Ulap-Ulap Rarajahan Sruti Aksra Suci

  https://helaibuku.blogspot.com/ Om Swastystu Umat sedharma yang berbahagia. Pada kesempatan ini helaibuku petikkan beberapa contoh Ulap-ulap atau Rarajahan Sruti Aksara suci sebagai berikut: Dipetik dari buku Ulap-Ulap Sruti Aksara Suci karipta olih Jro Mangku Pulasari. Agar lebih jelasnya sahabat helaibuku bisa membeli bukunya untuk melengkapi koleksi perpustakaannya. Agar lebih mudah mengenali,sampul bukunya seperti di bawah ini:

Dharma Caruban Tuntunan Membuat Olahan Ebatan Masakan Hindu Bali

helaibuku.blogspot.com/ Om Swastyastu, sahabat helaibuku, Berdasarkan buku yang disusun oleh Wayan Budha Gautama, bahwasanya dalam membuat sarana upacara yang menggunakan sesaji  dari bahan olahan hewan, terlebih dahulu dilakukan upacara penyembelihan hewan-hewan tersebut. Penyemblihan dilakukan berdasarkan Dharma Caruban yaitu tuntunan membuat olahan ebatan agar hewan yang dipergunakan sebagai sesaji terjaga kesuciannya. Dalam proses penyemblihannya terlebih diucapkan puja mantra sebagai berikut:

A.    Mantra Menyemblih Ungas (dwi pada)

Terlebih dahulu disebutkan beberapa hewan berkaki dua yang akan dipergunakan sebagai bahan olahan, serta kelengkapan lainnya.

1.      Angsa

2.      Entok (Bahasa Bali Banyak)

3.      Dolong (kuir)

4.      Itik (bebek)

5.      Ayam

6.      Jenis burung lainnya

Mantra :

Om Swasti-swasti sarwa dewa buta, suka pradana purusa sang yoga ya namah. Om Sang namah swaha. Om yang namah. Atmanya mulih maring purwa, dewatanya Sang Hyang Iswara.


B.     Mantra Menyemblih Hewan Berkaki Empat (catur pada)

Beberapa jenis hewan berkaki empat yang biasa dipergunakan sarana upakara upacara antara lain :

1.      Babi

2.      Kambing

3.      Sapi

4.      Kerbau

5.      Jenis hewan liar lainnya.

Mantra :

Om Swasti-swasti sarwa dewa buta, suka pradana purusa sang yoga ya namah. Om Sang namah swaha. Om bang namo swaha. Atmanya mulih maring daksina, dewanya Hyang Brahma.


C.    Mantra Menyemblih Jenis Hewan Berkaki Enam (sad pada), serta Hewan Berkaki Delapan (asta pada)


1.      Hewan berkaki enam antara lain : jenis serangga (insekta) seperti : belalang, jangkrik, capung dsb.

2.      Hewan berkaki delapan seperti : yuyu (ketam), udang, dsb.

Mantra :

Om Swasti-swasti sarwa dewa buta, suka pradana purusa sang yoga ya namah. Om Sang namah swaha. Om Ang namo swaha. Atmanya mulih ring utara, dewatanya Hyang Wisnu


D.    Mantra Menyemblih Hewan Melata (alaku laku dada)

Yang tergolong hewan melata (alaku laku dada) misalnya :

1.      Jenis penyu

2.      Lindung (belut

Mantra :

Om Swasti-swasti sarwa dewa buta, suka pradana purusa sang yoga ya namah. Om Sang namah swaha. Om Tang namo swaha. Atmanya mulih maring pascima , dewatanya Hyang Mahendra.


E.     Mantra Untuk Kayu Api (bahan bakar)

Yang akan dipergunakan membuat sesaji yang akan dimasak, terutama yang akan dipakai bahan olahan.

Mantra :

Om Nang namo swaha. Atmanya mulih maring geneyan dewanya Hyang Mahesora


F.     Mantra Untuk Dedaunan

Yang akan dipergunakan alat pembungkus maupun sebagai bahan olahan seperti : daun pisang, daun belimbing, daun limau, daun jangan ulam (daun salam), daun ginten, daun jangu, dsb.

Mantra :

Om Mang ya namo swaha, dewanya Hyang Rudra.


G.    Mantra Untuk Menyemblih Hewan yang Berkaki Satu (eka pada)

Mentra :

Om sing namo swaha, atmanya mulih maring wayabya, dewanya Hyang Sankara.


H.    Mantra Untuk Menyemblih Hewan Tanpa Kaki (durpada)

Binatang-binatang semacam itu misalnya : siput, gadgad, binatang laut seperti teripang, dsb.

Mantra :

Om Swasti-swasti sarwa dewa buta suka pradama purusa sang yoga ya namah. Om Wang namo swaha. Atmanya mulih maring airsaya, dewanya Hyang Sambu.


I.       Mantra Untuk Menyemblih Jenis-jenis Ikan dan Semacamnya

Mantra :

Om Yang namo swaha
Om Siwa nirmala swaha
Om Sada Siwa nirmala dirgayu namo swaha
Om Om ParamaSiwa niroga nama swaha
Om Om ksama sampurna ya namah swaha. Atmanya mulih maring madya, dewanya Sang Hyang Siwa.


J.      Mantra untuk Menyemblih Segala Jenis Binatang Ternak (sahananing ubuh-ubuhan)

Mentra :

Om uksmataya, miber sang dara putih, suksma taya, miber sang titiran putih, suksma taya, miber sang unglon putih jeg tur hilang.

Upakara Bebantenan Dalam Menyemblih Hewan:

1.      Upakara bebanten untuk menyemblih : canang sari, segehan kepelan, tetabuhan, nunas tirtha di tugun karang (dibarat laut), atau di pemerajan/sanggah.

2.      Banten bebangkit pada daging yang sudah dipotong-potong disertai dengan isen (lengkuas), jahe, Kunyit (kunir), serta minyak kelapa (minyak klentit-tandusan).

3.      Mantra ketika mulai menyembelih/menggorok segala jenis hewan (mantra rangkuman) “Ih suda malung, iki labaan sirane, kita angresiani (babi, bebek, ayam, dsb), matulakakna sira ring suda malung. Seterusnya dilakukan penyembelihan.

 JENIS OLAHAN

Olahan atau adonan itu kalau dilihat dari proses pembuatannya hingga menghasilkan bentuk tertentu yakni :

A.    Olahan tuh (kering)

B.     Olahan beteg (lembab)

C.     Olahan enceh (encer atau cair)


A.    Jenis Olahan Tuh (kering)

Yang disebut dengan olahan kering misalnya : sate, urutan, gorengan, brengkes, serta gubah (teboan).


1.      Sate atau Sesate (Bhs. Bali)

Terdiri atas 13 (tiga belas) jenis yaitu :

1. Sate lembat

2. Sate asem

3. Sate kuung (kekuung)

4. Sate sepit gunting

5. Sate jepit babi

6. Sate jepit balung

7. Sate Se rapah

8. Sate letlet

9. Sate suduk ro

10. Sate empol

11. Sate pusut

12/ Sate kablet

13. Sate kebek

 

Bahan-bahan pembuatan sate tersebut adalah sebagai berikut :

1. Sate Lembat

Sate lembat dibuat dari serat daging (daging paha) ditumbuk atau digilas halus, dicampur bumbu yang digilas (basa ulig Bhs. Bali), diisi kelapa yang dikukur (nyuh makikih/maselip Bhs. Bali). Sate lembat mempunyai dwi fungsi yaitu : sebagai sate persembahan/yajna, yakni sebagai sate Galungan (salah satu sate panawa sangan, simbol gada senjata Dewa Brahma).

Lain dari pada itu juga sebagai salah satu sate untuk hidangan para tamu, juga hidangan kepada roh leluhur dalam bentuk pamijian atau jejapitan, yang nantinya akan dijelaskan di belakang.

2. Sate Asem

Sate asem bahannya terbuat dari lemak, usus halus atau jeroan lainnya, juga serat daging. Cara membuatnya : irisan-irisan dari bahan-bahan tersebut digoreng hingga matang betul, kemudian ditusuk pada tangkai asem itu sendiri mulai dari lemak, jeroan dan serat dangin.

Sate asem ini juga memiliki dwi fungsi yaiu sebagai persembahan/yajna, juga sebagai salah satu kelengkapan atau perlengkapan sate Galungan, yaitu sate panawa sangan yakni senjatanya nawa dewata, sebagai cakra senjatanya Dewa Wisnu.

Selain daripada itu juga sebagai kelengkapan hidangan, untuk para tamu atau para roh leluhur.

3. Sate Kuung (Sate Kekuung)

Sate kuung atau sate kekuung ini dibuat dari babi (lemak yang nempel pada kulit/daging babi). Sate ini juga disebut sate cempaka, karena bentuknya menyerupai bunga cempaka. Sate ini Cuma mempunyai satu fungsi yaitu sebagai kelengkapan sate yajna (senjata nawa dewata) yang menyimbolkan padma senjatanya Sang Hyang Siwa. Sama seperti diatas Sate Kekuung adalah salah satu sate Galungan.

4. Sate Sepit Gunting

Sate sepit gunting dibuat dari babi dan hati. Tangkai sate tersebut bercabang dua, dan pada tusukan daging itu pertama kali ditusuk babi (lemak yang nempel pada kulit), kemudian masing-masing cabang tangkai itu ditusuki hati. Daging-daging itu matang direbus, kemudian digoreng, agar kelihatannya agak kering. Sate ini merupakan sate Galungan (bagian dari sate Galungan), simbol dari trisula senjata Dewa Sambu.

5. Sate Jepit Babi

Sate jepit babi bahannya terbuat dari babi (kulit yang tertempeli lemak), yang tangkainya menyerupai tangkai sate lembat, hanya saja terbelah dua. Daging atau babi yang terdiri atas 2 atau 3 irisan (satu tempat dengan yang lainnya sedikit berbeda), dijepit dan diikat pada tali yang nempel pada tangkai terebut. Sate ini Cuma berfungsi sebagai sarana upakara yajna, yaitu sebagai salah satu jenis sate Galungan atau penawa sangan, yang merupakan simbol bajra, yaitu senjata Dewa Iswara.

6. Sate Jepit Balung atau Jepit Iga

Bahan dari sate ini adalah tulang rusuk yang masih terlekati daging. Daging tersebut diruncingi, sedang yang di bagian belakang seperti tangkai sate jepit babi. Balung atau tulang iga itu ditusuk oleh tangkai yang runcing, kemudian diikat. Jumlah potongan tulang iga itu Cuma satu kerat (atebih). Sate ini Cuma berfungsi sebagai sarana upakara yajna, yaitu merupakan kelangkapan sate galungan atau sate panawa sangan, yang melambangkan naga pasa, sebagai senjata Sang Hyang Mahadewa.

7. Sate Serapah

Sate serapah ini terbuat dari lambung atau jeroan lainnya. Tangkai sate ini sama dengan tangkai sate asem. Bentuknya adalah lambung babi diiris atau ditoreh, kemudian tiga irisan itu ditusuk. Jeroan babi yang direbus kemudian digorengi sedikit. Sate ini berfungsi sebagai sate upakata yajna yakni sate Galungan atau sate penawa sanan, yang melambangkan dupa, senjata Sang Hyang Mahesora.

8. Sate Letlet

Sate letlet berfungsi sebagai sate sarana upakara yajna, adalah salah satu bagian dari sate Galungan. Bahan dari sate ini adalah daging yang digiling lumat, dicampur dengan santan kental serta diisi bumbu. Kemudian dibentuk pada sebuah tangkai yang menyerupai tangkai sate lembat. Sate ini melambangkan moksala, senjata dari Dewa Rudra.

9. Sate Suduk Ro

Sate ini terbuat dari babi semuanya. Bentuknya sama dengan sate sepit gunting. Tergolong sate Galungan, yang melambangkan angkus, yaitu senjata dari Hyang Sankara.

10. Sate Empol

Sate Empol merupakan salah satu sate linggih atau tegak, yang diperuntukkan bagi tamu pejabat, baik itu pejabat rendah, menengah maupun pejabat tinggi. Di dalam lontar Dharma Caruban disebutkan : “ Sang adrewe bala” yang artinya seorang atau pejabat yang memegang suatu wilayah atau pembantu pejabat pada tingkatan tertentu. Itulah yang disebut adrewe bala atau ngamong bala (penduduk pada wilyah tertentu).

Bantuan sate ini adalah : serat daging yang halus atau lumat, dicampur sedikit kelapa kukur, santan kental dan bumbu. Kemudian dibentuk menyerupai sate lembat.

11. Sate Pusut

Sate ini terbuat dari serat daging yang digiling halus. Kemudian dicampur dengan santan kental dan bumbu lalu dibentuk pada sebuah tangkai yang menyerupai sate empol, hanya bedanya pada ujung yang tidak dilekati daging berbentuk runcing. Sate ini berfungsi sebagai sate hidangan untuk tamu atau kepada leluhur.

12. Sate Kablet

Sate kablet bahannya dari babi serta serat daging yang digiling halus, diisi santan kental serta bumbu. Cara membuatnya adalah kulit atau babi dipotong-potong yang sebelumnya direbus. Selanjutnya dibuatkan tangkai sebelah diruncingi, dan pada ujung runcing iut ditusukkan pada potongan babi tersebut. Selanjutnya dipolesi dengan adonan daging lumat yang sudah diisi santan serta bumbu itu. Kemudian dipanggang.

13. Sate Kebek

Sate kebek fungsinya sama dengan sate kablet, yaitu merupakan salah satu kelengkapan sate hidangan. Bahan sate ini isinya terdiri dari dua iris, satu iris daging babi, satu irisnya lagi hati. Selainnya sama seperti sate kablet.

Sate-sate tersebut diatas dibuat dari daging babi (celeng). Selain dari daging babi, sate empol, pusut, kablet dan kebek dapat juga terbuat dari daging itik. Hanya saja kalau pada itik bagian yang dipergunakan beda dengan bahan dari daing babi. Misalnya : kalau sate lembat bebek dibuat dari isi paha, tulang belakang yang digiling hingga lumat betul. Demikian pula di dalam pembuatan sate kebek atau kablet. Kalau sate kablet bebek dibuat dari lambung, dipolesi adonan daging yang telah lumat berisi santan kental serta bumbu semestinya. Sedangkan kalau kebeknya, beda sedikit, yaitu bahannya dibuat dari lambung dan hati, serta pemolesnya sama dengan kablet.

Kesimpulan dari pada uraian diatas, yaitu :

·         Sate Galungan atau disebut juga Sate Penawa Sangan, yang kesemuanya itu melambangkan senjata dari Sang Hyang Nawa Dewata (biasanya disebut Dewata Nawa Sanga), yaitu 9 (Sembilan) dewata yang berstana disegala penjuru mata angin. Sate ini berfungsi sebagai sarana upakara upacara (alat bebanten).

·         Sate Linggih atau sate hidangan, hanya untuk hidangan yang disuguhkan kepada roh leluhur (bahannya dari daging bebek), , atau kepada para tamu, yang bahannya dari daging bebek, ada juga dari daging babi.

Jenis sate yang tergolong sate hidangan antara lain :

1.      Sate yang terbuat dari daging bebek (itik)

Sate lembat, sate empol, sate pusut, sate kebek dan sate kablet.

2.      Sate yang terbuat dari daging babi :

Sate lembat, sate asem, sate empol, sate pusut, sate kablet dan sate kebek

Berikut jenis-jenis sate :

Sate Penawasangan atau sate Galungan :

 


 

2.      Gegorengan

Gegorengan atau gorengan adalah pelengkap hidangan pada linggih atau tegak. Gegorengan ini bahannya dari daging babi atau daging itik.

2.1  Gorengan Babi :

Gorengan ini terbuat dari daging, hati atau jeroan lainnya

2.2  Gorengan itik atau Ayam :

Gorengan ini terbuat dari jeroan, kulit serta daging yang agak tebal.


3.      Brengkes

3.1    Brengkes babi dibuat dari serat daging yang halus (Bhs. Bali = isi dumi), bagian kulit yang agak tebal beserta darah.

Cara membuatnya adalah : Daging dicincang halus, kulit diiris sangat kecil kemudian dicampur darah, diisi santan kental dan diaduk bersama dengan bumbunya. Selanjutnya dibungkus dengan daun pisang. Dikukus berulang-ulang.

3.2  Brengkes Itik atau Brengkes Ayam :

Brengkes itik atau brengkes ayam ini proses pembuatannya sama dengan brengkes babi, hanya bahannya dibuat dari tulang punggung itik atau tulang punggung kulit ayam, kemudian bagian-bagiannya yang keras dibuang.


4.      Urutan

Urutan ini bahannya dari usus babi, diisi dengan lemak dan seray daging yang sudah diiris-iris kemudian dicampur dengan bumbu. Selanjutnya urutan tersebut dijemur selama lebih kurang 3 jam di panas terik. Bila sudah agak kering, boleh digoreng. Namun bila ingin urutan itu tahan lama hingga sampai seminggu lebih, maka bumbunya jangan diisi terasi, agar baunya tidak termasuk.


5.      Pesan

Pesan yang juga disebut dengan pepes bahannya terbuat dari bahan yang sama dengan bahan pembuatan brengkes, hanya saja kalau pesan itu setelah dikukus harus dipanggang pada bara api. Pesan yang sudah dipanggang pada bara api akan tahan 1 sampai dengan 3 hari.


6.      Teboan atau Gubah

Bahannya adalah babi (lemak yang nempel pada kulit). Babi tersebut direbus diisi bumbu yang ditumbuk atau digilas secukupnya. Setelah matang betul dipotong empat persegi (bentuk bujur sangkar). Kemudian ditoreh bersilang (hanya bagian yang berlemak saja lalu digoreng sedikit.

 

B.     Jenis Olahan Beteg (Lembab)

Yang tergolong jenis olahan beteg (lembab)antara lain :

1.      Lawar

2.      Be Nyatnyat

3.      Be Genyol

4.      Timbunga (Gulai

5.      Oret

6.      Sembuuk


1.      Lawar

Jenis-jenis lawar antara lain :

1. Lawar anyang (lawar tulen)

2. Lawar buah-buahan

3. Lawar putih

4. Lawar pepahit


1.1  Lawar Anyang atau Lawar Tulen

Bahannya antara lain :

·         Serat daging halus (isi dumi) dicincang halus, dicampur diisi  dengan kencur  (cekuh) serta bawang putih yang dipanggang. Kesemuanya itu dicincang halus, dibuat adonan bercampur darah. Diisi minyak kelapa sedikit, diasami dengan buah limau. Kemudian dibuat pepesan yang disebut : limpet. Selanjutnya dipanggang di bara api hingga matang. Ada juga yang tidak dibikin pepesan tetapi direndam (kum). Ini disebut ketekan.

·          Kulit (kalau daging babi) direbus, kemudian diiris kecil-kecilan ini dinamai rames.

·         Kukuran kelapa (Bhs. Bali nyuh magibed.marekrek ada juga maslau).

·         Sedikit minyak kelapa klentit (tandusan)

·         Setelah bahan-bahannya siap semua, lalu dibikin adonan diisi bumbu semestinya.


1.2  Lawar yang Dibuat dari Buah-buahan

Buah-buahan yang biasa dipergunakan untuk dibuat lawar antara lain :

·         Buah nangka muda, papaya (kates) muda, buah kacang muda, atau ada juga paya (pare) muda.

Kelengkapannya antara lain :

·         Lempet (ketekan), rames.

·         Kekalas (dibuat dari daging yang dicincng halus, diisi santan, bumbu secukupnya, dan tepung beras lalu diaduk, digoreng hingga matang).

·         Rames, yang dibuat dari daging yang bercampur lemak yang dicincang agak halus.

Setelah persiapannya lengkap, kemudian buatlah adonan lawar tersebut. Bila perlu, boleh ditambah bahan penikmat seperti penyedap drasa.

Buah-buahan yang dipergunakan sarana lawar tersebut terlebih dahulu dipotong-potong atau dicincang, kemudian direbus atau dikukus. Selain lawar anyang atau lawar tulen, semuanya dicampur dengan kekalas.


1.3  Lawar Putih

Bahannya antara lain :

·         Hati panggang yang betul-betul matang

·         Rames daging yang sedikit lemaknya

·         Ketekan (limpet)

·         Kekalas

·         Bumbu secukupnya.

Sesuai dengan namanya lawar putih, maka jangan diisi darah. Kadang-kadang apabila lawar putih itu untuk hidangan tamu, diisi juga kacang goreng yang tidak keras (bukan kacang tanah).


1.4  Lawar Pepahit

Bahannya antara lain :

·         Dedaunan, misalnya daun belimbing, daun gempinis daun ceririk, daun pepe dsb.

·         Lempet (ketekan) rames dari daging campur lemak dan juga kekalas.

·         Bumbu secukupnya

·         Boleh diisi sedikit darah.


2.      Be Nyatnyat

Bahan-bahannya adalah :

·         Daging yang bercampur lemak

·         Bumbu yang cukup, lengkap dan sempurna

·         Bumbu yang dipergunakan adalah basa Rajang (basa gede)

Cara membuatnya :

Terlebih dahulu daging yang bercampur lemak yang nempel dikulit dipotong-potong, kemudian dicampur dengan bumbu (basa Rajang). Setelah matang, daging itu diangkat dan dicampur lagi dengan bumbu yang sudah dipersiapkan (basa kesuna cekuh), diisi minyak kelapa. Selanjutnya dirbeus lagi hingga matang betul.


3.      Be Genyol

Bahannya :

Babi (kulit yang masih ditempeli lemak dan sedikit daging), Cara membuatnya hamper sama dengan pembuatan be nyatnyta, hanya bedanya be genyol tidak dipotong-potong, akan tetapi dibiarkan seberapa lebar potongan daging itu.


4.      Timbungan (Gulai)

Timbungan mungkin sama dengan gulai pada bahasa Indonesia. Hanya bedanya, kalau timbungan adalah semacam gulai Bali, yang bumbunya special terbuat dari bahan bumbu secara Bali, yang bumbunya special terbuat dari bahan bumbu secara bali yaitu : basa gede (basa Rajang yang lengkap).

Bahan-bahan timbungan itu ialah : tulang belakang, tulang iga, tulang kaki dan sedikit bagian kulit yang tipis tadi juga dipotong-potong. Selagi mentah bahan timbungan yang dari daging tersebut dicampur dengan bumbu (basa gede) diisi minyak kelapa buatan kampung (klentit = Bhs.Bali lengis tandusan).

Timbungan terbagi menjadi 2 jenis yaitu :

4.1  Timbungan biasa

Bahan-bahannya :

·         Tulnag-tulang : tulang belakang, tulang iga, tulang kaki

·         Kulit tipis yang maish dilekati daging serta lemak.

·         Bumbu secukupnya (basa gede, jejaton/penimat : basa wange, penyedap rasa)

·         Diisi minyak kelapa klentit.

Kemudian direbus, apinya tidak boleh redup. Perebusannya kurang lebih selama 2 jam.


4.2  Timbungan campuran

Bahan-bahannya :

·         Tulang-tulang : tulang belakang, tulang iga, tulang kaki.

·         Buah-buahan : seperti buah nangka, kates (kalau dagingnya daging ayam)

·         Bumbu secukupnya (basa gede dengan jejaton lainnya)

·         Diisi miyak kelapa klentit (minyak tandusan)


5.      Oret

Bahan-bahannya :

·         Usus babi (usus halus)

·         Ati

·         Telur (ayam atau itik) yang diambil kuningnya saja.

·         Tepung beras

·         Bumbu secukupnya (basa gede).

Mematangkan oret ini adalah dengan cara memanggang


6.      Sembuuk

Bahan-bahannya :

·         Usus babi (usus halus)

·         Ati (dicincang halus)

·         Darah

·         Tepung beras

·         Bumbu secukupnya (basa gede)

Mematangkannya dengan jalan merebus.


C.    Olahan Enceh (Cair=Encer)

Olahan yang berbentuk encer (cair) antara lain :

·         Kekomoh yang juga ada menyebutkan dengan nama cecobor

·         Jangan (sayur) ares. Kalau di Bali lazim dengan sebutan jutkut gedebong.


1.      Kekomoh (cecobor)

Kekomoh terbuat dari :

·         Ati atau serat daging (Bhs. Bali dumi) yang dipanggang

·         Ketekan daging yang masih mentah diisi bumbu yang juga serba mentah, kencur bakar, bawang putih bakar, kelapa bakar.

·         Rames dari kulit, yakni bagian dari hidung, telinga babi.

·         Ati atau serat daging panggang, diiris-iris kecil untuk campuran adonan kekomoh (cecobor) tersebut, yang disebut dengan kekambang.

·         Darah (yang dicampur dengan adonan rames atau ketekan itu).

·         Asam dari buah limau

·         Bumbu secukupnya dengan melembahkan emba (bawang goreng). Sebaiknya agak pedas.


2.      Jangan Ares (Jukut Gedebong)

Bahan-bahannya :

·         Daging (serat daging = BHs. Bali isin paa)

·         Gedebong (batang pisang muda), yang belum pernah berbuah, atau yang baru setinggi ± 1 meter. Btang pisang itu diiris-isir kecil.

·         Bumbu yang lengkap (basa gede) dan cukup.

 

D.    JENIS-JENIS OLAHAN YANG LAIN

1.      Be Tutu

Bahannya :

·         Bebek atau ayam yang sudah cukup dewasa, tetapi yang belum pernah bertelur bila itu bebek atau ayam betina. Bagi bebek atau ayam jantan, yang belum mampu membuahi betinanya.

Cara membuatnya :

·         Bebek atau ayam disembelih kemudian dibersihkan

·         Kemudian bebek atau ayam itu dibumbui bagian luar dan bagian dalamnya dengan bumbu (basa gede), lalu diikat kaki dan lehernya dilipatkan, kemudian dibungkus dengan daun pisang atau upih (keloak batang pinang) yang masih mentah, lalu direbus. Merebusnya selama ± 2 jam.

·         Kemudian bebek atau ayam yang sudah terbungkus matang itu lalu dipanggang pada bara api (mepanggang/manyahnyah).

2.      Panggangan

Bahannya :

·         Bebek atau ayam

Cara membuatnya :

·         Ayam atau bebek disembelih kemudian dibersihkan

·         Bagian-bagian jeroannya dibuangkan

·         Untuk bebek panggang dibumbui dulu lalu direbus. Setelah matang direbus ditusuk pada alat panggangnya. Lalu dipanggang pada api yang menyala pelan tetapi mantap.

·         Kalau panggang ayam, sebelum dipanggang dilunasi bumbu terlebih dahulu.

Apabila bebek atau ayam panggang yang akan dipergunakan untuk sarana upakara upacara sebaiknya disemprot dengan arak  atau seprit agar bebek atau ayam yang dipanggang itu dapat bertahan lebih dari 2 hari dan untuk menghindari lalat yang akan mencari bagian bebek atau aya, itu yang kian membusuk.


3.      Guling

Hewan-hewan yang akan dijadikan guling yaitu : babi kecil betina (kucit lua) dan bebek.

3.1  Untuk guling bebek hamper sama proses pembuatannya dengan bebek panggang.

3.2  Guling babi : mula-mula babi dibersihkan dan diambil jeroannya. Selanjutnya babi yang sudah bersih itu disiram dengan air hanyat berkali-kali, kemudian ditusuk dengan alat pegulingan yang terbuat dari bamboo atau dari cabang kayu, yang telah disesuaikan besar kecilnya babi bahan guling itu. Setelah babi guling itu ditusukkan pada alat pengulingannya, maka diisi dengan bumbu yang dicampur dengan daun singkong. Bumbu babi guling itu adalah bumbu lengkap dan sempurna. Diisi sedikit kemenyan agar daging babi guling cepat matang dengan baik (lembut = Bhs. Bali lelor). Kemudian perut babi yang sudah diisi bamboo dengan perlengkapan lainnya lalu dijahit. Kulit luar babi itu dilumasi bumbu gilas yang terbuat dari bawang putih serta kencur dan diisi minyak kelapa. Selanjutnya dipanggang. Memanggang babi tersebut tidak boleh tergesa-gesa, dengan kata lain harus sabar.

JENIS-JENIS BASA (BUMBU)

Beberapa jenis basa (bumbu) yang digunakan untuk olahan (basan lawar), antara lain :

1.      Basa intuk (bumbu yang ditumbuk) pada lesung batu yang biasa disebut lesung basa

2.      Basa ulig (bumbu yang cara membuatnya dengan cara menggilas) pada cobek penyantokan

3.      Basa Rajang (bumbu yang cara membuatnya dirajam)

4.      Sambal : yang terdiri dari emba (bawang kesuna), cabai dan terasi goreng.


1.      Basa Intuk (bumbu yang ditumbuk)

Bahan-bahannya berupa :


a.       Isen (lengkuas)

b.      Cekuh (kencur)

c.       Kunyit (kunir)

d.      Jahe

e.       Cabai

f.       Tingkih (kemiri)

g.      Daun/akar tinggal jangu

h.      Sereh

i.        Daun limau

j.        Kelapa bakar

k.      Basa wangen

l.        Gamongan

m.    Bangle wangen

n.      Gamongan

o.      Bangle

p.      Bawang merah

q.      Bawang putih

r.        Terasi

s.       Daun ginten

t.        Daun salam

u.      Garam

v.      Daun simbukan


2.      Basa Ulig (bumbu yang digilas)

Bahan-bahannya :


a.       Isen (takaran terbesar)

b.      Cekuh (kencur)

c.       Kunyit

d.      Jahe

e.       Cabai

f.       Bawang merah

g.      Bawang putih

h.      Garam

cara membuatnya : digilas pada cobek (penyantokan).


3.      Basa Rajang (bumbu yang dirajam)


a.       Isen

b.      Cekuh (kencur)

c.       Kunyit (kunir)

d.      Jahe

e.       Bawang merah

f.       Bawang putih  (kesuna)

g.      Cabai

h.      Sereh

i.        Daun salam (jangan ulam)

j.        Daun ginten

k.      Daun limau

l.        Jangu

m.    Daun kesimbukan

n.      Daun limau

o.      Base wangen

p.      Tabia bun

q.      Merica

r.        Kelapa bakar

s.       Bangle

t.        Gamongan

u.      Kemiri

v.      Daun simbar


Cara membuatnya :

Semua bahan-bahan tersebut diatas dirajam sampai halus betul, kalau mungkin supaya seperti tepung. Kemudian bumbu itu digoreng setengah matang. Basa Rajang itu tidak boleh kelihatan kering minyak.


4.      Sambel (sambal)

Adonan lawar selain menggunakan basa Rajang juga menggunakan sambel (sambal) serta base intuk atau basa ulig. Misalnya : daging yang akan dipergunakan untuk rames terlebih dahulu direbus dengan bumbunya basa intuk atau basa ulig tersebut. Demikian pula, kalau sudah membuat adonan lawar bumbunya adalah sambal yang bahan-bahannya seperti berikut:

a.       Emba (bawang merah goreng, kesuna goreng)

b.      Cabai goreng

c.       Terasi goreng

d.      Sedikit garam

Tambahan penjelasan :

Apabila kita menginginkan adonan kita nikmat, kita isi dengan penikmat secara tradisional seperti :

1.      Daun limau mentah yang dicincang halus, daun limau itu diaduk dengan adonan lawar.

2.      Buah limau mentah, dipotong lalu airnya diteteskan pada adonan itu, terutama pada adonan sate yakni bila membuat adonan sate lembat. Sifat buah limau itu menghilangkan bau anyir (andih)

3.      Lengkuas mentah dicincang halus bersama cabai dan sereh, sedikit kelapa bakar.

4.      Sewaktu membikin kekalas atau limpet, boleh diisi dengan penyedap rasa. Timbungan itu juga boleh diisi sesuai dengan selera pembikinnya

BEBERAPA JENIS DAGING YANG DIJADIKAN BAHAN OLAHAN

Jenis hewan yang biasa dijadikan bahan olahan antara lain seperti :

1.      Babi

2.      Bebek

3.      Ayam

4.      Sapi

5.      Kerbau

6.      Penyu


1.      Olahan Babi

Olahan babi terdiri atas :

·         Olahan kering

·         Olahan basah (lembab)

·         Olahan cair (encer)

·         Be guling


2.      Olahan Bebek

Olahan bebek (itik) terdiri atas :

·         Olahan kering

·         Olahan basah

·         Olahan encer

·         Bebek panggang

·         Guling bebek

·         Betutu bebek

·         Ongkeb-ongkeb bebek


3.      Olahan Ayam

Olahan ayam ini terdiri atas :

·         Olahan kering

·         Olahan basah

·         Ayam panggang

·         Betutu

·         Ongkeb-ongkeb ayam


4.      Olahan sapi

Olahan ini terdiri dari :

·         Olahan kering

·         Olahan cair

·         Olahan basah


5.      Olahan Kebo (kerbau)

Olahan kebo atau kerbau ini terdiri atas :

·         Olahan kering

·         Olahan lembab


6.      Olahan Penyu

Olahan ini terdiri dari :

·         Olahan kering

·         Olahan lembab

 

OLAHAN-OLAHAN UNTUK HIDANGAN DAN UPACARA

A.    Olahan-olahan untuk hidangan

Olahan-olahan yang biaa dijadikan hidangan seperti : sate, lawar, gorengan, urutan dsb. Olahan-olahan itu ditata sedemikian rupa, serta diperuntukkan kepada orang yang menjadi tamu. Hidangan yang disuguhkan kepada tamu-amu tersebut tergantung pada kedudukan serta fungsinya dimasyarakat. Adapun jenis-jenis tamu itu antara lain :

1.      Tingkat orang kebanyakan (rakyat)

2.      Tingkat pejabat (Sang adrewe bala), misalnya : pejabat rendah, menengah serta pejabat tinggi


1.      Hidangan untuk Rakyat Jelata (orang kebanyakan = non pejabat)

Yang disebut dengan orang kebanyakan atau rakyat jelata ialah ornag yang tidak menjabat atau menduduki suatu jabatan di masyarakat ataupun di pemerintahan demikian juga didesa aday (pakraman di Bali). Orang semacam ini disebut dengan tan adrewe baka atau non jabatan. Di Bali ini memang sering terjadi kerancuan antara lain : seorang rakyat jelata yang berasal dari warga menak (ningrat) akan tidak sama dengan rakyat jelata yang berasal dari yang dikatakan “soroh jaba” (istilah kuna peninggalan jaman feodalis). Maka orang-orang tersebut  di atas bila bertamu akan disambut serta diperlakukan tidak sama. Disini tidak akan diuraikan panjang lebar.

Hidangan atau linggih (tegak) yang diperuntukkan orang kebanyakan disebut juga linggih banjar. Tatanan hidangan semacam ini terdiri atas :

1.1  Untuk tamu laki-laki :

Katik lima (5), yang terdiri dair : 3 sate asem, 2 sate lembat dengan perlengkapannya seperti lawar anyang, lawar putih daun belimbing, disertai dengan balung, teboan dan tum.

1.2  Untuk tamu wanita (istri dari tamu rakyat) :

Katik telu (3), yang terdiri dari : 2 sate asem serta 1 batang sate lembat dengan perlengkapannya : anyang, lawar putih daun belimbing, balung serta tum.

1.3  Isin Sok (bawaan pulang ke rumah)

Bila kundangan dirumah seseorang yang mengadakan upacara agama atau adat. Adapun isin sok itu sama bentuknya semua, kendati kedudukan status social tamu-tamu itu berbeda-beda. Isin sok itu disebut dengan kawisan, yang jumlah sate asem, serta lima (5) batang sate lembat. Perlengkapannya sama dengan perlengkapan hidangan laki atau wanita tersebut diatas ditambah dengan sekerat urutan.

Apabila tamu-tamu tersebut tidak makan atau dijamu makan di tempat upacara itu, maka bawaannya pulang adalah : tegak laki (katik lima dengan perlengkapannya), katik telu dengan perlengkapannya sebagai tegak wanita (istri tamu laki tsb), serta isin sok yang berupa kawisan yaitu sate katik roras (12) dengan perlengkapan tersebut diatas tadi.


2.      Hidangan untuk Para Pejabat Rendah

Hidangan ini disuguhkan untuk para pejabat tingkat desa, Desa Pakraman, di tingkat Banjar/Dusun, Pakraman Subak, Sekaa-Sekaa yang ada kaitannya/hubungannya dengan pelaksanaan Upacara Agama/Adat.

Juga terhadap para Pengenter Paibon, atau Panti (Pura Panti), Pura Penataran Alit, Para Pinandita di Tingkat Pakraman/Adat. Hidangan atau linggih untuk mereka disebut : Pamijian.

Di Bali Utara (Buleleng), kata pamijian itu berarti utusan penting, yang membawa pesan sang amawang rat (Guru Wisesa = Pemerintah). Kepada rakyat. Pemijian ini (linggih pamijian), terdiri atas 7 (tujuh) batang sesate, yang lazim disebut dengan “katik pitu” yaitu : 1 batang sate empol, 1 batang sate pusut, 1 batang sate kebek, 1 batang sate kablet serta 2 batang sate asem dan satu batang sate lembat.

Perlengkapan lainnya seperti :

·         Lawar anyang, lawar putih, lawar daun belimbing

·         Teboan, gorengan, tum, pesan, dan urutan

·         Sambal emba, kekomoh (isinya saja)

Alas dari lawar itu memakai daun pisang (jangan memakai kertas minyak), sebab daun itu mempunyai makna filosofis. Selain dari itu juga diikut sertakan base slongsongan lengkap dengan kapur, tembakau, pinang dang gambir.

Tata hidangan untuk Para Pejabat Rendah, yaitu :

a.       Untuk pejabat rendah (laki/wanita) disuguhi katik pitu (7) yang disebut pamijian. Tatanannya sudah diuraikan di depan.

b.      Untuk istri/suami pejabat rendah, suguhannya disebut katik lima (5). Tatanannnya seperti terurai di depan.

c.       Untuk pengiring pejabat tertentu, yakni tukang junjung bawaan Pejabat tersebut, disuguhi katik telu (3). Tatanannya sudah jelas diuraikan di depan.

d.      Isin sok : isin sok dari pejabat tersebut sama dengan isin sok Masyarakat Biasa (non jabatan = tan adrewe bala), sebagaimana dijelaskan di depan.


3.      Hidangan Untuk Para Pejabat Menengah

Yang dimaksud dengan Pejabat Menengah yaitu : Peabat di Tingkat Kecamatan, antara lain :

·         Jabatan birokrasi seperti Camat, dan Ramil, Kapolsek, Kacadin-kacadin.

·         Jabatan Sosial Religius : BPPLA Kecamatan, PHDI Kecamatan dan juga Organisasi-Organisasi lain yang sangat erat kaitannya dengan pelaksanaan Upacara Agama/Adat Hindu.

Tatahidangan untuk Para Pejabat Menengah :

a.       Untuk Pejabat Menengah hidangannya : disebut japit atau katik 9 (Sembilan = Bhs. Bali katik sia). Tatanannya hamper sama dengan tatanan hidangan Pejabat Rendah, hanya jumlah satenya yang berbeda.

Jumlah sate untuk Pejabat Menengah yakni : 1 batang sate empol, 1 batang sate pusut, 1 batang sate kablet, 1 batang sate kebek, 3 batang sate asem dan 2 batang sate lembat. Selainnya sama dengan kelengkapan hidangan Pejabat Rendah.

b.      Untuk Istri/Suami Pejabat ialah : katik pitu (7) atau pamijian, tatananya sudah diuraikan di depan.

c.       Untuk Pengiring Pejabat : disuguhi katik lima (5) atau linggih banjar, tatanannya sudah dijelaskan didepan

d.      Isin bagi tamu tersebut : sama dengan jenis tamu yang lain yakni katik roras (12), yang disebut : kawisan.


4.      Hidangan untuk Para Pejabat Tinggi

Yang dimaksudkan dengan Pejabat Tinggi adalah : dari Pejabat di Tingkat Kabupaten hingga di tingkat Pusat.

Para Pejabat di Tingkat Kabupaten/Kota Madya antara lain :

Yang tergolong Jabatan Pemerintahan :

·         Bupati dengan jajarannya

·         DPRD Kabupaten/Kota Madya

·         Kodim

·         Kapolres

·         Kejaksaan Negeri

·         Pangadilan Negeri

·         Kantor-kantor Dinas

·         Kandep, dsb

Yang tergolong Jabatan Sosial Religius :

·         Parisada Hindu Dharma Indonesia Kabupaten

·         Badan Pelaksana Pembinaan Lembaga Adat Kabupaten.

Para Pejabat di Tingkat Propinsi antara lain :

Yang tergolong Jabatan Pemerintahan :

·         Gubernur dengan jajarannya

·         DPRD Propinsi

·         Korem

·         Kapolda

·         Kejaksaan Tinggi

·         Pengadilan Tinggi

·         Kantor-Kantor Dinas Propinsi

·         Kanwil, dsb

Yang tergolong Jabatan Sosial Religius :

·         Parisada Hindu Dharma Indonesia Propinsi

·         Majelis Pembinaan Lembaga Adat

Para Pejabat di Tingkat Pusat di Ibukota Negara :

Jabatan Pemerintah :

·         Presiden/Wakil Presiden

·         MPR/DPR Republik Indonesia

·         Panglima TNI beserta Kastap TNI (ADRI, AURI, dan ALRI)

·         Kejaksaan Agung

·         Mahkamah Agung

·         Para Menteri beserta para Dijennya

·         Kapolri

Jabatan Sosial Religius :

·         Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat


4.1  Hidangan untuk Tamu yang tergolong Pejabat Tinggi

Hidangan untuk pejabat tersebut di atas adalah katik enem belas (16) yang disebut “pajeg”.

Tatanan pajeg ini seperti berikut :

·         2 batang sate empol, 2 batang sate pusut, 2 batang sate kablet, 2 batang sate kebek, 3 batang sate lembat dan 5 batang sate asem.

·         1 potong urutan bertangkai

·         1 potong babi (daging yang melekat pada kulit) yang ditoreh kecil-kecil. Babi ini juga bertangkai

·         Sebuah teboan bertangkai yang digoreng matang.


4.2  Hidangan untuk Para istri Pejabat

Adalah Japit (katik 9). Tatananya sama dengan tatanan japit yang disuguhkan kepada Pejabat Menengah, sebagaimana disebutkan di depan.


4.3  Hidangan untuk Pengiring Pejabat

Adalah katik 7, seperti hidangan untuk Pejabat Rendah tersebut di depan.


4.4  Hidangan untuk Para Pendeta dan Pinandita

Hidangan untuk kedua jenis Rohaniawan ini bahannya adalah daging itik, yaitu :

·         Hidangan untuk Sang Pendeta (Pedanda, Begawan, Resi Pandita Empu, Sri Empu, Jero Dukuh) : Pajeg Bebek

·         Hidangan untuk Sang Pinandita (Pemangku) : Japit Bebek


4.5  Isin Sok

Sebagaimana isin sok para tamu lainnya yakni katik roras (12) yang disebut kawisan.


B.     Olahan untuk Upacara

Daging yang dipergunakan untuk sarana upacara yajna antara lain :

1.      Daging bebek

2.      Daging ayam

3.      Daging babi

4.      Daging penyu

5.      Daging sapi

6.      Daging anjing

7.      Daging angsa/banyak

8.      Daging kerbau

9.      Daging kambing

10.  Dsb

Daging hewan-hewan tersebut tadi sebagaian besar dipergunakan untuk upacara Buta Yajna (pecaruan).


1.      Daging Bebek

Daging bebek (itik) ini dibuat olahan seperti :

a.      Sate Bebek

Untuk kawisan serta ketengan yang dipergunakan sebagai tetandingan (tatanan) caru. Satenya adalah sate lembat. Tatanan atau tetandingan kawisan itu adalah : 8 batang melambangkan astadala, asta = 8, dala= kelopak bunga teratai, jadi astadala adalah delapan kelopak bunga teratai, yang melambangkan delapan arah mata angina di dunia maya (mayapada ini), atau delapan kemahakasaan Ida Sang Hyang Widi atau Sang Hyang Paramawisesa (Tuhan Yang Maha Kuasa). Lawar yang melengkapinya terdiri atas 5 warna yaitu : lawar putih, lawar merah, lawar putih kemerahan (sebagai pengganti kuning), lawar daun belimbing dan campuran semua jenis warna olahan itu (pada mara). Kelima warna itu melambangkan Panca Dewata. Bunga kawisan L 3 batang sate dengan lawar pada mara, dialasi dengan tlekosan daun pisang, melambangkan : dewata yang berstana di tengah, di atas dan di bawah, dengan istilah : luhuring akasa (atas), soring pretiwi (bawah) dan madyaning buana (tengah). Tetandingan kawisan ini melambangkan  Tuhan Yang Maha Kuasa, alam jagat raya. Kawisan ini adalah salah satu perlengkapan banten suci. Setiap mempergunakan banten suci, selalu mempergunakan kawisan sesuai dengan jumlah suci yang diperlukan. Kawisan yang sebagai perlengkapan banten suci ini, berguna di segala jenis yajna pada Panca Yajna.

Selain kawisan ada pula disebut ketengan. Bentuk ketengan itu terdiri atas : 1 batang sate lembat ditambah lawar padamara dan garam. Ketengan ini dipergunakan pada upakara pecaruan, pada sarana mempergunakan hewan tertentu. Antara lain : bebek belangkalung, anjing, kambing atau godel (sapi muda).

Kawisan itu ada dua macam :

·         Kawisan bebanten : tatanannya seperti tersebut diatas ini.

·         Kawisan linggih atau kawisan isin sok jumlah satenya 12 (dua belas) batang.

Tatanan kawisan :

·         Delapan batang sate lembat, dengan 5 jenis warna lawar (merah, putih, [utih kemerahan, daun belimbing), dialasi dengan daun pisang. Dilengkapi dengan balung dan garam.


b.      Guling Bebek

Guling bebek ini dipergunakan untuk ben bebangkit, ben suci, dsb. Cara pembuatannya : mula-mula bebek yang telah disembelih/digorok dicabuti bulunya. Kemudian jeroannya diambil. Selanjutnya bebek itu diisi bumbu yang telah disiapkan, diikat dengan jalan melipat lehernya lalu direbus.

Untuk memberantas bau anyir (andih) air rebusan bebek itu diisi dengan asam jawa (lunak Bhs. Balinya). Rebuslah dengan mantap agar matang betul. Setelah matang, kemudian ditusuk dengan penggulingan dan dipanggang pada bara api.

Agar nantinya daging bebek fuling itu menjadi enak dan gurih, disiapkan bumbu yang terbuat dari keusna cekuh (bawang putih bercampur kencur yang dgilas) yang diisi minyak kelapa kampung (klentit), dipoleskan setiap saat. Agar tidak terhinggapi lalat atau tiak keburu buruk (bila upacara yajna itu berlangsung lama), semprotlah dengan arak atau sprit.


c.       Lawar Bebek

Cara membuat lawar bebek sudah banyak diuraikan, akan tetapi ada baiknya kita ulang untuk menyimak penjelasannya. Paa dasarnya daging bebek baunya anyir (andih). Maka terebih dahulu darah bebek itu dicampur dengan lengkuas dan sereh.

Unsur-unsur lawar bebek terdiri atas :

1.      Limpet, yang terbuat dari leher serta sedikit tulang belakang bebek, juga sedikit daging yang bercampur tulang rawan. Pembuatannya : bahan dari bagian bebek tersebut dicincang halus, dicampur kencur dan bawang putih (kesuna) yang dibakar. Juga diisi daun lempuyak muda, buah jambu biji muda yang dibakar (sotong metambus). Setelah semuanya tercincang halus, lalu diremas serta dicampur dengan bumbu Rajang/basa gede, diisi darah serta minyak kelapa kampung. Kemudian dibungkus dengan daun pisang yang berbentuk pesan dan kemudian dipanggang.

2.      Rames, terbuat dari jeroan bebek itu sendiri antara lain : hati, lambung serta usus bebek. Juga sedikit dari tulang rawan yang terlekati daging.

3.      Kekalas, yang terbuat dari usus serta bagian dari daging bebek itu yang bercampur lemak. Diisi santan kental dan bumbu.


d.      Brengkes Bebek

Brengkes bebek ini hamper jarang dipergunakan untuk upacara yajna. Bahan brengkes ini adalah tulang punggung bebek yang dicampur darahnya.

Bumbu dari olahan bebek itu antara lain :

·         Basa Rajang (basa gede), sambal emba, cabai goreng dan terasi goreng.

·         Jejaton (perangsang) sebagai pembasmi bau anyir, antara lain : merica, tabia bun, basa wangen, kelapa bakar, daun limau serta lengkuas mentah yang kesemuanya dicincang halus. Selain itu juga sereh, serta jangu.


e.       Pamijian Bebek

Tatanan pamijian bebek tidak jauh berbeda dengan apa yang diuraikan terdahulu. Pamijian ini adalah untuk para Roh Leluhur, terutama yang sudah berstana di pelinggih rong tiga.


f.       Sate Galungan

Sate ini seperti yang telah diuraikan terdahulu yang terdiri atas Sembilan jenis yaitu : sate lembat, sate asem, sate kuung, ate sepit gunting, sate jepit babi, sate jepit balung, sate serapah, sate lelet dan sate suduk ro.  Sate Galungan ini lumbrah disebut sate panawa sangan. Sate itu diikat menjadi satu. Sate Galungan dari daging bebek ini juga sebagai perlengkapan dari sate penyeneng bebek.

g.      Sate Penyeneng Bebek

Sate penyeneng bebek ini terdiri atas sate Galungan ditambah dengan lilit linting dari kulit bebek. Sebagai sendi/dasar dari sate penyeneng itu adalah kelapa, yang berisi kepala,, sayap, kaki dan ekor bebek.


2.      Olahan Ayam

Olahan Ayam antara lain :

·         Olahan mancawarna (lawar)

·         Sate Ayam

·         Kawisan Ayam (kawisan banten)

·         Ayam panggang

·         Be Tutu


3.      Olahan Babi

Olahan babi antara lain :

·         Sate babi (sate Galungan)

·         Bangun ayu (kepala babi masak berisi/dipancangi sate Galungan beriis umbul-umbul, pajeng, kober (bendera), dsb. Alat-alat pengawin para dewata. Pengawin = ceciren (tanda).

·         Gelar sanga (sate yang matang sebelah/lembat)

·         Sate ancak bingin

·         Sate penyeneng babi.


3.1  Sate Babi (Sate Galungan)

Sesuai dengan namanya, sate ini dominan dipergunakan untuk slaah satu bebanten sate pada Hari Raya Galungan. Sate ini diikat menjadi satu bersama pesan. Dihaturkan kepada roh leluhur yang belum diastikan (proses atma wedananya belum selesai).

Sate Galungan ini terdiri atas :

1.      Tingkat nista (kecil) : 3 batang yaitu : lembat, asem dan kekuung.

2.      Tingkat madya (menengah) : 5 batang yaitu : lembat, asem, kekuung, sepit gunting dan jepit babi.

3.      Tingkat utama (besar) : 7 batang yaitu : lembat, asem, kekuung, jepit babi, sepit guntuing, serapah dan jepit balung.

4.      Tingkat utamaning utama (paling besar) : 9 batang yaitu : lembat, asem, kekuung, sepit gunting, jepit babim jepit balungm serapah, letlet, suduk ro.

Yang biasa dipergunakan sebagai sarana bebanten Galungan, yakni yang berjumlah 5 batang, yaitu sate lembat, sate asem, sate kekuung, sate sepit gunting dan jepit babi. Sedangkan yang tergolong utama dan utamaning utama dipergunakan sarana bebanten pada waktu upacara besar (sate ancak bingin).


3.2  Bangun Ayu

Bangun ayu dasar (sendinya) terbuat dari kepala babi yang sudah direbus matang. Penataannya adalah sebagai berikut :

Sebuah kapar atau boleh juga wadah lainnya yang sudah diisi nasi. Di atas nasi itu diletakkan kepala babi tersebut. Kemudian dipancangi sate Galungan tersebut pada tingkatan utamaning utama. Ditambah dengan hiasan-hiasan seperti umbul-umbul, pajeng (paying), serta kekober (bendera).

Bangun ayu ini dibuat apabila disuatu pura dilaksanakan karya marempah celeng (babi).


3.3  Gelar Sanga

Gelar Sanga dibuat dari sate babi (sate lembat) yang matang sebelah dan mentah sebelah. Sate tersebut dilumuri dengan darah babi yang mentah dan ditaruh di bawah panggung. Wadah gelar sanga tersebut adalah kuali. Pada sate tersebut diisi daun kelor. Perlengkapan lainnya : kawisan 1, ketengah 11, sate calon 9 batang (diikat).


3.4  Sate Ancak Bingin

 Bentuk atau bangun dari sate ancak bingin itu adalah sebagai berikut :

·         Kepala babi yang sudah matang direbus, dipancangi rancangan dari bumbu yang diisi dengan sabut kelapa. Ada tingkat, ada yang lima tingkat, tujuh tingkat da nada pula yang Sembilan tingkat.

·         Dibuat hiasan simbar dari babi (kulit babi yang dilekati oleh lemak)

·         Dipancangi sate galungan selengkapnya. Pemancangannya sesuai dengan stana Dewata Nawa Sanga, yaitu :

a.       Diarah timur sate jepit babi

b.      Diarah tenggara sate serapah

c.       Diarah selatan sate lembat

d.      Diarah barat daya sate letlet

e.       Diarah barat sate jepit balung (jepit tiga)

f.       Diarah barat laut sate suduk ro

g.      Diarah utara sate asem

h.      Diarah timur laut sate jepit gunting

i.        Ditengah sate kekuung (sate cempaka)

·         Diisi dengan senjata : Panca Dewata atau Nawa Dewata. Apabila upacara manusa yajna, tumpang sate itu cukup tumpang 3 atau tumpang 5. Maka senjata Dewata yang diisikan cukup senjata panca dewata. Apabila upacara Dewa Yajna (ngodalin, mendak nuntun, ngenteg linggih, dsb.), tumpang satenya mesti tumpang 7 atau tumpang 9.

Senjata-senjata dewata tersebut adalah :

·         Bajera dibuat dari babi (lemak nempel di kulit) dipucaki dengan jantung babi, terletak diarah timur.

·         Dupa dibuat dari babi, dipuncaki dengan paru-paru babi untuk diarah tenggara.

·         Gada terbuat dari babi, dipuncaki dengan hati, yang letaknya diarah selatan. Moksala terbuat dari babi, dipuncaki dengan betuka (lambung), untuk di arah barat daya.

·         Nagapasa terbuat dari babi, dipuncaki dengan ginjal (Bhs. Bali bebuahan), untuk diarah barat

·         Angkus terbuat dari babi, dipuncaki dengan limpa, yang letaknya diarah barat laut.

·         Cakra terbuat dari babi, dipuncaki dengan empedu, untuk diarah utara.

·         Trisula terbuat dari babi, dipuncaki dengan kerongkongan, letaknya diarah timur laut.

·         Padma terbuat dari babi, yang dipuncaki dengan unduh-unduh (penjahitan hati ), letaknya di tengah.


3.5  Sate Penyeneng

Sate penyeneng babi hamper sama dengan sate ancak bingin, hanya bedanya tanpa senjata Dewata, serta tanpa kepala babi.


4.      Olahan Penyu

Olahan penyu ini diperuntukkan ulam suci (daging untuk bebanten/suci)


5.      Olahan Sapi

Olahan sapi ini hanya untuk sarana upacara caru

6.      Olahan Anjing

Sama seperti sapi, anjing juga diolah menjadi caru.

DAGING UNTUK UPAKARA UPACARA

Seperti yang tercantum pada Lontar Dharma Caruban, daging yang diolah untuk sarana upakara upacara, disebut dengan ulam bebanten (daging untuk bebanten/sesaji). Jenis-jenis ulam bebanten tersebut ada 3 (tiga) macam, yaitu :

1.      Ulam suci (daging untuk suci)

2.      Ulam bebangkit (daging bebangkit)

3.      Ulam caru (daging untuk Caru)


1.      Ulam Suci (daging untuk suci/perlengkapan suci)

Yang tergolong daging suci, antara lain : itik, angsa, banyak, penyu, ayam, dsb. Jenis-jenis daging tersebut tidak berbau kotoran atau berak. Itik misalnya disebut binatang suci, karena :

·         Dapat memilih makanan di lumpur

·         Hidup di tanah atau di air

·         Selalu kompak dan rukun berkeluarga

Itulah sebabnya itik (bebek) dikatakan suci, karena bisa mewakili ketiga hal tersebut diatas.

Penyu disebut suci karena tangan dan kakinya dapat masuk ke badannya. Sehingga kepala hewan itu (penyu) diletakkan pada bebanten yang disebut catur, dan beralaskan bokot yang berisi beras. Itu melambangkan ulu (terdepan). Itu pula yang merupakan simbol dari bedawang nala (penyu api), yang sanggup mengangkat bongkahan Gunung Mahameru sampai di besakih.

Kesimpulannya, segala jenis sesaji (banten) atau upakara upacara yang dipersembahkan kehadapan Ida Sang Hyang Wii Wasa, terutama yang di Sanggar Tawang, mempergunakan daging penyu.


2.      Ulam Bebangkit (daging untuk perlengkapan bebangkit

Jenis hewan yang dipergunakan sebagai sarana upakara upacara pada banten bebangkit antara lain babi guling (babi yang dipanggang). Juga ada yang dipergunakan sebagai gayah serta yang lain-lain.


3.      Ulam Caru (daging untuk perlengkapan caru)

Hewan-hewan yang dipergunakan sebagai caru, antara lain : ayam, babi yang belum dikebiri (kucit butuhan), kambing kerbau, sapi, angsa, itik, anjing, dsb. Daging hewan-hewan tersebut dipergunakan sebagai caru atau tawur, yang disebut buta yajna.

 

NGELEPAS PATIK WENANG TATA CARA MENYEMBELIH HEWAN, YANG AKAN DIPERGUNAKAN SARANA UPAKARA UPACARA

Di depan telah diuraikan, tata cara menyembelih hewan-hewan yang akan dipergunakan sebagai sarana upakara upacara yajna, agar terlebih dahulu melakukan upacara yajna untuk tidak terkena mala petaka, terutama bagi orang yang berpredikat “Sang Belawa” atau sesepuh ebat. Untuk itu, maka harus dilakukan urutan upacara sebagai berikut : memohon ke hadapan Betara di Pura Dalem, agar segala sarana upacara itu senantiasa hemat, selamat, dan yang terpenting mohon penyengker (penetralisir).

Upakara Bebanten :

Punjung ajuman putih kuning (kembar, ulam ayam putih siungan yang dipanggang, canang gantal, canang burat wangi, beras kuning, daksina lengkap dengan sesari 36 keeng uang bolong, telur sebutir, kelapa sebutir, andel-andel, serta dupa.

Mantra Permohonan di Pura Dalem :

“Inggih Ratu Betare ring Dalem, titian nunas pramenak Paduka Betara, Jero I Sedahan Jagalmangsa, ngambel karyan titiange mangda trepti pisan, kalih olah-olahan titiange kedep sidi mantranku, Poma poma poma”

Setelah selesai mengucapkan puja mantra tsb, laluberas kuning yang dihaturkan tadi dibawa pulang dan ditaburkan di tempat membuat olahan (ebatan). Menaburkan beras tersebut mulai dari arah timur ngider kiwa (berlawanan dengan arah jarum jam) memutar ke kiri. Kemudian pancangkan sanggah cucuk di depan rumah, serta di setiap penjuru pekarangan sudut menyudut (timur laut, tenggara, barat daya, barat laut dan ditengah-tengah).


A.    Upakara Bebanten Penyembelihan

1.      Di depan pekarangan :

Tumpeng dandanan lengkap, dihaturkan kepada : Sang Bhuta Dengen, ikannya kacang taluh (kacang-kacangan dan telur).

2.      Pada Sanggah Cucuk di Airsanya (timur laut) :

Tumpeng dandanan, ikannya telur ayam, dihaturkan kepada Sang Bhuta Ulu Gagak.

3.      Pada Sanggah Cucuk di Genyan (tenggara) :

Tumpeng dandanan, ikannya balung gegending, dihaturkan kepada Sang Bhuta Ulu Asu

4.      Pada Sanggah Cucuk di Neriti (barat daya):

Tumpeng dandanan, ikannya padang lepas, dihaturkan kepada Sang Bhuta Ulu Gajah.

5.      Pada Sanggah Cucuk di Wayabya (barat laut) :

Tumpeng dandanan, ikannya padang lepas, dihaturkan kepada Sang Bhuta Ulu Gajah.

6.      Di Pemasaran di Tengah) :

Tumpeng dandanan, ikannya bebas, dihaturkan kepada Sang Bhuta Bregenjeng.

7.      Pada Bale Paebat (ditempat membuat ebatan/olahan) :

 Disini juga dipancangkan Sanggah Cucuk, dihaturkan bebanten berupa : banten tumpeng, nasi tlompokan, ulam kawisan, sesari uang kepeng bolong 1 (aketeng), sepasang canang, buratwangi lengawangi, dihaturkan kepada : Sang Bhuta Jagalmasa. Setelah lengkap semuanya dan sudah ditaruh di tempatnya masing-masing, lalu Sang Belawa menghaturkan bebanten-bebanten itu.


B.     Mantra-mantra untuk Para Bhuta

1.      Mantra untuk Sang Bhuta Dengen (di depan Pekarangan) :

“Pukulun sira Sang Bhuta dengen, iki tadah sajinira, huwus sira ambukti, weha ta ngulun luputaring sarwa laraning swakarya, mwang asihana dening sarwa kala kabeh. Om Siwa amrta ya namah swaha”.

2.      Mantra untuk Sang Bhuta Ulu Gagak (di Timur Laut) :

“Pukulun sira Sang Bhuta Ulu Gagak, iki tadah sajinira, huwus sira ambukti, weha ta ngulun luputaring sarwa laraning swakarya, mwang asihana dening sarwa kala kabeh. Om Siwa amrta ya namah swaha”.


3.      Mantra untuk Sang Bhuta Ulu Asu (di Tenggara)

“Pukulun sira Sang Bhuta Ulu Asu, iki tadah sajinira, huwus sira ambukti, weha ta ngulun luputaring sarwa laraning swakarya, mwang asihana dening sarwa kala kabeh. Om Siwa amrta ya namah swaha”.


4.      Mantra untuk Sang Bhuta Ulu Kebo (di Barat Daya) :

“ Pukulun sira Sang Bhuta Ulu Kebo, iki tadah sajinira, huwus sira ambukti, weha ta ngulun luputaring sarwa laraning swakarya, mwang asihana dening sarwa kala kabeh. Om Siwa amrta ya namah swaha”.


5.      Mantra untuk Sang Bhuta Ulu Gajah (di Barat Laut) :

“Pukulun sira Sang Bhuta Ulu Gajah, iki tadah sajinira, huwus sira ambukti, weha ta ngulun luputaring sarwa laraning swakarya, mwang asihana dening sarwa kala kabeh. Om Siwa amrta ya namah swaha”.


6.      Mantra untuk Sang Bhuta Bregenjeng (di Pemasaran/di tengah) :

“ Pukulun sira Sang Bhuta Bregenjeng, iki tadah sajinira, huwus sira ambukti, weha ta ngulun luputaring sarwa laraning swakarya, mwang asihana dening sarwa kala kabeh. Om Siwa amrta ya namah swaha”.


7.      Mantra untuk Sang Bhuta Jagalmangsa (di tempat membuat ebatan/olahan) :

“Pukulun Sang Bhuta Jagalmangsa, iki tadah sajinira, huwus sira ambukti, weha ta ngulun luputaring sarwa laraning swakarya, mwang asihana dening sarwa kala kabeh. Om Siwa amrta ya namah swaha”.

Setiap selesai menghaturkan puja mantera, agar dipercikkan air suci, dan mantera untuk menghaturkan percikan air suci sebagai berikut : “Om Bhuta Kala DUrga Bhucari ya namah swaha”.

Upakara bebanten di dapur :

Nyahnyah gringsing, berisi pokok (bun) kantawali (Bhs. Jawa brotowali) sepanjang 2 lengkat (± 40 cm ukuran tradisional Bali), sesantun berisi 1 kepeng uang bolong, dan disertai puja mantra : “Om Sang Kala Bungkem, Bhuta-Bhuti Bungkem, sakwehing Manusa Bungkem, teka bungkem. Om Poma 3x.

Setelah selesai menghaturkan bebanten tadi, lalu canang serta pokok kantawali itu diletakkan di bawah mengerjakan ebatan/olahan.


C.    Upacara Penangkal Gangguan pada Tempat Membuat Olahan (sasirep di tempat paebat)

Segehan nasi kepelan, ikannya (mabe) bawang jahe, uyah areng (garam yang dipolesi arang) yakni arang dapur (pada gidat jalikan), memakai alas daun kayu jati, masing-masing 3 helai daun jati segehan dibuat 3 (tiga) tanding. Selanjutnya dihaturkan pada tempat membuat olahan dengan puja mantera sebagai berikut : “Om aku amungken, sakutu-kutuing Brahma Wisnu teka bungkem. Om poma 3x”. Kemudian diperciki air suci.

Upakara bebanten itu, memiliki makna serta tujuan agar tempat membuat olahan/ebatan itu aman, serta orang yang punya hajatan melaksanakan upacara itu secara batiniah. Oleh karena itu Sang Belawa (sesepuh tukang ebat) harus menghaturkan upakara bebanten pada Sanggar Paebat. Sanggar tersebut adalah tempat menghaturkan sesaji, demi keselamatan tempat serta olahan itu. Pada Sanggar Paebat itu dihaturkan antara lain : daksina 1, ketipat kelanan, sesanganan kuskus maunti (kelapa parut diisi gula aren) atamas, pisang emas. Bebanten ini diletakkan pada Sanggar Paebat tersebut. Di bawah sanggar segehan agung, sega (nasi) mancawarna atamas, suci 1, sesari 66 kepeng uang bolong, nasi kepelan 5 tanding, ikannya (iwak) bawang jahe.

Puja Mantra :

Pukulun Sang Hyang Dharma Caruban, embanakena iwakning ulun, den tegteg mandel, angemit olahaning ulun, hawya lupa, haywa lali, mengetakena, Om Poma 3x”.

 

Pada longan (kolong-kolong) tempat membuat olahan, juga dilakukan upacara kepada Para Bhuta semuanya. Upakara-upakara yang dihaturkan itu antara lain : segehan nasi kepelan 1, ikannya adalah lidah binatang yang dagingnya akan dipakai olahan/ebatan, dengan puja mantra :

“Ih, kita Sang Bhuta Kala Mecakal, iki tadah sajining ulun haywa amangani sajining ulam. Om Siwa amrta ya namah swaha.Poma 3x”.

Pada kolong bagian hilir (teben/agak keluar) dari tempat membuat olahan itu dihidangkan sesaji seperti : segehan nasi kepelan, iwak (ikannya) adalah dubur (bol) hewan yang diolah, dengan diiringi puja mantera sebagai berikut :

“Ih, Sang Bhuta Kala Atat, hana ganjaran sira, haywa amangan iwakning ulun ring pajagalan. Om Sira amrta ya namah swaha. Poma 3x”.

Puja Astawa menghaturkan bakaran :

Ih, Sang Bhuta Kala Katung, iki tadah sajinira iwak kisanan getih bungbungan. Huwus sira ambukti saji hawya sira angusila. Poma 3x”.

Puja astawa menghaturkan karangan :

“Ih, Sang Bhuta Sepakalimigraha, Wisyantandi, iki tadah sajinira lampedan. Poma 3x”.

Pengampunan pada Karya Yajna :

Agar memperoleh kesejahteraan bersama, orang yang punya hajatan (mayajna), serta yang dipercayai untuk menjaga keselamatan upacara, semestinya menghaturkan upakara bebanten sebagai berikut :

a.       Nasi 4 tanding, beralaskan (wadah) kelapa muda yang berisikan :

·         Nasi merah (barak) ikannya darah mentah

·         Nasi putih, ikannya tulang

·         Nasi hitam, ikannya telur

·         Nasi kuning, ikannya daging.

Keempat kelapa muda (klungah) itu yang masing-masing sudah berisi nasi, taruh pada sebuah ngiu (nyiru) satukan.

b.      Nasi kepelan merah, putih, hitam, kuning, ditutup (tangkeb) dengan guwungan (keranjang yang dipakai kurungan ayam) yang masih baru (anyar), taruh di halaman rumah di tempat melaksanakan upacara yajna. Selanjutnya diucapkan puja mantra sebagai berikut :

“Om, Sang Kala Wigraha, Waisya Mandaguna Mandi. Iki pelabuaan ri sira.ikang snag adrewe karya, angaturaken laba ri sira ngarane si anu ………(nama orang yang beryajna), ganjaran putih abukakak, nasi ireng abukakak, mabe balung, mabe getih, mabe isi, mabe taluh, matemelung iki tadah sajinira, sasanak wang sira, amangan anginum, sing kurang sing luput, sinampura. Iki katuran sarining toya panguwusan tukad, trebesan danu. Puniki katuran sajeng mentah, berem lan arak, haywa sira anggawe rusush ri sang adrewe karya sira anu………………………(yang punya hajatan).

Om, Bhuta Petak mundur sakeng Purwa,
Bhuta bang mundur sakeng Daksina,
Bhuta jenar mundur sakeng pascima
Bhuta ireng mundur sakeng utara
Bhuta mancawarna sakeng tengah.

BEBANGKIT DAN GAYAH

A.    Bebangkit

Salah satu bagian dari bebanten adalah bebangkit. Bebangkit di depan sedikit telah disinggung. Bagian dari banten bebangkit ada juga yang mempergunakan daging.

Adapun bentuk daging yang dipergunakan di dalam mewujudkan bebangkit itu namanya ka Durga Dewi, atau secara lumrah disebut : gayah. Bahannya adalah daging babi atau yang dianggap suci antara ain itik, diolah menjadi beberapa jenis, dan dapat digolongkan menjadi 3 bagian :

1.      Bebangkit Gerombong

2.      Bebangkit Cagak atau Bebangkit Bogem

3.      Bebangkit Agung Mekaras

Bebangkit ini menggunakan jejatahan atau sate yang berjumlah 9 (Sembilan) macam itu. Kesembilan jenis jejatah atau sate itu sudah diuraikan di depan.


1.      Bebangkit Gerombong

Menggunakan 2 biji/batang tiap jenis sesate yaitu : 2 sate lembat, 2 sate asem, 2 sate kekuung, 2 sate jepit babi, 2 sate jepit gunting, 2 sate jepit balung, 2 sate serapah, 2 sate letlet, dan 2 sate suduk ro.


2.      Bebangkit Cagak atau Bebangkit Bogem

Tatanan/tetandingan bebangkit ini menggunakan 6 biji setiap jenis sesate. Tatanan bebangkit semacam ini disebut sarwa kelanan.

Bebangkit Agung Makaras

Tatanan bebangkit ini mempergunakan 10 biji di setiap jenis sate, dan ini disebut sarwa galahan. Akan tetapi pada prakteknya jumlah sate ini sering dilipatgandakan atau dikurangi, karena mereka belum mengetahui makna dari tatanan itu. Kecuali diisi sate Galungan, dilengkapi pula dengan hiasan-hiasan dari babi (lemak yang nempel di kulit) hingga menjadi sebuah bentuk yang indah. Orang-orang menggunakan potongan batang pisang untuk tempat menancapkan sate-sate tersebut, atau bahan lain apabila menggunakan jumlah sate tertentu, atau seberapa yang diinginkan.

Hiasan-hiasan yang terbuat dari babi, melambangkan jenis tumbuh-tumbuhan di alam ini seperti : simbar, bingin, pidpid serta jenis-jenis lainnya.

Penggunaan Bebangkit di setiap jenis upacara :

·         Bebangkit Gerombong  tergolong Bebangkit alit (tergolong yang paling sederhana), dipergunakan pada upacara-upacara biasa, atau pada upacara perumahan.

·         Bebangkit Bogem atau Bebangkit Cagak, dipergunakan pada tingkatan upacara yang lebih besar atau pada upacara madya, antara lain bila disuatu keluarga/perumahan mengadaan upacaa mendak nuntun, ngenteg linggih sembari metatah. Juga apabila di keluarga tersebut melaksanakan Upacara Atma Wedana (Nyekah). Pemakaian jajannya lebih banyak dari pada jajan bebangkit Gerombong. Juga terutama menggunakan jajan bekayu sebagai alasnya (bataran).

·         Bebangkit Agung Makaras, adalah tingkatan bebangkit yang paling besar. Jenis bebangkit ini dipergunakan pada upacara-upacara besar (utamaning utama). Bebangkit ini disamping menggunakaan jajan lebih banyak, juga menggunakan sebuah beruk berisi tuak (nira), caratan (kendi) berisi air, serta sebuah kotak (peti) yang berisi perabotan pande/tukang = undagi, antara lain : gergaji, pahat, pisau, dsb, sebuah besek kecil berisi beras, base tampel, uang (jumlahnya 3,5,7,9 kepeng uang bolong), kwangen beserta benang putih.

Sesuai dengan tingkatan bebangkit tersebut, maka jumlah tumpeng dengan bebantennya akan berbeda-beda, kalau dibandingkan dengan jenis bebangkit yang lain tadi. Di antaranya memakai pulegembal. Sorohan Bebangkit ini dilengkapi dengan jenis daging, da nada 2 jenis, yaitu :

·         Bebangkit Kapir, menggunakan daging babi

·         Bebangkit Selem menggunakan daging itik kalau upacaranya sederhana, atau kerbau, apabila tingkatan upacaranya itu tergolong utamaning utama.

Sorohan Bebangkit ini dihaturkan kehadapan Ida Betari Durgha, sebagai penguasa Bhuta Kala, serta kekuatan-kekuatan yang kuran baik lainnya.


B.     Gayah

Gayah adalah tatanan beberapa jenis tulang-tulang hewan yang dagingnya dijadikan bahan sesate untuk perlengkapan tetandingan/tatanan bebangkit. Tulang-tulang hewan tersebut hamper semuanya digunakan, dan tiada satuun yang tertinggal, antara lain : Tulang kepala, tulang hidung, tulang belakang (punggung), tulang rusuk (iga), tulang rawan penghubung/penyambung paha, tulang paha, tulang ekor, tulang lutuut dsb.

Tulang-tulang itu diatur sesuai dengan letaknya semula, ketika hewan itu maish berwujud/hidup. Di antaranya tulang hidung diletakkan dibagian depan.

Jenis-jenis Gayah :

1.      Gayah Pupus

Tatanan gayah ini adalah balung (tulang-tulang) tersebut di atas dilengkapi dengan sate kekuung. Gayah ini dipergunakan pada Bebangkit Gerombong.

2.      Gayah Sari

Sama seperti Gayah Pupus, hanya sate kekuung itu diganti dengan bagia, yaitu torehan babi menyerupai bentuk bunga maduri. Gayah semacam ini dipergunakan pada Upacara Pitra Yajna

3.      Gayah Utuh

Bentuknya sama seperti Gayah Sari, hanya saja tulang-tulang yang dipergunakan semuanya serba utuh. Antara lain : tulang-tulang kepala, tulang-tulang badan, tulang-tulang lutut dan tulang ekor. Disamping itu pula dilengkapi dengan bentuk sate yang menyerupai senjata Nawa Dewata (Dewata Nawa Sanga).

Perlengkapan-perlengkapan lain yang dipergunakan mewujudkan gayah :

·         Urab barak : kelapa parut yang dicampur dengan darah serta perlengkapan : lawar anyang seperti tersebut di depan.

·         Urab putih : sama dengan urab barak, hanya saja tidak berisi darah.

·         Urutan : seperti telah dijelaskan di depan

·         Oret : proses pembuatannya juga telah banyak diuraikan di depan.

·         Alir-alir : usus yang telah dibersihkan kotorannya, lalu ditiup agar berisi angina. Alir-alir itu dipergunakan pada tatanan gayah, yakni :

1.      Pada Gayah Pupus menggunakan 2 biji

2.      Pada Gayah Sari menggunakan 6 biji

3.      Pada Gayah Utuh menggunakan 10 biji.

Masakan-masakan ini dijadikan satu dengan gayah itu.

Untuk lebih jelasnya sahabat bisa mengoleksi buku ini, sudah beredaar di toko buku:



Sumber buku Dharma Caruban oleh Wayan Budha Gautama

Komentar