadnya dalam kehidupan sehari-hari, seperti:
- Merawat dan memelihara tumbuh-tumbuhan dengan baik,
- Merawat binatang peliharaan dengan baik,
- Menjaga kebersihan lingkungan,
- Menyayangi makhluk lain, dll.
CATUR GURU
a. Pengertiani Catur
Guru
Catur Guru berasal dari Bahasa Sanskerta dari kata Catur
yang sama artinya dengan kata Catus dan Cadhu yang berarti empat.
Sedangkan kata Guru berasal dari dua
suku kata Sanskerta yaitu Gu dan Ru yang merupakan kependekan dari kata Gunatitha yang berarti tidak
terbelenggu oleh materi. Ru kependekan dari kata Rupavarjitha yang artinya
mampu mengubah (menyebrangkan) orang lain dari lautan sengsara ( Menurut
Satguru Sathya Narayana). Guru juga berarti orang yang digugu dan ditiru ( Menurut
Ki Hajar Dewantara ). Jadi Catur Guru berarti empat Guru yang harus dihormati
di dalam mencari kesucian serta keutamaan hidup.
b. Bagian-bagian
Catur Guru
Yang termasuk dalam bagian-bagian Catur Guru, adalah:
- Guru Rupaka atau Guru Reka adalah orangtua kita,
- Guru Pengajian adalah guru yang mengajar di sekolah,
- Guru Wisesa adalah pemerintah,
- Guru Swadhyaya adalah Ida Sang Hyang Widhi.
1.Guru Rupaka
Guru Rupaka adalah orangtua kita. Disebut guru Rupaka karena
Beliau yang ngerupaka atau ngereka dari tidak ada menjadi ada. Orangtua kita
sesungguhnya sangat besar jasanya bagi kita. Karena saking besarnya jasa
orangtua rasanya seribu kali kelahiranpun belum bisa kita akan membayar hutang
kepada orangtua. Secara umum orangtua
kita memiliki 5 jasa kepada kita yang disebut Panca Widha. Panca Widha adalah
lima jasa orangtua yang terdiri dari:
- Ametwaken artinya berjasa telah melahirkan kita,
- Matulung Urip artinya orangtua kita berjasa telah menolong
jiwa dari bahaya,
- Maweh Bhinojana artinya orangtua kita sudah berjasa karena
telah memberi makan dan minum,
- Anyangaskara artinya orangtua kita telah berjasa dengan
mengupacarai dengan upacara Manusa Yadnya, dan
- Mangupadhyaya artinya orangtua kita telah berjasa karena
telah mendidik dan mengajar dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak tahu
menjadi tahu. Sehingga orangtua kita adalah pendidik yang pertama dan utama.
2.Guru Pengajian
Guru Pengajian adalah guru yang telah memberikan pelajaran
di sekolah. Yang termasuk Guru Pengajian adalah; Guru TK, Guru SD, Guru SMP, Guru
SMA, Dosen, Kepala Sekolah, Rektor. Guru Pengajian mengajari kita cara membaca,
menulis, berhitung dan lain-lain.
3.Guru Wisesa
Guru Wisesa adalah Pemerintah. Disebut Guru Wisesa karena
Guru itulah yang ngawisesa atau memerintah, melayani, menciptakan ketentraman
dan kesejahteraan masyarakat. Yang termasuk dalam golongan Guru Wisesa,
seperti:
- Polisi,
- Satpol PP,
- Angkatan Darat, angkatan Laut, Angkatan Udara,
- Kelian Banjar Dinas/Adat,
- Perbekel/Kepala Desa/Lurah,
- Camat,
- Bupati,
- Gubernur,
- Presiden,
- DPR,
- MPR,
- DPD,
- Para Menteri, dll
4.Guru Swadhyaya
Guru swadhyaya adalah Ida Sang Hyang Widhi. Ida Sang Hyang
Widhi yang menciptakan segala isi dunia ini dengan penuh kasih sayang. Tuhan
yang menciptakan keindahan alam, laut, sungai, gunung, bulan, bintang dan
planet-planetnya.
Contoh-contoh Sikap
Bhakti kepada Catur Guru
1.Contoh-contoh sikap
Bhakti kepada Guru Rupaka:
- Merapikan tempat tidur,
- Menyapu lantai dan halaman,
- Membantu Ibu mencuci piring,
- Berpakaian sendiri,
- Berpamitan kepada orangtua kita akan berangkat kemanapun,
- Menuruti perintah dan nasehat orangtua, dll
2.Contoh-contoh sikap
Bhakti kepada Guru Pengajian:
- Belajar dengan tekun,
- Tidak menyia-nyiakan waktu,
- Patuh terhadap nasehat guru,
- Tidak melanggar perintah dan peraturan sekolah,
3.Contoh-contoh sikap
Bhakti kepada Guru Wisesa:
- Rela berkorban demi kepentingan Negara,
- Taat membayar pajak,
- Menghormati jasa-jasa pahlawan,
- Tidak korupsi,
- Mematuhi peraturan lalu lintas, dll
4.Contoh-contoh sikap
Bhakti kepada Guru Swadhyaya:
- Melaksanakan Puja Tri Sandhya dengan tertib dan benar,
- Rajin berdoa,
- Rajin melaksanakan Japa,
- Meyakini keberadaan Ida Sang Hyang Widhi, dll
ALAM SEMESTA
Unsur-unsur Bhuana
Agung
Bhuana Agung disebut juga dengan Macrocosmos, jagat raya,
alam semesta atau alam besar yang kita muliakan karena keluhuran dan
kemampuannya memberikan kehidupan kepada semua makhluk tanpa henti-hentinya.
Terjadinya Bhuana Agung diciptakan oleh Ida Sang Hyang Widhi
pada waktu Sresti atau penciptaan, dan masa Sresti disebut Brahma Dewa yaitu
siang hari Brahma. Dan segala yang diciptakan oleh Ida Sang Hyang Widhi di
Bhuana Agung ini akan kembali/lebur disebut dengan istilah Pralaya (kiamat),
masa Pralaya disebut Brahma Nakta atau malam hari Brahman.
Satu lingkar dari Pencitaan (Utpti), pemeliharaan ( Sthiti)
dan Peleburan (Pralina) dari alam semesta atau Bhuana Agung disebut Akalpa
yaitu sehari dan semalam Brahman disebut Brahman Kalpa.
Proses terciptanya Bhuana Agung diawali ketika dunia ini
belum ada apa-apa, yang ada hanyalah Ida Sang Hyang Widhi dalam wujud Nirguna
Brahman, artinya Tuhan dalam wujud sepi, kosong, sunyi dan hampa. Kemudian Ida
Sang Hyang Widhi menjadikan dirinya sendiri menjadi Saguna Brahman. Artinya
Tuhan sudah mulai beraktifitas. Selanjutnya Tuhan menciptakan dua unsur yaitu
Purusa dan Prakerti atau unsur Cetana
dan Acetana.
Unsur Purusa atau Cetana adalah unsur dasar yang bersifat
kejiwaan, sedangkan unsur Prakerti atau Acetana adalah unsur dasar yang
bersifat kebendaan. Unsur Prakerti memiliki Tiga Guna yang disebut Tri Guna,
yang terdiri dari:
- Satwam yaitu sifat dasar terang, bijaksana,
- Rajas adalah sifat dasar aktif, dinamis dan rajin,
- Tamas adalah sifat dasar berat, malas dan lamban.
Dengan adanya Tri Guna pada Bhuana Agung yang didominasi
oleh unsur Sattwam menyebabkan lahirnya Mahat yang berarti Maha Agung.
Dengan adanya Mahat di Bhuana Agung melahirkan Budhi yaitu benih kejiwaan
tertinggi yang berfungsi untuk menentukan keputusan. Budhi melahirkan Ahamkara
yaitu asas individu, ego, yang berfungsi untuk merasakan. Selanjutnya Ahamkara
melahirkan Manas yaitu alam pikiran yang
gunanya untuk berpikir.
Setelah lahirnya Manas lahirlah Panca Tan Matra yaitu lima
benih unsur yang sangat halus, yang terdiri atas:
- Sabda Tan Matra; benih suara,
- Rupa Tan Matra; benih warna,
- Rasa Tan Matra; benih rasa,
- Gandha Tan Matra; benih bau,
- Sparsa Tan Matra; benih sentuhan/peraba.
Dari Panca tan Matra
berevolusi menjadi unsur dasar yang besar berjumlah lima unsur disebut Panca
Maha Bhuta, yang terdiri dari:
- Pretiwi atau unsur padat yang timbul dari kelima unsur Tan
Matra
- Apah atau unsur cair yang timbul dari Sabda, Rupa dan Rasa
Tan Matra,
- Teja atau unsur panas ditimbulkan oleh Sabda dan Rupa Tan
Matra,
- Bayu atau hawa ditimbulkan oleh Sabda dan Sparsa Tan Matra,
- Akasa/Ether ditimbulkan oleh unsur Sabda dan Sparsa Tan
Matra.
Dengan munculnya Panca Maha Bhuta berkembanglah menjadi
Bhuana Agung dengan segala isinya seperti; matahari, bumi, bulan, planet-planet
yang ada di jagat raya ini. Sehingga Dunia ini adalah Brahmanda atau telurnya
Ida Sang Hyang Widhi.
Unsur-Unsur Bhuana
Alit
Bhuana alit berarti alam kecil atau dunia kecil. Yang
termasuk Bhuana Alit adalah tubuh manusia, hewan dan tumbuhan. Manusia
merupakan bentuk dari Bhuana Alit adalah makhluk yang tertinggi karena manusia
memiliki kelebihan dibandingkan dengan makhluk lainnya. Kelebihan manusia
adalah memiliki Tri Premana, yaitu:
- Bayu; tenaga,
- Sabda; suara
- Idep; pikiran /akal.
Bhuana Alit atau tubuh manusia, tumbuhan dan binatang
terbentuk sama seperti Bhuana Agung yaitu pertemuan antara Purusa dengan
Prakerti atau Cetana dengan Acetana. Unsur Purusa atau Cetana akan membentuk
Jiwatman, sedangkan unsur Prakerti atau Acetana akan membentuk badan manusia.
Dalam Jiwa dan badan manusia terdapat alat batin manusia
yang menentukan watak atau karakter seseorang. Tiga alat batin itu bernama Tri
Antah Karana yang terdiri atas:
- Budhi berfungsi untuk menentukan keputusan,
- Manas berfungsi untuk berpikir, dan
- Ahamkara fungsinya untuk merasakan dan bertindak.
Setelah bertemunya Purusa dengan Prakerti ditambah denga Tri
Antah Karana, disusul pula dengan masuknya unsur Panca Tan Matra yang akan
menjadi Indria penilai yang disebut Panca Bhudindria, yaitu:
- Sabda Tan Matra menjadi Srotendria yaitu indria yang terletak
di telinga,
- Sparsa Tan Matra menjadi Twak indria yaitu indria yang
terletak di kulit,
- Rupa Tan Matra menjadi Caksu indria yaitu indria yang
terletak di mata,
- Rasa Tan Matra menjadi Jihwendria yaitu indria yang terletak
pada lidah, dan
- Gandha Tan Matra menjadi Ghranendria yaitu indria yang
terletak di kulit.
Selanjutnya Panca Tan Matra berkembang menjadi Panca Maha
Bhuta sehingga menjadi unsur pembentuk tubuh atau jasmani manusia, dengan
rincian sebagai berikut:
- Pertiwi menjadi segala yang bersifat padat dalam tubuh
manusia seperti: tulang, otot, daging, kuku dan sebagainya,
- Apah menjadi segala yang cair pada tubuh manusia, seperti:
keringat, darah, lendir, air kencing, air liur, ludah,dll
- Teja menjadi panas/suhu dalam tubuh,
- Bayu akan menjadi udara dalam badan yang disebut Prana
seperti pernafasan.
- Akasa akan menjadi rongga-rongga dalam tubuh manusia,
seperti: rongga mulut, rongga hidung, rongga dada dan rongga perut.
Persamaan dan
Perbedaan Bhuana Agung dan Bhuana Alit
Pada hakekatnya antara Bhuana Agung dengan Bhuana Alit adalah sama, namun setelah
menjadi bentuk, fungsi dan pengaruhnya pada kedua alam tersebut ia memiliki
perbedaan-perbedaan.
Persamaan Bhuana
Agung dengan Bhuana Alit
Dalam proses pembentukannya adalah sama yaitu melalui proses
bertingkat yaitu; 1) Ida Sang Hyang Widhi, 2). Purusa, 3). Prakerti, 4). Budhi,
5). Ahamkara, 6). Sabda, 7). Sparsa, 8).
Rupa, 9). Rasa, 10). Gandha, 11). Manah,
12). Akasa, 13). Bayu, 14). Teja,
15). Apah, dan 19). Pertiwi.
Karena proses terjadinya sama maka unsur-unsur dasar
tersebut ada pada Bhuana Agung dan Bhuana Alit.
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini disajikan persamaan
Bhuana Agung dengan Bhuana Alit dalam bentuk tabel, sebagai berikut:
No
|
Unsur Dasar
|
Bhuana Agung
|
Bhuana Alit
|
1
|
Pertiwi /unsur padat
|
Ada
|
ada
|
2
|
Apah /unsur cair
|
Ada
|
ada
|
3
|
Teja /unsur panas
|
Ada
|
ada
|
4
|
Bayu /udara
|
Ada
|
ada
|
5
|
Akasa /udara/kosong
|
Ada
|
ada
|
6
|
Gandha /bau
|
Ada
|
ada
|
7
|
Rasa /rasa
|
Ada
|
ada
|
8
|
Rupa /bentuk
|
Ada
|
ada
|
9
|
Sparsa /sentuhan
|
Ada
|
ada
|
10
|
Sabda /suara
|
Ada
|
ada
|
11
|
Purusa
|
Ada
|
ada
|
Perbedaan Bhuana
Agung dengan Bhuana Alit
Perbedaan antara Bhuana Agung dengan Bhuana Alit terletak
pada fungsinya atau kegunaannya.
Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel di bawah ini:
No
|
Unsur
Dasar
|
Bhuana
Agung
|
Bhuana
Alit
|
1
|
Pertiwi /unsur padat
|
Berwujud tanah,bebatuan, logam
|
Berwujud tulang,daging,otot
|
2
|
Apah /unsur cair
|
Berwujud Air,minyak
|
Berwujud darah, air liur, air
kencing, enzim, keringat,dll
|
3
|
Teja /unsur panas
|
Berwujud api, sinar matahari,
panas bumi
|
Berwujud Suhu tubuh
|
4
|
Bayu /udara
|
Berwujud Angin, udara, gas
|
Berwujud Prana dan Nafas
|
5
|
Akasa /udara/kosong
|
Berwujud ruang angkasa
|
Berwujud rongga tubuh
|
6
|
Gandha /bau
|
Berwujud bau
|
Berwujud Indra pencium
|
7
|
Rasa /rasa
|
Berwujud rasa
|
Berwujud Indra pengecap
|
8
|
Rupa /bentuk
|
Berwujud warna, bayangan, bentuk
|
Berwujud Indra penglihatan
|
9
|
Sparsa /sentuhan
|
Berwujud Sentuhan (tekstur)
|
Berwujud indra perasa sentuhan
|
10
|
Sabda /suara
|
Berwujud suara
|
Berwujud Indra pendengar
|
11
|
Purusa
|
Berwujud jiwa alam yang absolut
|
Berwujud jiwatma
|
12
|
Prakerti
|
|
Didukung oleh 5 indra pekerja/Panca Karmendria
|
13
|
Manah
|
|
Berwujud akal pikiran
|
14
|
Ahamkara
|
|
Berwujud perabaan sifat antara benda satu dengan yang lain berwujud
sifat ego
|
15
|
Budhi
|
Berwujud Rta
|
Berwujud kebijaksanaan
|
Peranan dan fungsi
Panca Maha Bhuta dalam pembentukan serta kehidupan Bhuana Agung dan Bhuana Alit
Panca Maha Bhuta mempunyai peran yang penting dalam
pembentukan Bhuana Agung dan Bhuana Alit, karena proses pembentukannya
menimbulkan Panca Tan Matra dan Panca Maha Bhuta sehingga terciptalah Bhuana
Agung dan Bhuana Alit dengan sifat-sifat atau keadaan yang sama.
Adapun Peranan dan
Fungsi Panca Maha Bhuta adalah:
a. Segala yang padat pada Bhuana Agung dan Bhuana Alit
terjadi dari Pertiwi. Di Bhuana Agung menjadi tanah sebagai tempat makhluk
hidup sedangkan di Bhuana Alit menjadi tulang sebagai rangka dan sebagai
pelindung organ-organ tubuh yang penting,
b. Segala yang cair pada Bhuana Agung dan Bhuana Alit
tercipta dari Apah. Di Bhuana Agung menjadi air, sebagai sumber kehidupan
makhluk hidup, sedangkan di Bhuana Alit menjadi darah yang berfungsi membawa sari-sari
makanan ke seluruh tubuh,
c. Segala angin, hawa dan gas pada alam semesta di Bhuana
Agung menjadi udara yang sangat diperlukan oleh setiap makhluk untuk
pernafasan, sedangkan di Bhuana Alit menjadi nafas dan akan mati bila tidak
bernafas,
d. Segala yang kosong pada alam dan ronga-rongga pada tubuh
manusia terjadi dari unsur Akasa. Di Bhuana Agung menjadi ruang angkasa sebagai
tempat planet-planet beredar, sedangkan di Bhuana Alit menjadi rongga-rongga
yang berfungsi untuk keluar masuknya udara, seperti rongga hidung.
e. Segala yang becahaya dan panas pada Bhuana Agung dan
Bhuana Alit terjadi dari Teja. Di Bhuana Agung menjadi panas/sinar matahari
yang sangat dibutuhkan oleh setiap makhluk untuk proses potosintesis maupun
untuk pencegahan polio. Sedangkan di Bhuana Alit menjadi tenaga yang membuat
makhluk hidup bisa bergerak.
Sumber Buku Semara
Ratih Kls.V dan sumber lainnya.
Komentar
Posting Komentar